• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seiring dengan jumlah alat tangkap yang beroperasi di sekitar PPN Brondong, kunjungan kapal juga didominasi oleh alat tangkap dogol baik yang berukuran kecil maupun besar (Gambar 8). Jika diamati lebih lanjut, terdapat pergeseran jumlah frekuensi kunjungan kapal dogol besar dan kecil antara tahun

2009 – 2011.

Gambar 8 Dominasi kunjungan kapal perikanan tangkap di PPN Brondong tahun

2009 – 2011*

Pada tahun 2009, kunjungan kapal dengan alat tangkap dogol besar sangat mendominasi hingga mencapai 64% dan diikuti kapal dengan alat tangkap dogol kecil sebesar 31%. Namun, pada tahun 2010 dan 2011 kunjungan kapal perikanan di PPN Brondong didominasi oleh alat tangkap dogol kecil yang mencapai 48% (2010) dan 51% (2011). Perubahan ini diindikasikan adanya

dibutuhkan untuk mencapai lokasi menjadi lebih lama. Selain kapal dengan alat tangkap tertentu, PPN Brondong juga sering dikunjungi oleh kapal penggumpul /

collecting. Kapal ini lebih berfungsi sebagai pengumpul hasil tangkapan nelayan dengan berbagai alat tangkap di tengah laut.

5.1.1 Frekuensi kunjungan kapal dogol

Seperti yang telah diuraikan pada subbab sebelumnya, jumlah kapal di PPN Brondong didominasi oleh kapal dogol baik yang berukuran besar maupun kecil. Setiap tahun jumlah kunjungan kapal dogol berukuran besar cenderung mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya perubahan lokasi fishing ground yang menyebabkan waktu tempuh menjadi lebih lama. Selain itu, untuk menghemat biaya operasional beberapa nelayan terkadang juga mendaratkan ikan di pelabuhan perikanan terdekat.

Kondisi tersebut sedikit berbeda jika dibanding dengan jumlah kunjungan kapal dogol yang berukuran lebih kecil. Lokasi fishing ground kapal ini cenderung masih dekat dengan lokasi PPN Brondong dan waktu operasi penangkapan yang dilakukan juga lebih singkat yaitu hanya 1-3 hari. Dengan demikian jumlah kunjungan kapal dogol berukuran kecil lebih stabil dibanding kapal dogol besar.

Secara umum jumlah kunjungan kapal dogol baik besar maupun kecil cenderung mengalami penurunan pada bulan September dan Januari hingga Februari. Hal ini diindikasikan adanya pengaruh cuaca buruk dan adanya perayaan hari besar keagamaan yang dirayakan bersama keluarga besar di tempat tinggal masing-masing. Frekuensi jumlah kunjungan kapal dogol besar dapat dilihat pada Gambar 9 dan kapal dogol kecil pada Gambar 10.

37

Gambar 9 Frekuensi bulanan kedatangan kapal dogol besar tahun 2009 – 2011*

Gambar 10 Frekuensi bulanan kedatangan kapal dogol kecil tahun 2009 – 2011* 5.1.2 Frekuensi kunjungan kapal payang

Kapal payang merupakan salah satu kapal yang beroperasi di PPN Brondong. Namun demikian, pada tahun 2010 dan 2011 keberadaan kapal payang ini jarang ditemui di PPN Brondong. Selain karena jumlahnya yang sedikit, minimnya jumlah kunjungan kapal payang di PPN Brondong juga disebabkan adanya perubahan strategi nelayan dalam menghemat biaya operasional.

Gambar 11 Frekuensi bulanan kedatangan kapal payang tahun 2009 – 2011* 5.1.3 Frekuensi kunjungan kapal rawai

Seperti halnya kapal dengan alat tangkap dogol, jumlah kunjungan kapal rawai pada bulan september cenderung menurun dibanding bulan – bulan sebelumnya. Hal ini disebabkan pada bulan tersebut terdapat adanya perayaan hari besar agama khususnya bagi nelayan yang beragama Islam. Sebagian besar karakter nelayan di PPN Brondong adalah lebih senang merayakan hari besar keagamaan bersama keluarga dibanding harus mencari ikan di laut. Secara umum, jumlah kunjungan kapal rawai di PPN Brondong setiap bulan dapat dilihat pada Gambar 12.

39

5.1.4 Frekuensi kunjungan kapal mini purse seine

Keberadaan kapal mini purse seine di PPN Brondong sangat sedikit. Hal ini berdampak pada minimnya jumlah kunjungan kapal mini purse seine di PPN Brondong. Pada tahun 2009 - 2010, rata – rata jumlah kunjungan kapal mini purse seine di PPN Brondong hanya sekitar 4 unit per bulan dengan jumlah kunjungan tertinggi pada bulan September 2010 sebanyak 15 unit. Pada tahun 2011, rata – rata jumlah kunjungan kapal mini purse seine semakin berkurang hingga kurang dari 1 (satu) unit per bulan. Gambaran mengenai jumlah kunjungan kapal mini purse seine setiap bulan di PPN Brondong dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Frekuensi bulanan kedatangan kapal purse seine tahun 2009 – 2011* 5.1.5 Frekuensi kunjungan kapal penggumpul / collecting

Setiap tahun, jumlah kunjungan kapal collecting di PPN Brondong selalu memiliki pola yang serupa (Gambar 14). Pada bulan Maret - Juni, jumlah kunjungan kapal collecting di PPN Brondong selalu memiliki tren penurunan dan meningkat kembali pada bulan Juli – Agustus. Seperti hal nya pada kapal dengan alat tangkap lain, jumlah kunjungan kapal collecting di PPN Brondong pada Bulan September juga mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya dan

kembali meningkat pada bulan Oktober meskipun kembali turun pada Bulan November – Februari.

Gambar 14 Frekuensi bulanan kedatangan kapal perikanan tangkap tahun 2009 –

2011* 5.2 Dinamika Harga

Secara umum, harga yang terbentuk pada semua jenis ikan hasil tangkapan, baik yang ditangkap dengan alat tangkap dogol, payang, rawai, mini purse seine maupun hasil dari kapal collecting mengalamai fluktuasi. Dari semua jenis ikan yang didaratkan di PPN Brondong, ikan yang memiliki harga rata-rata tertinggi adalah ikan kakap merah dan rata-rata terendah adalah ikan kapasan. 5.2.1 Harga Ikan hasil tangkapan dogol

Pada tahun 2009 – 2011 harga ikan yang ditangkap dengan alat tangkap dogol selalu berfluktuasi dengan kecenderungan naik setiap tahun (Gambar 15). Secara umum, rata-rata harga ikan hasil tangkapan dogol yang tertinggi adalah ikan kuningan yaitu sebesar Rp 10.347,- /kg dan yang terendah adalah ikan kapasan sebesar Rp 4.069,- /kg. Harga ikan Kuningan tertinggi terjadi pada bulan April 2010 yang mencapai Rp 12.700,- /kg dan terendah terjadi pada bulan Januari 2009 sebesar Rp 6.250,- /kg. Harga ikan mata besar tertinggi terjadi pada bulan Januari 2011 yang mencapai Rp 12.000,- /kg dan terendah terjadi pada bulan Januari – Februari 2009 sebesar Rp 3.700,- /kg. Harga ikan ayam-ayam

41

tertinggi terjadi pada bulan Agustus 2011 yang mencapai Rp 7.500,- /kg dan terendah terjadi pada bulan April 2009 sebesar Rp 3.000,- /kg. Harga ikan beloso

tertinggi terjadi pada bulan Januari dan Maret 2011 yang mencapai Rp 8.000,- /kg dan terendah terjadi pada bulan April dan Nopember 2009 sebesar

Rp 3.500,- /kg. Harga ikan kapasan tertinggi terjadi pada bulan Juni - Agustus 2011 yang mencapai Rp 6.300,- /kg dan terendah terjadi pada bulan Februari 2011 sebesar Rp 2.500,- /kg.

Gambar 15 Fluktuasi harga ikan hasil tangkapan kapal dogol tahun 2009 – 2011* 5.2.2 Harga Ikan hasil tangkapan payang

Pada tahun 2009 – 2011, harga rata-rata ikan hasil tangkapan kapal payang yang tertinggi adalah ikan tongkol dengan nilai Rp. 12.657,- /kg, sedangkan yang terendah adalah ikan tembang dengan nilai sebesar Rp 5.793,- /kg. Selain itu, didapat pula bahwa rata-rata harga ikan banjar adalah sebesar Rp 11.529,- /kg, layang Rp 9.588,- /kg dan ikan selar kuning sebesar Rp 8.626,- /kg. Secara lengkap, fluktuasi harga ikan hasil tangkapan kapal payang dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Fluktuasi harga ikan hasil tangkapan kapal payang tahun 2009 –

2011*

5.2.3 Harga ikan hasil tangkapan rawai

Kondisi yang sedikit berbeda terjadi pada harga ikan yang ditangkap dengan alat tangkap rawai. Secara umum, harga ikan yang ditangkap dengan alat tangkap rawai memiliki nilai rata diatas Rp 13.000,- /kg dengan harga rata-rata tertinggi terjadi pada ikan kakap merah yang mencapai Rp 31.209,- /kg dan harga rata-rata terendah pada ikan Manyung dengan harga Rp 13.216,- /kg (Gambar 17).

43

5.2.4 Harga ikan hasil tangkapan mini purse seine

Komoditas perikanan yang menjadi hasil utama kapal dengan alat tangkap

mini purse seine adalah ikan banjar, kembung, layang, tongkol lan tembang. Secara umum, harga kelima komoditas tersebut selalu berfluktuasi dan cenderung meningkat setiap bulannya. Harga rata-rata ikan hasil tangkapan antara tahun 2009 - 2011* pada alat tangkap mini purse seine yang tertinggi adalah ikan tongkol dengan nilai Rp. 12.657,- /kg, dan yang terendah adalah ikan tembang dengan nilai sebesar Rp 5.793,- /kg (Gambar 18).

Gambar 18 Fluktuasi harga ikan hasil tangkapan kapal mini purse seine tahun 2009 – 2011*

5.2.5 Harga ikan hasil kapal collecting

Ikan yang dikumpulkan dan diangkut oleh kapal penggumpul / collecting

ketika didaratkan memiliki harga yang sama dengan ikan yang ditangkap oleh alat tangkap lain. Secara rata-rata, harga tertinggi ikan hasil dari kapal collecting

adalah ikan tenggiri yaitu Rp 30.600,- /kg, dan rata-rata terendah adalah ikan pari yaitu sebesar Rp 9.488,- /kg (Gambar 19).

Gambar 19 Fluktuasi harga ikan kapal collecting tahun 2009 – 2011* 5.3 Kegiatan Pemasaran

5.3.1 Rantai pemasaran

Rantai pemasaran merupakan gambaran mengenai alur distribusi barang dari produsen (nelayan) hingga ke tangan konsumen. Secara umum, ikan yang didaratkan oleh nelayan di PPN Brondong dibongkar dan dipasarkan langsung di dalam area pelabuhan. Ikan-ikan hasil tangkapan dibeli pedagang pengumpul lokal tanpa ada proses lelang secara terbuka. Menurut nelayan kegiatan lelang akan memakan waktu yang lama dan dikhawatirkan akan merusak kualitas ikan. Kesepakatan harga terjadi jika harga yang ditawarkan oleh pembeli dinilai sepadan dengan pengorbanan yang dilakukan nelayan. Bahkan terkadang kesepakatan harga yang terjadi tanpa didahului dengan adanya proses tawar menawar terlebih dahulu. Hal ini disebabkan sudah ada hubungan pemasaran (langganan) yang cukup lama antara nelayan dan pedagang penggumpul.

Oleh pedagang penggumpul, ikan hasil tangkapan nelayan ditimbang dan dijual kembali kepada pedagang penggumpul yang lebih besar sesuai dengan jenis ikan dan kepada usaha pengolahan serta sebagian dari mereka juga menjual ke berbagai pasar lokal yang tersebar di Kabupaten Lamongan. Pada level ini, ikan yang diperdagangkan mulai di sortir berdasarkan ukuran dan kualitas.

Setelah mendapat ikan dari pedagang penggumpul lokal, pedagang pengumpul besar juga akan menjual kembali ikan – ikan tersebut ke beberapa

45

perusahaan pengolahan dan ke berbagai pasar baik lokal (dalam kabupaten), dalam propinsi dan antar propinsi. Perbedaan yang mencolok antara pedagang pengumpul lokal dan pengumpul besar adalah dari sisi penanganan produk perikanan. Para pedagang pengumpul besar biasanya telah memiliki kios yang berada di kawasan pelabuhan. Di kios tersebut, ikan di sortir lagi berdasarkan kualitas dan ukuran serta ditambah es agar kualitas ikan tetap terjaga.

Perusahaan pengolah perikanan juga turut memberi andil dalam kegiatan pemasaran di PPN Brondong. Sebagian besar produk olahan yang ada di PPN Brondong adalah ikan asin, fillet, pindang dan panggang. Rantai pemasaran komoditas perikanan di PPN Brondong dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20 Pola distribusi produk perikanan di PPN Brondong. Keterangan :

= Kegiatan berlangsung di dalam kawasan PPN Brondong (20%) (100%) (50%) (30%) Gradding dan Standarisasi Produsen (Nelayan )

Pedagang pengumpul lokal

Pedagang pengumpul besar

Perusahaan / pengolah di PPN Brondong

Pasar eksport Pasar dalam propinsi

Pasar antar propinsi

Gradding dan

Standarisasi

Pasar Lokal (dalam kabupaten) Perusahaan / pengolah di luar PPN Brondong

5.3.2 Daerah pemasaran

Daerah yang menjadi tujuan pemasaran hasil tangkapan nelayan di PPN Brondong adalah daerah yang masih relatif dekat yakni meliputi Pulau Jawa dan Pulau Bali. Secara spesifik, daerah yang menjadi tujuan pemasaran adalah pasar ikan, pasar tradisional dan perusahaan pengolahan hasil perikanan.

Jika dibagi berdasarkan lokasi per propinsi, maka daerah tujuan pemasaran hasil tangkapan nelayan PPN Brondong dapat dilihat pada Gambar 21. Pada tahun 2009, produksi perikanan tangkap di PPN Brondong sebagian besar dipasarkan di wilayah Propinsi Jawa Tengah (sebesar 67%), propinsi Jawa Timur (sebesar 13%) dan sisanya tersebar diwilayah Propinsi Bali, Jawa Barat dan DKI Jakarta. Memasuki tahun 2010, daerah tujuan pemasaran ikan hasil tangkapan nelayan PPN Brondong mengalami sedikit perubahan. Pada tahun 2010, pelaku pemasaran lebih cenderung memasarkan hasil tangkapan nelayan di wilayah Propinsi Jawa Timur sebesar 67% dan wilayah Jawa Tengah hanya sebesar 13 %.

Sumber : PPN Brondong, 2011

Gambar 21 Daerah tujuan pemasaran tahun 2009 dan 2010 5.4 Interaksi Jumlah Ikan yang Didaratkan terhadap Harga

Berdasarkan pada roadmap pembangunan perikanan tangkap tahun 2010 –

2014 Provinsi Jawa Timur, komoditas perikanan tangkap yang menjadi unggulan dari Kabupaten Lamongan adalah ikan kuningan, layang, kakap, kapasan dan ikan mata besar. Oleh karena itu, pada sub bab ini kajian akan difokuskan pada kelima jenis ikan tersebut.

47

a. Ikan kuningan

Ikan kuningan merupakan ikan yang paling dominan didaratkan di PPN Brondong. Total produksi ikan kuningan selama tahun 2009 – 2011 mencapai lebih dari 40.654 ton atau sekitar 28,57% dari total produksi PPN Brondong. Produksi ikan kuningan tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2011 yang hampir mencapai 1.876 ton, sedangkan produksi terendah terjadi pada Februari 2009 yang hanya 557 ton. Harga rata-rata ikan kuningan selama 2009-2011 adalah Rp 10.357,- /kg (Gambar 22).

Gambar 22 Hubungan antara harga dengan jumlah produksi ikan kuningan di PPN Brondong

Berdasarkan pada Gambar 22 dapat dilihat bahwa pergerakan harga komoditas ikan kuningan tidak selalu berlawanan dengan jumlah produksi ikan tersebut. Pergerakan jumlah produksi ikan kuningan yang cukup signifikan terkadang direspon dengan perubahan harga yang searah dengan produksi.

Jika diamati lebih lanjut dengan uji statistik, interaksi antara jumlah produksi ikan kuningan terhadap perubahan harga yang terjadi dapat dilihat

pada persamaan y = 8271,642 + 0,002 x dengan nilai R2 = 0,141 (Lampiran 7). Artinya, perubahan jumlah produksi ikan kuningan di PPN

Brondong akan selalu diikuti dengan perubahan harga yang searah dengan jumlah produksi ikan tersebut. Dengan kata lain, setiap kenaikan produksi

ikan kuningan sebesar 1 ton, maka akan harga ikan tersebut juga akan mengalami peningkatan sebesar Rp 2,- per kg. Demikian halnya jika terjadi penurunan jumlah produksi ikan kuningan sebesar 1 ton, maka akan memicu penurunan harga ikan terseebut sebesar Rp 2,- per kg. Namun demikian, persamaan tersebut hanya mampu memprediksi sebesar 14,1% dari keseluruhan faktor yang mempengaruhi perubahan harga.

b. Ikan layang

Ikan layang merupakan hasil tangkapan utama dari kapal dengan alat tangkap payang dan mini purse seine. Secara umum, produksi ikan layang yang didaratkan di PPN Brondong berkisar antara 278 – 619 ton / bulan. Harga ikan layang tertinggi terjadi pada bulan Januari 2011 yaitu sebesar 13.000,-/kg, sedangkan harga terendah terjadi pada bulan september 2010 yaitu sebesar Rp 5.500,-/kg (Gambar 23).

Secara statistik, persamaan yang dapat dibangun dari interaksi antara jumlah produksi terhadap perubahan harga ikan layang di PPN Brondong adalah y = 9634,271 + 0,000 x dengan nilai R2 = 0. Hal ini memberikan pengertian bahwa fluktuasi jumlah produksi ikan layang yang terjadi setiap bulan di PPN Brondong tidak memiliki pengaruh apapun terhadap perubahan harga yang terjadi. Namun demikian, persamaan ini memiliki kelemahan karena nilai R2 yang didapat sebesar 0 (nol). Besaran nilai R2 tersebut mengisyaratkan bahwa perubahan harga ikan layang yang terjadi setiap bulan di PPN Brondong tidak dapat dijelaskan oleh fluktuasi jumlah produksinya.

49

Gambar 23 Hubungan antara harga dengan jumlah produksi ikan layang di PPN Brondong

c. Ikan kakap merah

Ikan kakap merah merupakan salah satu komoditas perikanan yang menjadi salah satu hasil tangkapan utama kapal dengan alat tangkap rawai. Produksi ikan kakap merah di PPN Brondong cenderung mengalami penurunan setiap bulannya. Produksi tertinggi ikan kakap merah terjadi pada bulan April 2009 (130.923 Kg) dan terendah terjadi pada bulan Januari 2011

(13.700 Kg). Rata – rata harga ikan kakap merah berada pada nilai Rp 31.341,-/kg. Harga tertinggi ikan kakap merah terjadi pada bulan Agustus

2011 dengan nilai Rp 35.700,-/kg, sedangkan harga terendah terjadi pada bulan Juli 2009 dengan nilai Rp 27.000,-/kg (Gambar 24).

Jika diamati dengan uji statistik, besaran harga ikan kakap merah di PPN Brondong akan selalu mengalami penurunan jika jumlah produksi ikan tersebut mengalami peningkatan. Namun, apabila jumlah produksinya menurun maka harga ikan kakap merah di PPN Brondong akan nengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada persamaan y = 33870,847 – 0,049 x dengan nilai R2 = 0,419. Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa besaran jumlah produksi ikan kakap merah di PPN Brondong mampu

menjelaskan sebesar 41,9% dari total keseluruhan variabel yang berpengaruh pada pembentukan harga.

.

Gambar 24 Hubungan antara harga dengan jumlah produksi ikan kakap di PPN Brondong

d. Ikan kapasan

Ikan kapasan merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki

harga cukup rendah. Secara rata-rata, harga ikan kapasan berada pada level Rp 4.100,- /kg. Harga ikan kapasan tertinggi terjadi pada pertengahan tahun

2011 yang mencapai Rp 6.300,- /kg, sedangkan harga terendah terjadi pada awal tahun 2011 yang mencapai Rp 2.500,- /kg.

Pada periode tahun 2009 – 2011* jumlah produksi ikan kapasan mencapai 21.137 ton (14,85% dari produksi total PPN Brondong). Produksi ikan kapasan tertinggi dan terendah terjadi pada tahun 2011 masing – masing berjumlah 1.033 ton pada bulan Oktober dan 341 ton pada bulan Januari (Gambar 25).

51

Gambar 25 Hubungan antara harga dengan jumlah produksi ikan kapasan di PPN Brondong

Interaksi antara trend kenaikan harga dan jumlah produksi ikan kapasan pada periode yang sama dapat dilihat pada persamaan y = 2965,423 + 0,002 x dengan nilai R2 = 0,073. Artinya, setiap peningkapatan jumlah produksi ikan kapasan di PPN Brondong sebesar 1 ton akan mempengaruhi peningkatan harga sebesar Rp 2,- /kg. Namun demikian, besaran pengaruh tersebut tidak mutlak terwujud karena variabel jumlah produksi hanya mampu menjelaskan sebesar 7,3% dari keseluruhan variabel yang berpengaruh.

e. Ikan mata besar

Ikan mata besar juga termasuk ikan yang dominan didaratkan di PPN Brondong. Selama tahun 2009 – 2011, jumlah produksi ikan mata besar hampir mencapai 25.448 ton atau setara dengan 17,88% dari total produksi perikanan di PPN Brondong. Jumlah produksi ikan mata besar di PPN Brondong sangat fluktuatif meskipun cenderung meningkat setiap bulan. Produksi ikan mata besar tertinggi terjadi pada bulan oktober 2011 yang mencapai 1.333 ton dan produksi terendah terjadi pada bulan Januari 2011 yang mencapai 316 ton.

Menurut data rekapitulasi harga ikan di PPN Brondong, harga ikan mata besar juga mengalami kecenderungan meningkat. Pada awal 2009, harga ikan

mata besar hanya sebesar Rp 3.750,- /kg, sedangkan pada Januari 2011 harga ikan mata besar mencapai Rp 12.000,- /kg (Gambar 26).

Jika dilihat dari hasil uji statistik yang menghitung besaran pengaruh jumlah produksi terhadap pembentukan harga pada periode yang sama maka didapat suatu persamaan y = 7356,662 – 4,23 x-5 dengan nilai R2 = 0,00. Hal ini memberikan pengertian bahwa pembentukan harga ikan mata besar di PPN Brondong tidak dapat diprediksi hanya dari besaran jumlah produksi komoditas tersebut di PPN Brondong, melainkan harus melibatkan berbagai faktor lainnya yang kemungkinan berpengaruh.

Gambar 26 Hubungan antara harga dengan jumlah produksi ikan mata besar di PPN Brondong

5.5 Interaksi Antara Harga dan Kunjungan Kapal

Seperti telah diutarakan pada sub bab sebelumnya bahwa harga ikan dan jumlah kunjungan kapal perikanan di PPN Brondong sangat berfluktuatif. Oleh karena itu, dalam penelitian ini harga ikan hasil tangkapan diasumsikan sebagai faktor bebas. Setiap perubahan yang terjadi adalah akibat dari pengaruh di luar sistem. Faktor kunjungan kapal diasumsikan sebagai faktor yang mudah dipengaruhi oleh adanya faktor lain terutama harga ikan.

53

Gambaran mengenai hubungan antara harga ikan dan kunjungan kapal perikanan dapat dilihat dari adanya pola hubungan secara grafik dan ditunjang dengan berbagai analisa statistik (Lampiran 8 – 12).

5.5.1 Alat tangkap dogol

Alat tangkap dogol merupakan alat tangkap yang dominan dioperasikan di PPN Brondong. Seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya bahwa hasil tangkapan utama dari alat tangkap dogol adalah ikan – ikan demersal antara lain Ikan mata besar, kuningan, kapasan, ayam-ayam dan beloso.

Gambar 27 Interaksi antara harga ikan hasil tangkapan dan kunjungan kapal dengan alat tangkap dogol

Pada tahun 2009 hingga awal 2010, pola kunjungan kapal dengan alat tangkap dogol cenderung serupa dengan fluktuasi harga ikan. Jika harga ikan mengalami peningkatan maka kunjungan kapal dengan alat tangkap dogol juga meningkat, demikian pula sebaliknya. Namun pada pertengahan tahun 2010 dan sepanjang 2011, jumlah kunjungan kapal dogol di PPN Brondong tidak lagi seirama dengan fluktuasi harga bahkan jumlah kunjungan kapal dogol cenderung terus menurun (Gambar 27).

Untuk menganalisa lebih lanjut, maka telah dilakukan beberapa uji statistik (Lampiran 8). Secara visual, titik-titik pada grafik telah mendekati sumbu diagonalnya atau membentuk sudut 450 dengan sumbu mendatar. Hal ini dapat

diinterpretasikan bahwa data telah terdistribusi secara normal dan memenuhi asumsi pada uji ANOVA. Untuk memperkuat hasil pengujian tersebut, maka digunakan uji kenormalan data dengan metode Kolmogorov Smirnov. Hasil dari uji kenormalan data menunjukkan bahwa nilai Kolmogorov-Smirnov Z adalah sebesar 0,620 dengan nilai probabilitas signifikansi 0,837 (lebih dari 0,05). Hal ini membuktikan bahwa data memang terdistribusi secara normal.

Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa hanya ikan kuningan yang memiliki nilai korelasi positif (0,108) terhadap jumlah kunjungan kapal di PPN Brondong. Namun demikian, jika dilihat nilai signifikansi pada uji korelasi terlihat bahwa hanya ikan ayam-ayam, mata besar dan ikan beloso yang nilainya lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kunjungan kapal dogol di PPN Brondong cenderung searah dengan perubahan harga yang terjadi pada komoditas ikan kuningan namun hubungan keduanya tidak signifikan secara statistik. Dengan demikian, hanya ikan ayam-ayam, mata besar dan beloso yang memiliki hubungan sangat kuat (namun berlawanan) dan signifikan secara statistik dengan jumlah kunjungan kapal dogol.

Selanjutnya, uji statistik yang digunakan adalah menggunakan metode

backward. Artinya, secara otomatis pengolahan data akan mencari solusi terbaik dalam pembangunan model regresi. Dengan metode ini, telah terpilih 3 (tiga)

Dokumen terkait