• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi staining Intensity (SI) Pewarnaan Imunohistokimia Reseptor Progesteron dan Labelling index (LI) Ki-67 Berdasarkan Klasifikas

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.8. Distribusi staining Intensity (SI) Pewarnaan Imunohistokimia Reseptor Progesteron dan Labelling index (LI) Ki-67 Berdasarkan Klasifikas

Meningioma grade I Meningioma Grade II Meningioma grade III Negatif 14 2 1 Lemah 3 - - Kuat 10 - - Total 27 2 1

5.1.8. Distribusi staining Intensity (SI) Pewarnaan Imunohistokimia Reseptor Progesteron dan Labelling index (LI) Ki-67 Berdasarkan Klasifikasi Meningioma

Berdasarkan tabel tersebut dijumpai bahwa terdapat keseimbangan jumlah pewarnaan reseptor progesteron yang positif dan negatif dengan SI yang kuat mayoritas pada meningioma meningothelial. Pewarnaan reseptor progesteron tidak dijumpai pada meningioma grade II dan III.

Dari tabel lampiran dilakukan analisis hubungan antara SI pewarnaan reseptor progesteron dengan LI Ki-67 secara komputerisasi dengan uji statistik Chi

square dengan batas kemaknaan p <0,05. Penelitian ini menggunakan tabel progesteron dan Ki-67 yang menggabungkan positif lemah dan kuat menjadi positif. Hal ini dilakukan karena jumlah positif lemah dan kuat yang sedikit. Hasil analisis

Chi square secara komputerisasi diperoleh p= 0,642. Hal Ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara SI pewarnaan reseptor progesteron dengan LI Ki-67. Tabel Cross tabulation analisa data tersebut ditampilkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.8. Cross tabulation reseptor progesteron dengan Ki-67

KI-67 Total Negatif Positif Progesteron Reseptor Negatif 8 8 16 Positif 7 7 14 Total 15 15 30 5.2. Pembahasan

Meningioma diperkirakan sebesar 30% dari seluruh tumor otak primer. Meningioma merupakan tumor jinak sehingga memiliki prognosis yang baik terutama dapat dilakukan reseksi total. Namun pada meningioma yang grade tinggi, letaknya susah atau ukuran yang terlalu besar sehingga tidak dapat dilakukan reseksi total maka diperlukan tindakan lain untuk mencegah dan mengurangi kemungkinan pertumbuhan tumor. Salah satunya adalah dengan pemberian kemoterapi terhadap reseptor pertumbuhan tumor. Penelitian saat ini memperlihatkan adanya kontroversi keterlibatan hormon seks terhadap pertumbuhan tumor karena didapati insiden tumor dua kali lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki. Untuk itu, peneliti melakukan penelitian untuk membuktikan adanya hubungan reseptor progesteron dengan mitosis (Wiemels, 2010).

Dari hasil penelitian ini, diperoleh bahwa insiden timbulnya meningioma lebih banyak terjadi pada penderita kelompok wanita yaitu sebesar 66,7%

dibandingkan dengan kelompok laki-laki yaitu sebesar 33,3%. Penelitian ini memperolah perbadingan insidensi 2:1 antara wanita dengan laki-laki. Begitu halnya dengan penelitian-penelitian epidemiologi yang menunjukan bahwa meningioma dominan terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan perbandingan sebesar 2:1. Penelitian ini menunjukan bahwa terdapat persamaan insiden meningioma yang lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki (Wiemels, 2010; Wohrer, 2013).

Pada penelitian ini diperoleh insiden meningioma paling banyak pada kelompok usia 40-49 tahun, yaitu sebanyak 12 orang dengan persentase sebesar 40 %. Berdasarkan penelitian epidemiologi, insiden meningioma meningkat seiring pertambahan usia dengan puncak insiden pada usia antara 40-60 tahun. Hal ini sesuai dengan insidensi yang diperoleh pada penelitian ini yaitu pada kelompok usia 40-49 tahun (Al-Hadidy, 2007).

Berdasarkan lokasi terjadinya meningioma, urutan paling sering adalah parasagittal, cavernous, tubercullum sella, lamina cribrosa, foramen magnum, zona torcular, tentorium cerebelli, CPA, dan sigmoid sinus. Hal ini hampir menyerupai dengan sebaran lokasi tumor terbanyak pada penelitian ini, yaitu frekuensi terbanyak adalah meningioma konveksitas dan parasagital yaitu 8 kasus (26,7%) dan 7 kasus (23,3%) (Chou, 1991).

Pada penelitian ini ditemukan bahwa meningioma grade I berdasarkan klasifikasi WHO merupakan jenis meningioma yang terbanyak yaitu sebesar 90%, diikuti dengan grade II sebesar 6,7% dan grade III sebesar 3,3%. Dan Jenis histopatologi yang paling banyak adalah jenis meningothelial sebesar 16 pasien (53,3%), Fibrous sebesar 4 pasien (13,3%) dan transisional sebesar 4 pasien (13,3%) . Meningioma grade I merupakan jenis yang paling banyak ditemukan di Amerika dan Inggris dengan perkiraan antara 90-95%. Berdasarkan jenis histopatologi ditemukan bahwa meningioma subtipe meningothelial, fibrous dan transisional merupakan jenis yang paling umum dijumpai. Hal ini menunjukan adanya persamaan insiden jenis meningioma pada penelitian ini (korhonen, 2012; Wiemels, 2010).

Pada pewarnaan Ki-67 dijumpai bahwa terdapat dua sampel meningioma

lapangan pandang. Dua sampel tersebut dengan gambaran histologi berupa meningothelial meningioma dengan pewarnaan reseptor progesteron sedang dan kuat. Berdasarkan kriteria WHO bahwa meningioma grade I memiliki mitosis yang rendah atau tidak dijumpai mitosis, sedangkan meningioma grade III memiliki mitosis lebih dari 20 sel/ lapangan pandang besar. Pada penelitian Akyildiz (2010) yang meneliti hubungan karakteristik histopatologi meningioma dengan pewarnaan Ki-67 dijumpai bahwa terdapat pewarnaan yang positif hingga 13 mitosis/ 10 LPB. Hal ini menunjukan bahwa pada sebagian kecil meningioma

grade I juga memunyai tingkat mitosis yang tinggi, namun memiliki gambaran histologi yang jinak. Sedangkan pada meningioma grade II dan III ditemukan mitosis yang rendah yaitu hanya sebesar 2%. Diperkirakan mitosis pada meningioma dipengaruhi oleh beberapa reseptor hormon termasuk reseptor progesteron dan belum dapat ditentukan reseptor yang berperan dominan dalam mitosis pada meningioma (Akyildiz, 2010; Riemenschneider, 2006).

Penelitian ini mendapatkan hasil staining intensity pewarnaan reseptor progesteron pada meningioma grade I yang negatif sebesar 14 sampel (51,9%), yang lemah sebesar 3 sampel (11,11%), dan yang kuat sebesar 10 sampel (37,03%). Pewarnaan staining intensity reseptor progesteron pada meningioma grade II dan III tidak dijumpai pada semua sampel. Pewarnaan reseptor progesteron yang positif dijumpai pada 9 penderita wanita dan 5 penderita pria. Pada penelitian Taghipour (2007), Omulecka (2006), dan El-Badawy (2013) memperoleh bahwa pewarnaan reseptor progesteron lebih kuat dan lebih banyak dijumpai pada meningioma grade I dibandingkan pada grade II dan III. Penelitian-penelitian tersebut memperoleh bahwa pewarnaan reseptor progesteron yang positif menunjukan prognosis yang lebih baik dan tingkat rekurensi yang lebih rendah. Pada penelitian ini dijumpai bahwa pewarnaan reseptor progesteron yang positif hanya dijumpai pada meningioma grade I (Taghipour, 2007; Omulecka, 2006; El-Badawy, 2013).

Pada penelitian ini dilakukan analisa hubungan antara SI pewarnaan reseptor progesteron dengan LI Ki-67 secara komputerisasi dengan uji statistik

Chi square dengan batas kemaknaan p <0,05. Hasil analisa Chi square secara komputerisasi memperoleh P= 0,642. Hal Ini menunjukan bahwa tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara SI pewarnaan reseptor progesteron dengan LI Ki-67. Penelitian Shayanfar (2009) juga menunjukan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara reseptor progesteron dengan LI Ki-67 pada meningioma. Sebaliknya penelitian tersebut menunjukan adanya hubungan terbalik. Begitu juga dengan penelitian El-Badawy (2013) yang menunjukan meningioma grade I tanpa adanya ekspresi reseptor progesteron memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya rekuren (Shayanfar, 2009; El-Badawy, 2013).

Sampel pada peneltian ini tidak memiliki perbandingan jumlah yang sama antara grade I, II, dan III karena insiden meningioma grade II dan III sangat sedikit. Selain itu, peneliti juga tidak mampu menghomogenkan sampel penelitian dari faktor-faktor mitosis lainnya seperti IGF, FGF, VEGF, PDGF dan reseptor estrogen. Namun hasil peneltian ini tidak menunjukkan perbedaan dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan perbandingan jumlah yang sama pada meningioma grade I, II, dan III dan meneliti variabel-variabel lainnya seperti IGF, FGF, VEGF, PDGF dan reseptor estrogen.

BAB 6

Dokumen terkait