• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

E. Dimensi Pembentukan Ekuitas

Yoo et.al (2000) dalam Fandy Tjipto (2005:52) menyusun kerangka konseptual brand equity berdasarkan model Aaker, kerangka tersebut didasari bahwa ekuitas merek selain dibentuk oleh dimensi ekuitas merek seperti kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek, juga dibantuk oleh usaha-usaha pemasaran yang disebutnya sebagai antecedents dari ekuitas merek yang dapat menambah atau mengurangi nilai bagi pelanggan ataupun perusahaan.

1. Kesadaran Merek (brand awareness)

Menurut Aaker (1997:90), kesadaran merek menunjukan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali, bahwa suatu merek merupakan bagian dari katagori produk tertentu.

Bagian dari suatu katagori produk ini perlu ditekankan karena terdapat suatu hubungan yang kuat antara katagori produk dengan merek yang dilibatkan. Kesadaran merek memerlukan jangkauan kontinum dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek tertentu telah dikenal sebelumnya. Dengan demikian, konsumen yakin bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya merek dalam kelompok produk.

Menurut John R. Rossiter (1989), jangkauan kontinum menjadi terwakili oleh tiga tingkatan kesadaran merek yang berbeda. Peran kesadaran merek dalam ekuitas merek bergantung pada tingkatan akan pencapaian kesadaran merek didalam benak konsumen (Usahawan, 2002). Tingkat kesadaran merek tersebut meliputi:

a. Unaware of brand (tidak menyadari merek), kataori ini termasuk merek yang tetap tidak dikenal walaupun sudah dilakukan pengingatan kmbali dengan bantuan (aided recall).

b. Brand Recognition (pengenalan merek), katagori ini meliputi merek produk yang dikenal oleh konsumen setelah dilakukan pengingatan kembali dengan bentuan (aided recall).

c. Brand recall (pengingatan kembali merek), katagori ini meliputi merek dalam katagori suatu produk yang disebutkan atau diingat konsumen tanpa harus dilakukan pengingatan kembali diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan (unaided recall).

d. Top of Mind (puncak pikiran), katagori ini meliputi merek produk yang pertama kali muncul dibenak konsumen pada umumnya.

Berikut merupakan gambar yang menunjukan tingkatan kesadaran merek yang berbeda:

Gambar 2.4 Piramida Kesadaran Merek

Sumber: David A. Aaker, Manajemen Ekuitas Merek, Memanfaatkan Nilai Dari Suatu Merek (1997:92)

Prakash Nedungadi (1990) dalam Usahawan (2002), membuktikan bahwa pengingatan terhadap merek mempengaruhi pembelian pelanggan. Hasil temuannya menunjukan bahwa pengingantan kembali adalah kompleks dan bahwa posisi yang kuat dalam subkatagori bias menciptakan pengingatan kembali dengan menarik perhatian pada subkatagoti serta dengan memberi keterangan pada merek tersebut.

Penelitian yang lain (Woodside, Arch G dan Wilson, 1985 dalam Usahawan 2002), menyebutkan bahwa memang terdapat hubungan antara

Top Of Mind

Brand Recall

Brand Recognition

ternyata terdapat perbedaan yang amat mencolok dalam preferensi dan kemungkinan pembelian, tergantung pada apakah merek tersebut merupakan merek yang pertama, kedua atau ketiga dalam penigasan pengingatan kembali tanpa bantuan.

Dan dapat disimpulkan bahwa ternyata kesadaran merek bisa menjadi faktor independent yang penting dalam perubahan sikap, implikasinya, kesadaran dipengaruhi oleh perilaku yang bersifat mengingatkan kambali dimana akan mempengaruhi keputusan pembelian (Aaker, 1997:100).

Adapun kesadaran merek (brand awareness) mampu menciptakan nilai-nilai sebagai berikut:

a. Jangkar tempat tautan berbagai asosiasi

Suatu produk atau layanan baru sudah pasti diarahkan untuk mendapatkan pengenalan, jarang sekali suatu keputusan pembalian terjadi tanpa pengenalan. Pengetahuan mengenai berbagai bagian dan manfaat dari produk baru sangat sulit tanpa terlebih dahulu mendapatkan pengakuan. Pengakuan merek merupakan langkah dasar pertama dalam tugas kominikasi. Sebuah merek biasanya dikomunikasikan melalui atribut asosiasinya. Dengan pengenalan yang mapan, tugas selanjutanya dalah mencantelkan suatu asosiasi batu, seperti produk.

b. Keakraban atau rasa suka

Pengakuanmerek memberikan suatu kesan akrab dan konsumen menyukai sesuau yang akrab. Terdapat hubungan yang positif antara jumlah

penampakan dan rasa suka, baik penampakan dalam bentuk gambar, nama, musik dan lain-lain. Pengulangan penampakan bisa mempengaruhi rasa suka, bahkan jika tingkat pengenalan tidak terpenuhi.

c. Tanda pengenalan subtansi atau komitmen

Kesadaran merek bias menjadi suatu signal dari kehadiran, komitmen dan subtansi sebuah merek produk. Jika sebuah merek dikenali, pasti ada sebabnya, seperti perusahaan telah mengiklankan secara luas, perusahaan telah menggeluti bisnis tersebut dalam waktu lama, perusahaan mempunyai jangkauan distribusi yang luas atau merek tersebut telah berhasil menancap dibenak konsumen.

d. Mempertimbangkan merek

Langkah awal dalam proses pembelian adalah menyeleksi sekumpulan merek untuk dipertimbangkan. Karena itu, pengingatan kembali merek (brand recall) menjadi penting. Pada umumnya, jika sebuah merek tidak mencapai pengingatan kembali, maka merek tersebut tidak akan masuk dalam proses pertimbangan pembelian. Tetapi konsumen biasanya juga akan mengingat merek-merek yang sangat tidak mereka sukai.

Dalam meraih kesadarn merek baik dalam tingkatan pengenalan maupun dalam tingkat pengenalan kembali, melibatkan dua tugas yaitu: (1) mndapatkan identitas merek dan (2) mengkaitkannya paa suatu kelas produk tertentu. Suatu pesan kesadaran merek hendaknya memberi suatu alas an

kesadaran merek dapat dicapai dan diperbaiki, dapat ditempuh dengan beberapa cara berikut ini, yaitu:

1) Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda dibandingkan dengan yang lainnya serta ada hubungan antara merek dengan katagori produknya.

2) Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik sehingga membantu konsumen untuk mengingat merek.

3) Jika produk memiliki simbol hendaknya simbol yang dipakai dapat dihubungkan dengan mereknya.

4) Perluasan merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat oleh pelanggan.

2. Asosiasi Merek (Brand Association)

Nilai yang mendasari merek sering kali didasarkan pada asosiasi-asosiasi yang terkait dengannya. Menurut Aaker (1997:160), suatu asosiasi merek adalah segala kesan yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek.

Kesan-kesan yang terkait dengan merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek. Disamping itu juga, dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasi ditambah lagi jika didukung oleh suatu jaringan dan kaitan-kaitan lain.

Suatu merek yang kuat akan memiliki posisis menonjol dalam persaingan bila didukung oleh asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan, akan menimbulkn suatu rangkaian yang disebut dengan brand image yang dimiliki oleh merek tersebut. Pada umumnya asosiasi merek menjadi pijakan konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitas pada merek tersebut.

Menurut Aaker (1997:162), asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan pelanggan seperti:

a. Membantu proses menyusun informasi

Asosiasi yang terdapat dalam suatu merek dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang mungkin sulit diproses dan diakses para pelanggan. Sebuah asosiasi bisa menciptakan informasi yang padat bagi pelanggan dan bisa mempengaruhi pengingatan kembali atas informasi tersebut, terutama pada saat membuat keputusan. Asosiasi juga bisa mempengaruhi interpetasi mengenai fakta-fakta.

b. Differensiasi (membedakan)

Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi usaha membedakan dan memisahkan suatu merek dengan merek lain. Asosiasi-asosiasi pembeda bisa menjadi keuntungan kompetitif yang penting. Jika sebuah merek sudah dalam posisi mapan (dalam

produk tertentu atau untuk suatu aplikasi tertentu, para kompetitor akan mendapatkan kesulitan untuk menyerang.

c. Alasan untuk membeli

Pada umumnya, asosiasi merek sangat membantu para konsumen untuk mengambil keputusan dalam pembelian sebuah produk. Banyak asosiasi merek membutuhkan berbagai atribut produk atau manfaat pelanggan (consumer benefits) yang bisa menyodorkan suatu alasan spesifik untuk membeli dan menggunakan merek tersebut. Asosiasi-asosiasi ini merupakan landasan dari keputusan pembelian dan loyalitas merek, karena memberikan kredibilitas dan rasa percaya diri atas merek tersebut.

d. Menciptakan sikap atau perasaan positif

Beberapa asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang pada akhirnya mempengaruhi merek yang bersangkutan. Beberapa asosiasi mampu menciptakan perasaan positif selama menggunakan dan mengubah pengalaman tersebut menjadi sesuatu yang lain , yang pada gilirannya akan berdampak pada produk yang bersangkutan.

e. Landasan untuk perluasan

Suatu asosiasi merek dapat menghasilkan landasan bagi suatu perusahaan untuk perluasan suatu merek dengan menciptakan rasa kesesuaian (sense of fit) antara suatu merek dan sebuah produk baru

atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut.

Adapun menurut Aaker (1997:167), asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek mempunyai 11 tipe, yaitu:

a. atribut produk

atribut produk yang paling banyak digunakan dalam strategi positioning adalah mengasosiasikan suatu objek dengan salah satu atau beberapa atribut atau karakteristik produk yang bermakna dan saling mendukung, sehingga asosiasi dapat secara langsung diterjamahkan dalam alasan untuk pembelian suatu produk.

b. Atribut tak berwujud

Penggunaan atribut tak berwujud, seperti kualitas keseluruhan, kepemimpinan, inovasi, teknologi atau kesehatan ada kalanya bisa lebih bertahan. Tetapi pengembangan asosiasi ini bisa berbahaya dan memungkinkan mendapat suatu tingkat produk yang berada diluar kontrol perusahaan.

c. Manfaat pelanggan

Biasanya terdapat hubungan antara atribut produk dan manfaat bagi pelanggan, yaitu manfaat rasional (rational benefits) adalah manfaat yang berkaitan erat dengan suatu atribut produk dan dapat menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan yang rasional dan

merupakan konsekuensi ekstrim dalam proses pembentukan sikap yang berkaitan dengan perasaan yang dtimbulkan ketika membeli atau menggunaka merek tersebut. Karena sebagian atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan, maka biasanya terdapat hubungan antar keduanya.

d. Harga relatif

Pada umumnya merek hanya perlu berada disatu harga tertentu, agar dapat memposisikan diri dengan jelas dan berjauhan dengan merek-merek yang lain pada tingkat harga yang sama. Untuk menjadi bagian dari segmen utama (premium segment), sebuah merek harus menawarkan suatu aspek yang dipercaya unggul dalam kualitas atau sungguh-sungguh dapat memberikan jaminan harga optimum.

e. Penggunaan atau aplikasi

Produk dapat mempunyai beberapa strategi positioning, walaupun hal ini mengundang sejumlah kesulitan. Suatu strategi positioning lewat penggunaan (positioning by use strategy) mewakili posisi kedua atau ketiga untuk merek tersebut, suatu posisi yang dengan sengaja berusaha meluaskan pasar atas merek tersebut.

f. Pengguna atau pelanggan

Strategi positioning pengguna (user positioning strategy), yaitu mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pengguna atau pelanggan. Hal ini sangat efektif karena memadukan antara strategy

positioning dengan strategy segmentation, yang mengidentifikasikan sebuah merek dengan segmen yang ditargetkan untuk memikat segmen tersebut. Problem asosiasi yang kuat terutama asosiasi pengguna dapat membatasi kesanggupan sebuah merek untuk memperluas pasarnya.

g. Orang terkenal atau biasa

Mengkaitkan orang terkenal dengan sebuah merek dapat mentransferkan asosiasi-asosiasi kedalam suatu merek. Dan memudahkan merek tersebut mendapat kepercayaan dari pelanggan. Karena salah satu karakteristik penting bagi sebuah merek untuk dapat dikembangkan adalah kompetensi teknologi, kesanggupan mendesign dan memproses manufaktur sebuah merek.

h. Gaya hidup

Sebuah merek dapat diilhami para pelnggan beragam kepribadian dan karakteristik gaya hidup yang hampir sama.

i. Kelas produk

Beberapa merek perlu membuat keputusan positioning yang menentukan dan melibatkan asosiasi-asosiasi kelas produknya.

j. Para pesaing atau kompetitor

Mengetahui para pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan mengungguli pesaing karena positioning dengan mengkaitkan

posisi yang terkait dengan karakteristik produk tertentu, tertutama harga dan kualitas.

k. Negara atau wilayah geogafis

Sebuah Negara dapat menjadi simbol yang kuat, asalkan Negara tersebut mempunyai hubungan yang erat dengat produk, bahan dan kemampuan.

3. Persepsi Kualitas (perceived quality)

Persepsi kualitas dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan (Aaker, 1997:124)

Karena persepsi kualitas merupakan persepsi pelanggan maka persepsi kualitas tidak dapat ditentukan secara objektif. Kesan kualitas diberi batasan yang relative terhadap maksud yang diharapkan (intended purpose). Kesan kualitas berbeda dengan kepuasan, seorang pelanggan merasa puas karena harapannya sesuai dengan kinerja yang dirasakan. Kesan kualitas merupakan suatu perasaan yang tidak tampak dan menyeluruh mengenai suatu merek tertentu. Dan kesan kualitas didasarkan pada dimensi-dimensi yeng termasuk didalam karakteristik suatu produk dimana merek dikaitkan dengan hal-hal seperti keandalan dan kinerja.

Menurut Aaker (1997:133), dimensi kualitas dibagi menjadi delapan, yaitu:

1) Kinerja (performance): penampilan atau kinerja dari fungsi yang melibatkan berbagai karakteristik operasional utama produk.

2) Penampilan fisik (fectures): sejumlah atribut tambahan yang menunjang dan melengkapi fungsi operasional utama produk.

3) Kehandalan (reliability): konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dai satu pembalian ke pembelian berikutnya.

4) Ketahanan (durability): mencerminkan umur ekonomis atau daya tahan produk.

5) Kualitas standar (conformance to specification): tingkat kesesuaian produk dengan spesifikasi yang telah dijanjikan.

6) Tinggkat pelayanan (service ability): berkaitan dengan kemudahan dan kecepatan dalam memperoleh pelayanan produk untuk diperbaiki.

7) Estetika (aesthetics): cerminan dari nilai-nilai estetika yang bersifat subjektif, sehingga produk dapat terlihat, dirasakan dan terdengar.

8) Kesan yang dapat diterima (perceived quality): gabungan dari semua katagori produk yang merupakan pengaruh dari brand image dan factor- faktor tak berwujud lainnya yang dapat mempengaruhi persepsi konsumen mengenai kualitas.

Selanjutnya Aaker (1997:126), menyatakan persepsi kualitas dapat memberikan nilai, seperti:

1) Alasan untuk membeli

Kesan kualitas memberikan alasan untuk membeli karena kesan kualitas akan mempengaruhi merek-merek mena yang akan dipilih.

2) Diferensiasi atau posisi

Hal ini menunjukan suatu karakteristik penting dari merek yaitu posisinya dalam dimensi kualitas produk.

3) Harga optimum

Kesan kualitas dapat memberikan pilihan-pilihan dalam menentukan harga optimum.

4) Meningkatkan minat saluran distributor

Kesan kualitas memiliki arti penting bagi para distributor, pengecer maupun saluran distributor lainnya.

5) Perluasan merek

Kesan kualitas dapat diekspoitasi dengan cara memperkenalkan berbagai perluasan merek, yaitu dengan menggunakan merek tertentu untuk masuk kedalam katagori produk baru.

Mengingat demikian pentingnya peran persepsi kualitas bagi suatu merek, maka upaya membangun persepsi kualitas yang kuat perlu memperoleh perhatian khusus agar perusahaan dapat merebut dan

menaklukan pasar disetiap katagori produk. Berikut ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membangun suatu persepsi kualitas, yaitu: 1) Komitmen terhadap kualitas

Perusahaan harus mempunyai komitmen terhadap kualitas dan memelihara kualitas secara terus menerus.

2) Budaya kualitas

Komitmen kualitas tercermin dalam budaya perusahaan, norma perilaku dan nilai-nilai.

3) Informasi masukan dari pelanggan

Pada akhirnya dalam membangun persepsi kualitas pelangganlah yang mendefinisikan kualitas, sehingga perusahaan perlu secara berkesinambungan melakukan riset terhadap pelanggannya, sehingga memperoleh informasi yang akurat, relevan dan up to date.

4) Sasaran yang jelas

Sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu umum, karena sasaran kualitas yang terlalu umum cendrung menjadi tidak bermanfaat.

5) Kembangkan karyawan yang berinisiatif

Karyawan harus dimotivasi dan diizinkan untuk berinisiatif serta dilibatkan dalam mencari solusi masalah yang dihadapi dengan pemikirann yang kreatif dan inovatif.

4. loyalitas Merek (Brand loyalty)

loyalitas merek mencerminkan tingkat keterkaitan konsumen dengan suatu merek produk. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang kemungkinan ada tidaknya seorang palanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama jika pada merek didapati adanya perubahan, baik yang menyangkut harga ataupun atribut lainnya. Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah mmindahkan pembeliannya pada merek lain, apapun yang terjadi pada merek tersebut. Jika loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi (Durianto, 2001:146).

Oliver dalam Yoo et.al (2000), mendeinisikan brand loyalty sebagai sebuah komitmen yang secara kuat dipegang pelanggan untuk kembali membeli atau terus berlangganan sebuah barang atau jasa secara konsisten dimasa yang akan dating (Usahawan, 2005).

Sementara itu Mowen dan Minor (2002:18),menyatakan loyalitas merek diartikan sebagai kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap sebuah merek, mempunyai komitmen terhadap merek tersebut dan bermaksud meneruskan pembeliannya dimasa yang akan datang.

Dengan demikian, loyalitas merek merupakan salah satu indicator inti dari ekuitas merek yang jelas terkait dengan peluang penjualan, yang berarti pula jaminan perolehan laba bagi perusahaan simasa yang akan datang. Bagi

pelanggan yang loyal umumnya akan melanjutkan pembelian merek tersebut. Walaupun dihadapkan pada banyak alternative merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dipandang dari berbagai sudut atribut. Bila banyak pelanggan dari suatu merek masuk dlam katagori ini, berarti merek tersebut memilikii ekuitas merek yang kuat.

Dalam kaitannya dengan loyalitas merek suatu produk didapati adanya beberapa tingkatan loyalitas merek. Tiap-tiap tingkatan menunjukan tantangan pemasaranyang harus dihadapi sekaligus asset yang dapat dimanfaatkan. Adapun tingkat loyalitas merek tersebut adalah sebagai berikut:

1) Switcher (berpindah-pindah)

Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat yang paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari satu merek ke merek yang kainnya. Mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal ataupun tidak tertarik pada merek tersebut. Cirri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah.

2) Haitual Buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)

Pembeli yang berada pada tingkatan ini dapat dikatagorikan sebagai pembeli yang puas dengan mrek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi

merek produk tersebut. Jadi pembeli ini dalam membeli suatu merek berdasarkan kebiasaan mereka selama ini.

3) Satified Buyet (pembeli yang puas dengan biaya peralihan)

Pada tingkatan ini pembeli merek masuk dalam katagori puas bila mereka mengkonsumsi merek tersebut. Meslipun demikian mereka memindahkan pembelinya ke merek lain dengan menanggung biaya peralihan yang terkait dengan waktu, uang atau resiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih ke merek lain.

4) Likes The Brand (menyukai merek)

Pembeli yang masuk dalam katagori loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait dengan merek

5) Committed Buyer (pembeli yang komit)

Pada tahapan ini pelanggan merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek, bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka. Baik dipandang dari segi fungsi maupn sebagi suatu ekspresi mengenai siapa merek sebenarnya.

Tiap tingkatan loyalitas mewakili tantangan pemasaran yang berbeda dan mewakili tipe asset yang berbeda dalam pengelolaan dan eksploitasinya. Bagi merek yang belum memiliki ekuitas yang kuat, porsi terbesar dari konsumennya berada pada tingkat switcher. Selanjutnya porsi kedua ditempati

oleh konsumen yang berada pada taraf habitual buyer dan seterusnya. Hingga porsi terkecil ditempati oleh committed buyer.

Begitu pula sebaliknya, bagi merek yang mewakili ekuitas merek yang kuat, tingkatan dalam loyalitas mereknya diharapkan membentuk segitiga terbalik. Maksudnya adalah semakin keatas semakin melebar sehingga diperoleh jumlah committed buyer yang lebih besar dari pada switcher. Lebih jelas piramida tingkatan loyalitas pelanggan digambarkan sebagai berikut:

Switcher Habitual buyer Satisfied Buyer Likes the brand Commited

Gambar 2.5 Piramida Loyalitas

Sumber: David A.Aaker, Manajemen Ekuitas Merek. Memenfaatkan Nilai Dari Suatu Merek (1997:57)

Menurut Aaker (1997:68), loyalitas merek para pelanggan yang ada mewakili suatu asset srtategis. Jika asset tersebut dikelola dan dieksloitasi dengan benar akan memiliki petensi untuk memberikan nilai dan keuntungan bagi perusahaan ,yaitu:

1) Mengurangi biaya pemasaran perusahaan

Suatu basis pelanggan yang mempunyai loyalitas merek bias mengurangi pemaaran perusahaan. Karena biaya yang dibutukhan untuk mempertahankan pelanggan jauh lebih murah dari pada untuk mendapatkan pelanggan baru, calon pelanggan baru biasanya kurang termotivasi untuk beralih dari merek yang sedang mereka gunakan. Dan mereka juga tidak berusaha memikirkan alternative merek. Bahkan ketika merek alternatif itu diperlihatkan, mereka cenderung memilki suatu alasan yang kuat untuk mengambil resiko membeli dan menggunakan merek lain. Pelanggan yang sudah ada relative lebih mudah dipertahankan apabila mereka tidak merasakan suatu ketidakpuasan. Sesuatu yang sudah familiar adalha nyaman dan meyakinkan. Semakin tinggi loyalitas semakin mudah menjaga pelanggan tetap puas.

2) Loyalitas yang kuat akan mendatangkan pelanggan

Loyalitas yang lebih besar memberikan dorongan perdagangan yang lebih luas karena para pelanggan mengharapkan merek tersebut selalu tersedia.

3) Menarik pelanggan baru

Suatu basis pelanggan yang puas dan suka pada merek tertentu dapat menimbulkan keyakinan bagi calon pelanggan. Khususnya jika pembelian tersebut cukup mengandung resiko. Kelompok pelanggan yang relatif puas akan memberikan suatu citra bahwa merek tersebut merupakan produk yang diterima secara luas, berhasil, beredar dipasaran dan sanggup untuk memberikan dukungan pelayanan yang luas dan peningkatan mutu produk.

4) Memberikan waktu untuk menanggapi ancaman-ancaman persaingan

Loyalitas merek memberikan waktu kepada perusahaan untuk merespon gerakan-gerakan competitor, jika salah satu dari competitor mengembangkan produk yang unggul. Seorang pelanggan yang loyal akan memberi waktu pada perusahaan kepercayaannya untuk memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan atau menetralisasikannya. Pelanggan yang loyal dan puas tidak akan mencari produk yang baru dan karenanya tidak akan mengetahui perkembangan produk. Dengan tingkat loyalitas merek yang tinggi, sebuah perusahaan bias lebih lancer menjalankan strategi susulan yang

Menurut Aaker (1997:74), ada lima cara untuk menciptakan dan memelihara loyalitas merek, yaitu (1) memperlakukan pelanggan dengan layak. (2) menjalankan kedekatan dengan pelanggan. (3) mengukur dan mengelola kepuasan pelanggan. (4) menciptakan biaya peralihan dan (5) memberikan ekstra.

5. Periklanan (Advertising)

Iklan merupakan salah satu unsur dalam bauran promosi (Promotion mix) dan bauran promosi adalah bagian dari bauran pemasaran (marketing mix) sarta alat perusahaan yang dapat digunakan untuk memberikan informasi kepada konsumen yang telah ditargetkan, mengenai segala hal yang berkaitan dengan produk perusahaan, termasuk didalamnya image atau citra produk.

Menurut Kotler (2003:277), periklanan sebagai segala sesuatu bentuk

Dokumen terkait