• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.12 Diagnosis

Biasanya pasien mengeluhkan sakit pada telinga (otalgia), bengkak yang dapat menyebabkan hilangnya pendengaran dan jarang terjadinya otore serta telinga terasa penuh. Pada otomikosis pasien biasanya lebih mengeluhkan telinga terasa gatal (Rosenfeld et al., 2006; Simon, 2008;

Edward, 2012; Hughes, 2013).

1. Pemeriksaan fisik

Dari pemeriksaan fisik tampak tragus sakit dan bengkak disertai nyeri yang hebat pada tulang rawan, sedangkan otomikosis bisa terdapat cairan yang tebal berwarna hitam, abu-abu, kehijauan, kekuningan atau putih (Rosenfeld et al., 2006; Simon, 2008, Edward, 2012; Hughes, 2013).

2. Pemeriksaan dengan otoskopi

Pemeriksaan ini untuk menegakkan diagnosis walaupun sulit dilakukan karena ada bengkak, eritema dan sakit di liang telinga.

Dijumpai debris yang disebut dengan hifa atau spora pada otomikosis (Rosenfeld et al., 2006; Simon, 2008, Edward 2012).

3. Tes pendengaran sederhana.

Liang telinga mungkin bengkak dan menutup sehingga menyebabkan terjadinya tuli konduktif (Simon, 2008 dan Edward 2012).

4. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan histologi adalah standard acuan untuk diagnosis tetapi tidak pernah tercapai pada praktek klinik. CT scan diperlukan untuk menunjang diagnosa otitis eksterna maligna (Rosenfeld et al., 2006 dan Simon, 2008).

5. Pemeriksaan kultur bakteri.

Mengidentifikasi mikroorganisme patogen, bisa juga dilakukan pemeriksaan KOH untuk memastikan diagnosis otomikosis (Simon Carney, 2008 dan Edward, 2012).

2.14. Penatalaksanaan

Terapi tergantung pada keadaan furunkel. Bila sudah menjadi abses, diaspirasi secara steril untuk mengeluarkan nanahnya. Lokal diberikan antibiotika dalam bentuk salep, seperti polymixin B atau bacitracin, atau antiseptik (asam asetat 2-5% dalam alkohol) (Ong, 2005 dan Sosialisman, 2007).

Kalau dinding furunkel tebal, dilakukan insisi, kemudian dipasang salir (drain) untuk mengalirkan nanahnya. Tampon telinga dengan menggunakan ichthammol glycerine 10% dapat mengurangi rasa nyeri (Sosialisman, 2007 dan Dhingra, 2010).

Pengobatan otitis eksterna difusa dengan membersihkan liang telinga, memasukkan tampon yang mengandung antibiotika ke liang telinga supaya terdapat kontak yang baik antara obat dengan kulit yang meradang, kadang diperlukan antibiotika sistemik (Sosialisman, 2007).

Pengobatan otomikosis dengan membersihkan liang telinga, pemberian larutan asam asetat 2% dalam alkohol atau larutan iodium povidon 5%.

Kadang obat anti jamur diperlukan yang diberikan secara topikal yang mengandung nistatin, klotrimazol (Sosialisman, 2007 dan Alnawaiseh et al., 2011).

Sedangkan pada otitis eksterna maligna diberikan antibiotik yang adekuat terutama sesuai kultur ,selagi menunggu hasil kultur diberikan golongan fluoroquinolone dosis tinggi per oral. Pada keadaan lebih berat diberikan antibiotika parenteral kombinasi dengan antibiotika golongan aminoglikosida yang diberikan selam 6-8 minggu (Sosialisman,2007 dan Hughes, 2013).

22

2.15. Komplikasi

Menurut Wright (2010) komplikasi dari otitis eksterna yaitu 1. Perikondritis.

Terlibatnya tulang rawan daun telinga menimbulkan perikondritis yang ditandai dengan pembengkakan kemerahan yang merata pada daun telinga dan menyebabkan nyeri.

2. Kondritis.

Kondritis adalah inflamasi dari kartilago merupakan komplikasi dari infeksi pada liang telinga luar atau hasil dari trauma yang tidak disengaja atau trauma akibat pembedahan pada daun telinga.

Gambaran klinis rasa nyeri, dan penderita sering mengeluhkan rasa gatal yang hebat di dalam liang telinga. Seiring berjalannya waktu, kulit pada daerah yang terinfeksi menjadi krusta dengan debris, dan melibatkan kartilago. Dapat dijumpai pembengkakan dan kemerahan pada telinga, sering dijumpai pembengkakan pada liang telinga.

3. Selulitis

Selulitis dari telinga secara khas merupakan hasil dari perluasan otitis eksterna atau luka tusuk. Manifestasi selulitis sebagai eritema pada telinga. Pengobatan selulitis dengan antibiotik antistaphylococcal sistemik.

2.16. Prognosis

Prognosis yang baik dapat dicapai jika identifikasi cepat dan pengobatan tepat. Walaupun otomikosis merupakan masalah klinis yang umumnya memerlukan pengobatan jangka panjang dan memiliki kecendrungan rekuren. Prognosis akan menjadi lebih buruk jika telah disertai komplikasi terutama otitis eksterna maligna yang dapat mengancam nyawa (Linstrom & Lucente, 2006 dan Chlabi & San-Ahmed, 2010).

2.17. Kerangka Konsep

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

Faktor Predisposisi

 Serumen

 Aktivitas di air

 Kebiasaan gatal-korek

 Infeksi bakteri dan jamur

 Diabetes Melitus

Perubahan pH kulit di liang telinga menjadi basa

Proteksi terhadap infeksi

Jamur Bakteri

Aspergilus flavus Pseudomonas aeruginosa

Staphylococcus aureus

Hiperemis Penyakit imun

Infeksi pada

Pilosebaseus

Oedema

Furunkel Otitis Eksterna

Tipe Maligna Otomikosis Otitis Eksterna

Tipe Difusa Otitis Eksterna

Tipe Sirkumskripta

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Desain penelitian ini bersifat deskriptif.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Oktober-Desember 2014 di Departemen T.H.T.K.L. FK USU/RSUP. H. Adam Malik. Alasan pemilihan rumah sakit ini adalah:

1. RSUP. H. Adam Malik merupakan rumah sakit rujukan bagi sebagian besar pasien dengan gangguan telinga luar. Diharapkan dengan meneliti di rumah sakit ini gambaran yang bisa mewakili kondisi sebagian besar masyarakat.

2. RSUP. H. Adam Malik merupakan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit umum milik pemerintah di kota Medan. Hasil yang akan didapatkan akan dapat berguna bagi pengembangan ilmu yang berhubungan dengan topik penelitian. Hasil yang didapatkan juga nanti bisa memberikan informasi baru mengenai penderita otitis eksterna.

3. Akses data di RSUP. H. Adam Malik bisa didapatkan dengan mudah.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Seluruh penderita dengan diagnosis otitis eksterna sirkumskripta, otitis eksterna difusa, otomikosis dan otitis eksterna maligna yang berkunjung ke RSUP. H. Adam Malik.

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian adalah seluruh data penderita otitis eksterna yang datang berkunjung ke RSUP. H. Adam Malik berjumlah 38 penderita selama penelitian dilaksanakan yaitu Oktober-Desember 2014.

3.4. Definisi Operasional

1.5.1. Karakteristik adalah suatu sifat yang khas yang melekat pada subjek yang didiagnosa otitis eksterna.

1.5.2. Otitis eksterna adalah peradangan akut maupun kronis dari kulit liang telinga bagian luar yang biasanya disebabkan oleh bakteri dan jamur.

1.5.3. Umur adalah usia yang dihitung dalam tahun dan perhitungan berdasarkan kalender masehi, dihitung sejak penderita dilahirkan sampai ulang tahun terakhir pada saat pertama penderita berobat ke RSUP. H. Adam Malik Medan, dikelompokkan atas:

1. ≤ 10 tahun 2. 11 – 20 tahun 3. 21 – 30 tahun 4. 31 – 40 tahun 5. 41 – 50 tahun 6. ≥ 51 tahun

1.5.4. Jenis kelamin yaitu ciri biologis yang membedakan orang yang satu dengan lainnya, terdiri atas laki-laki dan perempuan.

1.5.5. Otitis eksterna sirkumskripta adalah bentuk yang terlokalisasi dari otitis eksterna yang mengenai pada satu folikel rambut.

1.5.6. Otitis eksterna difusa adalah infeksi bakteri pada liang telinga yang disebabkan oleh rusaknya pertahanan perlindungan kulit normal/serumen yang diakibatkan tingginya kelembaban dan temperatur.

1.5.7. Otomikosis adalah infeksi jamur yang akut pada liang telinga luar.

26

1.5.8. Otitis eksterna maligna adalah infeksi difus di liang telinga luar dan struktur lain di sekitarnya yang umumnya terjadi pada orang tua dengan penyakit diabetes melitus.

1.5.9. Telinga yang terlibat dibedakan atas unilateral yaitu telinga kanan, telinga kiri atau bilateral..

1.5.10. Faktor predisposisi adalah faktor yang memungkinkan terjadinya penyakit, seperti serumen, aktivitas di air, kebiasaan gatal-korek, infeksi bakteri atau jamur, Diabetes Melitus.

1.5.11. Lama terpapar adalah selang waktu terjadinya otitis eksterna, yang kemudian ditentukan oleh dokter yang memeriksa sebagai akut (≤1 minggu) dan kronis (>1 minggu).

1.5.12. Gejala klinis adalah bukti subjektif dari penyakit penderita.

1.5.13. Tanda klinis adalah petunjuk yang menyatakan sesuatu dari penderita berdasarkan pengamatan klinik.

1.5.14. Pemeriksaan penunjang adalah suatu pemeriksaan medis yang dilakukan atas indikasi medis tertentu guna memperoleh keterangan-keterangan yang lebih lengkap. Dalam hal ini berupa kultur bakteri dan kultur jamur serta pemeriksaan KOH.

1.5.15. Penatalaksanaan adalah golongan antibiotik yang digunakan (Penicillin, Cephalosporin, Floroquinolone, Makrolide), anti jamur (golongan Azole), analgetik, anti inflamasi, antihistamin dan pemakaian tampon pada liang telinga yang terinfeksi dengan menggunakan antiseptik (Liquor Burowi saring, Rivanol, asam asetat 2%) antibiotik topikal dan antijamur topikal (Miconazole 2%) dan lain-lain.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Data diambil dengan menggunakan data primer pada pasien yang datang berobat ke Departemen T.H.T.K.L. FK USU/RSUP. H. Adam Malik menggunakan Lembar Pemeriksaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Lembar pemeriksaan disusun dengan melibatkan dokter supervisor senior di Departemen T.H.T.K.L. FK USU/RSUP. H. Adam Malik.

3.6. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang dikumpulkan melalui Lembar Pemeriksaan, dimasukkan ke dalam master tabel. Data kemudian diolah dengan menggunakan SPSS.

Data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan staistik deskriptif.

28

3.7. Kerangka Kerja

PASIEN OTITIS EKSTERNA

 UMUR , JENIS KELAMIN

 KLASIFIKASI

 TELINGA YANG TERLIBAT

 FAKTOR PREDISPOSISI:- SERUMEN

- AKTIVITAS DI AIR

- KEBIASAAN GATAL-KOREK - INFEKSI BAKTERI & JAMUR

- DIABETES MELITUS

 LAMA TERPAPAR

 GEJALA KLINIS & TANDA KLINIS

 PEMERIKSAAN PENUNJANG

 PENATALAKSANAAN

PENGOLAHAN DATA

KOMPLIKASI

KOMPLIKASI

KOMPLIKASI ANALISA DATA

KOMPLIKASI

KOMPLIKASI

KOMPLIKASI

DATA KUALITATIF DATA KUANTITATIF

3.8. Jadwal Penelitian

Kegiatan penelitian digambarkan melalui tabel berikut:

Tabel 3.1. Jadwal Penelitian

No Jenis Kegiatan Waktu

Agust 2014

Sept 2014

Okt 2014

Nov 2014

Des 2014

Feb 2017

1. Persiapan Proposal

2. Presentasi Proposal

3.

a. Pengumpulan data

b. Analisa data c. Draft laporan 4. Seminar Hasil

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif yang dilakukan di Departemen T.H.T.K.L. FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan periode Oktober-Desember 2014. Penderita otitis eksterna yang berobat di RSUP H. Adam Malik Medan dalam kurun waktu tersebut berjumlah 38 orang dengan usia termuda 3 tahun dan tertua 72 tahun.

4.1. Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Jika dilihat menurut kelompok umur dan jenis kelamin pasien otitis eksterna maka distribusinya tersaji pada Tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1. Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin. Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sebagian besar pasien otitis eksterna berada pada usia muda dimana kelompok usia terbanyak 11-20 tahun berjumlah 11 penderita (28,9%), disusul dengan kelompok umur 21-30 tahun berjumlah 9 penderita o (23,7%). Sedangkan kelompok usia terkecil yaitu kelompok umur ≤10 tahun sebanyak 1 penderita (2,6%)

Sementara itu, jika dilihat menurut jenis kelamin, dari 38 penderita yang ikut dalam penelitian ini, sebagian besar adalah pasien dengan jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 21 penderita (55,3%), sementara pasien otitis eksterna dengan jenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 17 penderita (44,7%).

4.2. Klasifikasi Otitis Eksterna

Pada penelitian ini, dilakukan penelitian terhadap klasifikasi otitis eksterna yang diderita oleh masing-masing pasien. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan klasifikasi otitis eksterna

Klasifikasi Jumlah (n) %

Otitis eksterna difusa Otomikosis

30 8

79 21

Total 38 100

Dari Tabel 4.2. diperoleh data bahwa penderita otitis eksterna yang berobat ke RSUP. Haji Adam Malik dengan otitis eksterna difusa sebanyak 30 penderita (79%), sementara otomikosis sebanyak 8 penderita (21%).

Sedangkan otitis eksterna sirkumskripta dan otitis eksterna maligna tidak dijumpai.

4.3. Telinga yang Terlibat

Pada penelitian ini, dilakukan penelitian terhadap telinga yang terlibat yang diderita oleh masing-masing pasien otitis eksterna. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.3.

32

Tabel 4.3. Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan telinga yang terlibat.

Berdasarkan tabel 4.3. didapatkan telinga kanan paling banyak terlibat yaitu 19 penderita atau 50%. Persentase terendah melibatkan kedua telinga yaitu 7,9%.

4.4 Faktor Predisposisi

Untuk melihat faktor predisposisi pada penderita otitis eksterna distribusinya dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Menurut tabel tersebut, jika disusun menurut faktor predisposisinya maka hasilnya adalah sebagai berikut: kebiasaan gatal-korek 37 penderita (52,1%), diikuti, infeksi bakteri atau jamur 20 penderita (28,2%), aktivitas di air 8 penderita (11,3%), serumen 4 penderita (5,6%) dan diabetes melitus 2 penderita (2,8%).

Tabel 4.4. Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan faktor predisposisi.

Faktor predisposisi Jumlah (n) %

Serumen Aktivitas di air

Kebiasaan gatal-korek Infeksi bakteri atau jamur Diabetes melitus

4.5. Lama Terpapar

Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan lama terpapar yang dialami tersaji pada Tabel 4.5. berikut ini

Tabel 4.5. Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan lama terpapar

Lama terpapar Jumlah (n) % mengalami keluhan selama ≤1 minggu yaitu berjumlah 33 penderita (86,8%), sedangkan pasien dengan lama keluhan >1 minggu sebanyak 5 penderita (13,2%).

4.6. Gejala Klinis dan Tanda Klinis

Untuk melihat gejala klinis dan tanda klinis pada penderita otitis eksterna, distribusinya dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan gejala klinis dan tanda klinis.

34

Dari tabel diatas diperoleh gejala klinis pada penderita otitis eksterna yaitu gatal pada telinga, nyeri pada telinga dan gangguan pendengaran masing-masing didapati pada 32 penderita (22,5%), diikuti rasa penuh di telinga 31 penderita (21,9%), keluar cairan di telinga sebanyak 15 penderita (10,6%). Sedangkan dilihat dari tanda klinis pada penderita otitis eksterna yaitu liang telinga edema dan hiperemis sebanyak 30 penderita (48,4%) diikuti nyeri tekan tragus sebanyak 27 penderita (43,5%) dan ditemukan hifa sebanyak 5 penderita (8,1%).

4.7. Pemeriksaan Penunjang

Untuk melihat pemeriksaan penunjanng pada penderita otitis eksterna, distribusinya dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang Jumlah (n) %

Pemeriksaan kultur bakteri

Dari tabel di atas dapat dilihat pemeriksaan penunjang pada penderita otitis eksterna paling banyak pemeriksaan kultur bakteri sebanyak 15 penderita (39,5%), diikuti pemeriksaan kultur jamur sebanyak 5 penderita (13,1%). Sedangkan yang tidak dilakukan pemeriksaan sebanyak 18 penderita (47,4%).

4.8. Penatalaksanaan

Untuk melihat penatalaksanaan pada penderita otitis eksterna, distribusinya dapat dilihat pada Tabel 4.8. Dari tabel tersebut diperoleh penatalaksanaan sistemik umumnya dilakukan dengan pemberian antibiotik Flouroquinolone sebanyak 24 penderita (68,6%), diikuti Penicillin

sebanyak 5 penderita (14,3%), Cephalosporin 1 penderita (2,8%) dan anti jamur yaitiu golongan Azole sebanyak 5 penderita (14,3%). Sedangkan pemakaian topikal pemakaian tampon salep Tampon salep Oxytetracycline HCl+Hydrocortisone acetate sebanyak 26 penderita (74,3%), tampon salep golongan Azole sebanyak 8 penderita (22,9%), tampon salep Gentamycin sebanyak 1 penderita (2,8%) dan tampon liquor Burowi saring dan rivanol tidak dijumpai.

Tabel 4.8. Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan penatalaksanaan.

Penatalaksanaan Jumlah (n) %

Sistemik Penicillin Cephalosporin Fluoroquinolone Golongan Azole Topikal

Tampon salep Oxytetracycline HCl + Hydrocortisone acetate

Tampon salep golongan Azole Tampon salep Gentamicyn

5 1 24

5

26

8 1

14,3 2,8 68,6 14,3

74,3

22,9 2,8

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada 38 orang penderita otitis eksterna di RSUP Haji Adam Malik Medan yang datang untuk berobat periode Oktober-Desember 2014. Penderita otitis ekterna yang berkunjung ke RS H Adam Malik memang cukup banyak. Hal tersebut dapat dilihat dari frekuensi kunjungan dalam tiga tahun terakhir seperti tergambar di bawah ini.

Total otitis eksterna dibagi menurut jenisnya perode 2011-2013 di poliklinik THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik yaitu penderita otitis eksterna sirkumskripta selama Januari sampai Desember 2011-2013 tidak ditemukan. Sedangkan otitis eksterna difusa selama Januari sampai Desember 2011-2013, paling banyak ditemukan pada tahun 2011 sebanyak 249 orang. Pada otomikosis selama Januari sampai Desember 2011-2013, paling banyak ditemukan pada tahun 2011 seabanyak 77 orang. Sedangkan otitis eksterna maligna selama Januari sampai Desember 2011-2013, paling banyak ditemukan pada tahun 2012 sebanyak 156 orang (Gambar 5.1).

Gambar 5.1 Distribusi klasifikasi penderita otitis eksterna dari tahun 2011-2013.

Secara umum pada penelitian ini, dilihat dari umur penderita, terlihat bahwa sebagian besar penderita otitis eksterna berada pada usia muda dimana kelompok umur 11-20 tahun berjumlah 11 penderita (28,9%), disusul dengan kelompok umur 21-30 tahun berjumlah 9 penderita (23,7%).

Hasil penelitian ini sedikit berbeda jika dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Wartawan (2000) di Semarang bahwa kelompok usia terbanyak adalah kelompok usia 36-45 tahun sebesar 41,38%. Penelitian yang dikemukakan oleh Cervoni (2005) ditemukan bahwa semua usia dapat terkena otitis eksterna akan tetapi insidensi tinggi pada anak-anak kelompok usia 5-16 tahun. Sedangkan menurut Sosialisman (2007) dimana otitis eksterna ini dijumpai pada umur 7 sampai 12 tahun, hanya sedikit yang berada di atas 50 tahun.

Sementara itu penelitian Sazafi et al. (2011) di Universitas Kebangsaan Malaysia Medical Center (UKMMC) menunjukkan hasil yang berbeda.

Pada penelitian terhadap otitis eksterna nekrosis dari Januari 2002–

Februari 2009 dijumpai 7 pasien usia 31-88 tahun. Penelitian yang dilaporkan oleh Aryanugraha et al pada tahun 2012 di Penebel Provinsi Bali kelompok umur yang terbanyak adalah kelompok 41-50 dan diatas 60 tahun masing-masing sebesar 33,3%. Berdasarkan penelitian Koch (2012), otitis eksterna dapat terjadi pada semua usia. Diperkirakan sekitar 10% dari seluruh orang pernah mengalami otitis eksterna selama hidupnya. Otitis eksterna paling banyak terjadi pada anak- anak dimana puncaknya pada usia 10-14 tahun.

Melihat semua hasil penelitian di atas terdapat perbedaan frekuensi dari seluruh penderita otitis eksterna dengan rentang usia bervariasi.

Tetapi pada penelitian ini yang terbanyak adalah pada rentang usia 11-20 tahun. Tingginya insidensi otitis eksterna pada anak-anak salah satunya disebabkan oleh hygiene yang buruk, perilaku yang kurang sehat. Hal ini dimungkinkan karena pada usia anak-anak, individu lebih sering terpapar

38

Liang telinga anak-anak lebih sempit dari liang telinga dewasa oleh karena itu lebih tinggi penderita otitis eksterna pada anak-anak dibandingkan dewasa.

Walaupun pada laporan penelitian sebelumnya bahwa otitis eksterna dapat terjadi pada semua usia namun alasan pasti untuk kelompok usia yang berhubungan dengan otitis eksterna ini tidak diketahui. Akan tetapi saat ini belum didapatkan literatur yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kejadian otitis eksterna dengan kelompok umur.

Sementara itu, jika dilihat menurut jenis kelamin, dari sebanyak 38 penderita yang ditemukan menderita otitis eksterna, sebagian besar adalah pasien dengan jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 21 orang (55,3%), sementara pasien otitis eksterna dengan jenis kelamin laki-laki hanya sebanyak 17 orang (44,7%) penderita (Gambar 5.2).

Gambar 5.2 Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan jenis kelamin

Hampir sama dengan penelitian Mogadam et al. (2003) yang dilakukan di Iran dari 910 pasien yang diperiksa terdapat 52 kasus pasien dengan otomikosis dengan 16 kasus lelaki dan 36 kasus perempuan. Begitu juga dengan penelitian Rahman et al (2007) di Texas dengan jenis kelamin perempuan terbanyak menderita otitis eksterna sebesar 52.05% dan jenis

44,7 %

55,3 %

0 10 20 30 40 50 60

Laki-laki Perempuan

kelamin laki-laki sebesar 47.95% serta penelitian Wayan et al (2009) di Yogyakarta kelompok jenis kelamin terbanyak adalah perempuan sebesar 51% dan laki-laki 49%. Sedangkan penelitian Fasunla (2007) di RS.

Universitas College, Ibadan, Nigeria dijumpai 5784 pasien dengan penyakit telinga, 378 (6,54%) menderita otomikosis yang terdiri dari 145 (38,36%) laki-laki dan 233 (61,64%) perempuan pada tahun 1996-2005.

Berbeda pada penelitian Wartawan (2000) di Semarang melaporkan jenis kelamin laki-laki terbanyak sebesar 63,22% dan perempuan 36,78 serta penelitian Torun et al (2004) melaporkan jenis kelamin terbanyak yang menderita otitis eksterna berjenis kelamin laki-laki 52% dan jenis kelamin perempuan sebesar 48%. Sedangkan penelitian Sazafi et al.(2011) di Universitas Kebangsaan Malaysia Medical Center (UKMMC) diteliti otitis eksterna nekrosis dari Januari 2002–Februari 2009 dijumpai 7 pasien, 6 laki-laki dan 1 perempuan.dan penelitian yang dilaporkan oleh Aryanugraha et al (2012) di Penebel Provinsi Bali didapatkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari perempuan 55,5% : 44,5%.

Perempuan lebih sering menderita otitis eksterna dibandingkan laki-laki karena perempuan memiliki kebiasaaan membersihkan diri sehingga lebih sering terpapar dengan faktor predisposisi otitis eksterna. Namun tidak ada penelitian yang membuktikan adanya hubungan antara otitis eksterna dengan jenis kelamin.

Diperoleh data dari penelitian ini bahwa penderita otitis eksterna yang berobat ke RSUP. Haji Adam Malik dengan otitis eksterna difusa sebanyak 30 penderita (79%), sementara otomikosis sebanyak 8 penderita (21%).

Sedangkan otitis eksterna sirkumskripta dan otitis eksterna maligna tidak dijumpai. Otitis eksterna akut difusa merupakan salah satu penyakit yang dijumpai di poliklinik T.H.T.K.L. RS Dr. Sardjito dengan frekwensi 9–12%.

Hasil ini tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh Musa di Nigeria bahwa otitis eksterna difusa terbanyak menderita sebesar 75.9%

sedangkan otitis eksterna sirkumkripta hanya sebesar 5.3% (Musa, 2015).

40

Berbeda dengan hasil penelitian Abdullah (2003) di poliklinik T.H.T.K.L.

RSUP. H. Adam Malik Medan yang dilakukan pada bulan Januari sampai Desember 2000 dijumpai 867 kasus (8,07%) otitis eksterna yang terdiri dari 282 kasus (2,62%) otitis eksterna difusa dan 585 kasus (5,44%) otitis eksterna sirkumskripta. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa otitis eksterna diffusa atau yang lebih dikenal dengan “hot weather ear”

merupakan klasifikasi otitis eksterna yang terbanyak dijumpai. Hal ini cukup tinggi prevalensinya dikarenakan Indonesia adalah negara yang beriklim tropis yang di beberapa tempat memiliki suhu dan kelembaban yang tinggi. Kota Medan terletak dekat dengan garis khatulistiwa beriklim cukup panas bisa mencapai 30,1°C dan kelembapan yang tinggi hal tersebut merupakan faktor predisposisi terjadinya otitis eksterna.

Berdasarkan telinga yang terlibat dari penelitian ini didapatkan telinga kanan paling banyak terlibat yaitu 19 penderita atau 50%. Persentase terendah melibatkan kedua telinga yaitu 7,9%.

Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh Wartawan di Semarang dalam penelitiannya mendapatkan telinga yang terlibat unilateral sebesar 89,66% dengan telinga kanan sebesar 47,7%

dan telinga kiri 41,96% dan telinga bilateral 10,34%. Begitupula dengan yang dilaporkan oleh Rahman et al di Texas Amerika Serikat bahwa kelompok telinga unilateral terbanyak menderita otitis eksterna sebesar 84% sedangkan bilateral telinga yang menderita otitis eksterna sebesar 16% dan Drehobl et al di San Diego Amerika Serikat bahwa telinga yang terlibat terbanyak adalah unilateral sebesar 88.8% dan bilateral sebesar 11.2% (Wartawan, 2000; Rahman et al, 2007; Drehobl et al, 2008).

Pada 38 kasus ini telinga yang banyak terlibat hanya pada salah satu sisi terutama pada telinga kanan, namun alasan pasti belum diketahui.

Diduga karena otitis eksterna faktor risiko salah satunya adalah kebiasaan mengorek telinga secara berlebihan hal ini dikarenakan penderita lebih sering menggunakan tangan kanan daripada tangan kiri.

Sedangkan menurut faktor predisposisi hasilnya adalah kebiasaan gatal-korek 37 penderita (52,1%), diikuti, infeksi bakteri atau jamur 20 penderita (28,2%), aktivitas di air 8 penderita (11,3%), serumen 4 penderita (5,6%) dan diabetes melitus 2 penderita (2,8%).

Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh Wartawan di Semarang yang mendapatkan faktor risiko terbanyak adalah kebiasaan mengorek-ngorek telinga sebesar 75,9% lalu diikuti dengan kebiasaan beraktivitas di air sebesar 24,1%. Sedikit berbeda dengan yang dilaporkan oleh Wayan et al di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta bahwa faktor risiko otitis eksterna terbanyak adalah mengorek-ngorek telinga sebesar 93.4% lalu di ikuti dengan aktivitas di air sebesar 3.1% (Wartawan, 2000;

Wayan et al., 2009).

Namun penelitian Chlabi & San-Ahmed (2010) yang dilakukan di poliklinik RS. Sulaimani, Iraq pada April 2007-November 2008 menunjukkan bahwa faktor predisposisi otomikosis menggunakan pelembab telinga (94,5%), kebiasaan membersihkan telinga sendiri (62,63%), penggunaan ototopical agents berlebihan (36,26%), dermatopitosis (19,78%).

Trauma umumnya disebabkan oleh garukan karena gatal pada telinga dan merasa telinga tersumbat (serumen) sehingga dengan alat apapun yang dapat digunakan (kuku jari, batang korek api, kertas, kep rambut dan pengorek telinga) Infeksi dapat terjadi sebagai akibat perubahan pH kulit liang telinga yang biasanya asam menjadi basa sehingga proteksi

Trauma umumnya disebabkan oleh garukan karena gatal pada telinga dan merasa telinga tersumbat (serumen) sehingga dengan alat apapun yang dapat digunakan (kuku jari, batang korek api, kertas, kep rambut dan pengorek telinga) Infeksi dapat terjadi sebagai akibat perubahan pH kulit liang telinga yang biasanya asam menjadi basa sehingga proteksi

Dokumen terkait