• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TENTANG PROGAM RADIO, PENGARUH MEDIA, DAN PERILAKU KEAGAMAAN

C. Perilaku Keagamaan

2. Dimensi-dimensi perilaku keagamaan

Konsep religiusitas versi Glock & Stark dalam bukunya Ancok adalah rumusan yang mencoba melihat keberagamaan seseorang bukan hanya dari satu atau dua dimensi, tapi mencoba memperhatikan segala dimensi. Keberagamaan dalam Islam bukan bentuk ibadah saja, melainkan dalam bentuk aktivitas-aktivitas lainnya. Rumusan Glock & Stark dalam bukunya Ancok

34 membagi keberagamaan menjadi lima dimensi dalam tingkat tertentu mempunyai kesesuaian dengan Islam, yakni sebagai berikut (Ancok, 1994: 80):

a) Dimensi keyakinan atau akidah Islam menunjuk pada seberapa tingkat keyakinan Muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agamanya, terutama terhadap ajaran-ajaran yang bersifat fundamental. Dalam ajaran Islam, isi dimensi keimanan menyangkut keyakinan tentang Allah, para malaikat, nabi dan rasul, kitab-kitab Allah, kiamat, serta Qadha’ dan Qadar

b) Dimensi praktek agama atau syariah menunjuk pada seberapa tingkat kepatuhan Muslim dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana disuruh dan dianjurkan oleh agamanya. Dalam ajaran Islam, dimensi praktek agama menyangkut pelaksanaan shalat, puasa, zakat, sodaqoh, haji, membaca Al-Qur’an, do’a, dzikir.

c) Dimensi pengamalan atau akhlak menunjuk pada seberapa tingkatan Muslim berperilaku dan dimotivasi oleh ajaran agamanya, yaitu bagaiamana individu berelasi dengan dunianya terutama dengan manusia lain. Dalam ajaran Islam, dimensi ini meliputi menolong atau membantu orang lain, menjaga lingkungan, dan mematuhi norma-norma Islam. d) Dimensi pengetahuan atau ilmu menunjuk pada seberapa

ajaran-35

ajaran agamanya, terutama mengenai ajaran-ajaran pokok dari agamanya, sebagaimana termuat dalam kitab sucinya. Dalam ajaran Islam, dimensi ini menyangkut pengetahuan tentang Allah, pengetahuan tentang ajaran Islam, pengetahuan tentang hukum-hukum Islam, pengetahuan tentang sejarah Islam. e) Dimensi pengalaman atau penghayatan adalah dimensi yang

menyertai keyakinan, pengamalan, dan peribadatan (praktek agama). Dimensi pengalaman menunjuk pada seberapa jauh tingkat Muslim dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman spiritual. Dalam ajaran Islam, dimensi ini menyangkut tentang perasaan dekat dengan Allah, perasaan do’a-do’anya terkabul, perasaan tentram dan bahagia, perasaan khusyuk ketika menjalankan ibadah, perasaan tawakal pada Allah, perasaan bergetar hatinya karena mendengar ayat-ayat Al-Qur’an atau adzan, perasaan mendapatkan peringatan dari Allah.

Dimensi-dimensi perilaku keagamaan berkaitan dengan perkembangan moral dari seseorang. Karena awal mula terbentuknya perilaku yang baik bermula dari moral yang baik pula. Wahib mengemukakan bahwa perkembangan moral dalam penelitian ini mengacu pada teorinya Kohberg. Teori perkembangan moral Kohberg setelah dicoba dikaitkan dengan tahapan motivasi individu dalam mengikuti aturan agama memberikan andil yang berarti untuk mendeskripsikan

tahap-36 tahap motivasi individu dalam melaksanakan ajaran agama (Wahib, 2015: 70).

Tahap perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya. Tahap-tahap perkembangan moral terbagi menjadi enam tahapan, di antaranya (Wahib, 2015: 73):

a) Orientasi kepatuhan dan hukuman

Tahap ini individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri dan membentuk perilaku beragama, misalnya jika seseorang beribadah dengan alasan agar masuk surga dan terhindar dari api neraka (hukuman fisik).

b) Orientasi minat pribadi

Tahap ini individu menempati posisi “apa manfaatnya bagi saya”. Perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya dan kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya dan membentuk perilaku beragama, misalnya jika seseorang bersedekah atau mengeluarkan zakat dengan alasan agar mendapat balasan dari Allah yang berlipat-lipat dan menjauhkan dari musibah yang terjadi.

37

c) Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas

Tahap ini bila individu menilai moralitas dari suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal, yang mulai menyertakan hal seperti rasa hormat dan rasa terimakasih. Perilaku beragama pada orientasi ini berwujud dalam bentuk keinginan untuk bisa diterima secara sosial dan bahkan dapat pujian. Sebagai contoh jika seseorang bersedekah atau mengeluarkan zakat tapi motifnya adalah agar mendapat pujian dari khalayak d) Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial

Tahap ini bila seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang lain juga akan begitu sehingga ada kewajiban atau tugas untuk mematuhi hukum dan aturan. Perilaku beragama dalam hal ini bisa muncul ketika seseorang mengeluarkan zakat, infaq, sedekah dengan alasan bahwa itu cara hidup yang paling sehat dan rasional untuk menciptakan keseimbangan kehidupan. Tahapan ini pelaku tidak lagi berfikir surga, neraka atau pujian dari orang lain.

e) Orientasi kontrak sosial

Tahap ini pada umumnya berwujud dari keputusan pemerintah yang berdampak kepada kesejahteraan sosial masyarakat. Motif perilaku beragama pada tahap ini adalah ketika seseorang berbuat kebajikan atau ibadah dengan motif untuk

38 menjaga kebaikan bersama, contohnya jika ada seseorang yang menyingkirkan duri di jalanan.

f) Prinsip etika universal

Tahap ini jika seseorang bertindak karena hal itu benar, dan bukan karena ada maksud pribadi, sesuai harapan, legal, atau sudah disetujui sebelumnya. Motif perilaku beragama yang sampai pada tahap ini adalah ketika seseorang berbuat kebajikan dengan menjunjung nilai etika universal yang bisa dipertanggungjawabkan. Sebagai contoh jika seseorang membunuh maka dia telah menghancurkan kemanusiaan dan semua umat manusia.

D. Hipotesis

Agar penelitian ini terarah dan memberikan tujuan yang jelas, maka perlu adanya hipotesis, yaitu jawaban sementara dari suatu penelitian yang harus diuji kebenarannya dengan jalan riset. hipotesis adalah proposisi yang akan diuji keberlakuannya atau merupakan jawaban sementara atas pertanyaan penelitian (Martono, 2011: 71). Adapun hipotesis yang muncul dalam penelitian ini adalah hipotesis kerja, yakni ada pengaruh signifikan antara mendengarkan Progam Pengajian Pagi di Radio Aska FM terhadap perilaku keagamaan pendengar.

39 BAB III Metodologi Penelitian A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kausal asosiatif karena bertujuan untuk menciptakan hubungan sebab akibat dari pengaruh Progam Pengajian Pagi di Radio Aska FM terhadap perilaku keagamaan pendengar di Kecamatan Mijen Kota Semarang.

Sedangkan pendekatan penelitiannya adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah suatu proses untuk menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka dan diolah dengan metode statistika sebagai alat menemukan keterangan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh peneliti (Darmawan, 2013: 37). Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif bertujuan untuk memperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antara variabel yang akan diteliti (Azwar, 2014: 6). Dalam mendapatkan data yang berkaitan dengan penelitian, peneliti menggunakan angket yang tersusun berdasarkan variabel yang akan diteliti, yaitu: mendengarkan Progam Pengajian Pagi, dan perilaku keagamaan.

Dokumen terkait