• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Thalasemia

2.6. Epidemiologi Thalasemia

2.6.2. Distribusi dan Frekuensi Thalasemia Berdasarkan Tempat

Thalasemia ditemukan pertama kali di Mediterania, tetapi saat ini Thalasemia ditemukan hampir di seluruh dunia. Thalasemia diidentifikasi di Eropa Selatan, dari Portugal ke Spanyol, Italia dan Yunani, serta beberapa kasus di Eropa tengah dan Uni Soviet. Thalasemia juga ditemukan di beberapa negara bagian Asia, seperti Iran, Pakistan, India, Bangladesh, Thailand, Malaysia, Indonesia dan Cina Selatan.

Perpindahan penduduk dan pernikahan antar suku bangsa menjadikan Thalasemia menyebar luas di seluruh belahan dunia, termasuk di Eropa Utara, dimana Thalasemia yang sebelumnya tidak ditemukan hingga menjadi masalah kesehatan serius bagi penduduknya.5

Carrier Thalasemia juga ditemukan di seluruh dunia. Thalasemia alfa ditemukan dalam jumlah besar di Asia tenggara, seperti Thailand, Indonesia, Laos, Vietnam, Singapura, Filiphina, Kamboja, dan Malaysia. Carrier Thalasemia juga banyak ditemukan di China, India, Afrika, Mediterania, Yunani, dan Italia.20

Thalasemia beta merupakan jenis Thalasemia yang paling banyak ditemukan di dunia. Thalasemia beta sangat sering terjadi di Mediterania dan beberapa bagian di Timur Tengah, India, Pakistan, dan Asia Tenggara, dengan frekuensi antara 2-30%.11 2.6.3. Distribusi dan Frekuensi Thalasemia Berdasarkan Waktu

Pada tahun 1955, Lie-Injo Luan Eng dan Yo Kian Tjai melaporkan adanya 3 orang anak yang menderita Thalasemia mayor dan 4 tahun kemudian ditemukan 23 orang anak yang menderita Thalasemia di Indonesia. Dalam kurun waktu 17 tahun, yaitu dari tahun 1961 sampai dengan 1978 telah ditemukan lebih dari 300 penderita Thalasemia.1

Menurut penelitian Weatherall tahun 2001, prevalensi carrier Thalasemia α

adalah 10-20% di Afrika, 40% di Timur Tengah dan India, dan mencapai 80% di Papua Nugini Utara dan beberapa populasi di timur laut India.3 Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2006 sekitar 7% penduduk dunia diduga carrierThalasemia, dan sekitar 300.000-500.000 bayi lahir dengan kelainan ini setiap tahunnya.2

Kasus-kasus serupa juga banyak dilaporkan dari berbagai rumah sakit di Indonesia, diantaranya Manurung pada tahun 1978 dari bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan telah melaporkan 13 kasus. Selain itu, Sumantri, Untario, dan Sunarto pada tahun yang sama dari bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Airlangga, dan Universitas Gajah Mada juga melaporkan adanya kasus Thalasemia. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan prevalensi nasional Thalasemia di Indonesia adalah 0,1%.1

2.6.4. Determinan Thalasemia a. Genetik

Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen alfa globin dan gen beta globin yang terletak pada kromosom 16 dan kromosom 11. Pada manusia, kromosom selalu ditemukan berpasangan. Kelainan sebelah gen globin disebut carrier Thalasemia. Seorang carrier Thalasemia tampak sehat, sebab masih ada sebelah gen globin yang normal dan dapat berfungsi dengan baik. Seorang carrier Thalasemia biasanya tidak memerlukan pengobatan. Kelainan gen globin yang terjadi pada kedua kromosom disebut Thalasemia mayor (homozigot). Kedua belah gen yang

16

mengalami kelainan berasal dari kedua orang tua yang masing-masing carrier Thalasemia.

Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing carrier Thalasemia, maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama, anak mendapatkan gen globin yang berubah (gen Thalasemia) dari ayah dan ibunya, sehingga anak akan menderita Thalasemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen Thalasemia dari ibu atau ayahnya, maka anak akan menjadi carrier Thalasemia. Kemungkinan lainnya adalah anak mendapatkan gen globin normal dari kedua orang tuanya, sehingga anak tersebut tidak menderita Thalasemia ataupun membawa sifat Thalasemia.21

b. Umur

Thalasemia mayor terjadi bila kedua orang tua carrierThalasemia. Anak-anak dengan Thalasemia mayor tampak normal saat lahir, tetapi akan mengalami anemia pada usia 3 –18 bulan. Penderita memerlukan transfusi darah secara berkala seumur hidupnya. Apabila penderita Thalasemia mayor tidak dirawat, maka hidup mereka biasanya hanya bertahan antara 1–8 tahun.

Pada Thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berusia dibawah 1 tahun. Sedangkan pada Thalasemia minor yang gejalanya ringan, biasanya datang berobat pada usia 4–6 tahun.22

2.7. Pencegahan Thalasemia 2.7.1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah mencegah seseorang agar tidak menderita Thalasemia ataupun menjadi carrier Thalasemia. Pencegahan primer yang dapat dilakukan adalah konseling genetik pranikah. Konseling ini ditujukan kepada pasangan pranikah terutama pada populasi yang beresiko tinggi agar mereka memeriksakan diri apakah mereka carrier Thalasemia atau tidak. Konseling ini juga ditujukan kepada mereka yang memiliki kerabat penderita Thalasemia.

Tujuan utama konseling pranikah ini adalah mencegah terjadinya pernikahan antar carrier Thalasemia karena berpeluang 50% untuk mendapat keturunan carrier Thalasemia, 25% Thalasemia mayor, dan 25% bebas Thalasemia.23

2.7.2. Pencegahan Sekunder a. Diagnosis

a.1. Anamnesis14

Penderita pertama datang dengan keluhan anemia/pucat, tidak nafsu makan, gangguan tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran hati dan limpa. Umumnya, keluhan ini muncul pada usia 6 bulan.

a.2. Pemeriksaan fisik14

Pemeriksaan fisik pada penderita Thalasemia berupa pucat, bentuk muka mongoloid, dapat ditemukan ikterus, gangguan pertumbuhan, dan splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar.

18

a.3. Pemeriksaan Laboratorium24 a.3.1. Thalasemia Alfa Trait

Pasien dengan 2 gen globin alfa akan mengalami anemia ringan, dengan nilai hematokrit antara 28% sampai dengan 40%. Kadar volume eritrosit rata-rata (MCV) rendah, yaitu antara 60-75 fL. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas ringan, meliputi mikrosit, hipokromi, kadang terdapat sel target, dan akantosit (sel dengan tonjolan membulat yang berjarak tidak teratur).

Angka retikulosit dan parameter besi dalam batas normal. Elektroforesis hemoglobin menunjukkan tidak adanya peningkatan pada hemoglobin A2 atau hemoglobin F dan tidak didapatkan hemoglobin H disease. Alfa Thalasemia trait seringkali didiagnosis pada pasien dengan anemia ringan, mikrositosis nyata, dan tidak terdapat peningkatan hemoglobin A2atau hemoglobin F.

a.3.2. Hemoglobin HDisease

Pada pasien ini terdapat anemia hemolitik dengan derajat bervariasi, dengan kadar hematokrit 28% sampai 32%. Kadar MCV rendah, yaitu 60-70 fL. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas dengan hipokromi, mikrositosis, sel target dan poikilositosis. Angka retikulosit meningkat. Elektroforesis hemoglobin menunjukkan adanya hemoglobin yang bermigrasi cepat (hemoglobin H) dalam jumlah 10-40% dari hemoglobin. Apusan darah tepi dapat diperjelas dengan cat khusus untuk menunjukkan adanya hemoglobin H.

a.3.3. Thalasemia Beta Minor

Seperti pada pasien Thalasemia alfa trait, pasien akan mengalami anemia ringan dengan hematokrit berkisar antara 28%-40%. Kadar MCV berkisar antara

55-75 fL, dan angka eritrosit bisa normal atau meningkat. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas ringan dengan hipokromi, mikrositosis, dan sel target. Berbeda dengan Thalasemia alfa, pada Thalasemia beta minor bisa terdapat basofil stippling. Angka retikulosit bisa normal atau sedikit meningkat. Elektroforesis hemoglobin menunjukkan peningkatan hemoglobin A2 berkisar antara 4-8% dan terkadang terjadi peningkatan hemoglobin F antara 1-5%.

a.3.4. Thalasemia Beta Mayor

Thalasemia beta mayor menyebabkan anemia berat dan tanpa transfusi, hematokrit dapat turun sampai dibawah 10%. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas, poikilositosis berat, hipokromi, mikositosis, sel target, basofil stippling dan eritrosit berinti. Hemoglobin A sangat sedikit bahkan tidak ditemukan. Hemoglobin A2 ditemukan dalam jumlah yang sangat bervariasi, dan hemoglobin utama yang dapat ditemukan adalah hemoglobin F.

b. Skrining

Skrining merupakan pemantauan perjalanan penyakit dan pemantauan hasil terapi yang lebih akurat. Pemeriksaan ini meliputi Hematologi rutin untuk mengetahui kadar Hb dan ukuran sel darah, gambaran darah tepi untuk melihat bentuk, warna, dan kematangan sel-sel darah, feritin dan iron serum (SI) untuk melihat status besi, analisis hemoglobin untuk diagnosis dan menentukan jenis Thalasemia, serta analisis DNA untuk diagnosis prenatal (pada janin) dan penelitian.11

20

c. Medikamentosa14

Pemberian iron chelating agent (desferoxamine) diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000mg/l atau saturasi transferin lebih dari 50%, atau sekitar 10 – 20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25 – 50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8 – 12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut-turut setiap selesai transfusi darah.

c.1. Vitamin C 100 - 250 mg/hari selama pemberian khelasi besi, untuk meningkatkan efek khelasi besi.

c.2. Asam folat 2–5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. c.3. Vitamin E 200 – 400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat

memperpanjang umur sel darah merah.14 d. Splenektomi

Splenektomi perlu dilakukan untuk mengurangi kebutuhan darah. Splenektomi harus ditunda sampai pasien berusia > 6 tahun karena tingginya resiko infeksi yang berbahaya pasca splenektomi. Splenektomi dilakukan dengan indikasi:

d.1. Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita akan menimbulkan peningkatan tekanan intra abdominal dan memungkinkan terjadinya ruptur.

d.2. Hiperplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.14

e. Transfusi Darah

Pengobatan paling umum pada penderita Thalasemia adalah transfusi komponen sel darah merah. Transfusi bertujuan untuk menyuplai sel darah merah sehat bagi penderita. Transfusi darah yang teratur perlu dilakukan untuk mempertahankan hemoglobin penderita diatas 10 g/dL setiap saat. Hal ini biasanya membutuhkan 2– 3 unit tiap 4–6 minggu.21Keadaan ini akan mengurangi kegiatan hemopoesis yang berlebihan di dalam sum-sum tulang dan juga mengurangi absorbsi Fe di traktus digestivus, serta dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.14

Dokumen terkait