• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dislokasi Inferior

Dalam dokumen Dislokasi Bahu (Halaman 29-36)

Pada luxatio erecta posisi lengan atas dalam posisi abduksi, kepala humerus terletak dibawah glenoid, terjepit pada kapsul yang robek . Karena robekan kapsul sendi lebih kecil dibanding kepala humerus, maka sangat susah kepala humerus ditarik keluar, hal ini disebut sebagai “efek lubang kancing” ( Button hole effect ). Pengobatan dilakukan reposisi tertutup seperti dislokasi anterior, jika gagal dilakukan reposisi terbuka dengan operasi

• Manifestasi klinis :

1.Abduksi lengan atas dengan posisi ‘hand over head’ 2. Hilangnya kontur bulat dari bahu.

Komplikasi : kerusakan arteri aksilaris dan nervus brakialis. • Terapi : prinsipnya sama dengan dislokasi yang lain:

1.Untuk dislokasi dengan atau tanpa fraktur tuberosita, coba Manipulasi dan reduksi dibawah IV conscious sedation.

2.Untuk dislokasi dengan fraktur humeral neck, coba Manipulasi dan reduksi dibawah General anestesi, pertimbangkan ORIF

• Teknik :

1.Dibawah kondisi IV conscious sedation, aplikasi traksi yang steady pada lengan yang di abduksi.

2. kadang diperlukan counter traction dengan seorang asisten menggunakan rolled sheet yang ditempatkan pada akromion.

3. Setelah relokasi, pasang collar & cuff.

Disposisi : kontrol ke poli orthopedi setelah 3 hari.

2.7 Diagnosis 2,6

Diagnosis kasus dislokasi bahu ditegakkan melalui anamnesis (autoanamnesis atau alloanamnesis), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat memberikan informasi riwayat trauma dan mekanisme terjadinya trauma tersebut, sehingga dapat lebih membantu menegakkan diagnosis dan mengetahui penyulit-penyulit yang mungkin telah ada dan yang dapat muncul kemudian. Selain itu juga diperlukan informasi mengenai riwayat penyakit pasien dan riwayat trauma sebelumnya, untuk mempertimbangkan penanganan yang akan diambil.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan beberapa tanda diantaranya adanya nyeri saat gerakkan, lengan menjadi kaku dan siku agak terdorong menjauhi sumbu tubuh, pasien mengendong tangan yang sakit dengan yang lain, pasien tidak bisa memegang bahu yang berlawanan, terdapat tonjolan pada bagian depan bahu, posisi lengan abduksi – eksorotasi, tepi bahu tampak menyudut, nyeri tekan, dan adanya gangguan gerak sendi bahu.

Ada 2 tanda khas pada kasus dislokasi sendi bahu terutama pada dislokasi anterior yaitu sumbu humerus yang tidak menunjuk ke bahu dan kontur bahu berubah karena daerah dibawah akromion kosong pada palpasi. Penderita merasakan sendinya keluar dan tidak mampu menggerakkan lengannya dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain dan ia tidak dapat menyetuh dadanya. Lengan yang cedera tampak lebih panjang daripada normal, bahu terfiksasi sehingga mengalami fleksi dan lengan bawah berotasi kearah interna. Posisi badan penderita miring kearah sisi yang sakit. Pemeriksa terkadang dapat membuat skapula bergerak pada dadanya namun tidak akan dapat menggerakkan humerus pada scapula. Jika pasien tidak terlalu banyak menggerakan bahunya, maka pada kasus ini kaput humerus yang tergeser dapat diraba dibawah prosesus korakoideus.1,2,3,4,7

Diagnosis klinik untuk kasus dislokasi sendi bahu dapat menggunakan tanda cemas (apprehension sign). Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengangkat lengan kedalam abduksi, rotasi luar dan kemudian ekstensi secara hati-hati dalam posisi duduk atau berbaring. Pada saat kritis pasien akan merasa bahwa kaput humerus seperti akan telepas dan tubuhnya menegang karena cemas. Uji ini harus diulangi dengan menekan bagian depan bahu, dimana dengan manuver ini pasien akan merasa lebih aman dan tanda cemasnya negatif.2

2.8 Pemeriksaan Penunjang 5

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah rontgen foto bahu anteroposterior (AP) dan lateral, posisi Axial dan posisi ”Y” scapular view. Selain itu juga dianjurkan melakukan pemeriksaan pandangan oblik agar dapat dipastikan tidak terdapat dislokasi posterior. Pemeriksaan pandangan oblik memang lebih sulit dilakukan namun lebih mudah diintepretasi.

2.9Komplikasi 2,7

Komplikasi yang dapat terjadi adalah timbulnya lesi pleksus brakialis dan nervus aksilaris, serta interposisi tendo bisep kaput longum. Robekan arteri aksilaris juga dapat terjadi terutama pada orang tua yang dilakukan reduksi dislokasi dengan tenaga yang berlebihan. Langkah antisipatif yang dapat dilakukan sebelum dirujuk adalah dengan melakukan penekanan kuat pada aksila. Komplikasi lanjut dapat berupa:

• Kaku sendi yaitu Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang

secara otomatis membatasi Abduksi

• Dislokasi rekurens yaitu : terjadi jika labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid

• Kelemahan otot

2.10 Penatalaksanaan 5,7,10,11

Penatalaksanaan dislokasi sebagai berikut : o Lakukan reposisi segera.

o Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi, misalnya : (dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari pada fase syok), sislokasi bahu, siku atau jari dapat direposisi dengan anestesi local; dan obat penenang misalnya valium. o Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anestesi umum.

o Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.

o Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.

o Sendi kemudian diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4x sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi

o Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.

Apabila tehnik Manipulasi dan reduksi tidak berhasil atau tidak memungkinkan, maka dapat dipikirkan dilakukan operasi. Adapun indikasi untuk dilakukan operasi adalah :

1. Dislokasi yang berkali – kali, terutama bila terdapat nyeri

2. Subluksasi berulang atau rasa takut terhadap dislokasi cukup ikut mencegah keikutsertaan dalam aktifitas sehari – hari atau olahraga.

Operasi terdiri atas tiga jenis :

1. Operasi untuk memperbaiki labrum glenoid dan kapsul yang robek (prosedur Bankart)

2. Operasi untuk memendekkan kapsul anterior dan subskapularis dengan perbaikan tumpang – tindih (operasi Plutti – Platt)

3. Operasi untuk memperkuat kapsul anteroinferior dengan mengarahkan tulang otot lain ke bagian depan sendi itu (misalnya operasi Bristow – Helfet, 1958)

Kalau labrum dan kapsul anterior terlepas, dan sendi tidak nyata – nyata longgar, sebaiknya dilakukan operasi Bankart yang digabungkan dengan kapsulografi anterior. Sendi dibuka dengan pendekatan deltopektoral, labrum dijahit pada lubang yang dibor pada lingkar glenoid dan bila perlu, kapsul dikencangkan dengan lipatan tumpang tindih tanpa memperpendek subskapularis (Thomas dan Matsen, 1989). Operasi plutti – Platt di mana subskapularis ditumpang dan dipendekkan, juga memberikan hasil yang baik tetapi dengan kerugian berupa hilangnya rotasi luar (Hovelius dkk., 1983; Regan dkk; 1989). Operasi Bristow dimana prosessus coracoids dengan otot – otot yang melekat ditransposisikan ke depan leher scapula, lebih sedikit menghilangkan rotasi luar.

Lamanya immobilisasi setelah reduksi tertutup dan pasca operasi sukses tergantung pada usia pasien dan arah dislokasi. Untuk dislokasi anterior: Pasien <40 tahun: diimobilisasi selama 3-4 minggu, Pasien> 40 tahun: diimobilisasi selama 1-2 minggu. Mengurangi dislokasi posterior : diimobilisasi selama 4 minggu. Dan untuk dislokasi superior atau inferior: diimobilisasi selama 3-6 minggu. Selama periode imobilisasi, latihan harian ROM siku harus dilakukan.

Below is an arthroscopic view of a post dislocation Bankart lesion (tear of the anterior labrum). And Below the sutures have been tied and the anterior glenoid labrum have been repaired arthroscopically.

2.11 Prognosis

Tingkat kesembuhan pada kasus ini baik jika tidak timbul komplikasi BAB III

KESIMPULAN

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi)

Sendi bahu dibentuk oleh tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade), clavicula (collar bone), humerus (upper arm bone), dan sternum. Berdasarkan anatomis tentang gelang bahu, maka bila dipandang dari sudut klinis praktis gelang bahu ada beberapa fungsi persendian yang kompleks yaitu : Sendi Glenohumeralis, Sendi suprahumeral, Sendi Sternoclaviculare, Sendi Acromioclaviculare, Sendi subacromiale, Sendi Scapulothoracicus.

Gerakan kompleks yang dapat dilakukan oleh bahu selain ditunjang oleh banyaknya sendi pada bahu, juga ditunjang oleh banyaknya otot yang berperan dalam melakukan gerakan bahu. Kumpulan otot-otot ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok otot yang menggerakkan dan menstabilkan scapula (shoulder girdle).

Menurut biomekanika Sendi Bahu, Gerakan-gerakan dari bahu dibagi dua, yang didasarkan pada kelompok otot penggeraknya. Gerakan tersebut antara lain gerakan Skapula (Elevasi dan Depresi, Abduksi (prorotasi) dan Adduksi (retraksi), Upward rotation dan downward rotation, Upward tilt dan reduction of upward tilt) dan gerakan Humerus (Fleksi dan Ekstensi, Fleksi dan Ekstensi lumbar dan Rotasi)

Dislokasi sendi bahu sering disebabkan oleh gerak berlebihan terutama saat berolahraga ataupun trauma lansung. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian berulang diantaranya tidak sempurnanya relaksasi ligament kapsular sendi, kelemahan otot-otot sekitar dan kelainan congenital ataupun bawaan dari kaput humeri atau fossa glenoidale

Secara statistic dislokasi bahu biasanya terjadi 96% dislokasi anterior, 3,4% dislokasi posterior dan 0,1% dislokasi inferior (luxatio erecto). Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di anterior dan medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan di bawah glenoid (dislokasi inferior)

DAFTAR PUSTAKA

1. Nordin, M and Frankel H victor : Basic Biomechanic of the Muskuloskeletal system. Lea and Febriger Philadelphia, London halaman 225-234.

2. Rasjad Chairuddin, 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi ketiga, Jakarta: PT.Yarsif Watampone (Anggota IKAPI).

3. Wim de Jong, Syamsuhidajat, R. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi dua. Penerbit Buku Kedoktern EGC. Jakarta

4. Shwartz Seymor I. Principles of Surgery, fifth edition. New York, McGraw-Hill, Information Services Company.

5. Salter Robert bruce. 1999. Textbook of Disorder and Injuries of the Musculoskeletal System, 3rd-ed. Baltimore: Williams & Wilkins

6. http://www.scribd.com/doc/75296840/shoulder-dislocation [diunduh : 20 Februari

2012]

7. http://www.msdlatinamerica.com/ebooks/RockwoodGreensFracturesinAdults/sid9

8. http://www.ebmedicine.net/topics.php?

paction=showTopicSeg&topic_id=120&seg_id=2486 [diunduh : 20 Februari 2012]

(x-ray view)

9. http://reference.medscape.com/features/slideshow/sdrt [diunduh : 20 Februari 2012]

10.

http://www.practicalpainmanagement.com/pain/other/dislocated-shoulder-approaches-lessen-pain-reduction-techniques [diunduh : 20 Februari 2012]

11.http://shoulderville.blogspot.com/2008/06/arthroscopic-surgery-and-first-time.html [diunduh : 27 februari 2012]

Dalam dokumen Dislokasi Bahu (Halaman 29-36)

Dokumen terkait