• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PRAKTIK JUAL BELI MAKANAN CAMPURAN KADALUWARSA

E. Diskripsi Permasalahan

Sebelum saya memaparkan proses produksi di home industry ini, terlebih dahulu akan dipaparkan tentang batas kadaluwarsa dari panganan ini. Karena setiap pabrik atau setiap produsen mempunyai batasan dalam menentukan masa habis pakai dari suatu barang. Masa habis pakai (konsumsi) sari panganan ini adalah 6 (enam) bulan. Misalnya, jika produksi dilakukan pada tanggal 2 januari 2010, maka masa habis pakai dari barang ini adalah tanggal 3 juni 2010. Masa habis pakai ini sebenarnya mempunyai perpanjangan waktu sekitar 1 (satu) minggu setelah tanggal kadaluwarsa. Ini bertujuan untuk berjaga ketika barang tersebut tidak habis terjual. Maka ada waktu untuk dikembalikan, sehingga bisa diperbaiki (diolah kembali).15

13 Endang (pemilik Kalimas Cookies), wawancara, Blitar, 5 Mei 2015 14 Khoirul (karyawan Kalimas Cookies), Wawancara, Blitar, 19 April 2015. 15 Sri Wahyuni (karyawan Kalimas Cookies), Wawancara, Blitar, 3 Mei 2015.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Tindakan tersebut kira-kira dilakukan mulai tahun 2010, penyebabnya utama pemilik melakukan hal tersebut adalah tidak ingin mengalami kerugian yang berlebih. Selain itu juga mulai bermunculan produsen- produsen kue kering yang menawarkan jenis-jenis kue yang sama. Oleh karena itu, untuk mengakalinya dicampurkanlah kue yang telah dikembalikan tersebut. Selain itu juga, selama pembuatan kue yang dicampur dengan bahan yang telah kadaluwarsa tersebut tidak pernah ada komplain dari konsumen. Sehingga pelaku usaha tersebut berfikir apa yang dilakukan tersebut tidak merugikan para pelanggan.16

Sedangkan dari pihak pelanggan (Ismiyati) sebenarnya merasakan ada yang aneh setelah mengkonsumsi kue tersebut. Mereka merasakan pusing pada kepala juga mual, akan tetapi pada saat tersebut tidak merasa curiga karena pada saat mereka memakan cookies tersebut pada tahun yang lalu juga baik-baik saja.17 Sebenarnya rumor tentang dicampurkannya cookies yang sudak kadaluwarsa dengan bahan-bahan yang masih baru sudah menjadi rahasia umum di daerah sekitar home industry tersebut. Akan tetapi banyak sebagian dari mereka hapir tidak peduli dengan tindakan tersebut.

Senada dengan Ismiyati, Mahmudah pun juga mengalami hal yang sama. Yaitu pusing yang desertai dengan mual. Sebenarnya Mahmudah sedikit merasa curiga ketika setiap kali setelah memakan kue tersebut dia merasa pusing.18 Hanya saja, Mereka beranggapan jika hanya dengan tidak

16

Sri Wahyuni (karyawan Kalimas Cookies), Wawancara, Blitar, 3 Mei 2015. 17 Ismiyati (pelanggan Kalimas Cookies), Wawancara, Blitar, 2 Mei 2015. 18 Mahmudah (pelanggan Kalimas Cookies), Wawancara, Blitar, 26 April 2015.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

memakan atau mengkonsumsi cookies tersebut sudah cukup, yang penting tidak merugikan mereka. Sebenarnya para konsumen sadar dan mengerti hal apa yang sedang mereka hadapi, akan tetapi konsumen lebih memilih untuk tidak melakukan apapun.

23 BAB II

KONSEP MAKANAN DAN JUAL BELI MENURUT HUKUM ISLAM DAN KAJIAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP

JUAL BELI MAKANAN CAMPURAN KADALUARSA

A. Konsep Makanan Menurut Islam a. Makanan halal

Kata halal berasal dari bahasa arab h{alla yang berarti “lepas” atau

“tidak terikat”. Sesuatu yang halal adalah yang terlepas dari ikatan duniawi

dan ukhrawi. Karena itu hata halal juga berarti boleh. Dalam bahasa hukum, kata ini mencangkup segala sesuatu yang dibolehkan agama, baik kebolehan itu bersifat sunnah (anjuran untuk dilakukan), makruh (anjuran untuk ditinggalkan), maupun mubah (netral/boleh-boleh saja). Karena itu boleh jadi ada sesuatu yang halal (boleh), tetapi tidak dianjurkan atau dengan kata lain hukumnya adalah makruh.1

Secara etimologi kata halalan berati hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya.2

Makanan atau At{’imah adalah bentuk jamak dari kata t}a’am, yaitu apa saja yang dimakan oleh manusia dan disantap, beberapa pangan dan lainnya.3

1 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, (Bandung:PT. Mizan, 1996), 148.

2 Diana Candra Dewi, Rahasia Dibalik Makanan Haram, (Malang : UIN-Malang Press.2007), 41. 3 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Juz 13, (Bandung:PT Al-Ma’arif, 1988), 97.

Segala jenis makanan apa saja yang ada di dunia halal untuk dimakan kecuali ada larangan dari Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW untuk dimakan. Agama Islam menganjurkan kepada pemeluknya untuk memakan makanan yang halal dan baik. Makanan “halal” maksudnya makanan yang diperoleh dari usaha yang diridhai Allah. Sedangkan makanan yang baik adalah yang bermanfaat bagi tubuh, atau makanan bergizi.

Makanan halal adalah makanan yang tidak haram, yakni yang tidak dilarang oleh agama, namun tidak semua makanan halal otomatis baik. Makanan yang baik adalah makanan yang dibenarkan untuk dimakan oleh ilmu kesehatan. Makanan yang halal dan baik inilah yang diperintahkan oleh Allah untuk memakannya.

Makanan yang halal lagi baik adalah makanan yang harus dikonsumsi oleh setiap muslim, sebab makanan seperti ini disamping secara rohani akan menjadikan sehatnya rohani, juga akan memberikan kontribusi bagi terpenuhinya nutrisi pada jasmani serta bersifat menyehatkan. Ulama telah memfaatkan agar muslim tetap senantiasa memakan makanan yang halal lagi baik, dan tidak tercamper sedikitpun dengan makanan yang haram. Penegasan ini dikukuhkan lewat kaidah ushul fiqh yang menyatakan bahwa “Apabila berkumpul barang yang halal dan yang haram maka hukumnya

harus disamakan dengan yang haram.”4

Makanan yang enak dan lezat belum tentu baik untuk tubuh, dan boleh jadi makanan tersebut berbahaya bagi kesehatan. Selanjutnya makanan yang tidak halal bisa mengganggu kesehatan rohani. Daging yang tumbuh dari makanan haram, akan dibakar di hari kiamat dengan api neraka.

Makanan atau t}a’am ialah apa saja yang dapat dimakan, dapat berupa sayur mayur, biji-bijian, buah-buahan, serta berbagai jenis daging dan ikan. Pada dasarnya semua barang yang ada di muka bumi ini menurut hukum aslinya adalah halal atau boleh dimakan.5

Secara umum ada tiga makanan yang dikonsumsi manusia, yakni nabati, hewani dan hasil olahan. Makanan nabati secara keseluruhan halal, karena itu boleh dikonsumsi kecuali mengandung racun atau membahayakan fisik manusia. Sedang makanan hewani ada dua, yaitu hewan laut yang dibolehkan dikonsumsi dan hewan darat yang sebagian kecil boleh dimakan.6

Allah telah membuat kreteria makanan yang boleh dikonsumsi dengan standar hala@lan t}ayyiban. Pengertian halalan di sini berarti jenis makanan yang diperbolehkan dikonsumsi dan tidak diharamkan. Sedangkan pengertian t}ayyiban berarti semua jenis makanan yang memberi manfaat manusia karena telah memenuhi syarat kesehatan (misalnya: gizi, protein, higienis, dan lain-lain) tidak najis, tidak memabukkan, tidak membawa

5 Yusuf Qardhawi, M.Halal dan Haram Dalam Pandangan Islam, (Jakarta : Robbaani Press.2000), 47- 48.

6 Fadhllan Mudhafir dan H.A.F. Wibisono, Makanan Halal, (Surabaya:Yayasan Kampusina.2004), 144-147.

pengaruh negatif bagi kesehatan fisik dan psikis, serta diperoleh dengan cara yang halal.

Makanan halal dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Semua makanan yang baik.

2. Semua makanan yang tidak diharamkan oleh Allah dan Rasulnya. 3. Semua makanan yang tidak memberi madlarat.

4. Semua binatang yang dihalalkan Allah dan Rasulnya.7

Dalam surat al-Baqa\ra\h ayat 168 disebutkan bahwa kita disuruh untuk memakan makanan yang halal dan baik, yang bunyinya:



































Artinya : “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata

bagimu.” (Q.S. al- Baqa\ra\h :168)8

Dari ayat di atas, makanan yang kita makanan yang kita makan harus halal dan baik. Makanan yang halal disini ada dua macam, yaitu:

1. Halal dari cara memperolehnya. Makanan yang akan dimakan diperoleh dengan cara yang dibenarkan oleh Allah, misalnya makanan itu kita

7 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah. Vol.7, (Jakarta:Lentera Hati, 2002), 73.

8

dapatkan dari pemberian orang tua, dari hasil kerja keras, atau dari cara- cara halal lainnya.

2. Makanan itu terbuat dari bahan yang halal, tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan menurut syariat.

Sedangkan yang dimaksudkan dengan baik disini adalah apa yang dianggap dan dirasakan oleh jiwa baik.9 Makanan itu ada beberapa macam. Ada yang berupa benda padat atau jamad, dan ada pula yang berupa hewan. Semua yang berbentuk benda padat adalah halal kecuali yang najis dan mutanajjis, berbahaya memabukkan dan yang menyangkut hak orang lain.10

b. Makanan haram menurut al-Quran

Sebagai lawan dari halal adalah haram, yaitu sesuatu perkara yang dilarang oleh syara’. Berdosa jika mengerjakannya dan berpahala jika meninggalkannya. Terhadap sesuatu yang diharamkan baik itu bendanya, zatnya, atau hasil dari yang haram juga, Allah menyuruh untuk menjauh sejauh-jaunya. Sebab dengan makanan yang haram itu adalah sebab terhalangnya doa kita sekaligus dapat menggelapkan hati kita untuk cenderung kepada hal-hal yang baik, bahkan memasukkan kita ke dalam neraka.11

9 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Bandung:PT Al-Ma’arif, 1988), 97. 10 Ibid.,98.

Setelah Allah menjelaskan makanan-makanan yang baik, kemudian Allah menjelaskan makanan- makanan yang diharamkan. Allah berfirman dalam surat al Baqa\ra\h ayat 173:

























Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,

darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut

(nama) selain Allah.”12

Adapun binatang yang diharamkan untuk dikonsumsi oleh kaum muslimin dapat digolongkan menjadi enam:

1. Bangkai, darah, daging babi, binatang yang disembelih bukan atas nama Allah.

2. Semua binatang yang dapat hidup di dua alam, seperti katak, buaya, penyu dan lain sebagainya.

3. Binatang yang bertaring kuat, seperti harimau, anjing, srigala, kucing, kera, dan lain sebagainya.

4. Binatang yang mempunyai kuku tajam, seperti burung elang, kakak tua, nuri, rajawali dan lain sebagainya.

5. Binatang yang dierintahkan dibunuh, misalnya ular, anjing galak, kalajengking, burung elang dan sebagainnya.

6. Bunatang yang dilarang untuk dibunuh. Seperti semut, tawon, burung hud-hud.13

Di dalam al-Quran juga dijelaskan beberapa kategori makanan yang diharamkan untuk dikonsumsi:

1. Makanan yang didapat dengan cara yang tidak halal, seperti makanan hasil curian, korupsi, rampasan, riba, dan cara-cara yang melanggat

syari’at.14

2. Semua makanan yang dipandang menjijikkan. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-A’raf ayat 157:













Artinya: Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.15

3. Segala jenis makanan yang bagi mereka yang memakannya menimbulkan keburukan untuk jiwa dan raga. Dijelaskan dalam surat al-a’raaf ayat 33 yang berbunyi:

13 Abu Fajar Al-Qalami dan Abdul Wahid al-Banjary, Tuntunan Jalan Lurus Dan Benar, (t.t. Gitamedia Press, 2004), 361.

14 Ahmad Musthofa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi. Juz 2, (Semarang: CV. Thoha Putra, 1987), 87.































Artinya: Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar.16

Pengharaman terhadap makanan tersebut semata-mata kebijaksanaan dari Allah dalam membimbing hamba-hambanya. Karena makanan tersebut sangat membahayakan kesehatan disamping menjijikkan terdapat kuman yang dapat menyebabkan penyakit.17

Agama Islam adalah agama yang selalu memberi kelapangan bagi penganutnya. Tidak ada hal-hal yang menyusahkan atau mempersulit keadaan, oleh karena itu segala makanan yang diharamkan boleh dimakan bila seseorang dalam keadaan terpaksa atau dalam keadaan darurat dan sekedar menyambung hidup, maka Allah tidak menyiksa atas perbuatannya tersebut.

B. Jual Beli Dalam Islam a. Pengertian jual beli

Dalam istilah fiqh{ jual beli disebut dngan al-bay’ yang berarti menjual, dan menukar sesuatu dengan yang lain.18

16 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya,...,122. 17 Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz 2, (Jakarta: Panjimas, 2004), 76.

Menurut istilah (terminologi’) yang dimaksud dengan jual beli adalah sebagai berikut19:

1. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang yang satu kepada yang lain atas dasar merelakan.

2. Pemilikan harta benda dengan jalan tukar menukar yang sesuai dengan aturan syara’.

3. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ija@b dan qa@bul, dengan cara yang sesuai dengan syara’.

4. Tukar menukar benda dengan benda lain dengan cara yang khusus (diperbolehkan).

5. Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau menindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan.

6. Aqad yang tegak atas dasar penukaran harta dengan harta, maka jadilah penukarang hak milik secara tetap.

Dalam al-Quran secara umum dijelaskan bahwa pada dasarnya hukum jual beli adalah halal. Hal ini sesuai dengan firman Allah surat al- Baqa\ra\h ayat 275 yang berbunyi:

19 http://miripan.blogspot.com/2012/05/pengertian-jual-beli-dalam-islam-jual.html, diakses 4 Juni 2015











“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.20

Meskipun dengan jelas Allah SWT dalam ayat diatas menghalalkan jual beli, namun dalam ajaran Islam juga mengatur tentang etika jual beli serta rukun dan syarat-syaratnya. Hal tersebut dimaksudkan agar proses jual beli yang terjadi dalam kehidupan masyarakat tidak mengurangi unsur- unsur kehalalan dan sahnya jual beli dalam Islam yang telah disebutkan diatas. Adapun etika yang dimaksud yakni hendaknya perdagangan yang dilakukan memperdagangkan barang-barang yang diperbolehkan bukan dari barang-barang yang diharamkan dalam Islam, dilarang adanya penipuan dalam perdagangan, dilarang menimbun barang, dilarang bersumpah, dilarang menaikkan harga barang yang telah baku atau mencari laba yang besar, wajib mengeluarkan zakat atas keuntungan yang diperoleh bila memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh agama, dan wajib bagi pedagang muslim untuk tidak meninggalkan perintah-perintah agamanya disamping kesibukannya.21

20 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya,..., 48.

21 Yusuf Al-Qardhawi, “Hudal Islam, Fatawa Mu’ashirah”, Cet II (Abdurrachman Ali Bauzir, Fatwa Qardhawi Permasalan Pemecahan dan Himah), (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), 374-375.

b. Syarat dan rukun jual beli

Dalam menetapkan rukun jual-beli, diantara para ulama terjadi perbedaan pendapat. Menurut Ulama Hanafiyah, rukun jual-beli adalah ija@b dan qa@bul yang menunjukkan pertukaran barang secara ridho, baik dengan ucapan maupun perbuatan. 22Adapun rukun jual-beli menurut Jumhur Ulama ada empat, yaitu:

1. Bai’ (penjual) 2. Mustari (pembeli) 3. Shighat (ija>b dan qabu>l)

4. Ma’qud ‘alaih (benda atau barang).

Transaksi jual-beli baru dinyatakan terjadi apabila terpenuhi tiga syarat jual-beli, yaitu:23

1. Adanya dua pihak yang melakukan transaksi jual-beli

2. Adanya sesuatu atau barang yang dipindahtangankan dari penjual kepada pembeli

3. Adanya kalimat yang menyatakan terjadinya transaksi jual-beli (sighat ija>b qabu>l).

Adapun syarat yang harus dipenuhi oleh penjual dan pembeli adalah:24

22Rahmat Syafe’i,Fiqih Muamalah untuk UIN,STAIN, PTANIS, dan Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), 76.

23 Mahmud Yunus dan Nadlrah Naimi,Fiqih Muamalah, (Medan: CP. Ratu Jaya: 2011), 104-105. 24 Imam Abi Zakaria al-Anshari, Fathu al-Wahab, (Surabaya: al-Hidayah, t.t), 158.

1. Agar tidak terjai penipuan, maka keduanya harus berakal sehat dan dapat membedakan (memilih).

2. Dengan kehendaknya sendiri, keduanya saling merelakan, bukan karena terpaksa.

3. Dewasa atau baligh.

Syarat benda dan uang yang diperjual belikan sebagai berikut:25

1. Bersih atau suci barangnya. Tidak syah menjual barang yang najis seperti anjing, babi, khomar dan lain-lain yang najis.

2. Ada manfaatnya. Jual beli yang ada manfaatnya sah, sedangkan yang tidak ada manfaatnya tidak sah, seperti jual beli lalat, nyamuk, dan sebagainya.

3. Dapat dikuasai. Tidak sah menjual barang yang sedang lari, misalnya jual beli kuda yang sedang lari yang belum diketahui kapan dapat ditangkap lagi, atau barang yang sudah hilang atau barang yang sulit mendapatkannya.

4. Milik sendiri. Tidak sah menjual barang orang lain dengan tidak seizinnya, atau barang yang hanya baru akan dimilikinya atau baru akan menjadi miliknya.

25 http://belajarbersamaame.blogspot.com/2014/03/makalah-jual-beli-dalam-hukum-islam.html, diakses tanggal 5 Juni 2015

5. Mestilah diketahui kadar barang atau benda dan harga itu, begitu juga jenis dan sifatnya. Jual beli benda yang disebutkan sifatnya saja dalam janji (tanggungan), maka hukumnya boleh.

Adapun syarat sah untuk ija>b qobu>l nya adalah sebagai berikut:26

1. Tidak ada yang membatasi (memisahkan). Si pembeli tidak boleh diam saja setelah si penjual menyatakan ija>b, atau sebaliknya.

2. Tidak diselingi kata-kata lain

3. Tidak dita’likkan (digantungkan) dengan hal lain. Misal, jika bapakku

mati, maka barang ini aku jual padamu.

4. Tidak dibatasi waktu. Misal, barang ini aku jual padamu satu bulan saja.

c. Macam-macam jual beli

Jual Beli ada tiga macam yaitu:27

1. Menjual barang yang bisa dilihat: Hukumnya boleh/sah jika barang yang dijual suci, bermanfaat dan memenuhi rukun jual beli.

2. Menjual barang yang disifati (memesan barang): Hukumnya boleh/sah jika barang yang dijual sesuai dengan sifatnya (sesuai promo).

3. Menjual barang yang tidak kelihatan: Hukumnya tidak boleh/tidak sah. Boleh/sah menjual sesuatu yang suci dan bermanfaat dan tidak

26 Ibnu Mas’ud & Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafi’i, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), 26-29. 27 Imam Ahmad bin Husain, Fathu al-Qorib al-Mujib, (Surabaya: al-Hidayah, t.t.), 30.

diperbolehkan/tidak sah menjual sesuatu yang najis dan tidak bermanfaat.

d. Macam-macam jual beli yang terlarang

Adapun macam-macam jual beli terlarang ini adalah sebagai berikut:28 1. Jual beli gharar

Adalah jual beli yang mengandung unsur penipuan dan penghianatan. Hadist Nabi dari Abi Hurairah yang diriwayatkan oleh Muslim:

.ررغلا عيب نعو ةاّحا عيب نع ملسو هيلع ها ىلص ها لوسر ىه

2.

Jual beli mula@qi@h

(حيقاما)

Adalah jual beli dimana barang yang dijual berupa hewan yang masih dalam bibit jantan sebelum bersetubuh dengan betina. Hadist dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh al-Bazzar:

يقاماو ْماضما عيب نع ىه ملسو هيلع ها ىلص ها لوسر نأ

.

3. Jual beli muz}ami@n

(ْماضما)

adalah jual beli hewan yang masih dalam perut induknya.

4. Jual beli muhaq#lah

(ةلقاحا)

adalah jual beli buah buahan yang masih ada di tangkainya dan belum layak untuk dimakan.

5. Jual beli munabadzah

(ةذباّما)

Adalah tukar menukar kurma basah dengan kurma kering dan tukar menukar anggur basah dengan anggur kering dengan menggunakan alat ukur takaran.

6. Jual beli mukha@barah

(ةرباخما)

Adalah muamalah dengan penggunaan tanah dengan imbalan bagian dari apa yang dihasilkan oleh tanah tersebut.

7. Jual beli tsunaya@

(ايّثلا)

Adalah jual beli dengan harga tertentu, sedangkan barang yang menjadi objek jual beli adalah sejumlah barang dengan pengecualian yang tidak jelas.

8. Jual beli ‘asb al-fahl

(لحفلا بسع)

Adalah memperjual-belikan bibit pejantan hewan untuk dibiakkan dalam rahim hewan betina untuk mendapatkan anak.

9. Jual beli mula@masah

(ةسماما)

Adalah jual beli antara dua pihak, yang satu diantaranya menyentuh pakaian pihak lain yang diperjual-belikan waktu malam atau siang.

10.Jual beli muna@badzah

(ةذباّما)

Adalah jual beli dengan melemparkan apa yang ada padanya ke pihak lain tanpa mengetahui kualitas dan kuantitas dari barang yang dijadikan objek jual beli.

11.Jual beli ‘urba@n

(نابرعلا)

Adalah jual beli atas suatu barang dengan harga tertentu, dimana pembeli memberikan uang muka dengan catatan bahwa bila jual beli jadi dilangsungkan akan membayar dengan harga yang telah disepakati, namun kalau tidak jadi, uang muka untuk penjual yang telah menerimanya terlebih dahulu.

12.Jual beli talqi rukba@n

(نابكرلا)

Adalah jual beli setelah pembeli datang menyongsong penjual sebelum ia sampai di pasar dan mengetahui harga pasaran.

13.Jual beli orang kota dengan orang desa

(دابل رضاح عيب)

Adalah orang kota yang sudah tahu harga pasaran menjual barangnya pada orang desa yang baru datang dan belum mengetahui harga pasaran. 14.Jual beli mus}arrah

(ةرّما)

Mus}arrah adalah nama hewan ternak yang diikat puting susunya sehingga kelihatan susunya banyak, hal ini dilakukan agar harganya lebih tinggi.

15.Jual beli s}ubrah

(ةرّلا)

Adalah jual beli barang yang ditumpuk yang mana bagian luar terlihat lebih baik dari bagian dalam.

16.Jual beli najashi

(شجّلا)

Adalah jual beli yang bersifat pura-pura dimana si pembeli menaikkan harga barang, bukan untuk membelinya, tetapi untuk menipu pembeli lainnya agar membeli dengan harga yang tinggi.

e. Khiya@r

Khiya@r adalah hak memilih bagi penjual dan pembeli untuk meneruskan jual belinya atau membatalkannya karena adanya suatu hal. Adapun macam khiya@r adalah:29

1. Khiya@r Majlis. Adalah hak memilih bagi penjual dan pembeli untuk meneruskan atau membatalkan akad selama masih berada di tempat akad dan kedua belah pihak belum berpisah.

2. Khiya@r Syarat. Khiya@r syarat yaitu hak memilih antara meneruskan jual beli atau membatalkannya dengan syarat tertentu

3. Khiya@r ’Aib. Khiya@r ’aib yaitu hak memilih antara meneruskan jual beli atau membatalkannya yang disebabkan karena adanya cacat pada barang yang dijual.

C. KAJIAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP JUAL BELI MAKANAN CAMPURAN KADALUARSA

Dalam undang-undang perlindungan konsumen, barang disebut dengan produk yang diartikan sebagai barang yang secara nyata dapat dilihat dan dipegang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak.30Rendahnya kualitas produk atau cacat pada produk yang dipasarkan sehingga menyebabkan kerugian bagi konsumen. Baik kerugian jasmaniah, kematian

Dokumen terkait