• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diagnosis TB Paru Anak

Dalam dokumen Laporan Kasus TBC Pada Anak (Halaman 22-33)

Pada kasus ini, skor:

- Kontak dengan pasien TB : 0

- Uji tuberkulin : Tidak dilakukan

- Berat badan/keadaan badan : 2 (Gizi Buruk) - Demam tanpa sebab jelas :

-- Batuk :

-- Pembesaran kelenjar limfe : 1 (Ada pembengkakan di kelenjar inguinal)

- Foto Dada : 2 (Sugestif TB)

Total Skor : 4

Tabel 1. Skoring Tuberkulosis pada anak9

Uji tuberkulin

Tuberkulin adalah komponen protein pada bakteri tuberkulosis yang mempunyai sifat antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi tuberkulosis, maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Uji tuberculin dengan cara mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-23 2TU secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan.Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul. Jika tidak timbul indurasi sama sekali hasilnya dilaporkan sebagai negatif, diameter indurasi 10 mm dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya. Hasil positif ini sebagian besar disebabkan oleh infeksi tuberkulosis alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh imunisasi BCG atau infeksi mycobacterium atipik. Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-14 cm dinyatakan uji tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi tuberkulosis alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh pasca imunisasi BCG, namun bila ukuran indurasinya 15 mm sangat mungkin karena infeksi alamiah. Apabila diameter indurasi 0-4 mm dinyatakan uji tuberkulin negatif. Diameter 5-9 cm dinyatakan positif meragukan. Pada keadaan immunocompromised atau pada pemeriksaan foto thorak terdapat kelainan radiologis hasil positif yang digunakan 5mm.2,5

Pada kasus ini, uji tuberkulin tidak dilakukan.

Untuk mempermudah pemahaman mengenai konsep infeksi tuberculosis dan sakit tuberculosis, klasifikasi tuberculosis yang dibuat oleh American Thoracoc

Society (ATS) dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika.

Kelas Kontak Infeksi /tes tuberkulis

Sakit Tindakan

Klasifikasi 0 - - -

-Klasifikasi I + - - Profilakis I Klasifikasi II + + - Profilaksis II

Klasifikasi III + + + Terapi

Tabel 2 : Klasifikasi individu berdasarkan status tuberkulosis9

Pada anak tanpa risiko tetapi tinggal di daerah endemis TB, uji tuberkulin perlu dilakukan pada umur 1 tahun, 4-6 tahun dan 11-16 tahun. Tetapi, pada anak dengan risiko tinggi di daerah endemis TB, uji tuberkulin perlu dilakukan secara rutin, bila hasilnya negatif dapat diulang setiap tahun. 9

Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada 3 keadaan sebagai berikut: 9

1. Infeksi TB alamiah

a) Infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten). b) Infeksi TB dan sakit TB.

c) TB yang telah sembuh.

2. Imunisasi BCG (infeksi TB buatan). 3. Infeksi mikobakterium atipik.

Uji tuberkulin negatif pada 3 kemungkinan keadaan berikut: 9

1. Tidak ada infeksi TB.

2. Dalam masa inkubasi infeksi TB. 3. Anergi.

Anergi adalah keadaan penekanan sistem imun oleh berbagai keadaan, sehingga tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberkulin walaupun sebenarnya sudah terinfeksi TB. Beberapa keadaan dapat menimbulkan anergi, misalnya gizi buruk, keganasan, penggunaan steroid jangka panjang, sitostatika, penyakit morbili, pertusis, varisela, influenza, TB yang berat, serta pemberian vaksinasi dengan vaksin virus hidup. Yang dimaksud dengan influenza adalah infeksi oleh virus influenza,

bukan batuk-pilek panas biasa, yang umumnya disebabkan oleh rhinovirus dan disebut sebagai selesma (common cold). 9

a. Radiologis

Pemeriksaan radiologis dapat memperkuat diagnosis, karena lebih 95% infeksi primer terjadi di paru-paru maka secara rutin foto thorax harus dilakukan. Komplek primer lebih banyak ditemukan pada foto torax paru bayi dan anak kecil daripada dewasa. Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah sebagai pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrate, Konsolidasi segmental/lobar, Milier, Kalsifikasi dengan infiltrate, Atelektasis, Kavitas, Efusi pleura, Tuberkuloma.

Foto toraks tidak cukup hanya dibuat secara antero-posterior (AP), tetapi harus disertai dengan foto lateral, mengingat bahwa pembesaran KGB di daerah hilus biasanya lebih jelas pada foto lateral. 9

Pada kasus ini, hasil pemeriksaan rongten thoraks: - COR CTR normal

- Sinuses dan diagfragma normal

- Pulmo: Hilli tebal, corakan vaskular bertambah. Tampak noda keras di perihiler kanan dan kiri

- Tulang costae normal

Kesan: COR tidak membesar. Bronkopneumonia dupleks/DD: TB paru dupleks

b. Mikrobiologis

Pemeriksaan mikrobiologi sulit dilakukan pada anak karena sulitnya mendapatkan spesimen berupa sputum. Sebagai gantinya, dilakukan pemeriksaan bilas lambung (gastric lavage) 3 hari berturut-turut, minimal 2 hari. Hasil pemeriksaan mikroskopik langsung pada anak sebagian besar negatif, sedangkan hasil biakan M. tuberculosis memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 6-8 minggu. Saat ini ada pemeriksaan biakan yang hasilnya diperoleh lebih cepat (1-3 minggu), yaitu pemeriksaan Bactec, tetapi biayanya mahal dan secara teknologi lebih rumit. 9

Pada kasus ini, tidak dilakukan pemeriksaan ini. c. Patologi Anatomi

Pemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran granuloma yang ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Granuloma tersebut mempunyai karakteristik perkijuan atau area nekrosis kaseosa di tengah granuloma. Gambaran khas lainnya adalah ditemukannya multinudeated giant cell (sel datia Langhans). Diagnosis histopatologik dapat ditegakkan dengan menemukan perkijuan (kaseosa), sel epiteloid, limfosit, dan sel datia Langhans. Kadang-kadang dapat ditemukan juga BTA. 9

2.8 Tatalaksana

Medikamentosa

Obat TB utama (first line) saat ini adalah rifampisin (R), isoniazid (H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan streptomisin (S). Rifampisin dan isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat TB lain (second line) adalah para-aminosalicylic acid (PAS),

cycloserin terizidone, ethionamide, prothionamide, ofloxacin, levofloxacin, moxiflokxacin, gatifloxacin, ciprofloxacin, kanamycin, amikacin, dan capreomycin, yang digunakan jika

terjadi MDR.10

a. Isoniazid (INH)

INH adalah obat antituberkulosis yang sangat efektif saat ini, bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang dan bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang diam. Obat ini efektif pada intrasel dan ekstrasel kuman. INH cukup murah dan sangat efektif untuk mencegah multiplikasi basil tuberkulosis. Terdapat dalam sediaan oral dan intramuskuler (i.m). Dalam sediaan oral, kadar obat dalam plasma, sputum dan cairan seresrospinal dapat dicapai dalam 1-2 jam dan bertahan minimal 6 – 8 jam. INH diberikan secara oral, dosis harian yang biasa diberikan (5 – 15

mg/kgbb/hari), maksimal 300 mg/hari, diberikan satu kali pemberian. INH yang

tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100mg dan 300mg, dan dalam bentuk sirup 100mg/5ml. INH dimetabolisme melalui asetilasi di hati. INH terdapat pada ASI ibu yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta,tetapi kadar obat yang mencapai janin/bayi tidak membahayakan. 10

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua jaringan, dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan), dan kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam. Saat ini, rifampisin diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari, dengan dosis satu kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid, dosis rifampisin tidak melebihi 15 mg/kgBB/hari dan dosis isoniazid 10 mg/kgBB/hari. Seperti halnya isoniazid, rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh, termasuk CSS. Distribusi rifampisin ke dalam CSS lebih baik pada keadaan selaput otak yang sedang mengalami peradangan daripada keadaan normal. Ekskresi rifampisin terutama terjadi melalui traktus bilier. Kadar yang efektif juga dapat ditemukan di ginjal dan urin. 10

Rifampisin umumnya tersedia dalam sediaan kapsul 150mg, 300mg dan 450mg sehingga kurang sesuai untuk digunakan pada anak-anak dengan berbagai kisaran berat badan. Suspensi dapat dibuat dengan menggunakan berbagai jenis zat pembawa, tetapi sebaiknya tidak diminum bersamaan dengan pemberian makanan karena dapat timbul malabsorbsi. 10

c. Pirazinamid

Pirazinamid adalah derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh termasuk CSS, bakterisid hanya pada intrasel pada suasana asam, dan diresorbsi baik pada saluran cerna. Pemberian pirazinamid secara oral sesuai dosis 15-30 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 2 gram/hari. Kadar serum puncak 45 pg/ml dalam waktu 2 jam. Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam, yang timbul akibat jumlah kuman masih sangat banyak. Penggunaan pirazinamid aman pada anak. 10

d. Etambutol

Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata. Peran utama dari obat ini adalah untuk mencegah resistensi obat lain. Dosis 15 – 20

mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1,25 gram/hari, dengan dosis tunggal. EMB

tersedia dalam tablet 250 mg dan 50 0mg. Sifat etambutol adalah bakteriostatik dan bakterisidal. Toksisitas utama adalah neuritis optika berupa kebutaan terhadap warna merah-hijau ( red-green color blindness). Efek ini cukup sering dijumpai pada orang dewasa. Insidensi dari toksisitas optalmologika cukup rendah. Oleh karena

pemeriksaan lapang pandang dan warna pada anak-anak cukup sulit dilakukan maka etambutol tidak direkomendasikan untuk terapi rutin pada anak-anak. EMB dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan kecurigaan TB resisten-obat, jika obat-obatan lainnya tidak tersedia atau tidak dapat digunakan.10

e. Streptomisin

Streptomisin bersifat bakteriosid dan bakteriostatik kuman ekstraselular pada keadaan basa atau netral, jadi efektif membunuh kuman intraseluler. Streptomisin dapat diberikan secara intramuskular dengan dosis 15 – 40 mg/kgBB/hari, maksimal

dosis 1 gram/hari. Obat ini dapat melewati selaput otak yang meradang, berdifusi

dengan baik pada jaringan dan cairan pleura, diekskresi melalui ginjal. Toksisitas utama dari streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran berupa tinismus dan pusing. 10

Prinsip dasar OAT adalah harus dapat menembus berbagai jaringan termasuk selaput otak. Farmakokinetik OAT pada anak berbeda dengan orang dewasa. Toleransi anak terhadap dosis obat per kgBB lebih tinggi. Secara ringkas, dosis dan efek samping OAT dapat dilihat pada gambar dibawah ini.10

Paduan Obat TB 10

Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase, yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal tiga macam obat pada fase intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan dua

macam obat pada fase lanjutan (4 bulan atau lebih). Pemberian paduan obat ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraselular dan ekstraselular. Pemberian obat jangka panjang, selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya relaps.

Berbeda dengan orang dewasa, OAT pada anak diberikan setiap hari, bukan dua atau tiga kali dalam seminggu. Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketidakteraturan menelan obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak ditelan setiap hari. Saat ini paduan obat yang baku untuk sebagian besar kasus TB pada anak adalah paduan rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid. Pada fase intensif diberikan rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid, sedangkan pada fase lanjutan hanya diberikan rifampisin dan isoniazid.

Pada keadaan TB berat, baik TB pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB sistem skeletal, dan lain-lain, pada fase intensif diberikan minimal empat macam obat (rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol atau streptomisin). Pada fase lanjutan diberikan rifampisin dan isoniazid selama 10 bulan. Untuk kasus TB tertentu yaitu meningitis TB, TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid (prednisone) dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis, maksimal 60 mg dalam 1 hari. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh, dilanjutkan tappering off selama 1-2 minggu.

Fixed Dose Combination 10

Salah satu masalah dalam terapi TB adalah keteraturan (adherence) pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama dengan jumlah obat yang banyak. Untuk mengatasi hal tersebut, dibuat suatu sediaan obat kombinasi dengan dosis yang telah ditentukan, yaitu FDC atau Kombinasi Dosis Tetap (KDT).

Evaluasi Hasil Pengobatan 10

Sebaiknya pasien kontrol setiap bulan untuk menilai perkembangan hasil terapi memantau timbulnya efek samping obat. Evaluasi hasil pengobatan dilakukan setelah 2 bulan terapi. Evaluasi pengobatan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu evaluasi klinis, evaluasi radiologis, dan pemeriksaan LED.

a. Respon pengobatan baik : gejala klinis hilang dan terjadi penambahan berat badan, maka pengobatan dilanjutkan.

b. Respon tidak ada : pengobatan dilanjutkan dan diberi tambahan dengan merujuk

ke sarana yang lebih tinggi. Kemungkinan terjadi misdiagnosis, mistreatment atau resisten terhadap OAT.

Apabila pada saat diagnosis terdapat kelainan radiologis, maka dianjurkan pemeriksaan radiologis ulangan.

Multidrug Resistance (MDR-TB)10

MDR-TB adalah isolat M. Tuberculosis yang resisten terhadap dua atau lebih OAT lini pertama biasanya isoniazid dan rifampisin.

Non Medikamentosa 10

Pendekatan DOTS

Hal yang paling penting pada tatalaksana TB adalah kepatuhan (adherens) menelan obat. Pasien TB biasanya telah menunjukkan perbaikan beberapa minggu setelah pengobatan, sehingga merasa telah sembuh dan tidak melanjutkan pengobatan.

Penanggulangan TB dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi. Sesuai dengan rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri atas lima komponen, yaitu sebagai berikut :

a. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana. b. Diagnosis TB dengan pemeriksaan sputum secara mikroskopis.

c. Pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh pengawas menelan obat (PMO).

d. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.

e. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB.

Lacak Sumber Penularan dan Case Finding

Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB. Sumber penularan adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi sentripetal dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum. Bila telah ditemukan sumbernya, perlu pula dilakukan pelacakan sentrifugal, yaitu mencari anak lain di sekitarnya yang mungkin juga tertular, dengan cara uji tuberkulin. 10

Sebaliknya, jika ditemukan pasien TB dewasa aktif, maka anak di sekitarnya atau yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi TB (pelacakan sentrifugal). Pelacakan tersebut dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang yaitu uji tuberkulin. 10

Pada kasus ini, diberikan obat Rifampisin 200 mg 1 x 1 dan INH + PZA 125 mg 1 x 1 dan kontrol 3 bulan selanjutnya.

2.9 Pencegahan 10

Imunisasi BCG

Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan secara intrakutan di daerah insersi otot deltoid kanan (penyuntikan lebih mudah dan lemak subkutis lebih tebal, ulkus tidak menganggu struktur otot dan sebagai tanda Baku). Bila BCG diberikan pada usia >3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu.

Kemoprofilaksis

Terdapat dua macam kemoprofilaksis, yaitu kemoprofilaksis primer dan kemoprofilaksis sekunder. Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB, sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah berkembangnya infeksi menjadi sakit TB. Pada kemoprofilaksis primer diberikan isoniazid dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis tunggal. Kemoprofilaksis ini diberikan pada anak yang kontak dengan TB menular, terutama dengan BTA sputum positif, tetapi belum terinfeksi (uji tuberkulin negatif). Obat diberikan selama 6 bulan. Pada akhir bulan ketiga pemberian profilaksis dilakukan uji tuberkulin ulang. Jika tetap negatif, profilaksis dilanjutkan hingga 6 bulan. Jika terjadi konversi tuberkulin menjadi positif, evaluasi status TB pasien. Pada akhir bulan keenam pemberian profilaksis, dilakukan lagi uji tuberkulin, jika tetap negatif profilaksis dihentikan, jika terjadi konversi tuberkulin menjadi positif, evaluasi status TB pasien.

Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif, sedangkan klinis dan radiologis normal. Tidak semua anak diberi kemoprofilaksis sekunder, tetapi hanya anak yang termasuk dalam kelompok risiko tinggi untuk berkembang menjadi sakit TB, yaitu anak-anak pada keadaan imunokompromais. Contoh anak-anak dengan

imunokompromais adalah usia balita, menderita morbili, varisela, atau pertusis, mendapat obat imunosupresif yang lama (sitostatik dan kortikosteroid), usia remaja, dan infeksi TB baru (konversi uji tuberkulin dalam waktu kurang dari 12 bulan). Lama pemberian untuk kemoprofilaksis sekunder adalah 6-12 bulan.

Dalam dokumen Laporan Kasus TBC Pada Anak (Halaman 22-33)

Dokumen terkait