• Tidak ada hasil yang ditemukan

A7 mi dapat dibenarkan oleh Islam.

Adapun faktor kemiskinan atau banyak anak tidak|da- pat dibenarkan oleh Islam sebagai alasan untuk melakukan tubektomi. Tetapi la dapat menggunakan cara-cara/alat-alat

^Wawancara dengan fcustaqin, Departemen Agama Pro- pinsi Jawa Timur, Surabaya, 17 Maret 1981.

contrasepsi lain yang diizinfcan oleh Islam, misalnya kon-

dom, oral pill dan sebagainya.

Islam tidak membenarkan vasektomi/tubektomi dipakai

sebagai cara/usaha kontrasepsi, karena ada beberapa hal

yang prinsipiil ialah: 1) tubektomi/vasektomi mengakibat- kan pemandulan tetap, Hal ini bertentangan dengan tujuan pokok perkawinan menurut Islam; 2) mengubah ciptaan Tuhan, dengan memotong dan menghilangkan sebagian dari tubuh ma­ nusia yang aehat dan berfungsi (saluran mani); 3) melihat aurat orang lain (aurat besar),^®

Pada prinsipnya agama Islam melarang orang melihat aurat orang lain, meskipun sama jenis kelaminnya. Hal ini berdasar hadith Nabi yang artinya,

Janganlah laki-laki melihat aurat laki-laki lain dan janganlah pererapuan melihat aurat perempuan lain dan jjanganlah bersentuhan seorang laki-laki dengan laki- laki lain di bawah sehelai selimut, dan tidak pula seorang perempuan dengan perempuan lqin di bawah sa- tu selimut (Kiwayat Muslim). ~

Pendapat Ahmad Ramali mengenai mengobati perempuan oleh laki-laki atau laki-laki oleh perempuan:

1. memeriksa dan mengobati perempuan oleh laki-laki atau laki-laki oleh perempuan sekali-kali tiada terlarang dalam agama Islam;

2. dengan tidak ada keperluannya, haram/terlarang bagi tiap-tiap laki-laki melihat seseorang perempuan yang bukan muhrimnya;

43

» h. 42.

3. tiada terlarang melihat seorang perempuan sakit oleh seorang Sabib laki-laki untuk keperluan meme- rikea dan mengobati penyakitnya, Seluruh tubuhnya, genitalia dan sekitarnya, maka perlu si sakit di- temani oleh seorang keluarga laki-laki yang terde- kat atau suaminya, atau olehcjtjuannya, kalau yang diperiksa itu seorang hamba,

Semua peraturan di atas sudah cukup jelas, naraun demikian masih ada saja dinegeri kita pendapat-pendapat dari para ulama-ulama yang bertentangan dengan aturan yang sejelas itu lebih-lebih dari pihak kaum orthodox yaitu pendapat yang nienolak perempuan diperiksa dan diobati oleh dokter laki-laki,

Maiahan di Java Barat orang merasa perlu mengemuka- kan pertanyaan kepada ulama-ulama Persatuan Islam di Ban­ dung, apakah diizinkan seorang perempuan yang hendak ber- salin ditolong seorang dokter atau dukun laki-laki? Jawab- nya, bahwa pertolongan dari dokter laki-laki hanya boleh diminta dalam keadaan terpaksa yaitu: (1) kalau tidak ada bidan atau dukun perempuan; (2) kalau bidan atau dukun

yang diminta pertolongannya itu tidak sanggup lagi mengurus jika tidak dibantu oleh dokter laki-laki,^1

Dalam soal yang pelik ini ternyata kebijaksanaan Pemerintah yang mengadakan ikhtiar, supaya perempuan-

^°Ahmad Kamali, Peraturan-peraturan untuk mernell- hara kesehatan dalam hukum 3.1ara* Islam, cet. III. Balal Pustaka* Jakarta, 1968, h. 38-40,

perempuan yang hendak naik haji diperiksa oleh dokter-

dokter perempuan tetapi dikota-kota beear eudah lama her- kurang juga keberatan-keberatan tentang perempuan dipe- rlksa oleh dokter laki-laki begitu juga sebaliknya.

KK8IMPULAN DAB SARAH

Dalam bab terakhlr Ini saya mencoba menyimpulkan dari uraian pada bab-bab eebelumnya.

1* Keluarga berencana yang menjadi program pemerintah me- libatkan juga ummat Islam yang merupakan mayoritas rak- yat Indonesia*

2. Pada dasarnya keluarga berencana dibenarkan oleh hukum Islam dan dikuatkan dengan bukti-bukti hadith Nabi Mu­ hammad saw., bahkan di zaman Rasulullah masih hidup cara pencegaban kehamilan (azl) sudah pernah dipersoalkan dan flabi Muhammad saw, tidak melarangnya.

5. Berbagai macam care dan teknik kontrasepsi yang teiah dikenal dan dikembangkan, tetapi tidak semua cara-cara kontrasepsi tersebut dibenarkan oleh hukum Islam*

4* Disepakati oleh para ulama dan sarjana Islam bahwa cara kontrasepsi yang dapat dibenarkan oleh hukum Islam ada­ lah yang analog! dengan azl (coitus interuptus).

5. Tubektomi jelas tidak analogi dengan cara azl, karena tidak hanya mencegah kehamilan tetapi juga menyebabkan kemandulan yang tetap*

6* Tubektoir,! jelas dilarang oleh hukum Islam karena alasan- 46

alasan sebagai berikut*

a. bahwa tubektomi dilakukan dengan merusak atau meru- bah jasad kodrati pada tubuh manusia;

b. bahwa tubektomi menyebabkan pemandulan yang perma- nen;

c* bahwa tubektomi pelaksanaannya banyak dilakukan oleh dokter pria, eedangkan dalam hukum Islam, di­ larang seorang laki-laki melihat aurat seorang wa­ nita.

Saran

1. liendaklah pemerintah, pemuka dan cendekiawan Islam me- ngusahakan cara sterilisasi yang reversible, sehingga penerlmaan masyarakat akan lebih besar.

2. Agar pemerintah, pejabat dan petugas keluarga berencana aerta dokter, atau petugas kesehatan lainnya mengusaha- kan cara yang digunakan murah, dalam arti tidak memberi beban kepada calon akseptor maupun kepada pemerintah. 3. Agar pemerintah meninjau kembali kebijaksanaannya ter-

hadap pelaksanaan tubektomi dan cara-cara sterilisasi yang lain. Bila mungkin diadakan legallsaei sterilisasi ini, atau paling tidak peraturan yang menyatakan bahwa steriliBasi tidak terlarang, dengan demikian dapat di- lanc&rkan sebagai program naeional.

3. Tubektomi hanya dilakukan dalam keadaan darurat karena 47

Abi Abdillah Muhammad ibn Ismail Al Bukhari, Matfaan Al Bukharl Jug If Sulaiman Mar'i, Singapura, 1967.

Affandi B. et.al., Sterlllsasl_Pa_s£<L_Peraallnan. Naskah Lengkap Konggres Obstetri & Ginekologi Indonesia II, Surabaya, 1973*

Achmad Kamali, Peraturan-peraturan Memeliharfl Kesehatan

Dalam Hukum Svara1 Ialam. Cet. III. Balal Pustaka. Jakarta, 1979.

Ali Akbar, Keluarga Berencana Dltin.lau Dari Hukum Islam. Binacipta, Jakarta, 1968.

Agung Suhadi, et. al*, Sterillgael Daparaekopik Denman Clncln Falooe. Majalah Obstetri & Ginekologi Indone­

sia vol. VI( Yogyakarta, 1979.

Ariawan Soejoenoes, StgrillgAal_Ku_liLQ^kQi?lii* Majalah Obs- tetri dan Ginekologi Indonesia, Vol. I, Ho. I, Jakar­ ta, 1974.

As Shan'ani Imam Muhammad ibn Ismail, Subuluasalam. Juz IIIf Mahtabatu Tijaratial Kubra, Mesir, 1966.

Departenien Agama HI, Al Qur'an. dan ter.1emahannva. Cet. I, Bumi Kestu, Jakarta, 1975.

Fritz Khan, Keluarga dan Masvar^at (Terjemahan Bambang Soemantri/, Cet. IV, Kagic Center, Jakarta, No, 991, 1967.

Halim Wibisono, Program. KB/K jperkotaan di Jawa Timur. Ma- 1a3ah Keluarga Berencana Di Jawa Timur, Surabaya,

1981*

Hariadi R., _Peraniin_S_terlll6aai Wanita Dalaa_Keluarga Be­ rencana. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Vol. I , No, I, Jakarta, 1974.

Hermien Hadiati, i^engantar Hukum Islam. Jilid I, Express, Surabaya, 1974.

Imam Muslim, Jami*ushshaheh Juz I * Asyaqafiah, Surabaya, . 1956*

Judfta Mlnggu. Jakarta, 18 September 1973, 48

Kafrawi, et* al* ( Keluarga Berencana Dltlnmu Dari Segi Agama-agama Besar Djflunla. BKXBi*f Jakarta, 1977*

Mardani Suryono Dipo, Kebi.lakeanaan Pemerintah Mengenai ffflfiaJrflh,Ke^uMffl Befep.q^na Dj Keluarga Berencana Di Indonesia, Cet. I, Bina Ilmu, Surabaya, 1974*

Moenawar Ghalil KH. f Kemball Kepada A1 Qur’an Dan Aa Sun- nah■ Get, V F Bulan Bintang, Jakarta, 1977.

Muhammad Abd* Salam ftadkur, K^uarga Berencana Ditin.lau Dari Sggl Syar.1* at Islam * Biro Penerangan dan Moti- vaai, BKKBM” Jakarta, 1970.

Saidihardjo, Dasar-dasar Kependudukan. Gajah Mada, Xogya- karta, Januarl, 1974.

Siti Moetmainnah et. al., Beberapa Aspek Penehambat Ste- Tlllflasl_PQajmartum Di K S . Dr. Kariadl Semarang. Naekah Lengkap Sidang llmiah Konggres Obstetrl dan

Uinekologl Indonesia, Vol. I, Mo. I, Juli, 1979. Soedarto, Masalah Ketenafiaan Dalam Pelaksanaan Program

KB/K Perkotaan. Majalah Keluarga Berencana Di Per- kotaan Jawa Timur, Surabaya, 1981.

Sudradji Sumapraja, Sterilisasi Pada,Wanita. Majalah Obstetrl dan Ginekologi, Vol. I, Ho. I, Juli, 1974.

Dokumen terkait