vii ABSTRAK
Margarita Ika Noviantari, 2016. Diagnosis dan Remediasi Kesulitan Belajar Siswa Kelas VIII A SMP Kanisius Sleman Tahun Ajaran 2015/2016 Pada Pokok Materi Kubus dan Balok. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui kesulitan belajar yang dialami oleh siswa pada pokok materi kubus dan balok, (2) mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan siswa dalam mengerjakan soal-soal tentang kubus dan balok, (3) mengetahui bagaimana kesulitan belajar siswa dapat diatasi dengan pengajaran remedial pada pokok materi kubus dan balok di kelas VIII A SMP Kanisius Sleman tahun ajaran 2015/2016.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksploratif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Kanisius Sleman dengan subjek penelitian adalah tiga orang siswa kelas VIII A yang mengalami kesulitan belajar matematika pada pokok materi kubus dan balok. Data penelitian dikumpulkan dengan instrumen tes awal, tes diagnostik, tes akhir, dan dengan teknik wawancara.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) kesulitan yang dialami oleh siswa pada penyelesaian soal kubus dan balok meliputi kesulitan untuk menyebutkan unsur-unsur kubus dan balok (diagonal ruang dan bidang diagonal), kesulitan dalam menganalisis soal dan menerapkan rumus volume dan luas permukaan, serta kesulitan dalam menganalisis unsur kubus dan balok (menentukan bentuk dari bidang diagonal, menentukan panjang diagonal ruang, dan menentukan titik sudut dari sebuah jaring-jaring balok), (2) faktor-faktor penyebab kesulitan siswa antara lain faktor internal yaitu kurangnya persiapan belajar, kurangnya motivasi belajar, kurang dikuasainya materi prasyarat seperti luas persegi, luas persegi panjang, dan rumus Pythagoras serta kurang terampilnya mengoperasikan perkalian bilangan bulat, pembagian, dan perkalian bilangan pecahan. Faktor eksternal dari luar subjek antara lain suasana belajar di sekolah dan di rumah yang kurang mendukung, (3) pengajaran remedial dengan metode tanya jawab dapat membantu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami siswa, ditandai dengan meningkatnya keberhasilan siswa pada penyelesaian soal tes akhir. Peningkatan subjek A yaitu 50%, subjek B 45 %, dan subjek C 50%.
viii
ABSTRACT
Margarita Ika Noviantari, 2016. The Diagnosis and Remediation of the Difficulties Experienced by the Students of Grade VIII A SMP Kanisius Sleman in the Academic Year 2015/2016 in the Topic of Cubes and Cuboids. Undergraduate Thesis. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
This research was aimed to (1) identify the difficulties in the learning process which was experienced by students in the topic of cubes and cuboids, (2) identify the factors that cause of the difficulties of the students in doing the test with the topic of cubes and cuboids, (3) identify how the difficulties in the learning process could be overcome with a remediation on the topic cubes and cuboids for class VIII A SMP Kanisius Sleman in the academic year 2015/2016.
The type of this research was exploratory research with qualitative and quantitative approaches. The research was conducted at SMP Kanisius Sleman, with the research subjects were three students of class VIII A who had difficulties in learning mathematics on the topic of cubes and cuboids. The data were collected using pre-test instruments, diagnostic tests, final test and interview techniques.
Based on the results of this research, the researcher concluded that (1) the difficulties which were experienced by the subjects in solving the problems about cubes and cuboids were naming and defining some elements of cubes and cuboids (particularly plane diagonal and space diagonal), calculating the volume and surface area of cubes and cuboids, and analyzing the elements of cubes and cuboids (determining the length of the space diagonal, and determining the vertices of cuboids), (2) the factors which caused the difficulties which were experienced by the students were internal factors which were the lack of preparation of the students to learn, the lack of motivation to learn, the lack of the prerequisites materials such as square, rectangle, the formula of Pythagoras and also the lack of skills experienced by the students in operating multiplication of integers, division, and multiplication of fractions. External factors were the learning environment at school and at home which did not support the learning process, (3) the remediation with interview methods helped to overcome the difficulties of the students, that were indicated by the increase of the scores of the students on the final test or remedial test. The amount of the increase for subject A was 50%, for subject B 45%, and for subject C 50%.
1
DIAGNOSIS DAN REMEDIASI KESULITAN BELAJAR SISWA KELAS VIII A SMP KANISIUS SLEMAN TAHUN AJARAN 2015/2016 PADA
POKOK MATERI KUBUS DAN BALOK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Disusun oleh : Margarita Ika Noviantari
NIM : 121414078
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
DIAGNOSIS DAN REMEDIASI KESULITAN BELAJAR SISWA KELAS VIII A SMP KANISIUS SLEMAN TAHUN AJARAN 2015/2016 PADA
POKOK MATERI KUBUS DAN BALOK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Disusun oleh : Margarita Ika Noviantari
NIM : 121414078
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi
kekuatan kepadaku.”
~ Filipi 4 : 13
“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepadaNya, sebab Ia
memelihara kamu.”
~ 1 Petrus 5 : 7
Puji syukur kepada Tuhan...
Skripsi ini saya persembahkan untuk :
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria, yang senantiasa selalu menyertai dan selalu memberi penguatan kepadaku..
Bapak, Ibuk, Linda, Simbah serta seluruh keluarga besar yang selalu mendukungku dalam bentuk apapun dan selalu memotivasi untuk terus berjuang..
Sahabat-sahabat yang selalu mendukung dan
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 19 Oktober 2016
vi
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Margarita Ika Noviantari
NIM : 121414078
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
DIAGNOSIS DAN REMEDIASI KESULITAN BELAJAR SISWA KELAS VIII A SMP KANISIUS SLEMAN TAHUN AJARAN 2015/2016 PADA POKOK MATERI KUBUS DAN BALOK.
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan ke dalam bentuk media lain,
mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa
perlu meminta ijin diri saya ataupun memberi royalti kepada saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 19 Oktober 2016
Yang menyatakan
vii ABSTRAK
Margarita Ika Noviantari, 2016. Diagnosis dan Remediasi Kesulitan Belajar Siswa Kelas VIII A SMP Kanisius Sleman Tahun Ajaran 2015/2016 Pada Pokok Materi Kubus dan Balok. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui kesulitan belajar yang dialami oleh siswa pada pokok materi kubus dan balok, (2) mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan siswa dalam mengerjakan soal-soal tentang kubus dan balok, (3) mengetahui bagaimana kesulitan belajar siswa dapat diatasi dengan pengajaran remedial pada pokok materi kubus dan balok di kelas VIII A SMP Kanisius Sleman tahun ajaran 2015/2016.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksploratif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Kanisius Sleman dengan subjek penelitian adalah tiga orang siswa kelas VIII A yang mengalami kesulitan belajar matematika pada pokok materi kubus dan balok. Data penelitian dikumpulkan dengan instrumen tes awal, tes diagnostik, tes akhir, dan dengan teknik wawancara.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) kesulitan yang dialami oleh siswa pada penyelesaian soal kubus dan balok meliputi kesulitan untuk menyebutkan unsur-unsur kubus dan balok (diagonal ruang dan bidang diagonal), kesulitan dalam menganalisis soal dan menerapkan rumus volume dan luas permukaan, serta kesulitan dalam menganalisis unsur kubus dan balok (menentukan bentuk dari bidang diagonal, menentukan panjang diagonal ruang, dan menentukan titik sudut dari sebuah jaring-jaring balok), (2) faktor-faktor penyebab kesulitan siswa antara lain faktor internal yaitu kurangnya persiapan belajar, kurangnya motivasi belajar, kurang dikuasainya materi prasyarat seperti luas persegi, luas persegi panjang, dan rumus Pythagoras serta kurang terampilnya mengoperasikan perkalian bilangan bulat, pembagian, dan perkalian bilangan pecahan. Faktor eksternal dari luar subjek antara lain suasana belajar di sekolah dan di rumah yang kurang mendukung, (3) pengajaran remedial dengan metode tanya jawab dapat membantu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami siswa, ditandai dengan meningkatnya keberhasilan siswa pada penyelesaian soal tes akhir. Peningkatan subjek A yaitu 50%, subjek B 45 %, dan subjek C 50%.
viii
ABSTRACT
Margarita Ika Noviantari, 2016. The Diagnosis and Remediation of the Difficulties Experienced by the Students of Grade VIII A SMP Kanisius Sleman in the Academic Year 2015/2016 in the Topic of Cubes and Cuboids. Undergraduate Thesis. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
This research was aimed to (1) identify the difficulties in the learning process which was experienced by students in the topic of cubes and cuboids, (2) identify the factors that cause of the difficulties of the students in doing the test with the topic of cubes and cuboids, (3) identify how the difficulties in the learning process could be overcome with a remediation on the topic cubes and cuboids for class VIII A SMP Kanisius Sleman in the academic year 2015/2016.
The type of this research was exploratory research with qualitative and quantitative approaches. The research was conducted at SMP Kanisius Sleman, with the research subjects were three students of class VIII A who had difficulties in learning mathematics on the topic of cubes and cuboids. The data were collected using pre-test instruments, diagnostic tests, final test and interview techniques.
Based on the results of this research, the researcher concluded that (1) the difficulties which were experienced by the subjects in solving the problems about cubes and cuboids were naming and defining some elements of cubes and cuboids (particularly plane diagonal and space diagonal), calculating the volume and surface area of cubes and cuboids, and analyzing the elements of cubes and cuboids (determining the length of the space diagonal, and determining the vertices of cuboids), (2) the factors which caused the difficulties which were experienced by the students were internal factors which were the lack of preparation of the students to learn, the lack of motivation to learn, the lack of the prerequisites materials such as square, rectangle, the formula of Pythagoras and also the lack of skills experienced by the students in operating multiplication of integers, division, and multiplication of fractions. External factors were the learning environment at school and at home which did not support the learning process, (3) the remediation with interview methods helped to overcome the difficulties of the students, that were indicated by the increase of the scores of the students on the final test or remedial test. The amount of the increase for subject A was 50%, for subject B 45%, and for subject C 50%.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Diagnosis dan Remediasi Kesulitan Belajar Siswa Kelas VIII A SMP Kanisius Sleman Tahun Ajaran 2015/2016 Pada Pokok Materi Kubus dan Balok.” Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penulisan skripsi ini tentunya banyak pihak yang telah membantu
dan membimbing penulis. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph. D, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Dr. M. Andy Rudhito, S.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Dr. Hongki Julie, M. Si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
4. Bapak Prof. Dr. St. Suwarsono, selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
membimbing, memberikan saran dan meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran
dalam membimbing penulisan skripsi ini.
5. Ibu Maria Suci Apriani, S.Pd., M.Sc. dan Ibu Margaretha Madha Melissa,
M.Pd. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan bimbingan
dalam penulisan skripsi ini.
6. Kepala Sekolah Ibu Nur Sukapti, S.Pd dan Guru Mata Pelajaran Matematika
x
Sleman yang telah memberikan tempat dan waktu untuk pengambilan data
penelitian.
7. Bapak, Ibu, serta seluruh keluarga yang selalu memberikan doa, dukungan,
serta motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabatku, teman-teman Pendidikan Matematika Kelas B dan seluruh
teman-teman Pendidikan Matematika Angkatan 2012 yang telah berjuang
bersama selama ini.
9. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu kelancaran penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna karena
berbagai macam keterbatasan penulis. Oleh karena itu, penulis menerima
segala bentuk masukan dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi
ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 25 November 2016
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
xii
D. Diagnosis Kesulitan Belajar ... 19
E. Remediasi ... 31
F. Kubus dan Balok ... 39
G. Kerangka Berpikir ... 45
BAB III METODE PENELITIAN... 47
A. Jenis Penelitian ... 47
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 48
C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 48
D. Variabel Penelitian ... 49
E. Metode Pengumpulan Data ... 50
F. Instrumen Penelitian ... 53
G. Prosedur Pengumpulan Data ... 56
H. Metode/Teknik Analisis Data ... 57
BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN ... 58
A. Pelaksanaan Penelitian ... 58
B. Hasil Penelitian ... 59
C. Pembahasan ... 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 96
A. Kesimpulan ... 96
B. Saran ... 97
DAFTAR PUSTAKA ... 99
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-kisi Soal Tes Awal ... 55
Tabel 4.1 Rincian Pelaksanaan Penelitian ... 58
Tabel 4.2 Validitas Soal Tes Awal ... 61
Tabel 4.3 Hasil Tes Awal ... 62
Tabel 4.4 Letak Kesalahan Subjek (Pada Tes Awal) ... 63
Tabel 4.5 Penguasaan Subjek (Pada Tes Awal) ... 64
Tabel 4.6 Hasil Tes Diagnostik ... 67
Tabel 4.7 Hasil Wawancara Subjek ... 70
Tabel 4.8 Perbandingan Hasil Tes Awal dan Tes Akhir ... 73
Tabel 4.9 Hasil Remediasi Subjek A ... 78
Tabel 4.10 Hasil Remediasi Subjek B ... 84
Tabel 4.11 Hasil Remediasi Subjek C ... 89
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kubus ABCD.EFGH ... 39
Gambar 2 Unsur-unsur Kubus ABCD.EFGH ... 40
Gambar 3 Luas Permukaan kubus ... 41
Gambar 4 Volume kubus ... 41
Gambar 5 Balok ABCD.EFGH ... 42
Gambar 6 Luas Permukaan Balok ... 43
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Soal Tes Ujicoba ... 102
Lampiran 2 Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Soal Tes Ujicoba ... 105
Lampiran 3 Soal Tes Awal & Tes Akhir ... 122
Lampiran 4 Kunci Jawaban Soal Tes Awal ... 125
Lampiran 5 Kisi-kisi Soal Tes Diagnostik ... 126
Lampiran 6 Soal Tes Diagnostik ... 128
Lampiran 7 Kunci Jawaban Soal Tes Diagnostik ... 133
Lampiran 8 Pedoman Wawancara ... 138
Lampiran 9 Transkrip Wawancara Guru... 139
Lampiran 10 Transkrip Wawancara Subjek A ... 140
Lampiran 11 Transkrip Wawancara Subjek B ... 142
Lampiran 12 Transkrip Wawancara Subjek C ... 144
Lampiran 13 Rencana Pelaksanaan Pengajaran Remedial... 146
Lampiran 14 Pekerjaan Tes Awal Subjek (A, B, C) ... 147
Lampiran 15 Analisis Tes Diagnostik ... 156
Lampiran 16 Pekerjaan Tes Akhir Subjek (A, B, C) ... 171
Lampiran 17 Lembar Validasi Instrumen Tes ... 180
Lampiran 18 Surat Ijin Penelitian ... 182
Lampiran 19 Foto-Foto ... 183
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Crow & Crow (1958) yang dikutip oleh Rohmah Noer
(2012), menyatakan bahwa belajar adalah memperoleh
kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap. Kebiasaan, pengetahuan, dan sikap yang
diperoleh merupakan hasil dari belajar dan sifatnya relatif menetap dalam
diri individu yang belajar. Menurut Hintzman seperti yang dikutip oleh Syah
Muhibbin (2008), belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri
organisme (manusia atau hewan) yang disebabkan oleh pengalaman. Jadi,
belajar merupakan suatu proses atau kegiatan mengolah pengetahuan dan
pengalaman untuk memperoleh pengetahuan yang baru berdasarkan
pengalaman, pengalaman manusia berinteraksi dengan orang lain atau
lingkungannya.
Belajar menjadi landasan pokok dalam setiap usaha pendidikan.
Sebagai suatu proses, belajar mendapatkan tempat dan perhatian yang besar
dalam dunia pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu sarana manusia
dalam belajar dan berlangsung dalam lingkungan pendidikan yaitu,
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Lembaga sekolah merupakan lembaga pendidikan sebagai tempat
pendidik dan peserta didik. Proses pembelajaran yang terjadi adalah proses
interaksi antara peserta didik dan pendidik yang memiliki peranan penting
untuk mencapai keberhasilan belajar yang optimal bagi peserta didik. Proses
belajar mengajar di sekolah mengarah pada tujuan-tujuan pembelajaran
tertentu sesuai dengan mata pelajaran yang diberikan. Hasil dari belajar
dapat dilihat dari keberhasilan belajar, berkembangnya pengetahuan dan
perubahan sikap peserta didik menuju ke arah yang lebih baik.
Keberhasilan siswa dalam belajar ditandai dengan kriteria, salah
satunya yaitu belajar tuntas. Berdasarkan pernyataan Suwarto (2013),
belajar tuntas merupakan suatu sistem belajar yang mengharapkan peserta
didik mencapai kompetensi atau sasaran yang sudah ditetapkan untuk
dicapai peserta didik dalam waktu dan materi tertentu. Dalam hal ini, peserta
didik yang dikatakan lambat belajar atau pencapaiannya jauh dibawah
kriteria belajar tuntas perlu mendapatkan perhatian, bimbingan, dan
kesempatan untuk dapat berkembang sesuai dengan kemampuan, bakat, dan
minatnya sehingga dapat menguasai materi dengan baik. Beberapa sekolah
menerapkan kriteria ketuntasan belajar antara 70%-80% dari kompetensi
dasar yang ditetapkan. Biasanya di sekolah-sekolah menetapkan nilai
kriteria ketuntasan minimal (KKM) pada setiap mata pelajaran. Salah
satunya SMP Kanisisus Sleman yang menetapkan nilai KKM yaitu 65
khusus untuk mata pelajaran matematika.
Mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang
deduktif dalam mempelajarinya sehingga matematika dinilai sebagai mata
pelajaran yang sulit untuk dipelajari oleh peserta didik di sekolah.
Pelajaran matematika merupakan pelajaran yang pokok dan wajib
dipelajari di setiap jenjang pendidikan mulai dari SD hingga perguruan
tinggi karena ilmu dasar matematika penting digunakan di dalam semua
aspek kehidupan. Materi matematika yang dipelajari sifatnya
berkesinambungan, dalam artian materi-materi dasar yang sudah dipelajari
di sekolah dasar akan digunakan di jenjang pendidikan menengah pertama
dan menengah atas. Unsur matematika yang abstrak dan membutuhkan
pengetahuan matematis yang kuat mengharuskan siswa untuk dapat
menguasai setiap pokok materi pembelajaran matematika dengan baik,
supaya di jenjang-jenjang selanjutnya siswa tidak mengalami kesulitan.
Hasil observasi di SMP Kanisius Sleman pada bulan Mei 2016,
menunjukan bahwa pembelajaran matematika di kelas VIII SMP Kanisius
Sleman berlangsung dengan baik. Pembelajaran matematika diampu oleh
seorang guru matematika yang ramah dengan siswa dan selalu mengajarkan
budaya disiplin kepada siswa.
Berdasarkan wawancara dengan beliau, siswa SMP Kanisius Sleman
heterogen dari segi kemampuan, keterampilan, dan tingkat kognitifnya.
Pembelajaran tidak hanya meningkatkan pengetahuan, namun juga
pembentukan pribadi yang baik. Metode yang digunakan dalam
pembelajaran matematika yaitu dengan latihan soal dan tanya jawab.
diminta untuk belajar berdasarkan masalah atau soal yang diberikan oleh
guru.
Meskipun kegiatan pembelajaran terlihat baik dan lancar, pada saat
mempelajari materi pokok bangun ruang beberapa siswa menyatakan
kesulitan dan banyak siswa yang hanya mengandalkan dengan
menghafalkan rumus untuk menyelesaikan soal tentang bangun ruang,
misalnya rumus volume, luas permukaan, dan sebagainya. Hal ini membuat
siswa menjadi kebingungan ketika mendapatkan soal yang menuntut
pemahaman siswa tentang bangun ruang atau soal aplikasi tentang bangun
ruang sedangkan siswa hanya menghafalkan rumusnya saja sehingga
menyebabkan nilai siswa tidak sesuai harapan. Pada akhirnya tidak sedikit
siswa yang mengeluh sulit, terlihat tidak minat mengerjakan soal, dan ada
yang hanya menunggu jawaban dari teman ketika diberikan soal. Namun,
ada juga beberapa siswa yang bersemangat dalam pembelajaran, terlihat
aktif menjawab pertanyaan guru dan mau mengerjakan soal, tetapi nilai
tesnya dibawah KKM.
Dalam pembelajaran matematika sebagian besar siswa mendapatkan
nilai dibawah KKM di setiap tes evaluasi pembelajaran, namun juga ada
beberapa siswa yang nilainya jauh diatas KKM. Hal ini ditunjukkan dari
hasil ujian tengah semester dan ujian akhir semester yang menunjukkan
bahwa siswa yang tuntas hanya 15% - 25% atau 3 – 5 orang saja di setiap
Bagi siswa yang nilainya belum tuntas atau belum mencapai nilai
KKM upaya yang dilakukan guru adalah dengan mengadakan remidi.
Kegiatan remidi biasa dilakukan untuk memperbaiki nilai tes atau
memperbaiki nilai rapot, sehingga remidi ini diadakan setelah tes akhir
semester. Remidi yang dilakukan adalah dengan meminta siswa
mengerjakan kembali soal tes tersebut sehingga siswa diharapkan
mendapatkan nilai yang lebih baik atau mencapai KKM.
Kegiatan remidi bertujuan untuk membantu siswa mencapai
keberhasilan belajar atau mencapai ketuntasan belajar yang diharapkan
berdasarkan kemampuan yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, kegiatan
remidi baiknya dilakukan oleh guru saat setelah diketahui beberapa siswa
tidak tuntas atau sebagian besar gagal dalam mempelajari suatu materi. Hal
ini dilakukan melalui sebuah pembelajaran remedial atau bimbingan
individual dengan metode yang sesuai bagi siswa.
Banyaknya siswa yang tidak tuntas dalam mempelajari materi
matematika bisa menjadi indikasi bahwa siswa mengalami kesulitan belajar
matematika. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian
dengan judul “Diagnosis dan Remediasi Kesulitan Belajar Siswa Kelas VIII
A SMP Kanisius Sleman Tahun Ajaran 2015/2016 Pada Pokok Materi
Kubus dan Balok.” untuk mengetahui berbagai kesulitan yang dialami oleh
siswa pada materi kubus dan balok, mengetahui sebab-sebab siswa
mengalami kesulitan tersebut, serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, peneliti mengidentifikasi beberapa masalah,
yaitu:
1. Banyak siswa yang mendapatkan nilai dibawah KKM di setiap tes
evaluasi mata pelajaran matematika.
2. Sebagian siswa mengaku mengalami kesulitan dalam mempelajari
materi bangun ruang terutama kubus dan balok.
3. Banyak siswa hanya mengandalkan hafalan dalam mempelajari materi
kubus dan balok.
4. Kegiatan remediasi dilakukan setelah tes akhir semester.
C. Pembatasan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada upaya menemukan
kesulitan siswa dalam mengerjakan soal tentang kubus dan balok,
menemukan faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan siswa pada pokok
materi kubus dan balok, dan upaya untuk mengatasi kesulitan tersebut
dengan melaksanakan pengajaran remedial.
D. Rumusan Masalah
Beberapa rumusan permasalahan berdasarkan latar belakang dan masalah
a. Apa saja kesulitan belajar yang dialami oleh siswa kelas VIII A SMP
Kanisius Sleman tahun ajaran 2015/2016 pada pokok materi kubus dan
balok?
b. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan yang dialami siswa
kelas VIII A SMP Kanisius Sleman tahun ajaran 2015/2016 dalam
mengerjakan soal-soal tentang kubus dan balok?
c. Bagaimana pengajaran remedial dapat membantu siswa kelas VIII A
SMP Kanisius Sleman tahun ajaran 2015/2016 dalam mengatasi
kesulitan pada pokok materi kubus dan balok?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui kesulitan belajar yang dialami oleh siswa kelas VIII A SMP
Kanisius Sleman tahun ajaran 2015/2016 pada pokok materi kubus dan
balok.
b. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan yang dialami
siswa kelas VIII A SMP Kanisius Sleman tahun ajaran 2015/2016 dalam
mengerjakan soal-soal tentang kubus dan balok.
c. Mengetahui bagaimana pengajaran remedial dapat membantu siswa
kelas VIII A SMP Kanisius Sleman tahun ajaran 2015/2016 dalam
F. Penjelasan Istilah
Beberapa istilah dalam penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut agar
penelitian ini mempunyai makna yang tidak kabur.
1. Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar adalah kegagalan dalam mencapai tujuan belajar,
ditandai dengan prestasi belajar yang rendah (nilai yang diperoleh kurang
dari tujuh puluh lima). Proses itu tidak dapat diamati, namun dapat
diketahui atau disimpulkan melalui jawaban siswa atau soal-soal tes.
2. Diagnosis kesulitan belajar
Diagnosis kesulitan belajar adalah proses menemukan letak kesulitan dan
jenis kesulitan yang dihadapi siswa agar pengajaran perbaikan yang
dilakukan dapat dilaksanakan secara efektif.
3. Remediasi
Remediasi merupakan kegiatan bantuan untuk mengatasi kesulitan
belajar siswa berdasarkan hasil diagnosis yang sudah dilakukan. Dalam
hal kegiatan pembelajaran, kegiatan remediasi ini dapat diartikan sebagai
suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk memperbaiki pembelajaran yang
kurang berhasil.
4. Kubus dan Balok
a. Kubus merupakan bangun ruang beraturan yang dibentuk oleh enam
b. Balok merupakan merupakan bangun ruang beraturan yang dibentuk
oleh tiga pasang daerah persegi panjang, yang masing-masing
pasang kongruen dan letaknya saling berhadapan.
Berdasarkan istilah-istilah yang dijelaskan di atas dapat disimpulkan
maksud dari judul penelitian ini adalah mendiagnosis siswa untuk
menentukan kesulitan belajar matematika, mencari faktor-faktor yang
menyebabkan kesulitan tersebut, serta meremediasi kesulitan belajar
matematika siswa kelas VIII A SMP Kanisius Sleman tahun ajaran
2015/2016 pada pokok materi kubus dan balok.
G. Manfaat Penelitian
1. Bagi Siswa
Penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa dalam mengatasi
kesulitan belajar matematika khususnya pada materi kubus dan balok.
2. Bagi Guru
Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan dan
memberikan gambaran dalam mengadakan diagnosis dan remediasi
belajar untuk mengatasi kesulitan siswa dalam belajar matematika.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menjadi bekal dan pengalaman bagi peneliti untuk
mengadakan diagnosis dan remediasi bagi siswa yang mengalami
kesulitan belajar matematika ketika sudah memasuki dunia kerja
10 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Belajar
Belajar adalah suatu proses atau kegiatan mengolah pengetahuan dan
pengalaman yang telah dimiliki individu untuk memperoleh suatu pengetahuan
baru yang berguna bagi kehidupan di masa yang akan datang. Hasil dari proses
belajar ditandai dengan perubahan sikap dan berkembangnya pengetahuan
yang dimiliki individu yang belajar.
Rohmah Noer (2012) menyatakan bahwa belajar adalah key term, ‘istilah
kunci’ yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar
sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Menurut Syah Muhibbin (2008)
belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini
berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan bergantung
pada proses belajar yang dialami siswa, baik di sekolah, di lingkungan rumah,
atau di dalam keluarga.
Di bawah ini dikemukakan beberapa pengertian belajar menurut
beberapa ahli seperti dikutip dalam Buku Psikologi Pendidikan yang ditulis
oleh Syah Muhibbin (2008), antara lain:
1. Menurut Chaplin, belajar dikemukakan dalam dua rumusan. Rumusan
pertama, belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif
adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan
khusus.
2. Menurut Hintzman, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri
organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat
mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.
3. Menurut Reber, belajar merupakan proses memperoleh pengetahuan dan
perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan
yang diperkuat.
4. Menurut Biggs, belajar didefinisikan dalam tiga macam rumusan, yaitu
belajar sebagai kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan
kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya, belajar sebagai proses
“validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi
yang telah ia pelajari, dan belajar sebagai proses memperoleh arti-arti dan
pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling
siswa.
Secara umum, belajar dapat dipahami sebagai suatu proses memperoleh
pengetahuan dan perubahan tingkah laku individu berdasarkan pengalaman
dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
B. Belajar Tuntas
Belajar tuntas adalah sebuah filsafat tentang kegiatan belajar siswa dan
seperangkat teknik implementasi pembelajaran (Burns, 1987). Belajar tuntas
antara satu dengan yang lainnya, yang mempunyai hak yang sama untuk
mencapai keberhasilan belajar optimal. (“Belajar Tuntas”, Jurnal Pendidikan
Luar Biasa, diakses pada 5 Desember 2016)
Belajar tuntas merupakan sistem belajar yang mengharapkan sebagian
besar peserta didik dapat menguasai tujuan pembelajaran secara tuntas dengan
memberikan kualitas pembelajaran yang sesuai dan memberi perhatian khusus
bagi siswa-siswa yang lambat agar menguasai standar kompetensi dan
kompetensi dasar. (“Mastery Learning: Teori dan Praktis”, 2013)
Suwarto (2013) dalam bukunya Pengembangan Tes Diagnostik juga
mengemukakan hal-hal yang berkaitan dengan belajar tuntas, antara lain:
1. Ischak & Warji menyatakan bahwa belajar tuntas adalah suatu sistem
belajar yang mengharapkan sebagian besar siswa dapat menguasai tujuan
instruksional umum dari suatu unit pembelajaran. Tujuan umum
dilaksanakannya prinsip belajar tuntas adalah agar tujuan intruksional
dapat dicapai secara optimal sehingga proses belajar mengajar menjadi
lebih efektif dan efisien.
2. Departemen Pendidikan Nasional menyatakan bahwa ada empat prinsip
yang utama dalam pembelajaran tuntas, yaitu: (1) kompetensi yang harus
dicapai siswa dirumuskan dengan urutan yang hierarkis; (2) evaluasi yang
digunakan adalah penilaian acuan patokan, dan setiap komponen harus
diberikan feedback; (3) pemberian pembelajaran remedial serta bimbingan
dimana diperlukan; (4) pemberian program pengayaan bagi siswa yang
C. Kesulitan Belajar
1. Pengertian kesulitan belajar
The Board of the Association for Children and Adulth with Learning Disabilities (ACALD) seperti yang dikutip oleh Abdurrahman (2009) mengemukakan definisi sebagai berikut:
a. Kesulitan belajar khusus adalah suatu kondisi kronis yang diduga
bersumber neurologis yang secara selektif mengganggu
perkembangan, integrasi, dan/atau kemampuan verbal dan/atau
nonverbal.
b. Kesulitan belajar khusus tampil sebagai suatu kondisi
ketidakmampuan yang nyata pada orang-orang yang memiliki
intelegensi rata-rata hingga superior, yang memiliki sistem sensori
yang cukup, dan kesempatan untuk belajar yang cukup pula. Berbagai
kondisi tersebut bervariasi dalam perwujudan dan derajatnya.
c. Kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap harga diri, pendidikan,
pekerjaan, sosialisasi, dan/atau aktivitas kehidupan sehari-hari
sepanjang kehidupan.
Menurut Mulyadi (2010), pada umumnya “kesulitan” merupakan
suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan
dalam kegiatan mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha lebih giat
lagi untuk dapat mengatasi. Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu
kondisi dalam suatu proses belajar yang ditandai adanya
kegagalan dalam mencapai tujuan belajar, ditandai dengan prestasi belajar
yang rendah (nilai yang diperoleh kurang dari tujuh puluh lima), yang
terjadi pada proses belajar yaitu kesulitan materi pelajaran. Proses itu tidak
dapat diamati, namun dapat diketahui atau disimpulkan melalui jawaban
siswa atau soal-soal tes.
Suwarto (2013) mengemukakan pendapat bahwa kesulitan karena
mata pelajaran mungkin berkenaan dengan keabstrakan konsep. Suatu
mata pelajaran yang bersifat hierarki, yaitu dimulai dari yang paling
mudah hingga yang paling sukar akan memerlukan pemahaman yang
berkesinambungan. Apabila kesulitan di suatu konsep yang mendasar
tidak segera diatasi, maka akan menimbulkan kesulitan untuk memahami
konsep yang berikutnya.
Dalam buku Pengembangan Tes Diagnostik karangan Suwarto
(2013), Djamarah mengemukakan bahwa adanya kesulitan belajar siswa
dapat dilihat dari gejala sebagai berikut: (1) menunjukkan prestasi belajar
rendah (di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompok siswa di
kelas); (2) hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang
dilakukan; (3) lambat dalam mengerjakan tugas-tugas; (4) sikap yang
menunjukkan kurang wajar; (5) menunjukkan tingkah laku yang tidak
2. Komponen utama kesulitan belajar
Lovit (1989) seperti yang dikutip oleh Runtukahu & Selpius
Kandou (2014) mengemukakan beberapa komponen kesulitan belajar
yang utama adalah sebagai berikut:
a. Perhatian
Perhatian adalah kemampuan untuk memilih stimulus (rangsangan)
dari sekian banyak stimulus ia dapat belajar. Kesulitan belajar terkait
respons pada stimuli apa saja yang dihadapinya. Jika siswa tidak
mampu memilih stimulus yang menunjang belajar, ia tidak tahan
belajar dan tidak dapat memusatkan perhatian pada belajar
b. Mengingat (memory)
Mengingat adalah kemampuan untuk meningkatkan apa yang telah
didengar, dilihat, dan dialami waktu belajar. Kesulitan belajar
biasanya kurang atau tidak mampu dalam mengingat kembali apa
yang telah dipelajari.
c. Persepsi
Ketidakmampuan untuk mengerti melalui terjemahan simbol
menyebabkan gangguan orientasi kiri-kanan, orientasi spasial, dan
belajar motorik serta melihat satu objek secara menyeluruh walaupun
yang disajikan adalah bagiannya.
d. Berpikir
Kesulitan utama dalam operasi kognitif ialah adanya kelainan dalam
asosiasi. Pemecahan masalah matematika membutuhkan kemampuan
membuat analisis dan sintesis, yaitu perilaku yang dapat membantu
anak mengadakan respons atau beradaptasi dengan situasi baru.
Pembentukan suatu konsep sangat tergantung pada kemampuan
mengklasifikasi objek dan peristiwa.
e. Bahasa
Kelainan jenis ini banyak ditemukan pada anak berkesulitan belajar
yang tidak dapat berbicara dan tidak dapat mengadakan respons
terhadap suatu perintah atau pernyataan verbal seperti yang dilakukan
anak-anak normal.
3. Klasifikasi Kesulitan Belajar
Abdurrahman (2009) mengemukakan bahwa secara garis besar
kesulitan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu:
a. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan
(developmental learning disabilities)
Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan
mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa
dan komunikasi, dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku
sosial. Kesulitan belajar yang bersifat perkembangan umumnya sukar
diketahui baik oleh orang tua maupun oleh guru karena tidak ada
pengukuran-pengukuran yang sistematik seperti halnya dalam bidang
akademik. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan
dikuasainya keterampilan prasyarat, yaitu keterampilan yang harus
dikuasai lebih dahulu agar dapat menguasai bentuk keterampilan
berikutnya.
b. Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities)
Kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya
kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas
yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup
penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis, dan/atau
matematika. Kesulitan belajar akademik dapat diketahui oleh guru
atau orang tua ketika anak gagal menampilkan salah satu atau
beberapa kemampuan akademik.
4. Jenis dan tingkat kesulitan yang dihadapi siswa
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa bervariasi tingkat dan
jenisnya. Entang (1984) menjelaskan jenis dan tingkat kesulitan yang
dihadapi siswa, antara lain:
a. Ada sejumlah siswa yang belum dapat mencapai tingkat ketuntasan
tertentu akan tetapi hampir mencapainya. Siswa tersebut mendapat
kesulitan dalam memantapkan penguasaan bagian-bagian yang sukar
dari seluruh bahan yang harus dipelajarinya.
b. Sekelompok atau beberapa siswa belum dapat mencapai tingkat
ketuntasan yang diharapkan karena ada konsep dasar yang belum
dikuasainya atau mungkin juga karena proses belajar yang
karakteristik siswa yang bersangkutan. Siswa tersebut mendapat
kesulitan dalam menempuh proses belajar yang harus
dilaksanakannya.
c. Secara konseptual siswa yang bersangkutan tidak menguasai bahan
yang dipelajari secara keseluruhan. Tingkat penguasaan bahan
(ketuntasannya) sangat rendah. Konsep-konsep dasar tidak
dikuasainya, bahkan tidak hanya bagian yang sukar tidak difahaminya
mungkin bagian-bagian yang sedang dan mudah tidak dapat
dikuasainya dengan baik. Terhadap jenis tingkat kesulitan yang
dihadapi siswa semacam ini perlu bantuan dan penanganan khusus
dan individual.
5. Kesulitan belajar matematika
Jamaris Martini (2014) mengemukakan bahwa kesulitan yang
dialami oleh anak yang berkesulitan matematika adalah sebagai berikut:
a. Kelemahan dalam menghitung. Siswa tersebut melakukan kesalahan
karena mereka salah membaca simbol-simbol matematika dan
mengoperasikan angka secara tidak benar.
b. Kesulitan dalam mentransfer pengetahuan. Siswa tidak mampu
menghubungkan konsep-konsep matematika dengan kenyataan yang
ada.
c. Pemahaman bahasa matematika yang kurang. Sebagian siswa
mengalami kesulitan dalam membuat hubungan-hubungan yang
masalah hitungan soal yang disajikan dalam bentuk cerita.
Pemahaman tentang cerita perlu diterjemahkan ke dalam operasi
matematika yang bermakna.
d. Kesulitan dalam persepsi visual. Siswa mengalami kesulitan dalam
memvisualisasikan konsep-konsep matematika yang membutuhkan
kemampuan dalam menggabungkan kemampuan berpikir abstrak
dengan kemampuan persepsi visual, misalnya dalam menentukan
bentuk yang akan terjadi apabila tiga gambar W W W dirotasi.
D. Diagnosis Kesulitan Belajar
Diagnosis kesulitan belajar adalah proses menentukan jenis dan
penyebab kesulitan serta alternatif strategi pengajaran remedial yang efektif
dan efisien. (Abdurrahman, 2009)
1. Prinsip diagnosis
Ada beberapa prinsip diagnosis yang perlu diperhatikan oleh guru bagi
anak berkesulitan belajar. Menurut Abdurrahman (2009) prinsip-prinsip
tersebut adalah :
a. Terarah pada perumusan metode perbaikan.
Diagnosis hendaknya mengumpulkan berbagai informasi yang
bermanfaat untuk menyusun suatu program perbaikan atau program
b. Efisien
Diagnosis kesulitan belajar sering berlangsung dalam jangka waktu
yang lama. Hal semacam ini dapat menjemukan, sehingga dapat
berpengaruh buruk terhadap motivasi belajar anak. Diagnosis
hendaknya berlangsung sesuai dengan derajat kesulitan anak.
c. Menggunakan catatan kumulatif dan memperhatikan berbagai
informasi yang terkait.
Catatan kumulatif dibuat sepanjang tahun kehidupan anak di sekolah.
Catatan semacam itu dapat memberikan informasi yang sangat
berharga dalam pengajaran remedial. Informasi tersebut dapat
digunakan sebagai landasan untuk menentukan pengelompokan yang
sesuai dengan tingkat kesulitan belajar anak.
d. Valid dan reliabel
Dalam melakukan diagnosis hendaknya digunakan instrumen yang
dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (valid) dan instrumen
tersebut hendaknya juga yang dapat diandalkan (reliable). Informasi
yang dikumpulkan hendaknya hanya yang tepat, yang dapat dijadikan
landasan dalam menentukan program pengajaran remedial.
e. Penggunaan tes baku (kalau mungkin)
Tes baku adalah tes yang telah dikalibrasi, yaitu tes yang telah teruji
validitas dan reliabilitasnya. Berbagai tes psikologis terutama tes
inteligensi umumnya merupakan tes baku yang telah diuji validitas
belajar yang umunya dibuat guru. Di Indonesia tes prestasi belajar
yang baku masih merupakan barang langka, lebih-lebih yang dapat
digunakan untuk mendiagnosis kesulitan belajar. Hal ini mungkin
disebabkan oleh karena menyusun tes baku lebih sulit dan
memerlukan biaya tinggi dibandingkan dengan tes hasil belajar biasa.
f. Penggunaan prosedur informal
Guru hendaknya memiliki perasaan bebas untuk melakukan evaluasi
dan tidak terlalu terikat secara kaku oleh tes baku. Di negara yang
masih belum banyak dikembangkan tes baku, hasil observasi guru
memegang peranan yang sangat penting untuk menegakkan diagnosis
kesulitan belajar anak. Dari observasi informal sering dapat diperoleh
informasi yang bermanfaat bagi penyusunan program pengajaran
remedial.
g. Kuantitatif
Keputusan-keputusan dalam diagnosis kesulitan belajar hendaknya
didasarkan pada pola-pola sekor atau dalam bentuk angka. Bila
informasi tentang kesulitan belajar telah dikumpulkan, maka
informasi tersebut harus disusun sedemikian rupa sehingga
sekor-sekor dapat dibandingkan. Hal ini sangat berguna untuk mengetahui
kesenjangan antara potensi dengan prestasi belajar anak saat
pengajaran remedial akan dimulai. Informasi yang kuantitatif juga
memungkinkan bagi guru untuk mengetahui keberhasilan pengajaran
h. Berkesinambungan
Kadang-kadang anak gagal mencapai tujuan pengajaran remedial
yang telah dikembangkan berdasarkan hasil diagnosis. Dalam
keadaan semacam ini perlu dilakukan diagnosis ulang untuk landasan
penyusunan program pengajaran remedial yang lebih efektif dan
efisien. Dengan demikian, diagnosis dilakukan secara
berkesinambungan untuk memperbaiki atau meningkatkan efektivitas
dan efisiensi program pengajaran remedial.
2. Prosedur dan teknik diagnosis
Langkah-langkah pokok prosedur dan teknik diagnosis kesulitan
belajar menurut Entang (1984) antara lain sebagai berikut:
a. Langkah 1: Identifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar. Langkah yang dapat ditempuh dalam mengidentifikasi siswa yang
diperkirakan mengalami kesulitan belajar yaitu: menandai siswa
dalam satu kelas atau satu kelompok yang diperkirakan mengalami
kesulitan dalam belajar baik yang sifatnya umum maupun yang
sifatnya lebih khusus dalam mata pelajaran tertentu; atau dengan
teknik-teknik meneliti nilai ujian yang tercantum dalam catatan
akademik, menganalisis hasil ujian dengan melihat tipe kesalahan
yang dibuatnya, observasi pada saat pembelajaran, memeriksa buku
catatan pribadi, dan melaksanakan sosiometris untuk melihat
b. Langkah 2: Melokalisasikan letaknya kesulitan (permasalahan). Setelah menemukan kelas atau individu siswa yang diduga mengalami
kesulitan belajar, maka selanjutnya yang perlu ditelaah adalah:
1) Dalam mata pelajaran (bidang studi) manakah kesulitan itu
terjadi.
Hal ini bisa dilakukan dengan mendekati kesulitan belajar pada
bidang studi tertentu, sehingga menjawab persoalan apakah
kesulitan itu terjadi pada beberapa atau hanya salah satu bidang
studi tertentu saja.
2) Pada kawasan tujuan belajar (aspek perilaku) yang manakah
kesulitan itu terjadi. Burton mengatakan bahwa pada langkah ini
pendekatan yang paling tepat (kalau ada) seyogyanya
menggunakan tes diagnostik. Test diagnostik itu pada hakekatnya
adalah tes prestasi belajar (TPB atau THB). Dengan demikian
dalam keadaan belum tersedia tes diagnostik yang khusus
dipersiapkan untuk keperluan ini, maka analisa masih tetap dapat
dilakukan dengan menggunakan naskah jawaban ujian tengah
semester atau akhir semester.
3) Pada bagian (ruang lingkup bahan) yang manakah kesulitan itu
terjadi.
4) Dalam segi-segi proses belajar manakah kesulitan itu terjadi. Hal
ini bisa dilakukan dengan beberapa strategi pendekatan, yaitu
mengidentifikasi permasalahan dapat dilakukan dengan cara
evaluasi reflektif, formatif, dan sumatif, atau dengan desain
pre-post-test dan bisa dilakukan dengan tes diagnostik.
c. Langkah 3: Lokalisasi jenis faktor dan sifat yang menyebabkan mereka mengalami berbagai kesulitan.
Secara garis besar penyebab kesulitan dapat timbul dari dua hal yang
berasal dari dalam diri dan luar diri individu, yaitu:
1) Faktor internal yaitu faktor yang berada dan terletak pada diri
murid itu sendiri. Hal ini antara lain mungkin disebabkan oleh :
a) Kelemahan mental, faktor kecerdasan, intelegensi, atau
kecakapan/bakat khusus tertentu yang dapat diketahui
melalui test tertentu.
b) Kelemahan fisik, pancaindera, syaraf, kecacatan, karena
sakit dan sebagainya.
c) Gangguan yang bersifat emosional.
d) Sikap dan kebiasaan yang salah dalam mempelajari bahan
pelajaran-pelajaran tertentu.
e) Belum memiliki pengetahuan dan kecakapan dasar yang
dibutuhkan untuk memahami bahan lebih lanjut.
2) Faktor eksternal yaitu faktor yang datang dari luar yang
menyebabkan timbulnya hambatan atau kesulitan. Faktor
a) Situasi atau proses belajar mengajar yang tidak merangsang
murid untuk aktif antisifatif (kurang kemungkinannya siswa
belajar secara aktif “student active learning”).
b) Sifat kurikulum yang kurang fleksibel.
c) Ketidakseragaman pola dan standard administrasi.
d) Beban studi yang terlampau berat.
e) Metoda mengajar yang kurang memadai.
f) Sering pindah sekolah.
g) Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar mengajar.
h) Situasi rumah yang kurang mendorong untuk melakukan
aktivitas belajar.
Untuk mengenal faktor di atas dapat dipergunakan berbagai
cara dan alat, antara lain: tes kecerdasan, tes bakat khusus, skala sikap
baik yang sudah standard maupun yang secara sederhana bisa dibuat
oleh guru, inventory, wawancara dengan murid yang bersangkutan,
mengadakan observasi yang intensif baik di dalam maupun di luar
kelas, wawancara dengan guru dan wali kelas, dan dengan orang tua
atau teman-temannya bila dipandang perlu.
d. Langkah 4: Perkiraan kemungkinan bantuan.
Setelah mengetahui letak kesulitan siswa, jenis dan sifat kesulitan
dengan latar belakangnya, faktor-faktor yang menyebabkannya, maka
a. Siswa tersebut masih mungkin ditolong untuk mengatasi
kesulitannya atau tidak.
b. Lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan yang
dialami siswa tertentu.
c. Waktu dan tempat pertolongan itu dapat diberikan.
d. Orang yang dapat memberikan pertolongan.
e. Cara untuk menolong siswa agar dapat dilaksanakan secara
efektif.
f. Siapa saja yang harus dilihat sertakan dalam menolong
mahasiswa tersebut.
e. Langkah 5: Penetapan kemungkinan cara mengatasinya.
Langkah yang kelima ini adalah langkah menyusun satu rencana atau
beberapa alternatif rencana yang dapat dilaksanakan untuk membantu
mengatasi kesulitan yang dialami siswa tertentu. Rencana ini
hendaknya berisi:
1) Cara-cara yang harus ditempuh untuk menyembuhkan kesulitan
yang dialami siswa tersebut.
2) Menjaga agar kesulitan yang serupa jangan sampai terulang.
Ada baiknya rencana ini dapat didiskusikan dan
dikomunikasikan dengan pihak-pihak yang dipandang
berkepentingan yang kelak diperkirakan akan terlibat dalam
pemberian bantuan kepada yang bersangkutan seperti penasehat
f. Langkah 6: Tindak lanjut (Pelaksanaan Kegiatan Pemberian
Bantuan).
Kegiatan tindak lanjut adalah kegiatan melakukan pengajaran
remedial yang diperkirakan paling tepat dalam membantu siswa yang
mengalami kesulitan dalam belajar. Kegiatan tindak lanjut ini dapat
berupa:
1) Melaksanakan bantuan berupa melaksanakan pengajaran
remedial untuk mata pelajaran tertentu.
2) Membagi tugas dan peranan orang-orang tertentu (guru/dosen)
dalam memberikan bantuan kepada siswa dan kepada dosen yang
sedang melaksanakan kegiatan pengajaran remedial.
3) Senantiasa mencek dan recek kemajuan siswa baik pemahaman
mereka terhadap bantuan yang diberikan berupa bahan, maupun
mencek tepat guna program remedial yang dilakukan untuk setiap
saat diadakan revisi dan improvisasi.
4) Mentransfer atau mengirim (referal case) siswa yang menurut
perkiraan kita tidak mungkin lagi ditolong karena di luar
kemampuan dan wewenang guru maupun guru pembimbing atau
penyuluh atau guru BK (Bimbingan Konseling) di sekolah.
Transfer bisa dilakukan kepada orang atau lembaga lain
(psikolog, psikiater, lembaga bimbingan, lembaga psikologi, dan
sebagainya) yang diperkirakan akan lebih dapat membantu siswa
3. Tes diagnostik
Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang
dihadapi siswa, termasuk kesalahan pemahaman konsep. Tes diagnostik
dilakukan apabila diperoleh informasi bahwa sebagian besar siswa gagal
dalam mengikuti proses pembelajaran pada mata pelajaran tertentu.
Dengan demikian tes diagnostik sangat penting dalam rangka membantu
siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dapat diatasi dengan segera
apabila guru atau pembimbing peka terhadap siswa tersebut. Hasil tes
diagnostik memberikan informasi tentang konsep-konsep yang belum
dipahami dan yang telah dipahami. (Suwarto, 2013)
a. Penaksiran Diagnostik
Menurut Nitko & Brookhart seperti yang dikutip oleh Suwarto (2013)
ada enam pendekatan penaksiran diagnostik terkait dengan masalah
pembelajaran, antara lain:
1) Pendekatan profil kekuatan dan kelemahan kemampuan pada
suatu bidang.
Pendekatan ini digunakan untuk melaporkan profil
kekuatan dan kelemahan siswa dalam mata pelajaran di sekolah.
Suatu mata pelajaran sekolah dibagi ke dalam bagian-bagian,
dimana masing-masing bagian dianggap sebagai ciri atau
kemampuan yang terpisah. Penaksiran diagnostik ini sangat
terdiri dari kelompok siswa-siswa kuat dan siswa-siswa yang
lemah.
2) Pendekatan mengidentifikasi kekurangan pengetahuan prasyarat.
Pendekatan ini mengeksplorasi apakah siswa-siswi
tertinggal dikarenakan mereka tidak memiliki pengetahuan atau
keahlian khusus yang dibutuhkan untuk memahami pelajaran
yang akan datang. Caranya adalah dengan membuat suatu
hierarki dari suatu target pembelajaran kemudian melakukan
analisis untuk mengidentifikasi prasyarat-prasyarat yang harus
dipahami oleh siswa.
3) Pendekatan mengidentifikasi target-target pembelajaran yang
tidak dikuasai.
Pendekatan ini memusatkan penaksiran pada target-target
yang penting dan spesifik dari tujuan pembelajaran yang
diharapkan. Tes-tes pendek dibuat untuk mengukur keberhasilan
dari masing-masing target pembelajaran. Informasi-informasi
diagnostik yang ingin diperoleh dari pendekatan ini adalah suatu
daftar target pembelajaran yang sudah dikuasai atau tidak
dikuasai.
4) Pendekatan pengidentifikasian kesalahan siswa.
Tujuan pendekatan ini adalah untuk mengidentifikasi
kekeliruan-kekeliruan siswa. Ketika guru mengidentifikasi dan
memberi pelajaran remidi. Mewawancarai siswa adalah cara
terbaik untuk menemukan banyak kekeliruan pada siswa dengan
meminta siswa menjelaskan bagaimana cara menyelesaikan
sebuah soal, menjelaskan mengapa menjawab seperti itu dan
memberitahukan aturan untuk menyelesaikan suatu soal.
5) Pendekatan mengidentifikasi struktur pengetahuan siswa.
Pendekatan ini dilakukan dengan mengidentifikasi
struktur pengetahuan siswa dengan menggunakan peta konsep.
Peta konsep adalah cara grafis untuk merepresentasikan
bagaimana seorang siswa memahami hubungan konsep-konsep
yang utama dalam materi pelajaran.
6) Pendekatan mengidentifikasi kompetensi untuk menyelesaikan
soal cerita.
Pendekatan ini berpusat pada pendiagnosisan apakah
siswa memahami komponen-komponen soal cerita. Diagnosis di
dalam pendekatan ini adalah untuk mengidentifikasi siswa yang
tidak dapat menyelesaikan soal cerita dan apakah kekurangan
mereka terletak pada pengetahuan linguistik dan faktual,
pengetahuan skematis, pengetahuan strategis, atau pengetahuan
algoritmis.
b. Macam-macam Tes Diagnostik
Beberapa macam tes diagnostik yang pernah digunakan
1) Tes diagnostik dengan instrumen pilihan ganda.
2) Tes diagnostik dengan instrumen pilihan ganda yang disertai
alasan.
3) Tes diagnostik dengan instrumen pilihan ganda yang disertai
pilihan alasan.
4) Tes diagnostik dengan instrumen pilihan ganda dan uraian.
5) Tes diagnostik dengan instrumen uraian.
E. Remediasi
1. Pengertian remediasi
Remediasi dapat diartikan sebagai tindakan atau proses
penyembuhan. Remediasi merupakan kegiatan bantuan untuk mengatasi
kesulitan belajar siswa berdasarkan hasil diagnosis yang sudah dilakukan.
Dalam hal kegiatan pembelajaran, kegiatan remediasi ini dapat diartikan
sebagai suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk memperbaiki
pembelajaran yang kurang berhasil, kegiatan remediasi dilakukan dalam
bentuk pengajaran remedial atau bimbingan individual.
Pengajaran remedial (remedial teaching) bertolak dari konsep
belajar tuntas (mastery learning), yang ditandai oleh sistem pembelajaran
dengan menggunakan modul. Pada tiap akhir kegiatan pembelajaran dari
suatu unit pembelajaran, guru melakukan evaluasi formatif, dan setelah
adanya evaluasi formatif itulah anak-anak yang belum menguasai bahan
ditetapkan sebelumnya dapat dicapai. Dengan demikian, pengajaran
remedial pada hakikatnya merupakan kewajiban bagi semua guru setelah
mereka melakukan evaluasi formatif dan menemukan adanya anak yang
belum mampu meraih tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya.
(Abdurrahman, 2009)
2. Prinsip pengajaran remedial
Berbagai prinsip pengajaran remedial matematika menurut
Abdurrahman (2009) antara lain:
a. Menyiapkan anak untuk belajar matematika.
Banyak anak berkesulitan belajar matematika yang penyebabnya
adalah kurangnya kesiapan anak untuk mempelajari bidang studi
tersebut. Oleh karena itu, diperlukan waktu dan tenaga untuk
membangun kesiapan belajar agar anak tidak mengalami banyak
masalah dalam bidang studi matematika.
b. Maju dari konkret ke abstrak.
Siswa dapat memahami konsep-konsep matematika dengan baik jika
pengajaran mulai dari yang konkret ke abstrak. Pada tahapan konkret,
siswa memanipulasi berbagai objek nyata dalam belajar keterampilan.
Pada tahap abstrak, siswa dapat menggantikan gambar atau simbol
c. Menyediakan kesempatan untuk berlatih dan mengulang.
Jika siswa dituntut untuk mampu mengaplikasikan berbagai konsep
secara hampir otomatis, maka mereka memerlukan banyak latihan dan
ulangan.
d. Generalisasi ke situasi baru.
Siswa memperoleh kesempatan yang cukup untuk
menggeneralisasikan keterampilan mereka ke dalam banyak situasi.
Tujuannya adalah untuk memperoleh keterampilan dalam mengenal
dan mengaplikasikan operasi-operasi komputasional terhadap situasi
baru yang berbeda-beda.
e. Menyadari kekuatan dan kelemahan siswa.
Sebelum membuat keputusan tentang teknik yang akan digunakan
untuk mengajar siswa, guru harus memahami kemampuan dan
ketidakmampuan siswa, termasuk penguasaan matematika dan
operasi-operasi yang dapat dilakukan oleh siswa.
f. Membangun fondasi yang kokoh tentang konsep dan keterampilan
matematika.
g. Menyajikan program matematika yang seimbang.
Program matematika yang seimbang mencakup kombinasi antara tiga
elemen, yaitu: konsep, keterampilan, dan pemecahan masalah.
h. Penggunaan kalkulator.
Kalkulator dapat digunakan setelah siswa memiliki keterampilan
3. Langkah-langkah pengajaran remedial
Menurut Entang (1984), pengajaran remedial merupakan langkah
lanjutan dari kegiatan diagnosis kesulitan belajar dan memang kegiatan ini
harus dilandasi kegiatan diagnosis. Langkah-langkah dalam melaksanakan
kegiatan pengajaran remedial menurut Entang (1984), antara lain:
a. Menelaah kembali siswa yang akan diberi bantuan.
Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih
definitif tentang seorang siswa dengan permasalahan yang
dihadapinya, kelemahan yang dideritanya, letak kelemahannya, faktor
utama penyebab kelemahan tersebut apakah masih bisa ditolong guru
atau memerlukan bantuan orang lain, berapa lama bantuan harus
diberikan, kapan, oleh siapa, dan sebagainya.
b. Melakukan alternatif tindakan.
Kegiatan ini dilakukan setelah mendapatkan gambaran yang lengkap
tentang siswa yang memerlukan bantuan. Merencanakan kegiatan
alternatif tindakan ini dilakukan menyesuaikan dengan karakteristik
kesulitan yang dihadapinya. Alternatif tindakan ini bisa berupa:
1) Mengulangi bahan yang telah diberikan dengan memberi
petunjuk antara lain:
a) Tentang berbagai istilah yang harus dipahami yang terdapat
b) Menandai dan menunjukan bagian-bagian yang dianggap
penting dan merupakan kelemahan bagi siswa yang
bersangkutan.
c) Membuat pertanyaan-pertanyaan yang bermaksud
mengarahkan siswa dalam mempelajari materi tersebut.
d) Memberi dorongan dan semangat untuk belajar.
e) Menyediakan bahan lain yang bisa dibaca agar
mempermudah pemahaman terhadap bahan yang sedang
dipelajari.
f) Menyediakan waktu untuk berdiskusi dan menjawab
pertanyaan siswa bila mendapat kesulitan.
2) Mencoba alternatif kegiatan lain yang setara dengan kegiatan
belajar-mengajar yang sudah ditempuhnya dan mempunyai
tujuan yang sama baik yang sifatnya instruksional maupun efek
pengiring.
3) Bila kesulitan belajar siswa yang bersangkutan bukan
semata-mata kesulitan dalam belajar akan tetapi disebabkan juga karena
hal lain seperti kesulitan belajar karena berlatar belakang sikap
negatif terhadap guru, pelajaran dan situasi belajar, kebiasaan
belajar yang salah atau masalah lain dalam hubungan dengan
orang tua, teman sebayanya dan sebagainya, maka kepada siswa
tersebut harus terlebih dahulu diberikan pelayanan bimbingan dan
dapat diatasi barulah dilaksanakan pengajaran remidial seperti
pada butir a dan b.
c. Evaluasi pengajaran remidial.
Pada akhir kegiatan pengajaran remidial hendaknya dilakukan
evaluasi kembali (re-evaluasi) sampai sejauh mana pengajaran
remidial tersebut dapat meningkatkan prestasi mereka. Tujuan paling
utama adalah dipenuhinya kriteria keberhasilan minimal yang
diharapkan misalnya 75% taraf penguasaan (level of mastery). Bila
ternyata masih belum berhasil maka hendaknya dilakukan kembali
diagnosis (re-diagnosis), prognosis, dan pengajaran remidial
berikutnya. Dan demikian daur/siklus ini akan berulang terus.
4. Metode pengajaran remedial
Metode pengajaran remedial merupakan metode yang dilaksanakan
dalam keseluruhan kegiatan bimbingan kesulitan belajar mulai dari
langkah-langkah identifikasi kasus sampai dengan langkah tindak
selanjutnya. Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pelaksanaan
pengajaran remedial seperti yang dikutip oleh Mulyadi (2010) yaitu:
a. Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas ialah suatu metode yang dilakukan guru
dengan memberikan tugas-tugas tertentu kepada murid baik secara
kelompok maupun secara individual, kemudian mereka diminta
pertanggungjawaban atas tugas-tugas tersebut. Metode pemberian