• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAU AN PUSTAKA

2.14 Dimensi Hukum Pengelolaan Wilayah Perbatasan

Ada tiga hal berkenaan dengan pengelolaan perbatasan, yaitu: (1) alternatif lembaga pengelola wilayah perbatasan (2) kelebihan dan kekurangan ketiga alternatif, dan (3) implikasi terhadap sebuah usulan kebijakan (Wila 2006).

Pertama mempertahankan struktur kelembagaan yang ada seperti sekarang ini,

kedua, perlu memiliki badan khusus yang langsung bertanggung jawab kepada presiden, ketiga tidak perlu sebuah badan akan tetapi dibentuk forum, dewan atau

Kelebihan dan kekurangan dari ketiga alternatif kelebihannya adalah mempertahankan stuktur yang telah ada seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Dalam Negeri dan lainnya. Kelemahannya adalah penegakan akuntabilitas publik dari pelaksanaan pengawasan atau implementasi dari masing- masing peran dan tugas yang diemban oleh pihak-pihak yang berkompeten.

Implikasi sebuah usulan kebijakan dengan konsep debirokratisasi atau

reinveting government dalam setiap kelembagaan perbatasan yang akan dibentuk untuk mendukung ke arah akuntabilitas kelembagaan dan optimalisasi kinerja yang semakin meningkat.

Menurut Dunn (2000), kebijakan meliputi tiga pendekatan yaitu: (1) pendekatan empiris, yaitu pendekatan yang menjelaskan sebab akibat dari kebijakan publik; (2) pendekatan evaluatif, yaitu pendekatan yang berkenaan dengan penentuan harga atau nilai dari beberapa kebijakan, (3) pendekatan normatif, yaitu pendekatan yang berkaitan dengan pengusulan arah tindakan yang dapat memecahkan masalah kebijakan. Dalam proses penelitian, analisis kebijakan menggunakan prosedur analisis umum yang biasa dipakai untuk memecahkan masalah-masalah kemanusiaan yaitu: deskripsi, prediksi, evaluasi dan rekomendasi. Dari segi waktu dalam hubungannya dengan tindakan, maka prediksi dan rekomendasi digunakan sebelum tindakan diambil sedangkan deskripsi dan evaluasi digunakan setelah tindakan terjadi.

Kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah khususnya pengelolaan pulau-pulau kecil terluar adalah Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005. Dalam pengelolaannya perlu kelembagaan yang merupakan wadah koordinasi non struktural yang berada di bawah dan bertangung jawab kepada Presiden. Kelembagaan Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar dilaksanakan oleh Tim Koordinasi yang telah dibentuk yang terdiri dari ketua Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) dan Wakil Ketua I merangkap Anggota Menteri Perikanan dan Kelautan dan Wakil Ketua II merangkap Anggota Menteri Dalam Negeri, sedangkan Sekretaris adalah Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Polhukam. Keanggotaan kelembagaan

terdiri dari 17 (tujuh belas) yaitu : (1) Menteri Pertahanan; (2) Menteri Luar Negeri; (3) Menteri Perhubungan; (4) Menteri Pekerjaan Umum (5) Menteri energi dan Sumberdaya Mineral; (6) Menteri Kesehatan; (7) Menteri Pendidikan Nasional; (8) Menteri Keuangan; (9) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia; (10) Menteri Kehutanan; (11) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS; (12) Menteri Negara Lingkungan Hidup; (13) Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal; (14) Sekretaris Kabinet; (15) Panglima Tentara Nasional Indonesia; (16) Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; (17) Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).

Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar mengacu pada Tata Ruang Wilayah oleh karena itu perlu dilakukan penataan kembali tentang batas di wilayah laut terutama di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif. Hal ini menjadi penting untuk pelaksanaan pengelolaan dan kepentingan nasional keutuhan batas negara serta implementasi dari ratifikasi UNCLOS Tahun 1982 yang telah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan

United Nation Convention on the Law of The Sea.

Penegakan hukum merupakan salah satu pilar utama untuk menegakan kedudukan dan kewenangan kelembagaan. Oleh karena itu penegakan hukum harus dikembangkan untuk menjamin kepastian hukum sehingga setiap institusi yang berkepentingan di bidang kelautan dan perikanan mampu memainkan peran sesuai yang diharapkan. Penegakan Hukum yang efektif juga akan menjamin sistem dan mekanisme hubungan kelembagaan yang efektif. Pengembangan penegakan hukum dapat bersifat prefentif dan represif. Pengembangan penegakan hukum yaitu mencakup pengembangan sistem dan prosedur penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengeketa di bidang kelautan dan perikanan di wilayah perbatasan.

Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara, batasan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut dengan Wilayah Negara adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut

teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.

Selanjutnya disebutkan tentang definisi wilayah perairan, wilayah yuridiksi bahwa Wilayah Perairan adalah perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan laut teritorial. Wilayah Yurisdiksi adalah wilayah di luar Wilayah Negara yang terdiri atas Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen, dan Zona Tambahan di mana negara memiliki hak-hak berdaulat dan kewenangan tertentu lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.

Batas Wilayah Negara adalah garis batas yang merupakan pemisah kedaulatan suatu negara yang didasarkan atas hukum internasional, sedangkan Batas Wilayah Yurisdiksi adalah garis batas yang merupakan pemisah hak berdaulat dan kewenangan tertentu yang dimiliki oleh negara yang didasarkan atas ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.

Kawasan Perbatasan adalah bagian dari Wilayah Negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal Batas Wilayah Negara di darat, Kawasan Perbatasan berada di kecamatan.

Bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara, telah ditetapkan organisasi Badan Nasional Pengelola Perbatasan dalam Peraturan Presiden. Menurut Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). BNPP sesuai Pasal 3, mempunyai tugas :

(1) penyusunan dan penetapan rencana induk dan rencana aksi pembangunan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan;

(2) pengoordinasian penetapan kebijakan dan pelaksanaan pembangunan, pengelolaan serta pemanfaatan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan;

(3) pengelolaan dan fasilitasi penegasan, pemeliharaan dan pengamanan Batas Wilayah Negara;

(4) inventarisasi potensi sumber daya dan rekomendasi penetapan zona pengembangan ekonomi, pertahanan, sosial budaya, lingkungan hidup dan zona lainnya di Kawasan Perbatasan;

(5) penyusunan program dan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana perhubungan dan sarana lainnya di Kawasan Perbatasan;

(6) penyusunan anggaran pembangunan dan pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan sesuai dengan skala prioritas;

(7) pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan serta evaluasi dan pelaporan (8) pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan Batas Wilayah Negara dan

Kawasan Perbatasan.

Untuk melaksanakan tugas tersebut, BNPP menyelenggarakan fungsi di antaranya adalah penyusunan dan penetapan rencana induk dan rencana aksi pembangunan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan. Selain itu BNPP memiliki fungsi pengkoordinasian penetapan kebijakan dan pelaksanaan pembangunan, pengelolaan serta pemanfaatan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan. BNPP juga berfungsi untuk menyusun program dan kebijakan pembangunan sarana dan prasana perhubungan dan sarana lain di kawasan perbatasan. Serta, menyusun anggaran pembangunan dan pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan sesuai dengan skala prioritas.

Susunan keanggotaan BNPP berdasarkan Pasal 6, terdiri dari (a) Ketua Pengarah : Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Kamanan; (b) Wakil Ketua Pengarah I : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; (c) Wakil Ketua Pengarah II : Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat; (d) Kepala BNPP : Menteri Dalam Negeri. Sedangkan anggota terdiri atas : (1) Menteri Luar Negeri; (2) Menteri Pertahanan; (3) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia; (4) Menteri Keuangan; (5) Menteri Pekerjaan Umum; (6) Menteri Perhubungan; (7) Menteri Kehutanan; (8) Menteri Kelautan dan Perikanan; (9) Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; (10) Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal; (11) Panglima Tentara Nasional Indonesia; (12) Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; (13) Kepala Badan Intelijen Negara; (14) Kepala Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional; (15) Gubernur Provinsi terkait.

3 METODE

Dokumen terkait