• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. METODE PENELITIAN

4.3. Distribusi Parameter Lingkungan Perairan

4.3.1. Distribusi parameter air di Teluk Lada Panimbang 4.3.1.1. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengontrol kehidupan dan penyebaran organisme dalam suatu perairan. Suhu merupakan faktor yang penting karena akan mempengaruhi aktivitas metabolisme dan perkembangbiakan dari organisme tersebut (Nybakken 1988). Rata-rata suhu di setiap stasiun pengamatan tidak menunjukkan perubahan yang besar (gambar 8).

Suhu rata-rata di perairan Teluk Lada Panimbang pada ketiga stasiun berkisar antara 29-30 ⁰C. Kisaran suhu tersebut masih dapat ditolerir oleh organisme akuatik terutama moluska. Menurut Broom (1985) kerang darah dapat hidup pada suhu air antara 25 0C dan 32,8 0C. Sementara menurut Welch 1980 in Tussullus 2003 kisaran suhu yang menunjang kehidupan organisme moluska berkisar antara 35-40 ⁰C.

4.3.1.2. Salinitas

Salinitas di perairan Teluk Lada Panimbang pada ketiga stasiun berkisar antara 30-35‰ (Gambar 10). Salinitas tersebut masih sesuai dengan kehidupan bivalvia. Menurut Pennak (1978) kisaran optimum bagi bivalvia berkisar antara 2-35‰. Sementara nilai salinitas tertinggi terdapat pada stasiun Muara Bama. Hal ini dapat diakibatkan adanya pasang surut perairan dimana pengaruh pasang akan meningkatkan salinitas karena pengaruh masuknya air laut ke muara tersebut. Selain itu tingginya salinitas pada stasiun ini dapat dipengaruhi kondisi suhu yang cukup tinggi yang dapat menyebabkan terjadinya penguapan.

Gambar 7. Sebaran salinitas di Teluk Lada

4.3.1.3. Kecepatan arus

Untuk organisme yang hidup menetap pada substrat sangat membutuhkan arus untuk membawa makanan dan oksigen. Pergerakan air yang ditimbulkan oleh arus akan memberikan pengaruh yang penting terhadap bentos karena mempengaruhi lingkungan sekitar seperti ukuran sedimen, kekeruhan dan

banyaknya fraksi debu juga stres fisik yang dialami organisme dasar. Arinardi (1987) in Pratami (2005) menyatakan arus yang kuat mengakibatkan ketidakseimbangan dasar perairan sehingga dasar perairan cenderung didominasi oleh pasir dengan sedikit bahan organik sedangkan pergerakan air yang lambat di daerah berlumpur menyebabkan partikel halus mengendap dan detritus melimpah, sehingga merupakan media yang baik bagi pemakan detritus.

Tabel 10. Kecepatan arus di Teluk Lada (cm/detik)

Des Maret Mei

Muara Bama 10,19 2,85 3,92

Tegal Papag 15,29 2,81 3,27

Muara Panimbang 36,10 2,77 2,67

Kecepatan arus di perairan Teluk Lada Panimbang pada ketiga stasiun berada pada kisaran 2,67-36,10 cm/detik (Tabel 8). Menurut Wood (1987), perairan ini termasuk kedalam perairan berarus sangat lemah sekali hingga sedang. Menurut Wood (1987) Perairan yang memiliki arus sangat lemah akan menyebabkan kurangnya pencampuran bahan-bahan organik dan anorganik dan kurangnya oksigen bagi organisme dasar sedangkan pada perairan berarus sedang, akan terjadi pencampuran bahan organik dan anorganik dan organisme bentik dapat menetap, tumbuh dan bergerak bebas.

Kecepatan arus pada ketiga stasiun memiliki nilai yang berbeda-beda. Variasi kecepatan arus tersebut menggambarkan kondisi perairan yang dinamis. Variasi Kecepatan arus dipengaruhi oleh angin, aliran sungai dan pola arus pasang surut. Pada umumnya sifat perairan muara sungai, maka kecepatan arus di Teluk Lada tidak mengikuti pola tertentu karena kondisi perairan yang sangat kompleks akibat pengaruh kombinasi dari pasang surut dan aliran dari sungai.

Arah arus di setiap stasiun pada setiap waktu pengukuran tidak konstan atau mengalami pergerakan (Lampiran 9). Arah arus pada bulan Desember, Maret dan Mei menunjukkan pergerakan pola arus yang dinamis. Pergerakan arah arus yang berbeda-beda dapat dipengaruhi oleh arah angin. Pergerakan arah arus dapat juga dipengaruhi oleh perbedaan musim. Pada saat sampling 1 dan 2 yaitu pada bulan

Desember dan Maret berada musim Barat sedangkan pada sampling 3 yaitu pada bulan Mei berada pada musim pancaroba I (Wyrtki 1961 in Stumorang 2005 ).

4.3.1.4. DO (Oksigen terlarut)

Kondisi oksigen terlarut di perairan Teluk Lada Panimbang pada ketiga stasiun berada pada kisaran 5,16-6,02 mg/l (Gambar 11). Rata-rata kandungan oksigen pada ketiga stasiun cenderung sama. Moluska bentik memiliki kadar oksigen terlarut optimum 4,10-6,60 mg /l dan kadar oksigen terlarut minimum yang masih dalam batas toleransi yaitu 4 mg/l (Clarck 1974). Sementara itu menurut Effendi (2003) kadar oksigen terlarut pada perairan laut berkisar antara 11 mg/l pada suhu 0⁰C dan 7 mg/l pada suhu 25⁰C.

Gambar 8. Kondisi oksigen terlarut (DO) di Teluk Lada

Rata-rata kadar oksigen terlarut yang didapat menunjukkan bahwa tingginya tingkat tingkat pencemaran pada stasiun pengamatan yaitu terutama berasal dari limbah organik yang mudah terurai di lingkungan perairan, sehingga dapat menurunkan kadar oksigen dalam perairan. Nilai DO pada stasiun Tegal Papag lebih rendah bila dibandingkan dengan kedua stasiun yang lain. Hal ini disebabkan tingginya kekeruhan pada stasiun tersebut sehingga menghalangi penetrasi cahaya untuk fotosintesis.

4.3.1.5. Kekeruhan

Kondisi kekeruhan di perairan Teluk Lada Panimbang pada ketiga stasiun berada pada kisaran 6,41-33,18 NTU (Gambar 12). Kisaran kekeruhan tetinggi terdapat pada stasiun Tegal Papag. Tingginya kekeruhan di stasiun ini diduga karena stasiun ini mendapat masukan limbah berupa serasah-serasah dari perkebunan kelapa sawit yang ada disekitar stasiun tersebut. Selain itu tingginya kekeruhan dapat juga dipengaruhi oleh adanya musim penghujan yang mempengaruhi adanya pencampuran dua massa air yang datang dari sungai di sekitar Teluk. Kekeruhan tertinggi terjadi pada saat aliran sungai maksimum. Kekeruhan tersebut juga dipengaruhi besarnya jumlah partikel tersuspensi dalam perairan, ombak, arus dan aliran air dari daratan.

Gambar 9. Kondisi kekeruhan di Teluk Lada

4.3.1.6. pH

Nilai pH yang diperoleh menunjukkan nilai rata-rata yang hampir sama untuk ketiga stasiun pengamatan. Kisaran nilai pH di perairan Teluk Lada Panimbang di stasiun Muara Bama, Tegal Papag dan Muara Panimbang berada pada kisaran rata-rata 7,5-7,6 (Gambar 9). Kisaran pH tersebut masih sesuai dengan kehidupan bivalvia. Menurut Pennak (1978) pH yang mendukung kehidupan moluska berkisar antara 5,7-8,4.

Gambar 10. Sebaran pH di Teluk Lada

4.3.1.7. Pb (Timbal)

Kandungan logam berat Pb diperairan Teluk Lada berkisar antara 0,02-0,11 mg/l (Gambar 13). Berdasarkan baku mutu yang dikeluarkan KepMen LH Nomor 51 Tahun 2004, kadar Pb di Teluk Lada sudah melewati ambang batas yang ditetapkan yaitu > 0.001 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa perairan ini telah tercemar atau terkontaminasi oleh logam Pb. Walaupun sudah melewati ambang batas, kadar Pb diperairan ini belum sampai pada kategori akut. Toksisitas akut Pb terhadap beberapa jenis avertebrata air tawar dan laut berkisar antara 0,5-5,0 mg/liter (Effendi 2003). Tingginya kandungan logam Pb diduga karena perairan ini mendapat masukan buangan limbah yang mengandung logam Pb dari aktivitas-aktivitas disekitar perairan seperti PLTU, kegitan rumah tangga, perkebunan kelapa sawit dan perikanan.

4.3.1.8. Cd (Kadmium)

Kandungan logam berat Cd diperairan Teluk lada berkisar antara 0,01-0,018 mg/l (gambar 14). Kandungan Cd pada ketiga stasiun hampir sama dan tidak mengalami fluktuasi. Berdasarkan baku mutu yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia (KepMen LH No.51 Tahun 2004) bahwa kadar Cd di Teluk Lada telah melampaui ambang batas yang telah ditetapkan yaitu > 0.001 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa perairan ini telah tercemar oleh logam Cd tetapi perairan ini belum termasuk dalam kategori akut dimana menurut EPA (1986) baku mutu untuk kategori akut < 0.043 ppm.

Gambar 12. Kandungan logam Cd di setiap stasiun

4.3.1.9. Hg (Merkuri)

Kandungan logam berat Hg di perairan Teluk lada berkisar antara 0,0003-0,0005 mg/l (gambar 15). Menurut Moore (1991) in Effendie ( 2003), kadar merkuri pada perairan laut berkisar antara < 10-30 mg/l berdasarkan baku mutu ini perairan teluk Lada belum termasuk dalam kategori tercemar. Sedangkan menurut KepMen LH tahun 2004 perairan ini masuk dalam kategori tidak tercemar sampai tercemar dengan baku mutu < 0.008 ppm. Menurut EPA (1986) Untuk kategori akut, kandungan Hg masih berada di bawah ambang batas yaitu < 0.14 ppm.

Gambar 13. Kandungan logam Hg di setiap stasiun

4.3.2. Distribusi parameter substrat di Teluk lada panimbang

Substrat merupakan hal yang menentukan terhadap kehidupan bivalvia. Jenis substrat diperairan sangat perlu diketahui karena merupakan faktor pembatas penyebaran organisme bentos. Tipe substrat sangat menentukan keanekaragaman jenis dan komposisis jenis suatu biota diperairan. Terdapat 3 tipe substrat di perairan Teluk Lada yaitu pasir, pasir berlempung dan lempung berpasir (Tabel 9).

Tabel 11. Tekstur substrat

Stasiun

Fraksi substrat (%)

Jenis Substrat

Kandungan logam berat (ppm)

Pasir Debu Liat Pb Cd Hg

M. Bama 92,73 3,84 3,43 Pasir 0,91±1,07 0,60±0,10 0,88±0,90 T. Papag 77,02 8,24 14,74 Pasir berlempung 1,17±1,01 0,38±0,22 0,33±0,24 M. Panimbang 67,74 15,36 16,9 Lempung berpasir 0,62±0,67 0,51±0,39 0,29±0,14

Tipe substrat di stasiun Muara Bama adalah pasir dan pada stasiun ini ditemukan 5 jenis jumlah spesies tetapi dengan kepadatan yang rendah. Kepadatan yang rendah tersebut diduga karena kandungan pasirnya yang yang sangat tinggi sehingga kandungan nutrien yang tersedia sangat sedikit. Menurut Nybakken (1992) tipe substrat berpasir memudahkan moluska kelompok infauna untuk mendapatkan suplai nutrien dan air yang diperlukan untuk kelangsungan

hidupnya. Tipe substrat berpasir akan memudahkan moluska kelompok infauna menyaring makanan yang diperlukan dibandingkan dengan tipe substrat berlumpur. Pada substrat berpasir DO lebih besar dibanding substrat halus. Namun demikian nutrien tidak banyak terdapat pada substrat berpasir dan sebaliknya pada substrat halus DO lebih rendah tetapi tersedia nutrien dalam jumlah besar. Tipe substrat pada stasiun Tegal Papag adalah pasir berlempung dan pada stasiun ini ditemukan 4 jenis spesies dengan kepadatan yang cukup tinggi, Hal ini diduga kondisi substrat tersebut masih masih mendukung kehidupan moluska. Pada umumnya substrat pasir berlempung memiliki bahan organik yang cukup tinggi. Pada stasiun Muara Panimbang dengan substrat lempung berpasir juga masih dapat mendukung kehidupan bivalvia karena pada stasiun tersebut masih ditemukan 5 jenis bivalvia dengan kepadatan yang cukup tinggi.

Kandungan Logam berat pada sedimen di Teluk Lada lebih besar daripada di perairan hal ini diakibatkan logam berat memiliki sifat yang mudah mengikat bahan organk dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar berat dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air (Harahap 1991). Kandungan Pb di sedimen berkisar antara 0,62-1,17 ppm dengan kandungan tertinggi pada stasiun Tegal Papag. Berdasarkan ketentuan baku mutu yang dikeluarkan oleh pemerintah Belanda (IACD/CEDA 1997) kandungan timbal dalam sedimen di Teluk Lada masih di bawah standar yang telah ditetapkan (< 85 ppm) sehingga masih dapat ditolerir oleh kerang yang hidup di sedimen tersebut. Kandungan kadmium pada sedimen di Teluk Lada berada pada kisaran 0,38-0,60 ppm dengan kandungan tertinggi pada stasiun Muara Bama. Kandungan kadmium tersebut juga masih berada dibawah baku mutu yaitu masih dibawah 0,8 ppm. Kandungan Hg pada sedimen berada pada kisaran 0,29-0,88 dengan kandungan tertinggi pada stasiun Muara Bama. Kandungan Hg telah berada diatas baku mutu yang telah ditetapkan yaitu < 0,3 ppm.

Dokumen terkait