• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diagram superelevasi pada S – S

Dalam dokumen GEOMETRIK jalan (Halaman 26-50)

TS SC=CS TS

Kiri Sb.Jln

-2% Kanan -2%

LS L

Gambar 2. 9 Diagram Superelevasi pada S – S 2. 2. 5 Pelebaran Perkerasan pada Tikungan ( Widening )

Untuk membuat tikungan pelayanan suatu jalan tetap sama, baik pada bagian lurus maupun tikungan, prlu diadakan pelebaran pada perkerasan tikungan. Pelebaran perkerasan pada tikungan tergantung pada :

a. Jari- jari tikungan ( R ) b. Sudut tikungan ( Δ ) c. Kecepatan Tikungan ( Vr )

Rumus Umum :

Dimana :

B = lebar perkerasan pada tikungan ( m ) n = jumlah jalur lalu lintas

b’ = lebar lintasan truk pada tikungan Td = lebar melintang akibat tonjolan depan

Z = lebar tambahan akibat kelainan dalam mengemudi C = kebebasan samping ( 0, 8 ) m

Rumus :

Jurusan Teknik Sipil PNUP

B = n ( b’ + C ) + ( n – 1 ) Td + Z

b' = 2, 4 + R - R2 - P2 Td = R2 + A ( 2 P + A ) – R 0, 0105 . Vr

Dimana :

R = jari- jari tikungan

P = jarak ban muka dan ban belakang ( 6, 1 ) A = jarak ujung mobil dan ban depan ( 1, 2 ) Vr = keecepatan rencana

Rumus :

Dimana :

B = lebar jalan W = B - L

L = lebar badan jalan ( Kelas II B = 7, 0 )

Syarat :

Bila B ≤ 7 tidak perlu pelebaran Bila B > 7 perlu pelebaran

2. 3 Alinement Vertikal ( Profil Memanjang )

Alinement vertikal adalah garis potong yang dibentuk oleh bidang vertical melalui sumbu jalan. Profil ini menggambarkan tinggi rendahnya jalan terhadap muka yanah asli, sehingga memberikan gambaran terhadap kemampuan kendaraan naik atau turun dan bermuatan penuh.

Pada alinyemen vertical bagian yang kritis adalah pada bagian lereng, dimana kemampuan kendaraan dalam keadaan pendakian dipengaruhi oleh panjang kritis, landai dan besarya kelandaian. Maka berbeda dengan alinyemen horizontal, disini tidak hanya pada bagian lengkung, tetapi penting lurus yang pada umumnya merupakan suatu kelandaian.

2. 3. 1 Landai Maksimum dan Panjang Maksimum Landai

Landai jalan adalah suatu besaran untuk menunjukkan besarnya kenaikan atau penurunan vertical dalam satu satuan jarak horizontal ( mendatar ) dan biasanya dinyatakan dalam persen ( % ).

Maksud dari panjang kritis landai adalah panjang yang masih dapat diterima kendaraan tanpa mengakibatkan penurunan kecepatan truck yang cukup berarti. Dimana untuk panjang kelandaian cukup panjang dan mengakibatkan adanya pengurangan

kecepatan maksimum sebesar 30 – 50 % kecepatan rencana selama satu menit perjalanan.

Kemampuan kendaraan pada kelandaian umumnya ditentukan oleh kekuatan mesin dan bagian mekanis dari kendaraan tersebut. Bila pertimbangan biaya menjadi alasan untuk melampaui panjang kritis yang diizinkan, maka dapat diterima dengan syarat ditambahkan jalur khusus untuk kendaraan berat.

Syarat panjang kritis landai maksimum tersebut adalah sebagai berikut :

Landai maksimum (%) 3 4 5 6 7 8 10 12

Panjang Kritis 400 330 250 200 170 150 135 120 Tabel 2. 4 Syarat Panjang Kritis Landai Maksimum

Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya, Dept. PU

2. 3. 2 Lengkung Vertikal

Pada setiap penggantian landai harus dibuat lengkung vertical yang memenuhi keamanan, kenyamanan, dan drainage yang baik. Lengkung vertical yang digunakan adalah lengkung parabola sederhana. Lengkung vertical adalah suatu perencanaan alinyemen vertical untuk membuat suatu jalan tidak terpatah- patah.

½ LV ½ LV

½ LV

½ LV

Gambar 2. 10 Lengkung Vertikal Cembung

b. Lengkung vertical cekung

½ LV ½ LV

Gambar 2. 11 Lengkung Vertikal Cekung

Pada lengkung vertical cembung yang mempunyai tanda ( + ) pada persamaannya dan lengkung vertical cekung yang mempunyai tanda ( - ) pada persamaannya. Hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

a. Pada alinyemen vertical tidak selalu dibuat lengkungan dengan jarak pandangan menyiap, tergantung pada medan, klasifikasi jalan, dan biaya.

b. Dalam menentukan harga A = G1 – G2 terdapat 2 cara dalam penggunannya, yaitu :

• Bila % ikut serta dihitung maka rumus yang dipergunakan adalah seperti di atas.

• Bila % sudah dimasukkan dalam rumus, maka rumus menjadi :

2. 3. 3 Jarak Pandang

G1 - G 2 y = 300

Jarak pandang adalaha jarak dimana pengemudi dapat melihat benda yang menghalanginya, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak dalam batas mana pengemudi dapat melihat dan menguasai kendaraan pada satu jalur lalu lintas. Jarak pandang bebas ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :

a. Jarak Pandang Henti ( dh )

Jarak pandang henti adalah jarak pandang minimum yang diperlukan pengemudi untuk menghentikan kendaraan yang sedang berjalan setelah melihat adanya rintangan pada jalur yang dilaluinya. Jarak ini merupakan dua jarak yang ditempuh sewaktu melihat benda hingga menginjak rem dan jarak untuk berhenti setelah menginjak rem.

Rumus :

Dimana :

dh = jarak pandang henti dh = dp + dr

dp = 0, 287 . V . tr

V2 dr =

dp = jarak yang ditempuh kendaraan dari waktu melihat benda dimana harus berhenti sampai menginjak rem

dr = jarak rem

Vr = kecepatan rencana ( km/ jam )

L = kelandaian

Fm = koefisien gesek maksimum = - 0, 000625 . Vr + 0, 19 ( + ) = pendakian

( - ) = penurunan

b. Jarak Pandang Menyiap ( dm )

Jarak pandang menyiap adalah jarak yang dibutuhkan untuk menyusul kendaraan lain yang digunakan hanya pada jalan dua jalur. Jarak pandang menyiap dihitung berdasarkan panjang yang diperlukan untuk melakukan penyiapan secara normal dan aman.

Jarak pandang menyiap ( dm ) untuk dua jalur dihitung dari penjumlahan empat jarak.

Rumus :

Dimana :

dl = jarak yang ditempuh selama kendaraan menyiap = 0,278. tr ( V – m + ½ . a. tr )

d2 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan menyiap selama dijalur kanan = 0, 278 . Vr. t2

d3 = jarak bebas antara kendaraan yang menyiap dengan kendaraan yang datang

d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang dating = 2/3 . d2

V = kecepatan rencana tr = waktu ( 3, 7 – 4, 3 ) detik t2 = waktu ( 9, 3 – 10, 4 ) detik

m = perbedaan kecepatan ( 15 km/ jam ) a = percepatan rata- rata ( 2, 26 – 2, 36 ) 2. 4 Galian dan Timbunan

Pada perencanaan jalan raya, diusahakan agar volume galian dan timbunan sama. Dengan mengkombinasikan antara alinyemen vertical dan horizontal, memungkinkan kita untuk menghitung banyaknya volume galian dan timbunan pada suatu pekerjaan konstruksi jalan raya.

Langkah- langkah dalam menghitung volume galian dan timbunan adalah sebagai berikut :

1. Penentuan station ( jarak patok ), sehingga diperoleh panjang orizontal jalan dari alinyemen horizontal.

2. Menggambarkan profil memanjang yang memperlihatkan perbedaan muka tinggi tanah asli dengan tinggi tanah asli dengan tinggi muka perkerasan yang akan direncanakan.

3. Menggambarkan profil melintang pada setiap titik station sehingga dapat dihitung luas penampang galian dan timbunan.

4. Menghitung volume galian dan timbunan dengan menggunakan cara koordinat. Masukkan koordinat x dan y yang selanjutnya dijumlahkan masing – masing titik. Dari hasil perkalian tersebut untuk mendapatkan luasnya dikalikan ½ hasil totalnya lalu dikalikan dengan jarak patok untuk mendapatkan volume pekerjaan.

2. 5 Perencanaan Tebal Perkerasan 2. 5. 1 Uraian Umum

Jenis konstruksi perkerasan yang akan dibahas adalah konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat, lapisan- lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

Umur rencana perekerasan jalan ditentukan atas dasar pertimbangan- pertimbangan klasifikasi fungsional jalan, pola lalu lintas serta nilai ekonomi jalan yang bersangkutan, yang tidak terlepas, yang tidak terlepas dari pola pengembangan wilayah. 2. 5. 3 Lalu Lintas

Lalu lintas harus dianalisa berdasarkan atas :

• Hasil perhitungan volume lalu lintas dan komposisi beban sumbu berdasarkan data terakhir ( ≤ 2 tahun terakhir ) dari pos- pos resmi setempat

• Kemungkinan perkembangan lalu lintas sesuai dengan kondisi dan potensi- potansi social ekonomi daerah yang bersangkutan, serta daerah- daerah lainnya yang berpengaruh terhadap jalan yang direncanakan, agar pendugaan atas tingkat perkembangan lalu lintas ( I ) serta sifat- sifat khususnya dapat dipertanggungjawabkan.

2. 5. 4 Konstruksi Jalan

Konstruksi jalan terdiri dari tanah dan perkerasan jalan. Penempatan besaran rencana tanah dasar dan material- material yang akan menjadi bagian dari konstruksi perkerasan, harus didasarkan atas penilaian hasil survey dan penyelidikan laboratorium oleh seorang ahli.

 Lapis pondasi bawah ( sub base )  Lapis Pondasi ( base )

 Lapis permukaan ( surface course )

Gambar 2. 12 Bagian- bagian perkerasan jalan

Sumber : Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan, Dept. PU

2. 5. 4. 1 Tanah Dasar

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat- sifat dan daya dukung tanah dasar. Dari bermacam- macam cara pemeriksaan untuk menentukan kekuatan tanah dasar, yang umum sigunakan adalah cara CBR.

LAPIS PERMUKAAN LAPIS PONDASI ATAS

Dalam hal ini digunakan nomogram penetapan tebal perkerasan, maka harga CBR tersebut dapat dikorelasikan terhadap daya dukung tanah ( DDT ).

Penentuan daya dukung tanah dasar berdasarkan evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium tidak dapat mencakup secara detail sifat- sifat dan daya dukung tanah dasar sepanjang suatu bagian jalan. Koreksi- koreksi perlu dilakukan baik dalam tahap perencanaan detail maupun pelaksanaan sesuai dengan kondisi setempat.

2. 5. 4. 2 Lapis Pondasi Bawah (LPB)

Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :

1. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban roda

2. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan- lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya

3. Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi 4. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar

Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap roda- roda alat- alat besar atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.

2. 5. 4. 3 Lapis Pondasi Atas ( LPA )

Fungsi lapis pondasi atas antara lain :

2. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan

Bahan – bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban- beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik- baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik.

Bahan alam yang dapat digunakan sebagai bahan pondasi antara lain batu pecah, kerikil pecah, stabilisasi tanah dengan semen atau kapur.

2. 5. 4. 4 Lapis Permukaan (Surface Course)

Fungsi lapis pondasi permukaan antara lain :

1. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda

2. Sebagai lapisan rapat air untuk melidungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca

3. Sebagai lapisan aus

Bahan untuk lapisan permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan beban roda lalu lintas.

2. 5. 5 Penentuan Besaran Rencana

Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya, yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut tabel di bawah ini :

Lebar Perkerasan Jumlah Jalur ( m )

L < 5, 50 m 5, 50 m ≤ L < 8, 25 m 8, 25 m ≤ L < 11, 25 m 11, 25 m ≤ L < 15, 00 m 15, 00 m ≤ L < 18, 75 m 18, 75 m ≤ L < 22, 00 m 1 jalur 2 jalur 3 jalur 4 jalur 5 jalur 6 jalur

Tabel 2. 5 Hubungan lebar perkerasan dan jumlah jalur

Sumber : Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan, Dept. PU

Koefisien distribusi (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut tabel di bawah ini :

Jumlah Jalur

Kendaraan Ringan * Kandaraan Berat **

1 arah 2 arah 1 arah 2 arah

1 jalur 2 jalur 3 jalur 4 jalur 5 jalur 6 jalur 1, 00 0, 60 0, 40 1, 00 0, 50 0, 40 0, 30 0, 25 0, 20 1, 00 0, 70 0, 50 1, 00 0, 50 0, 475 0, 45 0, 425 0, 40 Keterangan :

* berat total < 5 ton misalnya mobil penumpang dan pick up

** berat total ≥ 5 ton misalnya bus, truck, traktor, semi trailer, trailer Tabel 2. 6 Tabel Koefisien distribusi

Sumber : Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan, Dept. PU

2. 5. 5. 2 Angka Ekivalen

Angka ekivalen ( E ) masing- masing golongan beban sumbu ( setiap kendaraan ) ditentukan menurut rumus di bawah ini :

Jurusan Teknik Sipil PNUP

Beban I sumbu tunggal kg 4 Angka Ekivalen sumbu tunggal = 8160

Beban I sumbu tunggal kg 4

2. 5. 5. 3 Lalu Lintas

1. Lalu lintas Harian Rata- rata ( LHR ) setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur rencana yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masing- masing arah pada jalan dengan median

2. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus :

3. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus :

4. Lintas Ekivalen Tengah ( LET ) dihitung dengan rumus :

5. Lintas Ekivalen Rencana ( LER ) dihitung dengan rumus : LEP = C x LHRawal x E LEA = LHRakhir x C x E ∑ LEP + ∑ LEA LET = 2 LER = LET x FP UR FP =

2. 5. 5. 4 Daya Dukung Tanah Dasar

Daya dukung tanah dasar ( DDT ) ditetapkan berdasarkan grafik kolerasi. Sementara ini dianjurkan untuk mendasarkan daya dukung tanah hanya kepada pengekuran nilai CBR.

Untuk mendapatkan CBR rata- rata yang tidak terlalu merugikan, maka disarankan agar dapat merencanakan perlerasan suatu ruas jalan perlu dibuat segmen- segmen dimana beda atau variasi CBR dari suatu segmen tidak besar.

2. 5. 5. 5 Faktor Regional

Seperti diketahui bahwa rumus- rumus dasar daripada pedoman perencanaan perkerasan ini diambil dari hasil percobaan AASHTO dengan kondisi percobaab tertentu. Karena kanyataan di lapangan yang dihadapi mungkin tidak sama kondisinya dengan kondisi AASHTO maka perlu diperhitungkan apa yang disebut factor regional sebagai factor koreksi sehubungan dengan perbedaab kondisi tersebut. Kondisi yang dimaksud antara lain keadaan lapangan dan iklim yang dapat memepengaruhi keadaan pembebanan, daya dukung tanah dasar dan perkerasan.

Dengan demikian dalam penentuan tebal perkerasan ini factor regional hanya dipengaruhi oleh bentuk alinyemen (kelandaian dan tikungan), persentase kendaraan berat dan yang berhenti, serta iklim dan curah hujan.

2. 5. 5. 6 Indeks Permukaan

Ciri khas dari cara perencanaan perkerasan adalah dipergunakannya indeks permukaan (IP) sebagai ukuran dasar dalam menentukan nilai perkerasan ditinjau dari kepentingan lalu lintas, indeks permukaan ini menyatakan nilai dari kerataan/ kehalusan serta kekokohan permukaan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat.

Adapun beberapa nilai IP serta artinya adalah sebagai berikut :

IP = 1, 0 Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.

IP = 1, 5 Menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin.

IP = 2, 0 Menyatakan tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih mantap. IP = 2, 5 Menyatakan permukaan jalan masih cukup baik dan stabil.

Dalam menentukan Indeks Permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu dipertimbangkan factor- factor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen rencana (LER), menurut daftar di bawah ini :

LER ( Lintas Ekivalen Rencana )

Klasifikasi Jalan

Lokal Kolektor Arteri Tol

< 10 10 – 100 100 – 1000 > 1000 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -1,5 1,5 – 2,0 2, 0 1,0 – 2,5 1,5 – 2,0 2, 0 2,0 – 2,5 2,5 -2, 5 Tabel 2. 7 LER dan klasifikasi fungsional jalan

Sumber : Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan, Dept. PU

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (Ipo), perlu dipoerhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana, menurut daftar dibawah ini :

Indeks Permukaan pada awal umur rencana (Ipo)

Jenis Lapisa Permukaan Ipo Roughness (mm/km)

Laston Lasbutag HRA Burda Burtu Lapen > 4 3,9 – 3,5 3,9 – 3,5 3,4- -3,0 3,9 - 3,5 3,4 – 3,0 3,9 – 3,5 3,4 – 3,0 3,4 – 3,0 2,9 – 2,5 < 1000 > 1000 < 2000 > 2000 < 2000 > 2000 < 2000 > 2000 < 3000 > 3000

Latasburn Buras Latasir Jalan Tanah Jalan Kerikil 2,9 – 2,5 2,9 – 2,5 2,9 – 2,5 <2,4 <2,4 Tabel 2.8

Sumber : Pedoman Penentuan Tabel Perkerasan

2. 5. 6 Penentuan Besaran Rencana

2. 5. 6.1 Persentase Kendaraan pada Jalur Rencana

Indeks Tebal Perkerasan ( ITP ) dinyatakan dengan rumus : ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3

a1a2a3 = Koefisien kekuatan relatif bahan-bahan perkerasan D1D2D3 = tebal masing-masing perkerasan (cm)

Angka-angka 1,2,3 masing- masing berarti lapis permukaan, lapis pondasi atas, lapis pondasi bawah.

2. 5. 6.2 Koefisien Kekuatan Relatif

Koefisien kekuatan relatif masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis permukaan, pondasi atas dan pondasi bawah ditentukan secara korelasi sesuatu dengan marshall test, kuat tekan atau CBR.

Daftar dibawah ini menunjukkan nilai koefisien relatif dari tiap-tiap lapisan .

Kekuatan Kekuatan Bahan Jenis Bahan Relatif a1 a2 a3 MS Kt CBR (Kg) Kg/cm2 (%) 0,40 744 0,35 590 0,32 454 LASTON 0,30 340 0,35 744 0,31 590 0,28 454 Asbuton 0,26 340

0,30 340 Hot Rolled Asphalt

0,26 340 Aspal macadan 0,25 LAPEN (mekanis) 0,20 LAPEN (manual) 0,28 0,26 LASTON ATAS 0,24 0,23 LAPEN (mekanis) 0,19 LAPEN (manual)

0,15 22 Stabilitas tanah dengan kapur

0,13 18

0,15 22 Stabilitas tanah dengan semen

0,13 18

0,14 100 Pondasi Macadam (Basah)

0,12 60 Pondasi Macadam (Kering)

0,14 100 Batu Pecah (Kelas A )

0,13 80 Batu Pecah (Kelas B )

0,12 60 Batu Pecah (Kelas C )

0,13 70 Sirtu / Pitrun (Kelas A)

0,12 50 Sirtu / Pitrun (Kelas B)

0,11 30 Sirtu / Pitrun (Kelas C)

0,10 20 Tanah/ Lempung Kepasiran

Kuat Tekan stabilisasi tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke- 21 Tabel 2.9

Sumber : Pedoman Penentuan tebal Perkerasan, Dept PU

2. 5. 6.3 Batas-batas minimum tebal lapisan 1. Lapis Permukaan ITP Tebal Minimum (cm) Bahan <,3,00 3,00 – 6,70 6, 1 – 7,49 7,50 – 9,99 >10,00 5 7,5 7,5 10 Lapis pelindung/BURAS,BURTU,BURDA LAPEN/aspal macadam,HRA,asbuton,LASTON LAPEN/aspal macadam,HRA,asbuton,LASTON Lapis pelindung/BURAS,BURTU,BURDA LASTON Tabel 2.10

Tabel Lapisan Permukaan 2. Lapis Pondasi

ITP Tebal Bahan

Minimum (cm)

<3,00 15 Batu Pecah, Stabilitas tanah dengan semen, Stabilitas tanah dengan kapur

3,00 - 7,49 20 Batu Pecah,Stabilitas tanah dengan semen, Stabilitas tanah dengan kapur

10 LASTON ATAS

7,50 - 9,99 20*) Batu Pecah, Stabilitas tanah dengan semen, Stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam

15 LASTON ATAS

10,0 - 12,24 20 Batu Pecah, Stabilitas tanah dengan semen, Stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam LAPEN, LASTON ATAS

>12,25 25 Batu Pecah, Stabilitas tanah dengan semen, Stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam LAPEN, LASTON ATAS

*) Batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah digunakan materrial berbutir kasar.

Penentuan Kelas Jalan raya P

Penentuan Faktor yang E

Mempengaruhi Perenc, Geometrik M

Kendaraan Rencana A

Kecepatan Rencana N

Kelandaian T

A

Jurusan Teknik Sipil PNUP Perencanaan Geometrik Penentuan Klasifikasi Jalan Alternatif Terbaik Perenc.Geometrik Jalan

Penilaian Hasil Analisa Perenc. Geometrik Jalan

Alternatif Rencana Perenc.

Perancangan

Dalam dokumen GEOMETRIK jalan (Halaman 26-50)

Dokumen terkait