• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ditinjau dari Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

BAB I. PENDAHULUAN

C. Ditinjau dari Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Pada dasarnya Undang-undang No. 39 Tahun 1999 menyebutkan berbagai ruang lingkup dan jenis Hak-hak Asasi Manusia, sedangkan Undang-undang No. 26 Tahun 2000 menyebutkan antara lain berbagai kejahatan terhadap Hak-hak Asasi Manusia, proses dan cara penanganannya di Pengadilan.

1. Jenis-jenis Hak Asasi

a. Hak untuk hidup

b. Hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan c. Hak untuk mengembangkan diri

d. Hahk untuk memperoleh keadilan e. Hak untuk kebebasan pribadi f. Hak atas rasa aman

g. Hak atas kesejahteraan

h. Hak untuk turut serta dalam pemerintahan i. Hak wanita

Rini Sri Wahyuni : Penerapan Sanksi Tindakan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana (Studi Putusan Raju di 2. Implementasi Hak

Untuk menjabarkan ahak-hak anak secara transparan yang memenuhin standar hukum, ada baiknya terlebih dahulu memehami pengertian tentang hak seorang manusia dapat disebut mempunyai hak karena timbul dari adanya manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon). Manusia diharuskan untuk menunjukkan sesuatu yang menjadi jati diri self of diginity (kemuliaan), self of image (percaya diri), dan self esteem (harga diri) terhadap lingkungan sosial.

Kepribadian yang utuh atau jati diri sesesorang lahir sebagai wujud kepemilikan terhadap sesuatu nilai yang mendasar di dalam dirinya (human rights). Nilai ini kemudian meletakkan dasar kepribadian yang membedakan terhadap sesame manusia. Pengertian human rights, menurut Decey menyebutkan

human rights meliput i:45

1. the rights to personal freedom

2. the rights to freedom of discussion

3. the rights to public meeting

nilai ini dikenal dalam kepemilikan yang disebut “hak” dari seorang manusia atau subjek hukum, kemudian dikelompokkan ke dalam Hak Asasi Manusia (HAM). Dengan demikian yang dimaksud dengan Hak yaitu kekuasaan yang diberikan oleh badan hukum kepada seseorang (Badan Hukum) karena perhubungan hukum dengan orang lain.

45

Maulana Hassan Wadong. Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak. Jakarta: Grasindo, 2000. hlm. 28

Hak anak dapat dibangun dari pengertian hak secara umum ke dalam pengertian sebagai berikut : “Hak anak adalah sesuatu kehendak yang dimiliki oleh anak yang dilengkapi dengan kekuatan (macht) dan yang diberikan oleh system hukum/tertib hukum kepada anak yang bersangkutan.”

Dari defenisi hak anak tersebut, pada sisi lain diletakkan hak-hak lain dalam lingkungan sosial, seperti hak orang tua, pemerintah, warga masyarakat atau lebih umum disebut lingkungan sosial dimana anak itu berada akan mencirikan hak-hak itu secara formal. Hak apapun yang diberikan oleh lingkungan sosial, baik terhadap seseorang anak maupun kepada manusia pada umumnya, hak itu memiliki sifat dan cirri-ciri sebagai berikut:46

1. kepentingan seseorang yang terlindungi 2. kehendak yang dilengkapi dengan kekuatan

3. kumpulan kekuasaan yang mempunyai landasan hukum.

3. Hak Asasi Dalam Declaration on The Right of The Child

Dalam pandangan dunia internasional, hak-hak anak menjadi actual, sejak dibicarakan pada tahun 1924, yaitu lahirnya Konvensi Jenewa yang mengelompokkan hak-hak manusia dalam bidang kesejahteraan, dimana dalam konvensi ini juga dimuat hak asasi anak. Pada tanggal 10 Desember 1948 lahir

The Universal Declaration of Human Rights yang dikeluarkan oleh PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa), dimana hak asasi anak dikelompokkan ke dalam hak-hak manusia secara umum. Karena sangat sulit untuk memisahkan hak-hak manusia dari satu pihak dengan hak asasi anak di pihak lain. Pada tanggal 29

Rini Sri Wahyuni : Penerapan Sanksi Tindakan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana (Studi Putusan Raju di

November 1959, PBB memandang perlu untuk merumuskan Declaration on the Rihgts of The Child. Kemudian dikenal dengan sebutan Deklarasi Hak Asasi Anak.hak Asasi Anak dalam pandangan deklarasi hak asasi anak yang dicetuskan oleh PBB pada tahun 1959 meliputi hak-hak asasi sebagai berikut:47

a. hak untuk memperoleh perlindungan khusus dan memperoleh kesempatan yang dijamin oleh hukum (ketentuan Pasal 2 DRC)

b. hak unutk memperoleh nama dan kebangsaan atau ketentuan

kewarganegaraan (ketentuan Pasal 3 DRC)

c. hak untuk memperoleh jaminan untuk tumbuh dan berkembang secara sehat (ketentuan Pasal 4 DRC)

d. hak khusus bagi anak-anak cacat (mentak dan fisik) dalam memperoleh pendidikan, perawatan, dan perlakuan khusus (ketentuan Pasal 5 DRC)

e. hak untuk memperoleh kasih saying dan pengertian (ketentuan Pasal 6 DRC) f. hak untuk memperoleh pendidikan secara Cuma-Cuma sekurang-kurangnya di

tingkat SD-SMP (ketentuan Pasal 7 DRC)

g. hak untuk didahulukan dalam perlindungan/pertolongan (ketentuan Pasal 8 DRC)

h. hak untuk dilindungi dari penganiayaan, kekejaman perang dan penindasan rezim (ketentuan Pasal 9 DRC)

i. hak untuk dilindungi dari diskriminasi rasial, agama maupun diskriminasi lainnya (ketentuan Pasal 10 DRC).

Keputusan deklarasi hak asasi anak yang dicetuskan oleh PBB, belum dapat dipandang sebagai suatu ketentuan hukum yang positif dalam

tersosialisasinya pergaulan masyarakat dengan anak. Kenyataan dari ketentuan ketatanegaraan hak-hak asasi anak di Indonesia, belum adanya pertauran perundang-undangan yang melindungi kehidupan anak secara yuridis formal. Bangsa Indonesia masih perlu untuk meratifikasi Deklarasi Hak Asasi Anak tersebut menjadi sebuah undang-undang dan peraturan lain yang bersifat lebih mengikat kepada hak asasi anak di Indonesia. Perlindungan hak asasi anak di Indonesia, dirumuskan dalam suatu kerangka hukum yang tidak jauh beda dengan ketentuan-ketentuan hukum orang dewasa pada umumnya. Misalnya, dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Bentuk dan makna rumusan HAM tentang anak menyimpulkan hak-hak anak yang terdapat dalam Declaration on The Rihgt of The Child, yang telah diratifikasi menjadi ketentuan-ketentuan hak asasi anak Indonesia yang baru.

4. Perlindungan Hak Asasi Anak

Perlindungan hak asasi anak adalah meletakkan hak anak ke dalam status sosial anak dalam kehidupan masyarakat, sebagai bentuk perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan anak yang mengalami masalah sosial. Perlindungan dapat diberikan pada hak-hak dalam berbagai cara . Proses perlindungan anak dimaksud disebut sebagai proses edukasional terhadap ketidakpahaman atau ketidakmampuan anak dalam melakukan suatu tugas-tugas sosial kemasyarakatan. Perlindungan hak asasi anak dapat diberikan dengan cara yang sistematis, melalui serangkaian program, stimulasi, latihan, pendidikan, bimbingan salat, permainan dan dapat juga diberikan melalui bantuan hukum yang dinamakan Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak.

Rini Sri Wahyuni : Penerapan Sanksi Tindakan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana (Studi Putusan Raju di

Dengan meletakkan hak asasi anak dalam berbagai aspek seperti agama dan deklarasi hak asasi anak yang menjadi pokok persoalan dalam kajian adalah bagaimana meletakkan hak asasi anak dalam proses peradilan pidana yang dieliminir dari ketentuan-ketentuan hukum pidana dan hukum acara pidana yang berlaku dalam Negara kesatuan Republik Indonesia, yaitu Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Ketentuan ini melengkapi proses peradilan anak yang terdapat dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak yang belum memiliki ketentuan dasar hukum pelaksanaan di dalam masyarakat.

5. Pertanggungjawaban Hukum Terhadap Anak

Logika pertanggungjawaban hukum terhadap anak berkedudukan sangat luas. Dalam lingkungan sosial keagamaan seorang anak senantiasa berada dalam lingkungan, bimbingan, dan pengawasan dan penafikan yang diberikan oleh keluarga dekatnya yaitu kedua orang tua dan sanak saudara. Pertanggungjawaban sosial dan agama, akan berbeda kedudukannya dengan pertanggungjawaban hukum terhadap seorang anak. Pertanggungjawaban hukum memiliki nuansa yang structural atas segala bentuk dan tindakan yang diberikan pemerintah dan Negara kepada seorang anak. Pertanggungjawaban ini sering diwujudkan kepada:

a. Orang Tua

Peranan orang tua dalam pertanggungjawaban hukum terhadap anak, telah menjadi bagian formal dalam system hukum nasional. Tanggung jawab yang dimaksud adalah kewenangan yang ditentukan oleh hukum pidana dalam menjatuhkan hukuman pidana terhadap anak. Jenis hukuman ini dibagi ke dalam dua bentuk yang diklasifikasikan dengan

“hukuman pidana” dan “hukuman tindakan” yang ditentukan berdasarkan Pasal 22 Undang-undang No. 3 Tahun 1997 yang menyebutkan “terhadap anak nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam Undang-undang.keberadaan orang tua dalam perakra anak maka hanya dalam pengelompokkan bentuk “tindakan” yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal, sedangkan pengelompokkan pidana orang tua tidak mempunyai wewenang hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana kejahatan atau pelanggaran.

Dalam tindak pidana yang dilakukan oleh seorang anak yang belum dewasa , hukuman pidana atau tindakan yang akan dijatuhkan kepadanya dapat dengan jalan anak tersebut dipulangkan kepada orang tuanya. Ketentuan Pasal 24 Undang-undang No. 3 Tahun 1997 ini telah menjadi salah satu objektif dari penafsiran terhadap bentuk-bentuk hukuman yang akan dijatuhkan kepada seorang anak di bawah umur atau yang belum dewasa. Sebagaimana bersifat objektif, seyogianya sikap orang tua di dalam menjalankan tugas mempidanakan atau menghukum anak sendiri, hendaknya harus dipandang sebagai orang tua yang telah diberikan hak fictie oleh Negara atau pemerintah.48

Hak fictie adalah setiap manusia dan atau orang tua dianggap telah mengetahui dan memahami dan telah mengerti tentang Undang-undang baik yang mengatur tentang pidana, tindakan atau hukum pada umumnya. Kedudukan anak yang dihukum dengan diserahkan kepada

Rini Sri Wahyuni : Penerapan Sanksi Tindakan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana (Studi Putusan Raju di

orang tua tidak dapat disebut sebagai gugurnya tindak pidana yang dilakukan anak tersebut dan atau dihapuskannya hak untuk menjalankan hukuman (penjara) dari anak itu

b. Pemerintah/Negara

Tanggung jawab hukum pemerintah/Negara dikonsentrasikan pada hal-hal sebagai berikut:

1. menjalankan fungsi yudikatif/legislstif

2. pengadaan dan penyebaran hukum yang telah dibuat 3. mengadili dengan seadil-adilnya.

Pertanggungjawaban hukum pemerintah terhadap anak tidak memiliki makna politik kenegaraan, tetapi menjadi tanggung jawab konstitusional, di dalam mnerapkan tujuan Negara yang tercantum di dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi: “…. mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang abadi…….”

Pertanggungjawaban hukum dari pemerintah terhadap seorang Anak Nakal terdapat pada Pasal 24 ayat b Undang-undang No. 3 Tahun 1997 bahwa Anak Nakal diserahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja. Penyerahan kepada Negara hanya dapat dilakukan melalui ketetapan atau keputusan hakim dan atau Manjelis hakim yang bertugas untuk itu. Batas penyerahan pendidikan, pembinaan atau latihan kerja yang diberikan pemerintah adalah sampai pada anak nakal itu mencapai usia 18 tahun.

Selain ketentuan pertanggungjawaban masyarakat terhadap anak yang terdapat dalam ketentuan Pasal 24 ayat c Undang-undang No. 3 Tahun 1997, tanggung jawab hukum masyarakat terhadap anak dapat dilihat pada fungsi-fungsi sosial lain dari anggota masyarakat antara lain:

1. agen of change

2. sosial engineering

3. sosial control.

6. Relevansi Undang-undang HAM dengan Hukum Perlindungan Anak.

Berbicara tentang Undang-undang HAM tidak terlepas dari keberadaan Komnas HAM. Komnas HAM memilki spesifikasi tertentu yang dapat dijadikan sebagai fungsi kontradiksi terhadap KUHP yang telah berpuluh-puluh tahun mengatur tentang masalah hak-hak politik dari masyarakat Indonesia. Lembaga Komnas HAM adalah lembaga independent. Kegiatan Komnas HAM diletakkan dari kebijaksanaan nilai globalisasi perkembangan Hukum Internasional terhadap fungsi perlindungan dari anggota masyarakat suatu negara yang menjalin keterikatan dengan PBB. Kedudukan tahun 1991 ternyata semakin fungsional dan strategis dalam konfigurasi hukum nasional Indonesia.

Dalam perkembangan lebih lanjut, Komnas HAM mulai menjalankan fungsi dan tugas yang menyangkut hal-hal yang beraspek pada kemanusiaan. Kemudian pada babakan Presiden B. J. Habibi dengan terobosan Orde Reformasi berhasil mengeluarkan perundang-undangan khusus yang menhatur tentang HAM yaitu Undang-undang No. 39 Tahun 1999. Fenomena Komnas HAM mulai diratifikasi menjadi statement kemanusiaan yang berbentuk yuridis formal.

Rini Sri Wahyuni : Penerapan Sanksi Tindakan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana (Studi Putusan Raju di

Hubungan Undang-undang HAM dengan Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak belakangan ini dapat disebut dengan hubungan “formal konstitusional”, yaitu Komnas HAM merupakan hukum formal yang memuat perlindungan hak-hak anak secara yuridis. Bentuk-bentuk ratifikasi dijabarkan secara transparan dengan memuat ketentuan-ketentuan formal yang menyangkut

statement hukum yang mengatur tentang hak-hak anak Indonesia yang harus mendapat prioritas perlindungan dalam tindakan kehidupan sosial kemasyakaratan, kenegaraan. Undang-undang No. 3 Tahun 1997 dengan transparansi memuat dan mencantumkan hak-hak anak ke dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 66. Pasal-pasal ini menjabarkan atau memperinci hak-hak anak yang harus mendapat perlindungan lebih utama.

Dalam Pasal 66 sebagai pasal terakhir dari hak-hak anak menyebutkan bahwa :

1. Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

2. Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk pelaku tindak pidana yang masih anak.

3. Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.

4. Penangkapan, penahanan atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya akhir.

5. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan

pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya.

6. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak meperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.

7. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum.

BAB III

PENERAPAN SANKSI TINDAKAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA

A. Kasus Posisi

Dalam kasus tindak pidana penganiayaan ynag dilakukan oleh anak sebagai pelaku tindak pidana di wilayah hukum Pengadilan Negeri Stabat dengan nomor perkara No. 828/Pid. B/2005/PN. Stb dimana identitas Terdakwa yang tersebut dalam surat dakwaan ialah :

Nama Lengkap : Muhammad Azuar

Umur : 8 (delapan) tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat Tinggal :Dusun VI Gang Saudara Desa Paluh Manis,

Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat.

Agama : Islam

Pekerjaan : Ikut orang tua

Pertimbangan Hakim pada saat itu menjatuhkan hukuman berupa tindakan kepada Muhammad Azuar disebabkan karena beberapa hal yaitu bahwa

Rini Sri Wahyuni : Penerapan Sanksi Tindakan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana (Studi Putusan Raju di

Terdakwa masih muda, Terdakwa masih sekolah, Terdakwa diharapkan masih dapat merubah perilakunya dan juga Terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam masyarakat sering terjadi kejahatan amupun pelanggaran yang dilakukan oleh anak di bawah usia 18 tahun, sehingga harus mempertanggungjawabkan secara hukum positif melalui proses sidang pengadilan. Dalam proses ini tugas seorang hakim menjadi sangat mulia dan harus manusiawi. Dalam menghadapi perbuatan anak di bawah usia 18 tahun, Hakim harus menyelidiki dengan sangat teliti apakah anak tersebut sudah mampu membeda-bedakan secara hukum akibat perbuatannya atau belum. Jika hakim berkeyakinan bahwa anak tersebut sudah mampu membeda-bedakan maka ia dapat menjatuhkan pidana terhadap anak dengan dikurangi sepertiga dari hukuman pidana biasa maupun hukuman berupa tindakan.

Dalam hal ini, Muhammad Azuar yang bertempat tinggal di Gang Antara sekitar pukul 13.00 Wib, hari Rabu Tanggal 31 Agustus 2005, telah terbukti melakukan penganiayaan terhadap Saksi Ermansyah (Eman) sehingga Saksi Ermansyah mengalami luka dan terganggu untuk melakukan aktifitas pekerjaannya sehari-hari. Hal tersebut dibuktikan berdasarkan hasil pemeriksaan Visum Et Revertum No. 94/VER/MR/K/2005 tanggal 05 September 2005 yang ditandatangani oleh Dr. Irsyam Risdawati selaku salah satu dokter pada RSU Tanjung Pura.

Terdakwa diajukan di persidangan oleh Penuntut Umum dengan dakwaan tunggal tertanggal 12 Desember 2005.

Usia Terdakwa pada waktu melakukan tindak pidana terhitung sejak tanggal Terdakwa lahir pada tanggal 05 September 1996 sampai Terdakwa melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Penuntut Umum yaitu pada tanggal 31 Agustus 2005 adalah 8 (delapan) tahun lewat 8 (delapan) bulan, 26 (dua puluh enam) hari. Namun pada waktu Terdakwa diajuka ke Sidang Anak terhitung sejak Terdakwa lahir pada tanggal 05 September 1996 sampai Terdakwa diajukan ke Sidang Anak yaitu pada tannggal 26 Desember 2005 adalah 9 (sembilan) tahun lewat 21 (dua puluh satu) hari.

Berdasarkan Dakwaan Penuntut Umum, Terdakwa telah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana yang diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP jo. UU No. 3 Tahun 1997 dan terhadap Terdakwa haruslah dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatannya.

Dokumen terkait