• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hal Lain yang Diperlukan Untuk Memperjelas Konsep Dasar dan Prosedur Tindakan

Dalam dokumen Terapi Oksigen - Copy (Halaman 41-48)

1. Humidifier.

Humidifier merupakan salah satu kelengkapan yang penting dalam memberikan terapi 02, untuk mengetahui lebih lanjut kita perdu tabu tentang definisi, tujuan pemakaian humidifier,

dan jenis humidifier.

a. Definisi

Humidifier adalah alat pelembab udara (Smeltzer & Bare, 2008). Proses penambahan air ke gas (oksigen) yang merupakan humidifikasi (Perry & Potter, 2006). Fucker, Canobbio, Paquette, dan Wells (2000) menyebutkan humidifier merupakan alat yang digunakan untuk memberikan kelembapan dengan gelembung- gelembung udara pada saat terapi oksigen. Jadi humidifier merupakan alat humidifikasi atau penambahan kadar air dalam udara (oksigen) sehingga

dicapai kelembaban tertentu.

Penggunaan humidifier dalam terapi oksigen merupakan tambahan yang penting karena selain sebagai pelembab oksigen juga sebagai konektor selang oksigen (nasal / masker) yang ke pasien. Selang nasal / masker tidak dapat langsung di sambungkan dengan sumber oksigen. (Perry &

Potter, 2006).

b. Tujuan pemakaian humidifier.

Humidifier merupakan alat humidifikasi, diperlukan saat pemberian oksigen sebagai pelembab udara. Kelembapan udara dapat mencegah mukosa saluran pernafasan atas mengalami kekeringan dan iritasi. Humidifikasi juga sangat bermanfaat sebagai ekspektoran yang mudah untuk mempertahankan sekresi. Humidifikasi dibutuhkan karena oksigen dari sentral maupun tabung bersifat kering (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2004). Pasien yang mengalami gangguan pelembaban seperti dilakukan bypass (penggunaan endotrakheal atau trakheostomi). Pasien yang dilakukan bypass dapat memakai humidifier kering bila oksigen yang diberikan

kurang dari 40% dan kurang dari 4 jam (Hilton, 2004).

Humidifier dingin/aktif humidifier hangat/pasif Sebagai alat pelembab udara / oksigen, humidifier mempunyai beberapa jenis humidifier. Saraswati (2008) humidifier dibagi menjadi humidifier aktif yaitu humidifier yang mengeluarkan gelembung udara dari tabung yang berisi air teraliri oksigen dan humidifier pasif merupakan pelembab udara yang menggunakan alat pemanas. Hilton (2004) membagi ada humidifier hangat dan humidifier dingin. Pembagian humidifier menurut Saraswati dengan Hilton secara umum sama yaitu humidifier aktif sama dengan humidifier dingin sedang

humidifier pasif sama dengan humidifier hangat.

Humidifier hangat merupakan alat pelembab udara dengan melepaskan uap air atau embun dari air hangat. Pemanasan air dilakukan dengan mesin listrik sehingga air mendidih.Humidifier tipe ini digunakan pada terapi oksigen dengan cara closed system yang

digunakan pada ventilator (Rita, 2001).

Humidifier dingin adalah pelembab udara dengan suatu alas akan melepaskan uap / droplet air yang dingin. Humidifier tipe ini diberikan pada terapi oksigen yang alirannya dapat bernafas spontan lewat jalan nafas atas. Humidifier ini, secara konvensional dengan teknik mengalirkan oksigen melalui air yang akhirnya akan timbul gelembung - gelembung udara yang akan mendorong uap air ke udara (Rita, 2001). Kelembaban yang dihasilkan kurang lebih 72,5% sampai 78,7% pada suhu ruangan. (Waugh & Granger, 2004). Weber, Palmer, Jaffar dan Mulholland ( 1998) menyatakan bahwa di daerah cuaca tropis, kelembaban akan mengalami penurunan, yang didapat hanya 34-56%. Humidifier dingin secara luas menggunakan humidifier yang dapat digunakan berulang-ulang. Penggunaan humidifier ini perlu diperhatikan beberapa hal antara lain reservoir (tabung humidifier) harus dalam kondisi bersih, air dalam humidifier harus air steril dan diganti setiap 24 jam, dan reservoir harus diisi segara sebelum dipakai, bila cairan hendak ditambahkan sisa cairan harus dibuang dahulu (Panmed Dalin

DosokRSU Dr.Soetomo Surabaya, 2000).

Kemajuan teknologi memunculkan penemuan baru yaitu humidifier yang sekali pakai (aquapak). Yamashita. Nishivama, Yokoyama, Abe, Manabe„ Nishivama, Yokoyama, Abe, dan Manabe, (2005) menyebutkan bahwa dengan aquapak penggunaan selama 58 hari secara terns menerus tidak ditemukan pertumbuhan bakteri. Pemakaian aquapak ini perlu dipertimbangkan efisiensinya karena pemakaian pada klien yang mobilitas tinggi sangat membebani biaya klien (Yamashita, at al. 2005). Kondisi tersebut kurang sesuai dengan ruangan jantung dan ruang observasi intensif yang rata-rata pemakaian humidifier 1-7 hari (buku laporan ruang jantung

dan ROI RSU Dr. Soetomo Surabaya 2008).

Penggunaan humidifier penting pada terapi oksigen, tetapi beberapa buku menyebutkan bahwa terapi oksigen yang menggunakan nasal kanul dengan kecepatan aliran oksigen kurang dari 4 LPM tidak perlu memakai humidifier (Perry & potter, 2006). Hilton (2004) menyebutkan bahwa pemberian non humidifier- tidak boleh lebih dari 4 Jam. Kenji (2004) melakukan penelitian dengan demonstrasi matematika. Menyimpulkan bahwa pemakaian oksigen 4¬5 LPM tidak membutuhkan humidifier karena aliran oksigen 4-5 LPM dengan menggunakan alat nasal kanul atau simpel masker, masih dipengaruhi oleh udara ruangan. Kelembapan udara ruangan masih mencukupi untuk membantu kelembapan terapi oksigen yang diberikan. Campbell, Baker, dan Crites (1988) melakukan penelitian bahwa pemakaian humidifier dengan diisi air atau tidak diisi air dengan aliran oksigen kurang dari 5 liter per menit selama

perawatan, setiap harinya masih ditemukan keluhan kekeringan pada mukosa hidung. Non humidifier masih dapat menjadi pilihan terapi karena dapat mengurangi biaya dan mempermudah tugas perawat pada waktu perawatan tabung (Campbell, Baker, & Crites, 1988). Nakamura, Mori, Takizawa, dan Kawakami (1996) menambahkan bahwa pemakaian non humidifier selama 8 jam tidak merusak mukosa hidung. Penelitian diatas menunjukkan bahwa pemakaian non humidifier dapat dipergunakan selama pasien dirawat di rumah sakit. Non humidifier dapat dihentikan pemakaiannya bila terapi oksigen lebih dari 5 liter per menit, seperti yang di sebutkan Uyainah (2006) memastikan bahwa terapi oksigen dengan FiO, lebih

dari 44% dapat mengakibatkan keringnya mukosa.

Pencegahan pertumbuhan bakteri pada tabung humidifier sangat penting dilakukan meski penelitian sebelumnya tidak menyebutkan kejadian infeksi nosokomial dengan adanya bakteri pada humidifier. Staffer, at al (1996) menyebutkan bahwa terdapatnya bakteri pada humidifier akibat masuknya bakteri yang ada diudara atau diri pasien. Aerosol bakteri yang terdapat dalam air humidifier atau bakteri yang ada di selang oksigen dapat menjadikan infeksi nosokomial, Aliran oksigen yang rendah dapat menjadi penyebab pertumbuhan bakteri (Staffer, at al. 1996). Penelitian sebelumnya menemukan bakteri yang tumbuh di humidifier diantaranya Pseudomonas Afaltol)hilia, Pseudomonas .Aeruginosa, Klebsiella Pneumoniae, dan Staphylococcus Epidermidis (Cameron, 1987). Cahill dan Heath (1990) menambahkan bakteri yang muncul Enterobacter Agglomerans, Serratia, and Bacillus.bakteri dan mengontrol osmosis. Beberapa bakteri tidak membutuhkan oksigen tapi ada yang membutuhkannya, pH dan temperature juga berpengaruh pada pertumbuhannya, kebanyakan bakteri tumbuh dengan baik pada medium yang netral atau sedikit alkali (pH 7,2- 7,6) dengan temperatur optimal pada suhu tubuh sekitar 37°C (Gibson, 1990).Bakteri yang berada di lingkungan/ kondisi kurang baik, akan mati atau mengubah dirinya menjadi spora. Spora dewasa dapat bertahan dalam keadaan itu hingga tahun, sampai menemukan tempat/ lingkungan yang baik (Culloch, 2000). Bakteri yang di dapat di lingkungan / udara rumah sakit antara lain Staphilococus Epidermidis, Bacillus sp, dan SIuphilococus Aureus (Handiyani, 2001). Bakteri yang terdapat pada daerah mukosa hidung, oropharyng, dan mulut yaitu Staphilococus Epidermidis, Staphilococus Aurcus, Staphilococus Pticulnomac, Staphilococus Afulans, Laclobacillus, Bacteroides, dan Actinomyces

(Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2004).

Pertumbuhan bakteri.

Bakteri tumbuh dengan membelah, dalam waktu yang singkat akan terbentuk koloni. Waktu pembelahan setiap bakteri berbeda, umumnya antara 1-3 jam, tetapi ada yang 24 jam atau lebih. Kondisi yang ideal keadaan yang baik, waktu pembelahan dapat sekitar 20 menit, misalnya pada bakteri E.Coli. Bakteri yang memiliki waktu pembelahan yang panjang adalah Micobacterium tuberculosis yaitu sekitar 15 jam (Tim Mikrobiologi FK Unibraw, 2003). Waktu petumbuhan bakteri sangat cepat dapat di lihat dari hasil penelitian yang dilakukan Handayani (2006) dimana seragam klinik yang dipakai petugas kesehatan (mahasiswa) pada hari pertama, kurang lebih kontak dengan pasien 8-10 jam sudah ditemukan adanya pertumbuhan bakteri Pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya : air, dimana bakteri akan mati atau mati suri jika terlalu kering, zat-zat organik yang dibutuhkan bakteri sebagai cumber energi untuk aktifitas metaboliknya, garam-garam anorganik (fosfat, sulfat, magnesium, kalsium, besi, seng, tembaga, kobal dan molybdenum) penting untuk sistem enzim di dalam bakteri dan mengontrol osmosis. Beberapa bakteri tidak membutuhkan oksigen tapi ada yang membutuhkannya, pH dan temperature juga berpengaruh pada pertumbuhannya, kebanyakan

bakteri tumbuh dengan baik pada medium yang netral atau sedikit alkali (pH 7,2-7,6) dengan temperature optimal pada suhu tubuh sekitar 37 derajat Celcius Gibson,1990).

2. Efek samping dan Komplikasi Terapi Oksigen

a. Keracunan Oksigen

Patofisiologi toksisitas oksigen tidak dimengerti dengan baik, tetapi berkaitan dengan penghancuran dan penurunan surfaktan, pembentukan lapisan membran hialin paru, dan terjadinya edema paru yang bukan berasal dari jantung ( Brunner & Suddarth,2001 ). Keadaan ini dapat merusak struktur jaringan paru seperti atelektasis dan kerusakan surfaktan. Akibatnya proses difusi di paru akan terganggu. Keracunan oksigen ini dapat terjadi bila oksigen diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama 1-2 hari. Apabila O2 80-100% diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan paru. Kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H2O2 melepaskan enzim proteolotik dan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli( Razi, 2008 ). Oksigen murni akan menyebabkan kerusakan atau iritasi mukosa saluran pernafasan. Mukosa saluran pernafasan ini mengandung faktor – faktor pertahanan tubuh, diantaranya adalah PMN diatas, selain itu juga mengandung imunoglobulin (IgA), interferon, dan antibiotik spesifik (Price,1995). Kerusakan lapisan ini akan memperparah keadaan suatu penyakit dan menyebabkan kolaps paru yang berakhir dengan

kegagalan nafas dan kematian (Hole,1993).

First Signs :

a. Retro sternal depression

a. Extreme numb b. Nausea, vomiting c. Dyspnea, cough d. Anxieties e. Appetite decrease Second Signs : a. Worst Dyspnea b. Cyanosis

c. Respiratory gets worst progressively

Pencegahan toksisitas oksigen dicapai dengan menggunakan oksigen hanya bila diresepkan. Jika diperlukan konsentrasi tinggi, lamanya dijaga agar tetap minimal dan dikurangi secepatnya(Brunner & Suddarth,2001). Penggunaan oksigen konsentrasi tinggi dalam waktu yang lama tidak berarti tidak boleh dilakukan. Konsentrasi oksigen 100 % dapat diberikan kalau memang masih diperlukan. Setalah hipoksia teratasi secara bertahap konsntrasi oksigen harus diturunkan serendah mungkin selama SaO2 lebih dari 96 % (Materi Pelatihan ICU RSUP Dr. Soetomo,2005). Penggunaan PEEP (Positive End Expiratory Pressure) atau CPAP ( Continous Positive Airway Pressure ) sering dilakukan dalam kaitannya dengan terapi oksigen untuk mencegah microatelektasis, dan dengan demikian memungkinkan penggunaan oksigen dengan

persentase yang lebih rendah.

b. CO2 Narkosis

Pada pasien PPOK, rangsang pernafasannya adalah penurunan oksigen darah, bukan peningkatan kadar CO2. Dengan demikian pemberian konsentrasi oksigen yang tinggi akan menyingkirkan dorongan bernafas yang sudah dibentuk sebagian besar oleh tekanan oksigen

rendah yang kronis pasien. Akibat penurunan ventilasi alveolar tersebut dapat menyebabkan peningkatan progresif tekanan karbondioksida (PaCO2), akhirnya mengarah pada kematian

akibat narkosis CO2 dan asidosis.

c. Microatelektasis

Disebabkan oleh penurunan gas nitrogen dan surfaktan di alveoli.

d. Fibroplasia Retrolental pada bayi prematur

Pada bayi prematur, kapiler retinanya sangat sensitif terhadap pemberian oksigen yang tinggi. Oksigen dengan persentase yang tinggi akan merangsang immature capillary retina untuk spasme dan proliferasi (Titin,2007), sehingga merusak retina dan menyebabkan kebutaan. Oleh

karena itu PaO2 harus dijaga antara 60 – 80 mmHg.

e. Barotrauma

Disebabkan oleh tekanan udara yang tinggi, seperti :

Empisema mediastinum

Pneumothorax

Dapat terjadi pada pasien dengan :

1). Pasien dengan ventilator

• Oleh karena PEEP yang terlalu tinggi dan volume yang besar

• Fighting / melawan mesin

2). Pasien dengan bag and mask

• Tekanan / volume yang tinggi

• Not sincronize

3) Pasien yang diberi oksigen scara langsung ( wall outle / O2 cylinder ) tanpa melalui flow meter.

f. Depresi nafas

Pada pasien gangguan paru tertentu, misalnya PPOK, pemberian oksigen konsentrasi tinggi bukannya membantu, tapi kemungkinan dapat menekan ventilasi akibat loss of “ Hypoxic drive “

g. Meledak dan Kebakaran

Karena oksigen mempunyai sifat kombusi (mudah terbakar), selalu ada bahaya api ketika

menggunakan oksigen. a. Don't use electricity tools during O2 therapy

Dilarang merokok dekat pasien yang mendapat terapi oksigen

Pastikan tangan bebas dari minyak saat membuka O2 tube

Letakkan O2 tube jauh dari sumber api dan sinar matahari langsung.

h. Infeksi

Peralatan terapi oksigen juga potensial sebagai sumber infeksi silang bakteri dan karenanya selang harus sering diganti, tergantung kebijakan pengendalian infeksi dan jenis peralatan pemberian oksigen. Air humidifier juga dapat sebagai media pertumbuhan kuman, oleh

karenanya harus dibersihkan dan diganti tiap hari.

j. Aspirasi bila pasien muntah.

k. Perut kembung

l. Gangguan gerakan silia dan selaput lendir (mucus blanket)

3. Syarat – syarat terapi oksigen

a. Bebaskan jalan nafas sebelumnya

b. Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat dikontrol

d. Mempunyai tekanan jalan nafas yang rendah

e. Ekonomis, efisien

f. Nyaman untuk pasien

g. Sistem Humidifikasi

h. Pemantauan tanda-tanda klinis

i. Pemantauan analisa gas darah

4. Koreksi Kebutuhan Oksigen

PAO2 = ( 760 - 47 ) x FiO2 – PaCO2

AaDO2 = PAO2 – PaO2

FiO2 = AaDO2 + 100 x 100 %

760

Keterangan :

a. PAO2 : Tekanan O2 dalam alveolus

b. PH2O : Tekanan uap air ( 47 % )

c. PaO2 : Tekanan parsial O2 arteri

d. FiO2 : Fraksi inspirasi O2 ( % )

e. P bar : Tekanan Barometrik (760 mmHg)

f. AaDO2 : Perbedaan tekanan alveolar - arteri

5. Tipe kekurangan oksigen dalam tubuh

a. Hipoksemia

Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai normal (nilai normal PaO285-100 mmHg), SaO2 95%. Hipoksemia dibedakan menjadi ringan sedang dan berat berdasarkan nilai PaO2 dan SaO2. hipoksemia ringan dinyatakan pada keadaan PaO2 60-79 mmHg dan SaO2 90-94%, hipoksemia sedang PaO2 40-60 mmHg, SaO2 75%-89% dan hipoksemia berat bila PaO2 kurang dari 40 mmHg dan SaO2kurang dari 75%. Umur juga mempengaruhi nilai PaO2 dimana setiap penambahan umur satu tahun usia diatas 60 tahun dan PaO2 80 mmHg maka terjadi penurunan PaO2 sebesar 1 mmHg. Hipoksemia dapat disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, hipoventilasi, pirau, gangguan difusi dan berada ditempat yang tinggi Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yang bertujuan untuk mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan memadai. Bila tekanan oksigen arteriol (PaO2) dibawah 55 mmHg.kendali nafas akan meningkat, sehingga tekanan oksigen arteriol (PaO2) yang meningkat dan sebaliknya tekanan karbondioksida arteri (PaCO2) menurun.jaringan Vaskuler yang mensuplai darah di jaringan hipoksia mengalami vasodilatasi, juga terjadi takikardi kompensasi yang akan meningkatkan volume sekuncup jantung sehingga oksigenasi jaringan dapat diperbaiki. Hipoksia alveolar menyebabkan kontraksi pembuluh pulmoner sebagai respon untuk memperbaiki rasio ventilasi perfusi di area paru terganggu, kemudian akan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin ginjal sehingga mengakibatkan eritrositosis dan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin ginjal sehingga mengakibatkan eritrositosis danterjadi peningkatan kapasiti transfer oksigen. Kontraksi pembuluh darah pulmoner, eritrositosis dan peningkatan volume sekuncup jantung akan menyebabkan hipertensi pulmoner. Gagal jantung

kanan bahkan dapat menyebabkan kematian.

b. Hipoksia

Hipoksia adalah kekurangan O2 ditingkat jaringan. Istilah ini lebih tepat dibandingkan anoksia, sebab jarang dijumpai bahwa benar-benar tidak ada O2 tertinggal dalam jaringan, secara

tradisional, hipoksia dibagi dalam 4 jenis. Berbagai klasifikasi lain telah digunakan namun sidtim 4 jenis ini tetap sangat berguna apabila masing-masing definisi istilah tetap diingat.

Keempat kategori hipoksia adalah sebagai berikut :

1). Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik) yaitu apabila PO2 darah arteri berkurang 2). Hipoksia anemik yaitu apabila O2 darah arteri normal tetapi mengalami denervasi maupun

pada ginjal yang diangkat (diisolasi) dan diperfusi

3). Hipoksia stagnan; akibat sirkulasi yang lambat merupakan masalah bagi organ seperti ginjal

dan jantung saat terjadi syok

4). Hipoksia histotoksik; hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan

paling sering diakibatkan oleh keracunan sianida

N. Pendidikan yang Perlu Diberikan pada Pasien dan Keluarga

1. Beri informasi klien dan keluarga tentang pentingnya dan rasionalisasi terapi oksigen 2. Ajarka klien dan keluarga tentang pencegahan terhadap bahaya penggunaan oksigen 3. Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda dan gejala keracunan oksigen dan retensi CO2. 4. Ajarkan klien dan keluarga teknik alternative komunikasi untuk menurunkan frustasi. 5. Klien dengan alat terapi oksigen menetap di rumah ( permanent tracheostomy), harus diajarkan kepada klien,keluarga dan care giver tentang perawatan trakeostomi dan teknik suction.

O. Evidence Base Terapi Oksigen.

1. Oksigen merupakan satu dari beberapa agen terapeutik yang efektif. Terapi oksigen bermanfaat untuk mengatasi hipoksemia pada pasien yang tidak mengalami masalah paru, mupun pada pasien PPOK eksaserbasi akut, dimana oksigen juga menurunkan vasokonstriksi paru dan kerja jantung kanan serta menurunkan iskemia miokard. Dimana hasilnya adalah terjadinya perbaikan cardiac output. Pada penambahan oksigen, terbukti (fakta) dapat memperbaiki oksigen ke paru , meningkatkan pertahanan paru dan membantu transport

mucosiliari dan pembersihan mucus.

Perhatian utama pada pemberian oksigen untuk pasien PPOK eksaserbasi akut adalah terjadinya peningkatan CO2 (hiperkarbia) dan peningkatan risiko gagal nafas. Pemberian oksigen tetap pada level rendah (24-28 %), ternyata juga dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya hiperkarbia, sehingga harus digunakan dengan hati-hati (Snow & oders, 2001) 2. Perawat dianggap sebagai seorang yang ahli di area masing-masing, yang dibekali dengan kemampuan dalam memberikan advokasi kepada klien, kepemimpinan klinis dan kemampuan dalam berkolaborasi dalam pemberian pelayanan kesehatan. Perawat di ruang keperawatan medikal bedah bertugas sebagai perawat medikal bedah (KMB), pendidik, manajer kasus, konsultan, dan peneliti untuk merencanakan atau meningkatkan asuhan keperawatan. Perawat KMB dituntut memiliki peran yang lebih besar dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya dalam menerapkan konsep - konsep keperawatannya, memiliki analisa dan mampu berfikir kritis dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan konsep teori, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini (Ellies & Hardley, 2003). Oksigen merupakan obat, sehingga pemberiannya haruslah hati - hati supaya tidak terjadi intoksikasi. Sesuai dengan peran perawat, dituntut untuk menerapkan konsep terapi oksigen yang tepat. Memiliki analisa dan berfikir kritis dimana terapi oksigen membutuhkan

penggunaan humidifier, sehingga perawat harus mengevaluasi penggunaan air, penggantian air dan pembersihan humidifier. Evaluasi humidifier sangat penting guna mencegah pertumbuhan bakteri untuk pencegahan infeksi nosokomial. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini tersedia humidifier yang sekali pakai yang dapat mencegah terjadinya pertumbuhan bakteri tetapi karena harganya yang mahal disarankan menggunakan humidifier tanpa diisi dengan air. Sebagai perawat yang mempunyai pemikiran kritis diharapkan dapat memanfaatkan humidifier tanpa air sesuai dengan teori dan perlu melakukan penelitian pemakaian humidifier tanpa air dengan pertumbuhan bakteri sehingga dapat dijadikan sebagai evidence-based.

http://ppnikarangasem.blogspot.com/2010/03/oxygen-therapy-terapi-oksigen.html

Pemberian Oksigen dengan Berbagai

Dalam dokumen Terapi Oksigen - Copy (Halaman 41-48)

Dokumen terkait