• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

D. Diagnosis Kesulitan Belajar

Diagnosis kesulitan belajar adalah proses menentukan jenis dan penyebab kesulitan serta alternatif strategi pengajaran remedial yang efektif dan efisien. (Abdurrahman, 2009)

1. Prinsip diagnosis

Ada beberapa prinsip diagnosis yang perlu diperhatikan oleh guru bagi anak berkesulitan belajar. Menurut Abdurrahman (2009) prinsip-prinsip tersebut adalah :

a. Terarah pada perumusan metode perbaikan.

Diagnosis hendaknya mengumpulkan berbagai informasi yang bermanfaat untuk menyusun suatu program perbaikan atau program pengajaran remedial.

b. Efisien

Diagnosis kesulitan belajar sering berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal semacam ini dapat menjemukan, sehingga dapat berpengaruh buruk terhadap motivasi belajar anak. Diagnosis hendaknya berlangsung sesuai dengan derajat kesulitan anak.

c. Menggunakan catatan kumulatif dan memperhatikan berbagai informasi yang terkait.

Catatan kumulatif dibuat sepanjang tahun kehidupan anak di sekolah. Catatan semacam itu dapat memberikan informasi yang sangat berharga dalam pengajaran remedial. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai landasan untuk menentukan pengelompokan yang sesuai dengan tingkat kesulitan belajar anak.

d. Valid dan reliabel

Dalam melakukan diagnosis hendaknya digunakan instrumen yang dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (valid) dan instrumen tersebut hendaknya juga yang dapat diandalkan (reliable). Informasi yang dikumpulkan hendaknya hanya yang tepat, yang dapat dijadikan landasan dalam menentukan program pengajaran remedial.

e. Penggunaan tes baku (kalau mungkin)

Tes baku adalah tes yang telah dikalibrasi, yaitu tes yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Berbagai tes psikologis terutama tes inteligensi umumnya merupakan tes baku yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Tetapi tidak demikian halnya dengan tes prestasi

belajar yang umunya dibuat guru. Di Indonesia tes prestasi belajar yang baku masih merupakan barang langka, lebih-lebih yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kesulitan belajar. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena menyusun tes baku lebih sulit dan memerlukan biaya tinggi dibandingkan dengan tes hasil belajar biasa. f. Penggunaan prosedur informal

Guru hendaknya memiliki perasaan bebas untuk melakukan evaluasi dan tidak terlalu terikat secara kaku oleh tes baku. Di negara yang masih belum banyak dikembangkan tes baku, hasil observasi guru memegang peranan yang sangat penting untuk menegakkan diagnosis kesulitan belajar anak. Dari observasi informal sering dapat diperoleh informasi yang bermanfaat bagi penyusunan program pengajaran remedial.

g. Kuantitatif

Keputusan-keputusan dalam diagnosis kesulitan belajar hendaknya didasarkan pada pola-pola sekor atau dalam bentuk angka. Bila informasi tentang kesulitan belajar telah dikumpulkan, maka informasi tersebut harus disusun sedemikian rupa sehingga sekor-sekor dapat dibandingkan. Hal ini sangat berguna untuk mengetahui kesenjangan antara potensi dengan prestasi belajar anak saat pengajaran remedial akan dimulai. Informasi yang kuantitatif juga memungkinkan bagi guru untuk mengetahui keberhasilan pengajaran remedial yang diberikan kepada anak.

h. Berkesinambungan

Kadang-kadang anak gagal mencapai tujuan pengajaran remedial yang telah dikembangkan berdasarkan hasil diagnosis. Dalam keadaan semacam ini perlu dilakukan diagnosis ulang untuk landasan penyusunan program pengajaran remedial yang lebih efektif dan efisien. Dengan demikian, diagnosis dilakukan secara berkesinambungan untuk memperbaiki atau meningkatkan efektivitas dan efisiensi program pengajaran remedial.

2. Prosedur dan teknik diagnosis

Langkah-langkah pokok prosedur dan teknik diagnosis kesulitan belajar menurut Entang (1984) antara lain sebagai berikut:

a. Langkah 1: Identifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar. Langkah yang dapat ditempuh dalam mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar yaitu: menandai siswa dalam satu kelas atau satu kelompok yang diperkirakan mengalami kesulitan dalam belajar baik yang sifatnya umum maupun yang sifatnya lebih khusus dalam mata pelajaran tertentu; atau dengan teknik-teknik meneliti nilai ujian yang tercantum dalam catatan akademik, menganalisis hasil ujian dengan melihat tipe kesalahan yang dibuatnya, observasi pada saat pembelajaran, memeriksa buku catatan pribadi, dan melaksanakan sosiometris untuk melihat hubungan sosial psikologis yang terdapat pada para siswa.

b. Langkah 2: Melokalisasikan letaknya kesulitan (permasalahan). Setelah menemukan kelas atau individu siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, maka selanjutnya yang perlu ditelaah adalah: 1) Dalam mata pelajaran (bidang studi) manakah kesulitan itu

terjadi.

Hal ini bisa dilakukan dengan mendekati kesulitan belajar pada bidang studi tertentu, sehingga menjawab persoalan apakah kesulitan itu terjadi pada beberapa atau hanya salah satu bidang studi tertentu saja.

2) Pada kawasan tujuan belajar (aspek perilaku) yang manakah kesulitan itu terjadi. Burton mengatakan bahwa pada langkah ini pendekatan yang paling tepat (kalau ada) seyogyanya menggunakan tes diagnostik. Test diagnostik itu pada hakekatnya adalah tes prestasi belajar (TPB atau THB). Dengan demikian dalam keadaan belum tersedia tes diagnostik yang khusus dipersiapkan untuk keperluan ini, maka analisa masih tetap dapat dilakukan dengan menggunakan naskah jawaban ujian tengah semester atau akhir semester.

3) Pada bagian (ruang lingkup bahan) yang manakah kesulitan itu terjadi.

4) Dalam segi-segi proses belajar manakah kesulitan itu terjadi. Hal ini bisa dilakukan dengan beberapa strategi pendekatan, yaitu dengan pelaksanaan pengumpulan informasi dalam

mengidentifikasi permasalahan dapat dilakukan dengan cara evaluasi reflektif, formatif, dan sumatif, atau dengan desain pre-post-test dan bisa dilakukan dengan tes diagnostik.

c. Langkah 3: Lokalisasi jenis faktor dan sifat yang menyebabkan mereka mengalami berbagai kesulitan.

Secara garis besar penyebab kesulitan dapat timbul dari dua hal yang berasal dari dalam diri dan luar diri individu, yaitu:

1) Faktor internal yaitu faktor yang berada dan terletak pada diri murid itu sendiri. Hal ini antara lain mungkin disebabkan oleh : a) Kelemahan mental, faktor kecerdasan, intelegensi, atau

kecakapan/bakat khusus tertentu yang dapat diketahui melalui test tertentu.

b) Kelemahan fisik, pancaindera, syaraf, kecacatan, karena sakit dan sebagainya.

c) Gangguan yang bersifat emosional.

d) Sikap dan kebiasaan yang salah dalam mempelajari bahan pelajaran-pelajaran tertentu.

e) Belum memiliki pengetahuan dan kecakapan dasar yang dibutuhkan untuk memahami bahan lebih lanjut.

2) Faktor eksternal yaitu faktor yang datang dari luar yang menyebabkan timbulnya hambatan atau kesulitan. Faktor eksternal antara lain meliputi:

a) Situasi atau proses belajar mengajar yang tidak merangsang murid untuk aktif antisifatif (kurang kemungkinannya siswa belajar secara aktif “student active learning”).

b) Sifat kurikulum yang kurang fleksibel.

c) Ketidakseragaman pola dan standard administrasi. d) Beban studi yang terlampau berat.

e) Metoda mengajar yang kurang memadai. f) Sering pindah sekolah.

g) Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar mengajar. h) Situasi rumah yang kurang mendorong untuk melakukan

aktivitas belajar.

Untuk mengenal faktor di atas dapat dipergunakan berbagai cara dan alat, antara lain: tes kecerdasan, tes bakat khusus, skala sikap baik yang sudah standard maupun yang secara sederhana bisa dibuat oleh guru, inventory, wawancara dengan murid yang bersangkutan, mengadakan observasi yang intensif baik di dalam maupun di luar kelas, wawancara dengan guru dan wali kelas, dan dengan orang tua atau teman-temannya bila dipandang perlu.

d. Langkah 4: Perkiraan kemungkinan bantuan.

Setelah mengetahui letak kesulitan siswa, jenis dan sifat kesulitan dengan latar belakangnya, faktor-faktor yang menyebabkannya, maka dapat diperkirakan:

a. Siswa tersebut masih mungkin ditolong untuk mengatasi kesulitannya atau tidak.

b. Lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan yang dialami siswa tertentu.

c. Waktu dan tempat pertolongan itu dapat diberikan. d. Orang yang dapat memberikan pertolongan.

e. Cara untuk menolong siswa agar dapat dilaksanakan secara efektif.

f. Siapa saja yang harus dilihat sertakan dalam menolong mahasiswa tersebut.

e. Langkah 5: Penetapan kemungkinan cara mengatasinya.

Langkah yang kelima ini adalah langkah menyusun satu rencana atau beberapa alternatif rencana yang dapat dilaksanakan untuk membantu mengatasi kesulitan yang dialami siswa tertentu. Rencana ini hendaknya berisi:

1) Cara-cara yang harus ditempuh untuk menyembuhkan kesulitan yang dialami siswa tersebut.

2) Menjaga agar kesulitan yang serupa jangan sampai terulang. Ada baiknya rencana ini dapat didiskusikan dan dikomunikasikan dengan pihak-pihak yang dipandang berkepentingan yang kelak diperkirakan akan terlibat dalam pemberian bantuan kepada yang bersangkutan seperti penasehat akademis, guru, orangtua, pembimbing penyuluh dan ahli lain.

f. Langkah 6: Tindak lanjut (Pelaksanaan Kegiatan Pemberian Bantuan).

Kegiatan tindak lanjut adalah kegiatan melakukan pengajaran remedial yang diperkirakan paling tepat dalam membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar. Kegiatan tindak lanjut ini dapat berupa:

1) Melaksanakan bantuan berupa melaksanakan pengajaran remedial untuk mata pelajaran tertentu.

2) Membagi tugas dan peranan orang-orang tertentu (guru/dosen) dalam memberikan bantuan kepada siswa dan kepada dosen yang sedang melaksanakan kegiatan pengajaran remedial.

3) Senantiasa mencek dan recek kemajuan siswa baik pemahaman mereka terhadap bantuan yang diberikan berupa bahan, maupun mencek tepat guna program remedial yang dilakukan untuk setiap saat diadakan revisi dan improvisasi.

4) Mentransfer atau mengirim (referal case) siswa yang menurut perkiraan kita tidak mungkin lagi ditolong karena di luar kemampuan dan wewenang guru maupun guru pembimbing atau penyuluh atau guru BK (Bimbingan Konseling) di sekolah. Transfer bisa dilakukan kepada orang atau lembaga lain (psikolog, psikiater, lembaga bimbingan, lembaga psikologi, dan sebagainya) yang diperkirakan akan lebih dapat membantu siswa yang dihadapi.

3. Tes diagnostik

Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi siswa, termasuk kesalahan pemahaman konsep. Tes diagnostik dilakukan apabila diperoleh informasi bahwa sebagian besar siswa gagal dalam mengikuti proses pembelajaran pada mata pelajaran tertentu. Dengan demikian tes diagnostik sangat penting dalam rangka membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dapat diatasi dengan segera apabila guru atau pembimbing peka terhadap siswa tersebut. Hasil tes diagnostik memberikan informasi tentang konsep-konsep yang belum dipahami dan yang telah dipahami. (Suwarto, 2013)

a. Penaksiran Diagnostik

Menurut Nitko & Brookhart seperti yang dikutip oleh Suwarto (2013) ada enam pendekatan penaksiran diagnostik terkait dengan masalah pembelajaran, antara lain:

1) Pendekatan profil kekuatan dan kelemahan kemampuan pada suatu bidang.

Pendekatan ini digunakan untuk melaporkan profil kekuatan dan kelemahan siswa dalam mata pelajaran di sekolah. Suatu mata pelajaran sekolah dibagi ke dalam bagian-bagian, dimana masing-masing bagian dianggap sebagai ciri atau kemampuan yang terpisah. Penaksiran diagnostik ini sangat bermanfaat untuk membentuk kelompok-kelompok di kelas, yang

terdiri dari kelompok siswa-siswa kuat dan siswa-siswa yang lemah.

2) Pendekatan mengidentifikasi kekurangan pengetahuan prasyarat. Pendekatan ini mengeksplorasi apakah siswa-siswi tertinggal dikarenakan mereka tidak memiliki pengetahuan atau keahlian khusus yang dibutuhkan untuk memahami pelajaran yang akan datang. Caranya adalah dengan membuat suatu hierarki dari suatu target pembelajaran kemudian melakukan analisis untuk mengidentifikasi prasyarat-prasyarat yang harus dipahami oleh siswa.

3) Pendekatan mengidentifikasi target-target pembelajaran yang tidak dikuasai.

Pendekatan ini memusatkan penaksiran pada target-target yang penting dan spesifik dari tujuan pembelajaran yang diharapkan. Tes-tes pendek dibuat untuk mengukur keberhasilan dari masing-masing target pembelajaran. Informasi-informasi diagnostik yang ingin diperoleh dari pendekatan ini adalah suatu daftar target pembelajaran yang sudah dikuasai atau tidak dikuasai.

4) Pendekatan pengidentifikasian kesalahan siswa.

Tujuan pendekatan ini adalah untuk mengidentifikasi kekeliruan-kekeliruan siswa. Ketika guru mengidentifikasi dan mengklasifikasi kekeliruan siswa, selanjutnya guru dapat

memberi pelajaran remidi. Mewawancarai siswa adalah cara terbaik untuk menemukan banyak kekeliruan pada siswa dengan meminta siswa menjelaskan bagaimana cara menyelesaikan sebuah soal, menjelaskan mengapa menjawab seperti itu dan memberitahukan aturan untuk menyelesaikan suatu soal.

5) Pendekatan mengidentifikasi struktur pengetahuan siswa.

Pendekatan ini dilakukan dengan mengidentifikasi struktur pengetahuan siswa dengan menggunakan peta konsep. Peta konsep adalah cara grafis untuk merepresentasikan bagaimana seorang siswa memahami hubungan konsep-konsep yang utama dalam materi pelajaran.

6) Pendekatan mengidentifikasi kompetensi untuk menyelesaikan soal cerita.

Pendekatan ini berpusat pada pendiagnosisan apakah siswa memahami komponen-komponen soal cerita. Diagnosis di dalam pendekatan ini adalah untuk mengidentifikasi siswa yang tidak dapat menyelesaikan soal cerita dan apakah kekurangan mereka terletak pada pengetahuan linguistik dan faktual, pengetahuan skematis, pengetahuan strategis, atau pengetahuan algoritmis.

b. Macam-macam Tes Diagnostik

Beberapa macam tes diagnostik yang pernah digunakan menurut Suwarto (2013) antara lain:

1) Tes diagnostik dengan instrumen pilihan ganda.

2) Tes diagnostik dengan instrumen pilihan ganda yang disertai alasan.

3) Tes diagnostik dengan instrumen pilihan ganda yang disertai pilihan alasan.

4) Tes diagnostik dengan instrumen pilihan ganda dan uraian. 5) Tes diagnostik dengan instrumen uraian.

Dokumen terkait