• Tidak ada hasil yang ditemukan

dilaksanakan bulan Januari sampai Desember 2015

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keberadaan jenis tanah di Kabupaten Buton dan Buton

Selatan sangat beragam, berdasarkan pengamatan dilapangan dan ditunjang dengan Gambar 21. Peta Kesesuaian Lahan untuk beberapa komoditas Pertanian di kabupaten Buton

Laporan Tahunan BPTP Sultra TA.2015 67 data analisa labolatorium bahwa terdapat 2 (dua) jenis order tanah yaitu Alfisols dan Inceptisols. Tanah-tanah Inceptisols yang telah disawahkan umumnya mempunyai status kesuburan tanah sedang sampai tinggi. Kadar C organiik, K2O, dan KTK-tanah rendah sampai sedang merupakan faktor yang berpengaruh. Sedangkan pada Inceptisols lahan kering status kesuburannya umumnya sangat rendah sampai tinggi dengan nilai P, K dan KTK rendah sampai sedang kecuali kejenuhan basa sedang sampai sangat tinggi. Untuk tanah sawah diperlukan penambahan pupuk K dan bahan organik, dan untuk lahan kering diperlukan penambahan kadar bahan organik dan pupuk P dan K. Hasil pengamatan lapangan dan Klasifikasi tanah dan didukung oleh analisis Labolatorium untuk kabupaten Buton memiliki kemasaman (pH) dari 6,30 hingga mendekati 7,45 (netral) , kadar C/N Rasio tinggi, Kadar P < 15 (sangat rendah) hingga 41-60 (tinggi) dan K < 10 (rendah) hingga 41-60 (tinggi). Untuk tingkat kemasaman tanah (pH) di kabupaten Buton Selatan rata-rata netral bahkan ada yang mencapai 8,11. Hal ini dimungkinkan karena bahan induk dari tanah berasal dari batuan karang yang telah mengalami proses lebih lanjut dan banyak mengandung hara Ca dan Mg. Curah Hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh iklim, keadaan geografi dan pertemuan/perputaran arus udara. Curah hujan sepanjang tahun 2003 sampai dengan 2012 tercatat rata-rata 146,4 hari hujan/tahun, Temperatur rata-rata 27 0C, dengan tingkat kelembaban sebesar 81 %. Berdasarkan Klasifikasi Zona Agroekologi (ZAE) maka di Kabupaten Buton dan Buton Selatan terdapat 3 (tiga) zona yaitu Zona II (tipe lahan untuk pemanfaatan perkebunan atau tanaman tahunan, zona III (tipe lahan untuk wanatani atau agroforestry) dan IV (tipe lahan untuk pemanfaatan lahan tanaman pangan). Dari segi ekonomi komoditas tanaman pangan seperti padi sawah, padi ladang, jagung dan beberpa tanaman perkebunan seperti jambu mete, kopi dan kakao layak untuk dikembangkan, karena nilai R/C lebih dari 1. Komoditas padi sawah dan padi ladang di kabupaten Buton potensinya sangat besar untuk dikembangkan sesuai dengan kelas kesesuaianya.

KESIMPULAN. Klasifikasi tanah di Kabupaten Buton dan Buton Selatan pada tingkat

order terdapat 2 (dua) jenis order tanah yaitu Alfisols dan Inceptisols . Kondisi landform di Kabupaten Buton terdiri empat Grup Yaitu Landform Aluvial Landform Karst, Landform Tektonik dan Landform Volkan. Untuk Kabupaten Buton Selatan Terdapat 3 (tiga) landform yaitu Landform Karst, Landform Tektonik dan Landform Marin. kelas kesesuaian antara lain sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3) dan tidak sesuai (N). Berdasarkan Klasifikasi Zona Agroekologi (ZAE) maka di Kabupaten Buton dan Buton selatan terdapat 3 (tiga) Zona yaitu Zona II (tipe lahan untuk pemanfaatan perkebunan atau tanaman tahunan) , Zona III (tipe lahan untuk wanatani atau agroforestry) dan Zona IV (tipe lahan untuk pemanfaatan lahan tanaman pangan). Dari segi ekonomi komoditas tanaman pangan seperti padi sawah, padi ladang, jagung dan beberpa tanaman perkebunan seperti jambu mete, kopi dan kakao layak untuk dikembangkan, karena nilai R/C lebih dari 1. Komoditas padi sawah dan padi ladang di kabupaten Buton potensinya sangat besar untuk dikembangkan sesuai dengan kelas kesesuaianya.

Gambar 22. Peta Kesesuaian lahan untuk beberapa komoditas pertanian di Kab. Buton Selatan

Laporan Tahunan BPTP Sultra TA.2015 68

SARAN. Hasil dari penilitian ini dapat dijadikan rujukan bagi petani, pemerhati

pertanian, pihak swasta yang ingin berinvestasi dan pemegang kebijakan didaerah yaitu pemerintah daerah Kabupaten Buton dan kabupaten Buton Selatan untuk merencanakan pembangunan pertanian terutama dalam mengembangkan komoditas pertanian.

KAJIAN PENGENDALIAN PENYAKIT BLAS DALAM MENDUKUNG PENINGKATAN PRODUKSI PADI SAWAH DI SULAWESI TENGGARA (Didik Rahrajo) PENDAHULUAN. Salah satu penyebab utama senjang hasil pada komoditas padi

sawah di Sulawwsi Tenggara adalah adanya serangan organisme pengganggu tanaman. Sultra merupakan salah satu daerah endemik penyakit blas di Indonesia. Blas merupakan penyakit padi yang paling mendominasi selama 4 musim tanam tahun 2010 – 2011. Penyebab adannya serangan blas selain karena kator lingkungan juga disebabkan oleh belum diterapkanya Pengelolaan tanaman secara menyeluruh terutama dalam hal pemupukan dan penggunaan fungisida yang berlebihan baik dari segi waktu pemberian maupun dosis.

TUJUAN. (1) Mendapatkan paket teknologi untuk pengendalian penyakit blas di

Sulawesi Tenggara. (2) Mengetahui kerugian ekonomi akibat serangan penyakit blas dan karakterisasi pola pengendaliannya di tingkat petani.

METODOLOGI. Komponen teknologi yang dikaji adalah sistem tanam padi atabela

paralon jajar legowo 2:1, pengelolaan hara meliputi aplikasi pupuk N berdasarkan berdasarkan beberapa taraf dosis, dan pengendalian kimawi secara terkontrol. Paket teknologi tersebut dibandingkan dengan teknologi eksisting yang merupakan kebiasaan petani dalam budidaya padi sawah. Luas`lahan yang digunakan 8.800 m2 dengan melibatkan 4 orang petani sebagai kooperator. Kajian sosial ekonomi

dilakukan untuk mengetahui tingkat kerugian ekonomis akibat penyakit blas dan profitabilitas dari komponen teknologi yang diintroduksikan. Kegiatan dilaksanakan di Kecamatan Meluhu, Kabupaten Konawe Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan daerah endemik penyakit blas dan pada lokasi kajian minimal terjadi serangan penyakit blas dalam 2 musim tanam terakhir. Waktu pelaksanaan kajian di lapangan akan dilaksanakan pada musim tanam II (MK) tahun 2015.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Luas Wilayah Kecamatan

Meluhu yaitu 20.703 ha (BPS Kab.Konawe), masyarakat umumnya bermata pencaharian sebagai petani tanaman pangan (padi), dengan luas sawah fungsional di Kecamatan Meluhu yaitu 1.277 ha.(Distan Kab. Konawe). Dalam hal teknologi Padi sawah, belum semua diterapkan oleh petani, dilapangan masih ada yang melakukan penanaman dengan cara dihambur, pemupukan yang belum sesuai dengan rekomendasi, pengendalian hama dan penyakit tidak menerapkan PHT (Pengelolaaan Hama Terpadu). Pada empat lokasi kajian mempunyai hara tanah yang sama yaitu N (sangat tinggi), P ( rendah) dan K (sedang), tekstur tanah lempung berpasir, dan tingkat kemasaman tanah (pH) sangat Gambar 23. Pengamatan pertama

Laporan Tahunan BPTP Sultra TA.2015 69 masam sampai masam. Pada kajian ini khusus pemupukan N (Urea) terdiri dari tiga taraf pemupukan dari rekomendasi PUTS yaitu taraf 50 %, 100 % dan 200 %. Untuk pemupukan P (SP 36) dan K (NPK 15-15-15) dosis 100 % dari rekomendasi PUTS. Hasil pengamatan terhadap intensitas serangan blas menujukkan bahwa semua perlakuan mengalami intensitas berat. Intensitas serangan berkisar antara 46 % - 65 %. Intensitas serangan 46 % pada perlakuan A dan 65 % pada perlakuan D. Intensitas serangan penyakit blas terkait erat dengan skala serangan yang terjadi pada pertanaman Hasil pengkajian dari

sebelas perlakuan yang telah kaji terhadap keragaan tanaman dan keragaan ekonomi maka terdapat dua teknologi yang dapat di introduksikan pada pengendalian penyakit blas yaitu :

1) Perlakuan A : Sistem tanam jajar legowo

2 :1 menggunakan atabela pipa paralon, pemupukan 50 % dari rekomendasi PUTS dan Penggunaan fungisida secara terkontrol.

2) Perlakuan E : Sistem tanam jajar legowo 2 :1 menggunakan atabela pipa

paralon, pemupukan 100 % dari rekomendasi PUTS dan Penggunaan fungisida secara terkontrol.

KESIMPULAN. Dari Kajian ini dapat direkomendasikan mengenai paket teknologi

untuk mengendalikan penyakit Blas pada tanaman padi sawah yaitu perlu dilakukan penanganan secara terpadu mulai dari penentuan benih hingga pengendalian dengan menggunakan Pestisida kimiawi secara bijaksana yaitu :

- Sistem tanam dilakukan secara Jajar legowo baik tanam pindah