• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Macrobrachium rosenbergii de Man

AZAM BACHUR ZAIDY

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup : Dr. Ir. Etty Riani

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Endhay Kusnendar MS 2. Dr. Ir. Eddy Supriyono

Nama Mahasiswa : Azam Bachur Zaidy Nomor Pokok : P 19600009

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA Drs. Bambang Kiranadi, M.Sc, PhD

Ketua Anggota

Dr. Ir. Kardiyo Praptokardiyo Prof. Wasmen Manalu, Ph.D

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Ilmu Perairan Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M.S Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan karuniaNya, sehingga desertasi ini dapat diselesaikan.

Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang diwujudkan dalam bentuk suatu disertasi. Isi disertasi meliputi : latar belakang, identifikasi masalah, kerangka pemikiran, perumusan konsepsi, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode, hasil dan pembahasan, serta kesimpulan.

Atas bimbingan yang diberikan dalam penyelesaian disertasi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Komisi Pembimbing: Dr. Ir. Ridwan Affandi, selaku Ketua, dengan anggota : Dr. Bambang Kiranadi, Dr. Ir. Kardio Praptokardiyo dan Prof. Wasmen Manalu PhD. Ucapan terima kasih kepada Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, dan Ketua Program Studi Ilmu Perairan IPB yang telah memberikan arahan selama penulis mengikuti pendidikan Program S-3. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Etty Riani sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup serta Dr. Ir. Endhay Kusnendar MS dan Dr. Ir. Eddy Supriyono sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka.

Ucapan terima kasih kepada Ketua Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor, Departemen Pertanian dan Ketua Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta, Departemen Kelautan dan Perikanan yang telah memberikan kesempatan dan ijin belajar mengikuti Program S-3 di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan, mulai dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan, pengolahan data, dan penulisan hasil penelitian, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih.

Semoga disertasi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2007 Azam Bachur Zaidy

Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Juni 1958 di Jepara, Jawa Tengah, dari pasangan Muzaid (almarhum) dan Muchanah (almarhum). Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan IPB, lulus tahun 1983. Pada tahun 1987, penulis diterima sebagai mahasiswa program magister sains pada Program Studi Ilmu Perairan, Program Pascasarjana IPB dan lulus pada tahun 1993. Kesempatan untuk melanjutkan studi program doktor pada perguruan tinggi dan program studi yang sama pada tahun 2001.

Penulis bekerja sebagai tenaga pengajar sejak tahun 1983 di Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor, Jurusan Penyuluhan Perikanan. Selama menjadi tenaga pengajar, penulis juga ditugaskan pada institusi pendidikan tersebut sebagai Kepala Unit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat antara tahun 1994-1996, Ketua Jurusan Penyuluhan Perikanan antara tahun 1997-2001 dan Pembantu Ketua Bidang Administrasi Umum 2003-2005. Sampai saat ini penulis menjadi tenaga pengajar di Sekolah Tinggi Perikanan dan aktif melakukan pemberdayaan masyarakat perikanan di berbagai daerah kabupaten/kota.

Penulis menikah dengan Nayu Nurmalia MSi dan dikaruniai 2 anak, yaitu Anaiza Azlia dan Dinan Fakhri.

i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Identifikasi Perumusan Masalah ... 1 Tujuan dan Manfaat ... 3 Konsep Pemecahan Masalah ... 3 Konsep Kerangka Teori ... 3 Prinsip Dasar ... 3 Hipotesis ... 4 TINJAUAN PUSTAKA ... 6 Pertumbuhan Udang ... 6 Lapisan Kulit dan Komponen Pembentuknya ... 7 Proses Molting Udang ... 9 Pengambilan Kalsium dari Air ke dalam Tubuh Udang ... 13 Dinamika Kalsium di Lingkungan ... 17 Lingkungan ... 18

Kesadahan dan Alkalinitas ... 18 Suhu Air ... 19 Salinitas ... 19 Oksigen Terlarut ... 19 METODE PENELITIAN... 21 Tempat dan Waktu Penelitian ... 21 Ruang Lingkup Penelitian ... 21 Pengaruh Penggunaan Kapur pada Laju Peningkatan

Kadar Kalsium Kulit dan Lama Waktu Postmolt

Udang Galah ... 21 Tujuan Khusus ... 21 Rancangan Percobaan ... 21 Bahan Percobaan ... 23 Metode Pengukuran ... 23 Prosedur Percobaan ... 24 Teknik Pengumpulan Data ... 24 Analisis Data ... 25

ii Konsekuensi Penggunaan Kapur pada Lama Waktu

Siklus Molting, Tingkat Konsumsi Pakan dan

Pertumbuhan Udang Galah ... 25 Tujuan Khusus ... 25 Rancangan Percobaan ... 25 Bahan Percobaan ... 27 Metode Pengukuran ... 27 Prosedur Percobaan ... 27 Teknik Pengumpulan Data ... 28 Analisis Data ... 29 Pengaruh Penggunaan Kapur pada Konsumsi Pakan dan

Pertumbuhan Biomas Udang Galah ... 29 Tujuan Khusus ... 29 Rancangan Percobaan ... 29 Bahan Percobaan ... 31 Metode Pengukuran ... 31 Prosedur Percobaan ... 31 Teknik Pengumpulan Data ... 31 Analisis Data ... 31 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33 HASIL ... 33 Pengaruh Penggunaan Kapur pada Laju Peningkatan

Kadar Kalsium Kulit dan Lama Waktu Postmolt

Udang Galah ... 33 Kualitas Air ... 33 Molting Udang ... 35 Periode Postmolt ... 37 Konsumsi Pakan Harian ... 38 Konsekuensi Penggunaan Kapur pada Siklus Molting,

Tingkat Konsumsi Pakan dan Pertumbuhan Udang

Galah ... 39 Kualitas Air ... 39 Kemantapan Kalsium ... 41 Konsumsi Pakan Harian ... 42 Total Konsumsi Pakan ... 43 Pertumbuhan Udang ... 44 Periode Siklus Molting ... 46 Pengaruh Penggunaan Kapur pada Konsumsi Pakan dan

Pertumbuhan Biomas Udang Galah ... 47 Kualitas Air ... 47

iii Pertumbuhan Individu dan Biomas ... 49 Peningkatan Biomas ... 50 Konsumsi Pakan ... 52 PEMBAHASAN ... 54

Lama Waktu Molting dan Kekerasan Kulit ... 54 Laju Pertumbuhan Individu ... 56 Peningkatan Biomas ... 57 Konsumsi Pakan ... 58 SIMPULAN DAN SARAN ... 60 Simpulan ... 60 Saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA ... 61 LAMPIRAN ... 64

iv DAFTAR TABEL

Halaman 1. Ciri-ciri Bagian-Bagian Kulit Dekapoda ... 9 2. Stadia Intermolt Golongan Kepiting (modifikasi) ... 10 3. Natrium, Kalium, dan Kalsium yang terkandung dalam

jaringan metapenaeus pada fase intermolt, dengan satuan

meq/liter dalam darah dan meq/kg berat kering jaringan ... 13 4. Komposisi mineral kulit kepiting intermolt ... 14 5. Parameter kualitas air dan udang serta metode pengukuran ... 23 6. Pengambilan sampel udang dan metode pengukuran

penelitian tahap I ... 25 7. Pengambilan sampel udang dan metode pengukuran

penelitian tahap II ... 28 8. Pengambilan sampel udang dan metode pengukuran

penelitian tahap III ... 31 9. Nilai rataan parameter fisik dan kimia air selama percobaan I ... 34 10.Rataan kadar kalsium kulit setiap tahap ganti kulit ... 36 11.Perkiraan lama waktu postmolt dan intermolt ... 37 12.Rataan konsumsi pakan harian percobaan I ... 38 13.Nilai rataan parameter fisik dan kimia air selama

percobaan II... 40 14.Rataan kadar kalsium kulit postmolt 2 dan 8 hari ... 42 15.Rataan konsumsi pakan harian pada postmolt dan intermolt ... 43 16.Total konsumsi pakan pada postmolt dan intermolt ... 44 17.Rataan lama waktu siklus molting 1, 2, dan 3 ... 46 18.Nilai rataan parameter fisik dan kimia air selama

percobaan III ... 48 19.Peningkatan biomas udang setiap 10 hari ... 50 20.Rataan konsumsi pakan harian percobaan III ... 52 21.Tingkat efisiensi pemanfaatan pakan ... 53

v DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Diagram Alir Pendekatan Kajian Pendayagunaan Kalsium

dalam Media Perairan pada Lama Waktu Pergantian dan Laju Peningkatan Kadar Kalsium Kulit dan Konsekuensinya bagi

Pertumbuhan Udang Galah ... 5 2. Skema Perubahan Bobot Basah dan Bobot Kering Selama

Siklus Molting ... 8 3. Total Kandungan Kalsium dalam Tubuh Kepiting Intermolt

dan pada Postmolt ... 15 4. Hubungan antara Ca2+ yang Masuk ke dalam Tubuh Kepiting

dan Ca2+ di Lingkungan ... 16 5. Transfer Kalsium antara Media, Tubuh, dan Kulit ... 36 6. Pertumbuhan Individu Udang ... 45 7. Laju Pertumbuhan Individu Udang ... 49 8. Bobot Biomas ... 50 9. Peningkatan Biomas ... 51

vi DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Data Penelitian I ... 64 2. Nilai Rataan Parameter Fisik dan Kimia Air Selama

Percobaan I ... 69 3. Uji Statistik Kadar Kalsium Kulit Udang pada Penelitian I ... 71 4. Uji Statsitik Rataan Tingkat Konsumsi Pakan Harian pada

Penelitian I ... 73 5. Data Penelitian II ... 75 6. Nilai Rataan Parameter Fisik dan Kimia Air Selama Percobaan

II ... 85 7. Uji Statistik Rataan Kalsium Kulit Postmolting 2 dan 8 Hari

(mg/g) ... 88 8. Uji Statistik Rataan Tingkat Konsumsi Pakan Harian pada

Berbagai Proses Postmolt dan Intermolt... 90 9. Total Konsumsi Pakan pada Berbagai Proses Postmolt dan

Intermolt ... 92 10.Data Penelitian III ... 94 11.Nilai Rataan Parameter Fisik dan Kimia Air Selama

Percobaan III ... 100 12.Rataan Konsumsi Pakan Harian pada Penelitian III ... 102 13.Peningkatan Biomas Udang Setiap 10 Hari pada Penelitian III ... 104 14.Tingkat Pemanfaatan Pakan pada Penelitian III ... 106

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberhasilan pembenihan udang galah dan harga jual udang galah konsumsi yang cukup tinggi (Rp. 40.000/kg) telah mendorong perkembangan pembesaran udang galah. Pembesaran udang galah di berbagai tipe perairan tawar belum memperhatikan pH dan alkalinitas perairan sehingga produksinya belum memuaskan. Beberapa perairan tawar memiliki pH dan alkalinitas yang rendah yang dapat menghambat pertumbuhan kulit udang sehingga menjadi tipis serta lembek. Hal ini diduga disebabkan kadar kalsium di lingkungan yang rendah sehingga proses pengerasan kulit terhambat.

Pertumbuhan udang merupakan lanjutan dari proses molting. Pada tahap postmolt terjadi proses pengerasan kulit melalui pengendapan kalsium di kulit. Kebutuhan kalsium dapat dicukupi dari makanan dan dari lingkungan, namun peran kalsium lingkungan sangat dominan dalam proses pengerasan kulit udang (Greenway, 1974). Untuk fase pengerasan kulit udang, dibutuhkan kalsium yang cukup tinggi (Frence, 1983). Pada saat premolt bahan kalsium yang diserap, disimpan dalam gastrolit, masuk ke saluran pencernaan dan seterusnya ke hemolimf. Setelah molting, kalsium dari hemolimf digunakan untuk pengerasan eksoskeleton. Kalsium yang berasal dari hemolimf hanya dapat memenuhi sebesar 10% dari kebutuhan kalsium, sisanya diperoleh dari kalsium lingkungan (Greenway, 1985). Terdapat hubungan yang positif antara kadar kalsium hemolimf dan kadar kalsium lingkungan (Adegboye, 1983).

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, perlu dilakukan kajian pendayagunaan kapur sebagai sumber kalsium dalam mempercepat proses postmolt, siklus molting, dan tingkat konsumsi pakan, serta konsekuensinya bagi pertumbuhan udang.

Perumusan Masalah

Budi daya udang galah di suatu perairan asam atau alkalis menghadapi masalah, yaitu pertumbuhan lambat, keropos dengan kulit lembek. Pertumbuhan udang yang semakin menurun terjadi berkenaan dengan rataan konsumsi pakan

harian turun karena proses pengerasan kulit lebih lama sehingga udang tidak segera aktif makan. Sumber sebab pergantian kulit yang lama adalah ketersediaan kalsium terlarut pada media lingkungan hidupnya tidak memadai dan atau terikat dalam bentuk CaCO3.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, ketersediaan kalsium terlarut dalam media lingkungan perlu ditingkatkan sampai tingkat picu untuk menunjang beberapa kali ganti kulit.

Pendekatan masalah kajian pendayagunaan kalsium dalam proses ganti kulit udang galah tersajikan pada Gambar 1.

Fungsi produksi: Y1 = f( X4, TM)/(X1, X3) Y2 = f (Y2,1, X2.2,TA)/( X1, X3) X2,1 = f( X2, TM) = α1X2 X2,2 = f( X2, TA) = α2X2 X2 = X2.1 + X2.2 = (α1 + α2)/X2 Keterangan: Y1 = Kadar Ca kulit

Y2 = Pertumbuhan udang galah X1 = Bobot udang

X2 = Pakan.

X2.1 = Konsumsi pakan sewaktu postmolt X2.2 = Konsumsi pakan sewaktu intermolt X3 = Kualitas air

Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pendayagunaan kapur sebagai sumber kalsium dalam proses peningkatan kadar kalsium kulit dan lama waktu postmolt, serta konsekuensinya bagi pertumbuhan udang galah.

Hasil kajian ini diharapkan dapat dijadikan dasar dalam pengkajian teknologi dan pengelolaan budi daya udang galah dalam pengembangan lahan asam.

Nilai guna laksana dari penelitian ini menjadi dasar bagi perencanaan dan pengelolaan penggunaan kapur pada budi daya udang galah.

Konsep Pemecahan Masalah Konsep Kerangka Teori

Pertumbuhan udang merupakan perpaduan serasi antara pertumbuhan somatik biomas dengan proses pergantian kulit (molting) yang terjadi beberapa kali. Proses molting merupakan pelepasan kulit lama diganti dengan kulit baru yang lebih tipis dengan ukuran sesuai dengan tingkat pertumbuhan biomas. Sejak pelepasan kulit lama, kadar kalsium kulit baru meningkat mencapai setingkat premolt dan berlanjut sampai dengan proses molting berikutnya. Untuk menunjang proses molting tersebut, ketersediaan kalsium dalam media dan atau pakan perlu ditingkatkan. Pada budi daya udang yang menggunakan pakan tertentu, peningkatan ketersediaan kalsium dapat dilakukan melalui penggunaan kapur Ca(OH)2 dari media budi daya.

Prinsip Dasar

Prinsip dasar yang menjadi landasan penentuan dalam peramalan, penerapan, dan pengendalian sistem pembesaran udang dilihat dari permasalahan yang ada dapat dikelompokkan ke dalam dua hal, yaitu proses molting dan tingkat konsumsi makan. Lama waktu postmolt didorong lebih cepat dengan cara menyediakan media dengan kadar kalsium terlarut optimal sehingga proses pengerasan kulit lebih cepat. Prinsip tingkat konsumsi pakan dilakuan dengan cara

mempercepat udang mulai makan secara normal dan mempercepat pertumbuhan somatik sehingga mempercepat siklus molting.

Peramalan yang terjadi pada prinsip ini adalah apabila proses molting berjalan dengan cepat dan aktivitas makan dapat berjalan secara normal maka pertumbuhan udang akan optimal.

Hipotesis

. Apabila penggunaan kapur Ca(OH)2 mampu mempercepat lama waktu ganti kulit (postmolt) serta tingkat kekerasan kulit udang mantap berkelanjutan, menjelang akhir postmolt konsumsi pakan harian meningkat sehingga meningkatkan pertumbuhan individu udang galah dan berkonsekuensi lanjut pada pertumbuhan biomas.

5

Gambar 1. Diagram Alir Pendekatan Kajian Pendayagunaan Kalsium dalam Media Perairan pada Lama Waktu Pergantian dan Laju Peningkatan Kadar Kalsium Kulit Konsekuensinya bagi Pertumbuhan Udang Galah

TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan Udang

Pakan yang masuk ke dalam tubuh udang akan digunakan sebagai sumber energi (metabolisme) untuk menggerakkan semua fungsi tubuh dan bahan untuk pembangunan biomassa tubuh (anabolisme). Peningkatan biomassa udang bergantung pada energi yang tersedia dalam tubuh udang dan ke mana energi tersebut didistribusikan serta digunakan dalam tubuh. Pendekatan tradisional konsumsi pakan, metabolisme, dan pertumbuhan dalam persamaan keseimbangan termodinamika (Ivlev, 1939, Winberg, 1956 dalam Webb 1978).

p.QR = QM + QG

QR = Konsumsi pakan

QM = Metabolisme (katabolisme) QG = Pertumbuhan (anabolisme)

p = Proporsi pakan yang dikonsumsi untuk diasimilasi

Distribusi energi dalam tubuh organisme (Brett, 1970 dan Warren, 1971 dalam Webb, 1978)

QR – (QF + QN) = QS + QL + QSDA + QG + QP

QF = Energi yang hilang lewat kotoran

QN = Energi yang hilang lewat ekskresi (nitrogen) QS = Metabolisme standar

QL = Energi untuk aktivitas metabolisme QSDA = Aksi dinamik spesifik

Pertumbuhan larva dan pascalarva udang merupakan perpaduan antara proses perubahan struktur melalui metamorfosis dan ganti kulit, serta peningkatan biomas sebagai proses transformasi materi dan energi pakan menjadi masa tubuh udang. Pertumbuhan udang umumnya bersifat diskontinu karena setiap ganti kulit sebagian masa hilang sebagai eksuvia (Allen, et al, 1984). Secara skematik, representasi perubahan berat basah dan berat kering selama siklus molting disajikan pada Gambar 2.

Pertumbuhan udang galah dipengaruhi oleh jenis kelamin dan berbagai variabel lainnya. Laju pertumbuhan udang jantan dan betina adalah sama. Pada saat udang betina membutuhkan energi untuk pembentukan ovari, pertumbuhan udang betina lebih lambat. Sampai ukuran 17 g, pertumbuhan udang jantan dan betina sama, dan perbedaan laju pertumbuhan baru terlihat pada ukuran di atas 25 g. Karena udang galah mempunyai variasi yang tinggi dalam pertumbuhan maka disarankan adanya panen selektif untuk mengurangi kompetisi makanan, oksigen, dan teritorial (Fujimura dan Okamoto, 1972 dalam Sendifer dan Smith, 1985).

Di alam, udang galah tergolong omnivora, makan zooplankton (pada saat larva), cacing, serangga, larva serangga, moluska renik dan krustase renik, bijian, algae, dan tanaman air (Ling, 1969 dalam Sendifer dan Smith, 1985). Jumlah pakan yang dikonsumsi setiap hari berkorelasi positif dengan pertumbuhan (Shigueno, 1975). Pakan yang kandungan nutrisinya kurang akan dimakan lebih banyak, sebaliknya ketika pakan mengandung nutrisi yang lebih tinggi, konsumsi pakan akan menurun dan pertumbuhan udang akan lebih cepat. Untuk udang Penaeus, ukuran konsumsi pakan adalah sebesar 2-4% per hari pada kondisi suhu 25oC dan memberikan hasil yang baik.

Lapisan Kulit dan Komponen Pembentuknya

Udang merupakan hewan krustase dari ordo Dekapoda yang permukaan tubuhnya dilapisi oleh kulit yang dibentuk dari protein kompleks berupa khitin. Selain itu, pada kulit krustase tersimpan kalsium karbonat yang berperan sebagai pengeras kulit (Dennel 1960). Khitin sebagai komponen pembentuk kulit tersusun dari polimer anhidro-N-Asetil-glukosamin yang mempunyai berat

B e r a t

Berat kering molt

molt

Waktu

Gambar 2. Skema perubahan bobot basah dan bobot kering selama siklus molting

molekul tinggi dan residunya dihubungkan dengan rantai eter α-glikosida pada atom karbon nomor 1 dan 4. Kulit krustase terdiri atas eksokutikula, endokutikula, dan lapisan membran. Epikutikula pada krustase tidak mengandung khitin dan sedikit mengandung lipid. Konsekuensinya, eksoskeleton tidak kedap air, namun lipoprotein mampu menahan air keluar. Dennel (1960) juga mengungkapkan bahwa ada empat lapisan kulit dekapoda yang terdiri atas, epikutikula, lapisan pigmen, lapisan berkalsium, dan lapisan tidak berkalsium. Lapisan epikutikula tidak mengandung khitin, sedangkan lapisan lainnya mengandung khitin. Lapisan yang mengandung khitin tersebut disebut pula endokutikula (Tabel 1).

Kandungan kalsium karbonat atau kalsit pada kulit udang merupakan faktor penentu keras dan tidaknya eksoskeleton. Namun, menurut Lafon dalam Dannel (1960), di samping dalam bentuk kristal CaCO3, kalsit juga ditemukan dalam bentuk amorf kulit krustase. Magnesium, fosfor, dan sulfat yang terkandung dalam kulit proporsinya juga perlu mendapat perhatian karena menentukan kekerasan kulit.

Berat basah

Model berat basah

Tabel 1. Ciri-Ciri Bagian Kulit Dekapoda (Dennel, 1960) Susunan Komposisi organik Komposisi anorganik Waktu perkembangan - Epikutikula – kutikula - Endokutikula: - Lapisan berpigmen Bukan khitin Khitin Kapur Kapur Premolt Premolt - Lapisan berkalsium - Lapisan tidak berkalsium Khitin Khitin Kapur Kapur Premolt Postmolt

Proses Molting pada Udang

Udang secara alamiah akan mengalami molting atau ganti kulit bila akan tumbuh. Menurut Dennel (1960), proses molting terdiri atas dua tahapan yang penting, yaitu melemahnya atau terputusnya lapisan dalam yang tua dan terlepas dari epidermis. Tahapan kedua adalah tumbuhnya kulit baru yang elastik sehingga memungkinkan udang tumbuh atau bertambah ukurannya.

Dalam kehidupannya, udang mempunyai beberapa fase yang secara sederhana digambarkan oleh Passano (1960) sebagai fase premolt, molt, postmolt, dan intermolt. Fase intermolt merupakan interval antara satu molting dengan molting berikutnya, yang di dalamnya terdapat stadia-stadia yang menggambarkan proses pengerasan kulit udang. Passano (1960) membagi fase ini menjadi stadia A, B, C, D, dan E. Stadia E merupakan stadia molting yang menuju ke stadia A (Tabel 2).

Pada udang, stadia D menempati peran yang penting dibandingkan pada kepiting karena berperan dalam proses pembentukan kulit (eksoskeleton) dan pertumbuhan menjadi lambat. Hepatopankreas berperan membantu organ untuk menumpuk cadangan mineral selama stadia C4 dan menyimpannya untuk kemudian diserap kembali dari eksoskeleton selama stadia D. Mineral yang disimpan sebagian besar berupa kalsium dan magnesium fosfat. Kation digunakan dalam mineralisasi postecdysial kutikula, sedangkan fosfat digunakan untuk sintesis khitin.

Selama intermolt (C3 s/d D1), kandungan mineral pada hepatopankreas mengalami penggandaan, pada kepiting jumlahnya 20-30% dari berat kering hepatopankreas.

Tabel 2. Stadia intermolt golongan kepiting (modifikasi) Drach dalam Passano (1960)

Stadia Nama Ciri-ciri Aktivitas

Makan/ tidak Air (%) Lamanya (%) Stadia A A1 Baru molting

Secara kontinyu menyerap air dan permukaan mineralisasi

Sedikit Tidak - 0,5

A2 Lemah Mineralisasi eksoskeleton (kulit luar)

Sedikit Tidak 86 1,5

Stadia B

B1 Kulit tipis Ekskresi dari endokutikula mulai

Dipertim-bangkan

Tidak 85 3,0

B2 Kulit tipis Pembentukan endokuti kulamulai aktif

Penuh Mulai 83 5,0

Stadia C

C1 Keras Jaringan utama tumbuh Penuh makan 80 8,0 C2 Keras Pertumbuhan jaringan kontinyu Penuh makan 76 13

C3 Keras Perlengkapan eksoskeleton; lapisan membran terbentuk

Penuh makan 68 15

C4 Keras “Intermolt”, penumpukan simpanan bahan organik

Penuh makan 61 30+

Stadia D

Penuh makan

D0 Proecdysis Epidemis dan hepatopankreas aktif

Penuh makan 60 10+?

D1 Proecdysis Epikutikula terbentuk dan mulai terbentuk duri saraf

Penuh makan - 5

D2 Pengelupasan Eksoskeleton mulai mengeluarkan sekresi

Penuh Menurun - 5

D3 Pengelupasan Sebagian besar skeleton diserap kembali

Menurun Tidak Naik 3

D4 Menjelang

molting

Kulit mulai robek Sedikit Tidak Naik 1

Unsur anorganik yang paling penting dalam tubuh udang galah adalah kalsium, dan unsur tersebut sangat banyak terkandung dalam eksoskeleton, yaitu pada bagian kulit, kulit badan, dan proventrikulus. Kalsium dalam tubuh udang berperan sebagai (1) pembentuk eksoskeleton, (2) pengatur pembekuan darah, (3) pengatur denyut jantung, (4) pengatur fungsi tubuli ginjal, (5) pengatur otot saraf untuk bekerja secara normal, (6) pengatur aktivitas beberapa jenis enzim, dan (7) sebagai pengatur permeabilitas sel (Lockwood, 1967).

Sumber kalsium bagi udang dapat berasal dari pakan dan media hidupnya (Deshimaru, et.al, 1978). Penyerapan kalsium dalam rongga usus memerlukan energi yang bergantung pada enzim ATPase. Dalam darah, kalsium terdapat dalam (1) bentuk terikat oleh protein, terutama albumin dan dapat berfusi, (2) bentuk ion, dan (3) bentuk ikatan kompleks, yaitu fosfat, bikarbonat dan ikatan sitrat (Djojosoebagio, 1987). Transport aktif kalsium dalam darah dipengaruhi oleh vitamin D.

Untuk keperluan pengerasan kulit pada endokutikula, udang mempergunakan kalsium dan garam mineral lain dari media eksternalnya, dan diendapkan di eksoskeleton berupa CaCO3 selama fase postmolt. Pada stadia D3 (premolt = proecdysis) terjadi penyerapan kembali (resorption) mineral kalsium yang selanjutnya diekskresikan atau disimpan sementara di hepatopankreas (Passano, 1960). Sejumlah besar kalsium yang dibutuhkan untuk memulai mineralisasi setelah molting berasal dari reabsorpsi eksoskeleton lama, kemudian dimobilisasi dan disimpan di gastrolit. Gantrolit pada Orconectes virilis terbentuk di antara dinding kutikular usus bagian depan dan di bawah epidermis. Ketika molting, gastrolith masuk ke lumen usus bagian depan dan secara bertahap dipecah dan beberapa diserap oleh epitelium usus dan hepatopankreas. Kalsium masuk ke haemolimf dan dibawa ke bawah epitelium eksoskeleton dan digunakan untuk proses pengendapan kapur. Kalsium yang disimpan dalam bentuk gastrolith di usus bagian depan selama intermolt hanya cukup untuk memenuhi 10% dari kebutuhan pengerasan eksoskeleton, sisanya hilang (Greenaway, 1985).

Kulit udang M. Mastersii mengandung 38.7% bahan anorganik, dari bahan anorganik tersebut 98.5% berupa kalsium karbonat. Pada saat premolt, epikutikel dan eksokutikel disintesis dan terpisah dari kulit lama. Selama premol,t khitin dan

protein dari kulit lama diserap kembali (39%) Sesaat setelah molting, kalsium diendapkan di eksokutikel dan dalam tempo 5 jam formasi kutikel baru sudah lengkap (Dall 1965, Pasano 1960 dalam Imai, 1977). Mukopolisakarida asidik adalah prekursor khitin dan dibawa ke sel epidermis oleh amoebosit pada darah.

Pada saat stadia D4, A, dan stadia B, glikogen dalam hepatopankreas mengalami penurunan karena saat tersebut bersamaan dengan pembentukan endokutikula baru yang berupa lapisan khitin (Lockwood, 1967). Bahan dasar khitin adalah glikogen dan protein kompleks .

Pada fase postmolt, udang karang (Crayfish) mengambil kalsium dari lingkungannya untuk pengerasan kulitnya. Pada fase premolt, kalsium tersebut disimpan dalam gastrolith atau diikat oleh darah, tetapi banyak juga yang diekskresikan kembali ke dalam air (McWhinnie dalam Malley, 1980). Sebagian

Dokumen terkait