• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. PENYAJIAN HASIL ANALISIS DATA DAN

B. Hasil Penelitian

2. Dinamika Psikologis Subyek

Secara keseluruhan, tujuan utama subyek datang ke Yogyakarta

adalah untuk meningkatkan taraf kesejahteraan dengan melanjutkan pendidikan di Yogyakarta. Subyek berharap dapat menyerap ilmu sebaik-baiknya serta mendapatkan pengalaman yang dibutuhkan untuk pada akhirnya kembali ke daerah untuk membangun daerah.

Berhadapan dengan konteks budaya yang berbeda memberikan pengaruh tersendiri terkait tujuan utama subyek datang ke Yogyakarta. Bertemu dan berdinamika dalam semua lingkup hidup yang baru dengan orang-orang dengan latar belakang yang berbeda harus dihadapi subyek selama hidup di Yogyakarta. Setiap subyek mengalaminya sebagai proses akulturasi dan berlangsung secara unik dalam setiap personal subyek. Untuk lebih memahami bagaimana proses akulturasi pada subyek secara keseluruhan berikut ini akan digambarkan dinamika psikologis masing-masing subyek.

a. Subyek DV

Bagi subyek, Yogyakarta menjadi tempat yang menarik sebagai tempat kuliah. Sejak SMA subyek sudah bercita-cita kuliah di Yogyakarta. Ketertarikan itu muncul dari informasi orang tua dan kakak senior subyek yang pernah kuliah di Yogyakarta, mereka mengatakan bahwa Yogyakarta merupakan kota yang bagus untuk kuliah, biaya hidup murah serta dikenal sebagai kota pelajar. Selain

itu, waktu kecil subyek pernah mengunjungi Yogyakarta dan mengetahui bahwa Yogyakarta tidak seperti kota besar yang lain yang pernah dikunjunginya, Yogyakarta termasuk kota yang aman dan nyaman.

Sebelum berangkat ke Yogyakarta orang tua dan para senior menasehatkan subyek untuk berhati-hati dalam bersikap dengan orang Yogyakarta/Jawa. Subyek diberitahu bahwa orang Jawa/Yogyakarta itu halus dan cepat tersinggung. Mereka akan menjauh jika bersikap kasar, terutama dalam berbicara sebaiknya dipikirkan terlebih dahulu apa yang ingin dibicarakan jangan sebaliknya. Demikian juga saat ada masalah agar berhati-hati dalam mengambil sikap, jangan langsung mengambil tindakan kekerasan. Hal-hal tersebut yang kemudian menjadi pegangan subyek selama hidup di Yogyakarta.

Ketika hidup di Yogyakarta, ia mengaku bergaul dengan berbagai etnis. Subyek menemui dan berinteraksi dengan berbagai etnis baik di lingkungan tempat tinggal (kos) maupun di tempat kuliah (kampus). Akan tetapi, baik di kos maupun di kampus subyek mengakui lebih banyak bergaul dengan teman-teman yang berasal dari kawasan Indonesia Timur. Subyek sekarang indekos di kos yang 75% penghuninya orang NTT. Akhirnya subyek merasa mau tidak mau bergaul dengan mereka, sehari-hari subyek lebih banyak bergaul dengan mereka. Penghuni kos yang berasal dari etnis lain seperti Jawa dan Kalimantan hanya sedikit dan menurut subyek mereka jarang

bergabung karena rasa sungkan mereka terhadap penghuni kos yang lain. Demikian juga di kos sebelumnya subyek juga merasa ada jarak yang memisahkan dalam bergaul dengan teman di luar etnis Timur. Sebenarnya subyek ingin juga mendekati dan bergaul dengan penghuni dari luar NTT seperti etnis Jawa atau Kalimantan tetapi mereka seakan menutup diri dan cenderung bergaul dengan etnis mereka sendiri. Subyek menyayangkan hal itu, tinggal satu atap tapi tidak saling kenal.

Demikian juga di kampus, subyek lebih banyak bergaul dengan orang Indonesia timur. Subyek kuliah di Universitas yang mayoritas mahasiswanya berasal dari Indonesia timur . Menurut subyek, dirinya lebih terbuka dengan teman-teman satu daerah terutama ketika menghadapi masalah. Masalahnya dari sekedar masalah di kampus, masalah cewek, banyak hal yang pasti diceritakan. Akan tetapi subyek juga bergaul dengan beberapa teman etnis lain di kampus dan memiliki satu teman dekat asal etnis Jawa. Bagi subyek teman-teman kampus sudah dianggap sebagai saudara sendiri.

Selama hidup dan berinteraksi di Yogyakarta subyek kemudian memiliki pandangan-pandangan tentang orang Jawa khususnya temannya orang Jawa. Menurutnya bergaul dengan orang Jawa harus berhati-hati karena sifat orang Jawa pada umumnya halus dan mudah tersinggung. Sifat itu pun ditambah dengan adanya sifat agak tertutup.

Oleh karena itu, subyek menjadi sungkan untuk mendekati teman-teman dari Jawa. Dari sikap dan sifat yang tertutup itu, ia merasa seakan dihindari oleh teman etnis Jawa. Oleh karena itu, subyek tidak berani untuk mendekati teman etnis Jawa apalagi karena mereka cenderung untuk bergaul dengan sesama teman mereka sendiri dan cenderung tidak mau berbaur dengan etnis yang lain.

b. Subyek DN

Awal ketertarikan subyek untuk kuliah di Yogyakarta adalah karena kesan positif subyek saat mengunjungi Yogyakarta. Waktu itu subyek langsung merasa kerasan , nyaman dan cocok dengan keadaan di Yogyakarta. Ditambah dengan fasilitas pendidikan dan hiburan yang menurutnya lengkap dibandingkan dengan di daerah asal semakin membuat subyek tertarik dan memutuskan kuliah di Yogyakarta.

Dalam berinteraksi, subyek mengaku berinteraksi dengan semua etnis yang ditemuinya di Yogyakarta. Ia mengaku bergaul dengan orang-orang di sekitar tempat tinggalnya seperti orang Ambon, Papua maupun Jawa. Demikian juga di kampus, subyek bergaul dengan teman-teman dari berbagai etnis, baik dalam kegiatan perkuliahan maupun dalam kegiatan non akademis di kampus seperti kegiatan UKM yang diikutinya. Subyek juga kadang menyempatkan bermain ke teman dari Jawa di waktu senggangnya. Akan tetapi,

secara intensitas subyek mengaku lebih banyak menghabiskan waktu dan berinteraksi dengan teman satu daerah. Ia merasa lebih nyaman tinggal dan bergaul dengan teman satu daerah.

Keputusan dengan memilih lebih banyak bergaul dengan sesama teman satu daerah dirasa sebagai alternatif yang paling tepat dalam hidup bersosialnya. Ia menemukan kenyamanan yang tinggi dan rasa persaudaraan yang semakin kuat bersama teman satu daerah. Jika mengalami suatu masalah misalnya, teman satu daerah pasti ikut membantu demikian juga sebaliknya.

Intensitas yang rendah dalam bergaul dengan teman etnis lain dikarenakan ia sadar bahwa teman etnis lain memiliki kesibukan sendiri-sendiri sehingga ia merasa takut jika menganggu kesibukan/aktifitas mereka. Selain itu, ia merasa memiliki kesibukan/aktifitas sendiri dan memilih untuk lebih banyak bergaul dengan teman satu daerah. Bukannya tidak mau bergaul karena ada masalah tertentu dengan teman dari etnis lain tetapi menurutnya ia merasa lebih nyaman, lebih merasakan perasaan sebagai teman bahkan saudara saat bergaul dengan temannya yang satu daerah. Hal tersebut bagi subyek merupakan hal yang sangat wajar.

Namun, subyek menyadari bahwa hal itu merupakan kelemahan/kekurangannya. Menurutnya dengan kecenderungan tidak bergaul dengan etnis yang lain berarti menutup pintu untuk mendapat/menerima hal yang baru.

Selama hidup di Yogyakarta, beberapa kendala dihadapinya. Saat di kos yang pertama subyek merasa terkekang dan tidak bebas karena tidak dapat melakukan beberapa kebiasaannya di daerah asal. Pada akhirnya subyek memilih untuk berpindah tempat tinggal dan mengontrak rumah bersama teman satu daerahnya. Dengan mengontrak rumah, ia merasa lebih bebas dalam melakukan sesuatu.

Masalah bahasa juga merupakan masalah yang cukup menganggu saat bertemu dengan etnis lain terutama etnis Jawa. Pembicaraannya dengan orang Jawa kadang tidak nyambung. Ia kesulitan memahami bahasa dan dialek orang Jawa, bahkan ketika mereka menggunakan bahasa Indonesia. Demikian juga ia menyadari orang Jawa kesulitan menangkap maksud yang dikatakannya karena dialek atau cara bicaranya dirasa terlalu cepat. Pada akhirnya subyek berusaha menyesuaikan cara bicaranya dengan lebih pelan.

Selain itu, ia mendengar dan mengalami langsung bahwa orang Timur termasuk dirinya pada umumnya dipandang sebagai orang yang keras. Image keras ini dianggap wajar olehnya, karena orang Timur rata-rata memang hidup dengan pola yang keras, hidup dalam kondisi yang keras. Namun, menurutnya keras tidak sama dengan kasar. Pernah suatu kali di kampus, saat beradu argument dalam diskusi subyek dianggap kasar karena cara bicaranya, cara bicara dengan suara yang keras/tinggi dianggap kasar oleh beberapa teman kampus. Pun saat mengobrol, cara bicara dengan suara yang keras/tinggi

dianggap teman kuliah sebagai ekspresi marah. Persepsi ini menurut subyek keliru.

c. Subyek BT

Keputusan kuliah di Yogyakarta merupakan keputusan yang dibuat subyek karena terpengaruh dengan apa yang dikatakan guru SMAnya tentang keunggulan Yogyakarta sebagai kota pelajar. Ia kemudian sangat ingin untuk melihat dan merasakan kehidupan di Yogyakarta. Selain itu, keinginan kuliah di Yogyakarta dikarenakan keinginannya untuk keluar dari daerah, keluar dari kondisi yang menurutnya tidak berubah. Sempat ada keraguan untuk kuliah di Yogyakarta karena keadaan ekonomi orang tua yang pas-pasan serta rasa berat/tidak rela dari orang tua karena ia merupakan anak pertama, anak yang memiliki hubungan yang dekat dengan orang tua.

Selama hidup di Yogyakarta, subyek mengaku bergaul dengan teman dari berbagai etnis. Ia tidak pilih-pilih dalam berteman. Ia memiliki banyak teman di kampus, bergaul akrab dengan mereka dan karena itu subyek merasa nyaman saat di kampus. Perasaan nyaman karena banyak teman itu diakuinya berpengaruh terhadap prestasinya yang dirasa semakin baik. Ia juga berusaha megembangkan diri dengan mengikuti beberapa kegiatan non akademik di kampus.

Sikap terbuka juga dilakukan di kos. Ia bergaul secara terbuka, bahkan mengenal latar belakang teman kos yang lain dengan baik.

Pergaulannya tidak sebatas dengan penghuni kos saja, ia juga bergaul baik dengan pemilik kos. Ia suka dengan pemilik kos yang dinilainya berjiwa muda dan bersikap terbuka, terkadang ia menghabiskan waktu dengan mengobrol dengan bapak kosnya tersebut. Saat diadakan acara di rumah pemilik kos, subyek pun ikut membantu entah sebagai sinoman ataupun membantu ibu kos mencuci piring. Ia juga bergaul dengan warga sekitar kos, beberapa kali ia mengikuti ronda malam yang diadakan oleh warga.

Namun, subyek lebih banyak bergaul dengan teman satu daerah. Ia sering menghabiskan waktu bersama-sama teman Ngada. Menurutnya, teman Ngada sudah seperti saudara/keluarga sendiri. Diantara mereka sudah saling memahami karakter masing-masing dan ia mengaku lebih terbuka dengan teman dari Ngada.

d. Subyek FA

Sebelum subyek memutuskan kuliah di Yogyakarta, ia tidak terlalu tahu tentang Yogyakarta. Ia mengetahui informasi tentang Yogyakarta setelah kakak senior yang pernah kuliah di Yogyakarta bercerita tentang Yogyakarta kepadanya. Para seniornyalah yang akhirnya berperan besar dengan memberikan masukan-masukan sampai ia memutuskan untuk kuliah di Yogyakarta.

Sampai di Yogyakarta, subyek merasakan betul apa yang dikatakan oleh seniornya. Ia akhirnya merasakan bahwa pendidikan di

Yogyakarta termasuk baik, fasilitas umum yang menunjang dan biaya hidup yang terjangkau. Ia pun temotivasi untuk menambah pengalaman selama di Yogyakarta.

Subyek kuliah di kampus yang mayoritas mahasiswanya berasal dari Indonesia Timur. Akhirnya ia memiliki banyak teman dari Indonesia timur dan lebih banyak bergaul dengan mereka. Demikian juga di kos, subyek saat ini indekos di kos yang semua penghuninya orang Flores. Ia juga mengakui lebih banyak bergaul dengan teman dari Ngada. Ia sering mengunjungi rumah kontrakan teman Ngada, bahkan hal ini diakuinya dilakukannya hampir setiap hari saat masih sering kuliah.

Akan tetapi ia juga mengaku bergaul dengan orang dari etnis lain. Hal ini dilakukan saat subyek magang di sebuah perusahaan investasi emas dimana rekan kerjanya terdiri dari orang-orang dari berbagai kultur budaya. Ia bisa mengenal orang dengan budayanya masing-masing. Ia pun berusaha menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya dengan beberapa kali bermain di mess tempat rekan kerjanya tinggal. Pengalaman bisa mengenal orang dari latar belakang budaya yang berbeda disadarinya merupakan pengalaman yang bagus untuk dirinya.

Dalam berinteraksi dengan etnis lain terutama etnis Jawa ia mengalami kendala dalam bahasa. Misalnya terkait rekan kerjanya, karena rekan kerjanya kebanyakan berasal dari Jawa sering kali

diantara mereka dalam berkomunikasi di tempat kerja menggunakan bahasa Jawa yang tidak dimengerti olehnya. Ketidakpahaman bahasa Jawa tersebut diatasinya dengan langsung mengungkapkan ketidakpahamanya tersebut kepada rekan kerjanya, akhirnya rekan kerjanya menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan subyek.

Dokumen terkait