• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sanksi yang Diberikan Terhadap Pemilik Bangunan Gedung yang Melanggar Garis Sempadan Bangunan (GSB) Melanggar Garis Sempadan Bangunan (GSB)

METODE PENELITIAN

Bagan 3.2 Komponen-Komponen Analisis Data

4.1 Hasil Penelitian

4.1.3 Sanksi yang Diberikan Terhadap Pemilik Bangunan Gedung yang Melanggar Garis Sempadan Bangunan (GSB) Melanggar Garis Sempadan Bangunan (GSB)

Garis Sempadan Bangunan (GSB) ditentukan agar dalam pembangunan gedung dilakukan tidak sembarangan. GSB juga dimaksudkan agar terciptan pemukiman yang nyaman, rapi dan aman dengan bangunan yang teratur sesuai dengan GSB..

Untuk membangun sebuah rumah harus memperhatikan kondisi di sekutar bangunan. Bangunan harus memperhatikan batas kanan, batas kiri, batas depan maupun belakang bagunan gedung. Hal ini disebabkan sebuah bangunan gedung terkait dengan lingkungan di sekitarnya, baik lingkungan umum maupun pemukiman.

Aspek dalam mendirikan bangunan gedung tersebut dapat berupa persyaratan teknis serta administratif yang disesuaikan dengan fungsi sebuah bagunan gedung baik sebagai hunian maupun fungsi yang lain seperti bangunan gedung sebagai sarana umum, misalnya perkantoran atau peretokoan. Persyaratan dalam pembangunan bangunan gedung tertuang dalam peraturan tentang tata bangunan serta lingkungan yang telah ditetapkan pemerintah atau pemerintah daerah.

Banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi dalam mendirikan bangunan gedung, kadang membuat orang mengabaikan persyaratan yang telah ditetapkan dalam peraturan tentang bangunan gedung. Salah satu pelanggaran terhadap persyaratan dalam pendirian bangunan gedung yaitu pelanggaran terhadap Garis Sempadan Bangunan atau GSB.

Di dalam Pasal 13 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung telah menyebutkan bahwasanya sebuah bangunan haruslah memiliki berbagai persyaratan jarak bebas bangunan yang di dalamnya meliputi GSB serta jarak antar bangunan. Selain itu juga dalam membangun sebuah rumah, perlu sudah mendapatkan standarisasi dari pihak pemerintah yang tercantum dalam SNI No. 03-1728-1989. Standar tersebut isinya mengatur setiap orang yang akan mendirikan bangunan haruslah memenuhi berbagai persyaratan lingkungan di sekitar bangunan, di antaranya adalah larangan untuk membangun di luar batas GSB.

Dijelaskan dalam Pasal 13 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung bahwa Garis Sempadan Bangunan atau GSB memiliki arti sebuah garis yang membataskan jarak bebas minimum dari sisi terluar sebuah massa bangunan terhadap batas lahan yang dikuasai. Pengertian ini dapat disimpulkan bahwa GSB ialah batas bangunan yang diperbolehkan untuk dibangun rumah atau gedung.

Patokan serta batasan untuk cara mengukur luas GSB ialah as atau garis tengah jalan, tepi pantai, tepi sungai, rel kereta api, dan/atau juga jaringan tegangan tinggi. Hingga kalau sebuah rumah kebetulan berada di

pinggir sebuah jalan, maka garis sempadannya diukur dari garis tengah jalan tersebut sampai sisi terluar dari bangunan di tanah yang dikuasai si pemilik.

Untuk faktor yang menentukan GSB ialah letak atau tempat dari lokasi bangunan tersebut berdiri. Rumah yang letaknya di pinggiran jalan, GSB-nya ditentukan oleh fungsi serta kelas jalan. Untuk lingkungan pemukiman standardnya ialah berkisar antara 3 sampai dengan 5 m.

Pandangan tentang sisi bangunan terluar masih rancu oleh masyarakat. Beberapa menyebutkan bahwa sisi bangunan terluar ialah pagar rumah itu sendiri. Tapi sebenarnya adalah dari sisi luar fisik bangunan itu sendiri dengan komposisi lengkap dimulai dari sloof, pondasi, pasangan bata, jendela, pintu, atap dan plafond.

Kalau melakukan renovasi sebuah rumah, menambah bangunan melewati batasGSB masih ditolerir. Tetapi tak boleh juga dengan sembarangan melakukannya. Terdapat beberapa hal yang ditolerir yang masih dapat dibenarkan. Toleransi ini berlaku bagi bangunan sifatnya struktur, dan bukan bangunan ruang. Contohnya adalah elemen pergola yang berfungsi sebagai penyangga atap carport. Tetapi dalam membuat pergola tersebut juga tidak boleh sembarangan. Atap pergola itu tidak diperbolehkan menjorok ke lahan atau keluar pagar.

Undang-undang serta peraturan mengenai GSB ini dibuat agar pemukiman disekitar bangunan gedung teratur dan aman. Bisa dibayangkan jika pemukiman bangunan gedung menjadi tidak teratur disebabkan para penghuninya yang sesukanya dalam membangun dan mengembangkan

bangunan gedung. Penghuninya dengan sesuka hati mengembangkan bangunan gedung serta memaksimalkan lahan disekitarnya. Seperti membuat kamar baru atau ruangan lainnya melewati batas GSB hingga terlalu dekat dengan pagar.Dan ada penghuni yang membuat jalan menuju carport melebih batas pagar, sampai melewati batas jalan walau sedikit. Hasilnya sebuah pemukiman akan tidak sedap untuk dipandang, serta tidak teratur.

Selain dari faktor estetika, GSB ini dibuat juga untk kepentingan kemanan para pengendara kendaraan bermotor atau sepeda yang di depan sebuah bangunan gedung. Apabila Sebuah bangunan gedung berada di simpang jalan atau biasa disebut rumah hook, rumah seperti ini membuat jalan akan rawan dengan kecelakaan. Kecelakan tersebut terjadi dikarenakan sipengendara tak melihat pengendara lain dari arah yang berlawanan. Jarak lepas bebas pandang sipengendara akan terganggu, sebab akan tertutup oleh bangunan di hook tersebut yang terlalu menjorok keluar batas GSB.

Untuk bangunan yang di persimpangan sebuah jalan, ada dua ketentuan GSB, yaitu dari sisi muka bangunan tersebut serta dari samping bangunan itu. Ini sering dilupakan atau sengaja dilupakan oleh pemilik rumah. Mereka akan membangun berdasarkan satu GSB saja. Beberapa orang dengan sengaja merapatkan bangunannya salah satu sisi batas lahan, hingga melewati GSB samping. Sebenarnya tidak hanya rumah yang berada di simpang jalan yang memiliki ketentuan GSB samping. Tapi semua bangunan gedung harus memiliki GSB.

Pasal 36 Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung menyebutkan bahwa setiap bangunan gedung yang didirikan tidak boleh melanggar ketentuan jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan dalam RTRW kota, RDTRK, dan/atau RTBL. Ketentuan jarak bebas bangunan gedung ditetapkan dalam bentuk :

a. GSB gedung dengan as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi; dan

b. jarak antara bangunan gedung dengan batas-batas persil, jarak antar bangunan gedung, dan jarak antara as jalan dengan pagar halaman yang diizinkan pada lokasi yang bersangkutan, yang diberlakukan per kaveling, per persil, dan/atau per kawasan.

Penetapan garis sempadan bangunan gedung dengan tepi jalan, tepi sungai, tepi pantai, tepi danau, jalan kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi didasarkan pada pertimbangan keselamatan dan kesehatan. Penetapan jarak antara bangunan gedung dengan batas-batas persil, dan jarak antara as jalan dan pagar halaman yang diizinkan pada lokasi yang bersangkutan harus didasarkan pada pertimbangan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan. Penetapan jarak bebas bangunan gedung atau bagian bangunan gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah didasarkan pada jaringan utilitas umum yang ada atau yang akan dibangun.

Pelanggaran terhadap GSB dalam pendirian bangunan masih ditemui di Kelurahan Gajahmungkur Semarang. Salah satu kasus pelanggaran terhadap ketentuan di dalam Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5

Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung yang terjadi di kota Semarang, khususnya di wilayah Kelurahan Gajahmungkur Kecamatan Gajahmungkur, berdasarkan Surat Perintah Pembongkaran yang diterbitkan oleh Dinas Tata Kota dan Perumahan Kota Semarang, pembongkaran tersebut dilakukan terhadap bangunan rumah toko (ruko). Bangunan tersebut dibongkar karena melanggar Garis Sempadan Bangunan (GSB). Selain itu, rumah toko (ruko) itu berdiri melebihi di lahan yang seharusnya digunakan untuk fasilitas umum yang fungsinya untuk mendukung keberadaan ruko yaitu sebagai tempat parkir dan bangunan ini tidak sesuai peruntukannya berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kota Semarang sehingga tidak dapat diproses izin mendirikan bangunannya.

Terhadap pelanggaran GSB di Kelurahan Gajahmungkur Semarang tersebut peran Dinas Tata Kota dan Perumahan Semarang yaitu melakukan peringatan kepada pelaku. Peringatan dilakukan secara tertulis sebanyak 3 (tiga) kali. Surat peringatan dimaksudkan agar pemilik bangunan gedung memperbaiki bangunan gedung yang sedang atau telah dibangunan sesuai dengan ketentuan GSB. Jika peringatan yang diberikan tidak dipatuhi dan atau dilaksanakan maka dikeluarkan Surat Perintah Pembongkaran. Surat Perintah Pembongkaran diberikan bersamaan dengan Surat Peringatan III. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Djaru Upoyo yang menyatakan:

“DTKP hanya sebagai pihak untuk memberikan Surat Perintah apabila terjadi pelanggaran. Yang DTKP lakukan yaitu dengan memberikan Surat Peringatan 1, jika dalam waktu 3 hari belum ada niat baik, maka diterbitkan Surat Peringatan 2, dan jika dalam waktu 7 hari belum ada niat baik juga, maka bisa langsung diterbitkan Surat Peringatan 3 bersama SP 4 (Surat Perintah Pembongkaran) dari DTKP

ditujukan ke Satpol PP.” (Wawancara dengan Djaru Upoyo, ST., Kepala Seksi Tata Bangunan Dinas Tata Kota dan Perumahan Kota Semarang, pada hari Selasa, 31 Mei 2016 di DTKP Kota Semarang)

Surat Peringatan tersebut berisi tentang pelanggaran yang telah dilakukan pelanggar dan perintah untuk menyesuaikan bangunan gedung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya terhadap pelanggaran GSB maka pemilik bangunan gedung dimintai untuk menyesuaikan GSB bangunan gedungnya sesuai aturan, jika bangunan gedung yang sedang atau sudah dibangun tidak dilengkapi dengan IMB maka pelanggar diminta untuk melengkapinya.

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat diketahui bahwa peran Dinas Tata Kota dan Perumahan (DTKP) Kota Semarang dalam penanganan pelanggaran GSB bangunan gedung yaitu peran administratif. DTKP Kota Semarang tidak mempunyai kewenangan melakukan penindakan sebagai bagian dari penegakan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung.

Untuk mengenai penanganan pelanggaran terhadap Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung kaitannya dengan pelanggaran melebihi Garis Sempadan Bangunan (GSB) di Kelurahan Gajahmungkur Semarang berikut ini diberikan sesuai dengan contoh kasus sebagai berikut:

1. Pelaku dan pelanggaran yang dilakukan

Pelaku pelanggaran terhadap GSB yaitu Djunawan, SH., umur 49 tahun lahir di Semarang Agama Kristen Pekerjaan Swasta Alarnat Aspol

Kepatihan 1 RT. 03/I Karicacing Sidomukti Salatiga, yang bersangkutan diperiksa sebagai tersangka dalam pelanggaran Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung Pasal 189 jo pasal 20 dan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011 sampai dengan 2031 Pasal 168 jo 159 (Berita Acara Pemeriksaan Tersangka tanggal 5 April 2016).

Tersangka diperiksa karena melakukan pembangunan Ruko di Jl. Sultan Agung Kelurahan Gajahmungkur Semarang melanggar Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung. Pelanggaran tersebut berupa bangunan yang melebihi GSB yang merupakan jalan fasilitas umum dan tidak dimilikinya IMB bangunan tersebut.

2. Diketahuinya pelanggaran

Diketahuinya pelanggaran berdasarkan laporan keberatan dari pemilik Apotik Kimia Farma atas pembangunan terhadap Bangunan Ruko di JI. Sultan Agung Kelurahan Gajahmungkur disamping Apotik Kimia Farma. Keberatan diajukan dengan surat No.02/VIII/KFA19/2015 perihal keberatan dengan pendirian bangunandi samping apotek Kimia Farma.

Apotik Kimia Farma melakukan pelaporan terhadap pembangunan ruko di samping apotek Kimia Farma karena telah melebihi GSB sehingga menyebabkan berkurangnya tempat terbuka umum yang

sebelumnya digunakan untuk lahan parkir kendaraan konsumen. Hal ini tentu mengganggu kenyamanan, keamanan dan ketertiban.

“Terhadap laporan yang masuk segera ditindak lanjuti dengan menerima laporan yang bersangkutan. Selanjutnya dilakukan langkah-langkah peninjauan lokasi. Setelah diperoleh data yang pasti kemudian dilakukan koordinasi dengan instansi terkait, khususnya Satpol PP.”(Wawancara dengan Djaru Upoyo, ST.,

Kepala Seksi Tata Bangunan Dinas Tata Kota dan Perumahan Kota Semarang, pada hari Selasa, 31 Mei 2016 di DTKP Kota Semarang).

“Satpol PP juga melakukan hal yang sama jika mendapat laporan dari pihak manapun tentang adanya pelanggaran. Setelah dicek kebenarannya selanjutnya dilakukan langkah-langkah tindakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.”(Wawancara dengan Aniceto Magno da Silva, S.Sos., SH., Kepala Bidang Penegakan Perda Satpol PP Kota Semarang, pada hari Senin, 30 Mei 2016 di Satpol PP Kota Semarang).

3. Peringatan dan Surat Penghentian Pekerjaan Pembangunan (SP4)

“Peringatan dan Surat Penghentian Pekerjaan Pembangunan (SP4) dimaksudkan agar pelanggar memenuhi kewajibannya.Jika kewajiban pelanggar telah dilakanakan maka pembangunan dapat dilanjutkan kembali.”(Wawancara dengan Djaru Upoyo, ST., Kepala Seksi Tata Bangunan Dinas Tata Kota dan Perumahan Kota Semarang, pada hari Selasa, 31 Mei 2016 di DTKP Kota Semarang).

Pada kasus tersebut, terhadap pelanggaran yang dilakukan, Dinas Tata Kota dan Perumahan Kota Semarang telah melakukan peringatan. Namun peringatan tersebut tidak dipatuhi oleh pelanggar. Kemudian DTKP mengeluarkan Surat Penghentian Pekerjaan Pembangunan (SP4) Nomor : 640/66 tanggal 22 September 2015. Adapun SP4 tersebut pada pokoknya berisi:

a. Pelanggar agar segera menghentikan seluruh kegiatan pembangunan di Jl. Komplek Ruko Sultan Agung Kelurahan Gajahmungkur,

Kecamatan Gajahmungkur karena belum memiliki Ijin Mendirikan Bangunan ( IMB)

b. Diminta segera datang di Kantor Dinas Tata Kota dan Perumahan Kota Semarang untuk pengarahan secara teknis.

c. Selanjutnya pelanggar diminta segera mulai menyesuaikan pembangunan / pengurusan ijin sesuai dengan aruran yang berlaku. d. Apabila dalam waktu 7 ( Tujuh ) x 24 Jam belum melaksanakan item

c dimaksud, akan dikenakan tindakan lanjut berupa penyegelan bangunan / lahan..

4. Penyelidikan dan Penyidikan

Berdasarkan Surat Peringatan IV dari DTKP Kota Semarang dan keberatan terhadap bangunan Bangunan Ruko di JI. Sultan Agung Kelurahan Gajahmungkur Semarang tersebut dilakukan penyelidikan dan penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Satpol PP Kota Semarang.Penyelidikan dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Tugas Nomor : Sprin-Gas/151/IX/2015/Satpol.PP dan penyidikan dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Tugas Nomor : SP.SIDIK/49/IX/2015/ Satpol.PP.

Adapun PPNS Satpol PP Kota Semarang yang mendapat tugas melakukan penyelidikan dan penyidikan yaitu:

a. Nama : Eko Suroyo, SH.

Pangkat/Gol/NIP : Penata/lll.c/19720217 1992 031 004 Jabatan : PPNS

b. Nama : Djono Mursito

Pangkat/Gol/NIP : Penata Muda Tk.I/ll.b/19630125 1991 031 007 Jabatan : PPNS

c. Nama : Hendri Djuanda

Pangkat/Gol/NIP : Pengatur/II.c/19720218 200212 1 004 Jabatan : Staf PPNS

5. Pemanggilan

Pemanggilan terhadap tersangka dilakukan untuk pemeriksaan dalam rangka penyidikan. Pada pemanggilan I tersangka datang memenuhi panggilan penytidik

6. Pemeriksaan

Terhadap dugaan pelanggaran Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung dilakukan pemeriksaan dengan hasil yang pada pokoknya tersangka mengakui telah melakukan pelanggaran sebagaimana yang disangkakan.

Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kebenaran dari dugaan adanya penyimpangan baik tertangkap tangan atau diketahui sendiri oleh petugas. Pemeriksaan dapat dilakukan melalui wawancara maupun pemeriksaan terhadap obyek fisik yang diduga melanggatr. (Wawancara dengan Aniceto Magno da Silva, S.Sos., SH., Kepala Bidang Penegakan Perda Satpol PP Kota Semarang, pada hari Senin, 30 Mei 2016 di Satpol PP Kota Semarang).

7. Penyegelan

Setelah diterbitkannya Surat Penghentian Pekerjaan Pembangunan (SP4) pelanggar tidak juga menyesuaikan pembangunan / pengurusan ijin sesuai dengan aruran yang berlaku sehingga DTKP Kota Semarang

mengeluarkan rekomendasi segel kepada Satpol PP Kota Semarang. Selanjutnya Kepala Satpol PP Kota Semarang mengeluarkan Surat Perintah Penyegelan dengan Surat Perintah Nomor 331.1/1137 tanggal 6 Oktober 2015.

“Penyegelan dilakukan agar obyek tidak mengalami upaya-upaya penyelesaian pekerjaan sepanjang pelanggaran belum diselesaikan.”(Wawancara dengan Djaru Upoyo, ST., Kepala Seksi Tata

Bangunan Dinas Tata Kota dan Perumahan Kota Semarang, pada hari Selasa, 31 Mei 2016 di DTKP Kota Semarang).

Gambar 4.3 Penyegelan Obyek Pelanggaran

Sumber: http://beritajateng.net/satpol-pp-kota-semarang-segel-ruko-tak-berizin-di-sultan-agung/

Berdasarkan gambar tersebut nampak bahwa penyegelan dilakukan denganmenutup bangunan gedung. Penyegelan dilakukan dengan melibatkan instansi terkait khusus pengawalan.

8. Penghentian Sementara Kegiatan Bangunan

Penyegelan dilanjutkan dengan penghentian/penutupan sementara kegiatan bangunan gedung oleh Satpol PP Kota Semarang. Pada Berita Acara Penghentian Sementara tanggal 7 Oktober 2015 disebutkan bahwa penghentian Sementara ini dilaksanakan sampai dengan Pemilik /

Penanggung jawab / Penghuni / pengelola yang berkepentingan telah memenuhi kewajibannya untuk mengajukan perijinan sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku sebagaimana yang di atur dalam Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung.

Gambar 4.4 Penghentian Sementara Kegiatan Pembangunan Sumber:

http://metrosemarang.com/satpol-pp-segel-bangunan-setengah-jadi-di-kompleks-ruko-sultan-agung

9. Pembongkaran

Pembongkaran akan dilakukan jika pelanggar tidak juga memenuhi kewajibannya hingga Penghentian Sementara Kegiatan Bangunan. Adapun kegiatan penyegelan pada kasus tersebut dilakukan sebagai berikut:

a. Rekomendasi pembongkaran

Rekomendasi pembomgkaran disampaikan oleh DTKP Kota Semarang kepada Satpol PP Kota Semarang. Berdasarkan rekomendasi pembongkaran Nomor 640/1144 tanggal 27 Oktober

2015 dapat diketahui bahwa rekomendasi pembongkaran sebagai berikut:

Bahwa kegiatan pembangunan di Jl Komplek Ruko Sultan Agung Kelurahan. Gajahmungkur, Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang, sampai dengan saat ini pemilik tidak ada etikat baik untuk : 1) Mengajukan pennohonan lijn Mendirikan Banganan (IMB ) ke

Pemerintah Kota Semarang;

2) Telah dilaksanakan Penyegelan oleh Tim terkait Pemerintah Kota Semarang pada hari Rabu 7 Oktober 2015

3) Untuk itu direkomendasikan untuk segera dilakukan tindakan pembongkaran atas bangunan tersebut.

b. Permohonan Pembongkaran Kepada Walikota

Berdasarkan rekomendasi pembongkaran dari Kepala DTKP Kota Pekalongan maka Kepala Satpol PP Kota Semarang mengajukan permohonan bangunan gedung kepada Walikota Semarang. Adapun surat permohonan pembongkaran disampaikan dengan pertimbangan tanah yang berada disamping apotek Kimia Farma 19 Sultan Agung yang didirikan bangunan Jl. Komplek Ruko Sultan Agung Kelurahan. Gajahmungkur, Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang merupakan fasilitas umum sehingga mendesak untuk dibongkar. c. Gelar perkara

“Gelar perkara dilakukan untuk menemukan fakta-fakta hukum mengenai pelanggaran yang dilakukan.gelar perkara dilakukan untuk mendapatkan kronologis terjadinya pelanggaran.”(Wawancara dengan Aniceto Magno da Silva, S.Sos.,

SH., Kepala Bidang Penegakan Perda Satpol PP Kota Semarang, pada hari Senin, 30 Mei 2016 di Satpol PP Kota Semarang)..

Sebelum dilakukan pembomgkaran dilakukan gelar perkara rencana pembongkaran. Gelar perkara dihadiri oleh instansi terkait, yaitu:

1) BPPT Kota Semarang 2) DTKP Kota Semararg

3) Bagian Hukum Setda Kota Semarang 4) Polsek Gajahmungkur

5) Koramil Gajahmungkur 6) Camat Gajahmungkur 7) Lurah Gajahmungkur

Berdasarkan Hasil Laporan Gelar Perkara disimpulkan bahwa: 1) Lokasi bangunan ruko di Jl. Sultan Agung menempati tanah fasum

sehingga nrelanggar Perda Kota SemarangNomor 14 Tahun 2011 tentang Tata Ruang dan Tata Wilayah Pasal 168 Jo pasal 159. Bahwa bangunan ruko tersebut beium memiliki IMB sehingga melanggar Perda Kota Semarang Nomor 5 tahun 2009 tentang Bangunan Gedung Pasal 189 Jo Pasal 20;

2) Bahwa pihak DTKP Kota Semarang sesuai dengan Peraturan Walikota Semarang Nomor 38 Tahun 2012 tentang Pengawasan dan Penertiban Bangunan Gedung sudah mengeluarkan surat teguran - rekomendasi bongkar tetapi tidak diindahkan oleh pemilik bargunan.

3) Satpol PP akan melaksanakan pembongkaran setelah ada surat. perintah dari Walikota Semarang.

d. Pelaksanaan Pembongkaran

Pelaksanaan pembongkaran dilaksanakan dua tahap yaitu: 1) Pembongkaran sukarela

Pembongkaran sukarela merupakan pembongkaran yang dilakukan sendiri oleh pemilik bangunan gedung.Pembongkaran sukarela dilaksanakan dengan surat perintah bongkar yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung yang melanggar.

“Perintah pembongkaran seringkali tidak dilaksanakan karena pemilik bangunan gedung tidak mau mengalami kerugian atas biaya yang dikelaurkan selama pembangunan.”(Wawancara dengan Aniceto Magno da Silva, S.Sos., SH., Kepala Bidang Penegakan Perda Satpol PP Kota Semarang, pada hari Senin, 30 Mei 2016 di Satpol PP Kota Semarang).

Pada contoh kasus pemilik diberikan surat perintah bongkar. Pelanggar diperintahkan untuk segera melaksanakan pembongkaran bangunan sendiri serta mengamankan barang-barang dalam waktu 7 x 24 jam sejak tanggal surat perintah bongkar ditandatangani.

Apabila dalam jangka waktu yang telah ditetapkan pelanggar belum melaksanakan pembongkaran bangunan dimaksud, maka dilakukan tindak hukum berupa pembongkaran paksa oleh Tim Yustisi Pemerintah Kota Semarang.

Pembongkaran paksa dilakukan dalam hal pelanggar tidak mau secara sukarela membongkar bangunannya. Pembongkaran paksa dilaksanakan oleh Satpol PP berkoordinasi dengan instansi terkait khususnya kepolisian untuk mengamankan jalannya pembongkaran.

Sebelum melakukan pembongkaran, Kepala Satpol PP meminta persetujuan dari Walikota untuk melakukan pembongkaran terhadap bangunan gedung yang melakukan pelanggaran. Permohonan persetujuan pembongkaran disampaikan melalui surat Nomor : 640/1299. Berdasarkan permintaan persetujuan tersebut Walikota Semarang mengeluarkan surat perintah tugas kepada Satpol PP Nomor : 331.1/1456 untuk melakukan pembongkaran.

Berdasarkan surat perintah tugas Nomor : 331.1/1456 Walikota Semarang memerintahkan:

a) Melakukan pembongkaran terhadap Bangunan di Ji. Komplek Ruko Sultan Agung Keluarahan Gajahmungkur Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang.

b) Melakukan koordinasi dengan pihak Kepolisian dan Kejaksaan Negeri Semarang.

c) Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan kepada Walikota Semarang

d) Melaksanakan perintah dengan sebaik-baiknya dan penuh rasa tanggung jawab.

Setelah Walikota Semarang memberikan persetujuannya untuk melakukan pembongkaran terhadap bangunan gedung yang melanggar peraturan daerah, maka Kepala Satpol PP memerintahkan kepada anggotanya untuk melakukan pembongkaran. Adapun surat perintah tersebut pada pokoknya berisi:

a) Melakukan pembongkaran terhadap Bangunan di Ji. Komplek Ruko Sultan Agung Keluarahan Gajahmungkur Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang.

b) Melaporkan hasil kegiatan kepada Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Semarang.

c) Melaksanakan perintah dengan penuh rasa tanggung jawab.

Gambar 4.5 Pembongkaran Bangunan

Sumber: http://jateng.tribunnews.com/2015/12/31/diduga-belum-kantongi-izin-bangunan-ruko-di-sultan-agung-ini-dibongkar-paksa

4.2 Pembahasan

4.2.1

Faktor yang Menyebabkan Pemilik Bangunan Gedung Mendirikan Bangunan Gedung Melebihi Garis Sempadan Bangunan (GSB)

Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas dapat diketahui masih ditemui masyarakat Kelurahan Gajahmungkur Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang yang mendirikan bangunan gedung melebihi Garis Sempadan Bangunan (GSB). Adapun faktor yang menyebabkan masyarakat mendirikan bangunan gedung melebihi GSB antara lain:

1. Faktor Hukum

Faktor hukum dalam hal ini peraturan perundang-undangan yang mengatur sanksi hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung masih dianggap terlalui ringan sehingga tidak terlalu memberikan efek memaksa bagi pelanggar.

Hal ini seperti disampaikan oleh Djaru Upoyo, ST yang menyoroti