• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5.2 Diskusi

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh dukungan sosial terhadap motivasi untuk berobat, hanya tiga aspek dukungan sosial yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi untuk berobat, yaitu dukungan penghargaan, dukungan informasi dan dukungan jaringan sosial.

Dukungan penghargaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi untuk berobat dengan nilai koefesien regresi sebesar 0,423 (0,010 < 0.05). Pengaruh pada dukungan penghargaan ini bernilai positif, artinya semakin tinggi dukungan penghargaan maka semakin tinggi motivasi untuk berobat. Hal ini sesuai dengan penelitian Siswanto (dalam Jurnal Epidemiologi, 1999) yang menyimpulkan bahwa dukungan penghargaan memberikan sumbangan yang cukup tinggi terhadap motivasi untuk sembuh.

Dari aspek-aspek Cohen & McKay (dalam Sarafino, 2002) yang penulis baca dan penelitian Siswanto (1999) dijelaskan bahwa individu yang mendapatkan dukungan penghargaan akan merasa bahwa dirinya masih berguna bagi orang lain, merasa mampu melewati masa-masa yang sulit di dalam kehidupannya dan diakui keberadaannya oleh orang-orang yang ada disekitarnya. Penderita kanker serviks yang berpandangan seperti itu akan merasa nyaman dengan pengobatannya karena orang-orang disekitarnya menganggap dirinya masih berguna dan diakui sehingga dirinya akan termotivasi untuk terus berobat walaupun mungkin pada akhirnya nanti kenyataan tidak sesuai dengan harapannya. Sehingga semakin tinggi dukungan penghargaan yang dirasakan oleh

penderita kanker serviks, maka tentunya semakin tinggi motivasi untuk berobat yang mereka akan lakukan.

Selanjutnya, dukungan informasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi untuk berobat dengan nilai koefesien regresi sebesar 0,276 (0,045 < 0,05). Pengaruh pada dukungan informasi bernilai positif, artinya semakin tinggi dukungan informasi maka semakin tinggi pula motivasi untuk berobat. Hal tersebut dikarenakan penderita kanker serviks yang mendapatkan dukungan informasi yang tinggi merasa bahwa orang-orang yang ada disekitarnya memberikan nasehat, saran, dan pengarahan yang cukup berarti dengan apa yang ingin penderita lakukan dalam hal pengobatannya. Hal tersebut sesuai dengan aspek-aspek yang dijelaskan oleh Cohen & McKay (dalam Sarafino, 2002) bahwa dimensi informasi diungkapkan dalam bentuk pemberian nasehat atau saran, pengarahan, pemberian umpan balik mengenai apa yang dilakukan individu. Sehingga penderita merasa bahwa apa yang ingin penderita lakukan dengan pengobatannya, orang-orang sekitar yang ada disamping penderita selalu memberikan respon yang baik dan membuat penderita termotivasi untuk melakukan pengobatan.

Aspek dukungan sosial yang terakhir yang memberikan pengaruh signifikan terhadap motivasi untuk berobat adalah dukungan jaringan sosial. Dukungan jaringan sosial memiliki nilai koefesien regresi sebesar 0,291 (0,019 < 0,05). Pengaruh pada dukungan jaringan sosial bernilai positif, artinya semakin tinggi dukungan jaringan sosial maka semakin tinggi motivasi untuk berobat yang dirasakan oleh penderita kanker serviks.

Hal tersebut dikarenakan penderita merasa tidak sendiri dengan apa yang penderita alami saat ini, orang-orang sekitar penderitapun mempercayakan kepada penderita bahwa dalam keadaan yang seperti ini bukan berarti penderita hanya bisa terdiam tetapi juga bisa melakukan kegiatan-kegiatan yang penderita sukai. Seperti yang diungkapkan oleh Cohen & McKay (dalam Sarafino, 2002) bahwa dukungan jaringan sosial menggambarkan bentuk hubungan persahabatan yang memungkinkan individu melakukan aktivitas sosial. Sehingga semakin tinggi dukungan jaringan sosial yang dirasakan oleh penderita kanker serviks maka semakin tinggi pula motivasi untuk berobat penderita kanker serviks.

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan dari ketiga aspek dukungan sosial yaitu dukungan penghargaan, dukungan informasi dan dukungan jaringan sosial memberikan pengaruh yang positif dan signifikan begitu juga dengan kontribusi yang diberikan oleh ketiga aspek dukungan sosial tersebut. Tetapi terdapat ketidaksesuaian hasil penelitian yang penulis lakukan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siswanto (dalam Jurnal Epidemiologi, 1999) dalam penelitian tersebut menyebutkan bahwa dari dukungan sosial hanya dukungan penghargaan saja yang cukup berarti dalam mempengaruhi motivasi untuk sembuh sedangkan dukungan emosi, dukungan instrumental, dukungan informasi dan dukungan jaringan sosial kurang memiliki peran terhadap motivasi untuk sembuh.

Namun dalam ketidaksesuaian tersebut terdapat kesamaan antara penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan penelitian yang dilakukan oleh Siswanto yaitu dukungan emosi dan dukungan instrumental sama-sama tidak

signifikan baik dari segi pengaruh maupun kontribusinya. Dukungan emosi memperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,221 (0,215 > 0,05), artinya dukungan emosi secara negatif mempengaruhi motivasi untuk berobat dan berkontribusi sebesar 4,7% (0,081 > 0,05), artinya kontribusi yang diberikan oleh dukungan emosi terhadap motivasi untuk berobat penderita kanker serviks tidak signifikan. Hal ini mungkin terjadi dikarenakan penderita kanker serviks tidak merasakan kenyamanan dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya. Misalnya, orang-orang yang ada disekitarnya terlalu memberikan perhatian, khawatir dan terlalu perduli.

Kemudian dukungan instrumental memperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,053 (0,646 > 0,05), artinya dukungan instrumental secara positif mempengaruhi motivasi untuk berobat dan berkontribusi 1,0% (0,391 > 0,05), artinya kontribusi yang diberikan oleh dukungan instrumental terhadap motivasi untuk berobat penderita kanker serviks tidak signifikan. Walaupun mungkin dalam aspek Cohen & McKay (dalam Sarafino, 2002) dukungan instrumental merupakan suatu bentuk dukungan yang dapat diwujudkan dalam bentuk bantuan langsung misalnya pemberian dana atau pemberian bantuan berupa tindakan nyata atau benda, namun dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis penderita kanker serviks bukan saja memerlukan bantuan berupa barang, materi ataupun benda tetapi lebih kepada hal-hal yang bisa membuat penderita lebih termotivasi untuk bangkit.

Kemudian untuk hasil penelitian mengenai pengaruh variabel religiusitas terhadap motivasi untuk berobat hanya satu dimensi religiusitas yang

mempengaruhi secara signifikan yaitu forgiveness. Forgiveness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi untuk berobat dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,434 (0,011 < 0,05). Pengaruh pada forgiveness bernilai positif, artinya semakin tinggi forgiveness maka semakin tinggi motivasi untuk berobat penderita kanker serviks.

Hal ini mungkin karena forgiveness merupakan suatu tindakan saling memaafkan antar sesama manusia, memaafkan diri sendiri dan suatu tindakan meminta pengampunan Tuhan atas segala kesalahan-kesalahan yang pernah individu tersebut lakukan. Seperti yang diungkapkan oleh Idler (dalam Fetzer Institute, 1999) bahwa forgiveness mencakup lima dimensi turunan, yaitu: pengakuan dosa (confession), merasa diampuni oleh Tuhan (feeling forgivene by God), merasa dimaafkan oleh orang lain (feeling forgiven by others), memaafkan orang lain (forgiving others), dan memaafkan diri sendiri (forgiving one self).

Terdapat ketidaksesuaian antara dimensi turunan forgiveness yang diungkapkan oleh Idler dan forgiveness yang diungkapkan oleh Kendler dkk (2003). Menurut Idler bahwa salah satu dimensi turunan dari forgiveness adalah merasa diampuni oleh Tuhan, sedangkan dalam Kendler faktor forgiveness tidak menampakkan istilah Tuhan.

Dokumen terkait