• Tidak ada hasil yang ditemukan

Papan Partikel

Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan-bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat dengan perekat atau bahan pengikat lain kemudian dikempa panas. Dibandingkan dengan kayu asalnya, papan partikel mempunyai beberapa kelebihan diantaranya yaitu bebas mata kayu, ukuran dan kerapatannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan, tebal dan kerapatannya seragam serta mudah dikerjakan, mempunyai sifat isotropis, kemudian sifat dan kualitasnya dapat diatur (Maloney, 1993). Menurut Dumanauw (1990) papan partikel adalah papan buatan yang terbuat dari serpihan kayu dengan bantuan perekat sintetis kemudian di kempa panas sehingga memiliki sifat seperti kayu, tahan api dan merupakan bahan isolasi serta bahan akustik yang baik.

Berdasarkan Haygreen dan Bowyer (1996), tipe – tipe utama partikel yang digunakan untuk papan partikel ialah;

1. Pasahan yaitu partikel kayu kecil berdimensi tidak menentu yang dihasilkan apabila mengetam lebar atau mengetam sisi ketebabalan kayu. Bervariasi dalam ketebalannya dan sering tergulung.

2. Serpih yaitu partikel kecil dengan dimensi yang telah ditentukan sebelumnya yang dihasilkan dalam peralatan yang telah dikhususkan. Seragam ketebalan, dengan orientasi serat sejajar permukaannya

3. Bentuk biskit yaitu serupa serpihan dalam bentuknya lebih besar. Biasanya lebih dari 0,025 inci tebalnya dan lebih dari 1 inci panjangnya.Mungkin meruncing ujung-ujungnya.

4. Tatal yaitu sekeping kayu yang dipotong dari suatu balok dengan pisau yang besar atau pemukul, seperti dengan mesin pembuat tatal kayu pulp.

5. Serbuk gergaji yaitu partikel yang dihasilkan oleh pemotongan gergaji. 6. Untaian yaitu pasahan panjang, tetapi pipih dengan permukaan yang sejajar. 7. Kerat yaitu hampir persegi potongan melintangnya, dengan panjang paling sedikit 4 kali ketebalannya.

8. Wol kayu (ekselsior) yaitu kerataan yang panjang, berombak, ramping. Juga digunakan sebagai kasuran pada pengepakan.

Dalam penelitian ini jenis partikel yang digunakan adalah pasahan (shaving) dari kayu gmelina (Gmelina arborea Roxb.) yang diambil dari ranting dan percabangan pohon gmelina.

Maloney (1993) menyatakan bahwa berdasarkan kerapatannya papan partikel dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu:

a. Papan partikel berkerapatan rendah (low density particleboard), yaitu papan yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,4g/cm

b. Papan partikel berkerapatan sedang (medium density particleboard), yaitu papan yang mempunyai kerapatan antara 0,4-0,8 g/cm

3

c. Papan partikel berkerapatan tinggi (high density particleboard), yaitu papan yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8 g/cm

3

Selanjutnya dibandingkan dengan kayu asalnya, papan partikel mempunyai beberapa kelebihan seperti:

3

1. Papan partikel bebas mata kayu, pecah, dan retak.

2. Ukuran dan kerapatan papan partikel dapat disesuaikan dengan kebutuhan. 3. Tebal dan kerapatannya seragam serta mudah untuk dikerjakan.

4. Mempunyai sifat isotropis. 5. Sifat dan kualitasnya dapat diatur

Beberapa faktor yang mempengaruhi sifat papan komposit antara lain jenis kayu, tipe bahan baku, tipe partikel, perekat, jumlah dan distribusi lapisan, aditif (parafin untuk menghasilkan papan yang tahan terhadap penyerapan air), kadar air dan kerapatan (Iswanto, 2008).

Nuryawan et al.(2005) menyatakan bahwa papan partikel adalah suatu lembaran papan tiruan yang terbuat dari potongan-potongan kecil kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya yang digabungkan dengan perekat sintesis disertai penambahan perlakuan seperti panas, katalisator, dan sebagainya. Selain itu, menurut Walker (1993) terdapat 3 kategori utama dari bahan baku untuk pembuatan papan partikel yaitu :

1. Kayu di sekitar seperti sisa penebangan, penjarangan, dan kayu non-komersil. 2. Kayu sisa industri seperti serbuk gergaji, tatal, dan potongan kayu sisa.

3. Bahan serat non-kayu seperti jerami, bagase, dan bambu.

Kollman et al (1975) menyatakan bahwa papan partikel adalah papantiruan yang dibuat dari partikel kayu atau lignoselulosa lain, dengan memanfaatkan ikatan antar partikelyang ditekan menggunakankempa plat/rol. Bahan perekat atau bahanlain dapat ditambahkan untuk meningkatkan sifat papan seperti sifat mekanis, ketahanan kelembaban, ketahanan terhadap apimaupun serangga. Jenis papan partikel dibedakan sesuai dengan ukuran dan bentuk partikel, jumlah perekat yang digunakan, dan kerapatan papan (Bowyer et al., 2003).

Perekat Urea Formaldehida (UF)

Dalam pembuatan papan partikel, perekat merupakan salah satu bagian penting.Perekat yang digunakan disesuaikan dengan kegunaan papan partikel.Perekat UFdigunakan untuk bagian interior. Menurut Iswanto (2008), perekat UF merupakan hasil reaksi polimer kondensasi dari formaldehida dengan urea. Keuntungan dari perekat UF antara lain keras, tidak mudah terbakar, sifat panasnya baik, tidak berwarna ketika mengeras serta harganya murah.

UF dalam proses pengerasannya akan terbentuk pola ikatan jaringan (cross-link). UFakan cepat mengeras dengan naiknya temperatur dan atau turunnya pH.Perekat ini juga dalam penggunaannya dapat menggunakan kempa panas atau kempa dingin dengan syarat pengaturan keasaman.Kelebihan perekat UF yaitu warnanya putih sehingga tidak memberikan warna gelap pada waktu penggunaannya.Perekat UF ini juga dapat dicampur dengan perekat MF agar kualitas perekatnya lebih baik. Harga perekat UF relatif lebih murah dibandingkan dengan perekat sintetis lainnya serta tahan terhadap biodeteriorasi dan air dingin. Kekurangan UF yaitu kurang tahan terhadap pengaruh asam dan basa serta pengunaannya terbatas untuk interior saja (Ruhendi et al., 2007).

Resin UF merupakan salah satu dari kelas resin thermosetting yang paling banyak digunakan, resin ini biasa disebut sebagai resin amino. Penggunaan UF sebagai perekat untuk industri papan partikel (61%), papan serat (27%), kayu lapis (5%), dan sebagai perekat dalam laminasi (7%) dimana peruntukan penggunaannya adalah untuk perabot rumah tangga, lapisan panel, dan pintu -pintu interior (Conner,1996).

Kelebihan dari perekat UF adalah harganya lebih murah, waktu untuk perekat UF bereaksi saat dikempa dengan kempa panas lebih cepat, dan perekat UF mudah digunakan dalam penggunaannya.Sedangkan kelemahan dari UF adalah tidak cocok digunakan untuk keperluan kepentingan eksterior (Maloney, 1993).

Semakin tinggi kadar UF pada papan partikel maka nilai kadar air, daya serap air, dan pengembangan tebal semakin menurun. Sedangkan nilai modulus of elasticity (MOE), modulus of rupture (MOR), internal bond (IB), dan kuat pegang sekrup semakin meningkat. Khusus untuk kerapatan, nilainya tidak dipengaruhi oleh peningkatan kadar resin UF (Alghiffari, 2008).

Emisi Formaldehida

Perekat merupakan salah satu bahan utama yang penting dalam industri pengolahan kayu khususnya panel atau komposit kayu. Jenis perekat yang umum digunakan adalah perekat sintetis berbasis formaldehida seperti UF, MF dan PF. Bahan baku perekat ini bukan berasal dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable), melainkan dari minyak bumi yang keberadaannya semakin terbatas dan dapat habis. Penggunaan perekat sintetis juga berdampak negatif bagi lingkungan karena tidak terurai di alam (non-biodegradable).Perekat berbasis formaldehida jugadapat mengeluarkan emisi formaldehida pada saat produk digunakan (Kementerian Perdagangan, 2011).

Apabila kadar formaldehida di udara melebihi batas yang dibenarkan yaitu 0.1 ppm (parts per million), setengah individu yang ada beresiko mengalami gejala seperti sensasi terbakar di mata, hidung dan di daerah tenggorokan. Selain itu ada juga individu yang merasa mual, pusing serta mengalami iritasi pada kulit

apabila terpapar oleh zat ini. Hal ini hanya terjadi pada individu – individu yang sensitif terhadap zat kimia formaldehida ( World Health Organization, 2002).

Telah banyak penelitian mengenai efek formaldehida terhadap kesehatan. Formaldehida dapat menimbulkan beberapa reaksi pada bagian tubuh yang terpapar, antara lain:

a. Mata

Pada kebanyakan orang, mata adalah salah satu organ yang paling sensitif terhadap formaldehida di udara. Mata akan mulai terasa pedih bila terpapar formaldehidadengan konsentrasi 0,3 mg/L hingga 1,1 mg/L, sedangkan formaldehida pada konsentrasi 1,2 mg/L hingga 2,4 mg/L akan menyebabkan iritasi pada mata. Pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat menyebabkan mata yang terus berair, korosi pada mata, penglihatan ganda dan konjungtivitis (WHO Environmental Health Criteria, 1989).

b. Saluran pernapasan bagian atas atau bawah

Formaldehida dilaporkan dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan terutama saluran pernapasan bagian atas dengan gejala hidung dan tenggorokan kering. Pada konsentrasi 0,13-0,45 mg/L mulai dapat menyebabkan iritasi hidung dan tenggorokan, sedangkan iritasi saluran napas bawah ditandai dengan batuk, rasa berat pada dada dan suara serak bernafas (wheezing). Inhalasi pada konsentrasi 0,3 mg/L dapat menimbulkan sesak nafas dan asma pada orang sehat (IARC, 2006). Pada kasus akut, efeknya dapat berkembang menjadi edema paru, dan depresi saluran pernapasan.Inhalasi dengan konsentrasi 50 mg/L dapat mengakibatkan pneumonia hingga kematian (WHO Environmental Health Criteria, 1989).

c. Kulit

Kontak langsung formaldehida pada kulit akan mengakibatkan iritasi kulit, dermatitis, dan hipersensivitas. Pada kisaran konsentrasi berapa formaldehida mulai menyebabkan iritasi masih belum diketahui, namun pada aplikasi 1 % larutan formaldehida dalam air mengakibatkan iritasi pada kulit (WHO Environmental Health Criteria, 1989).

d. Saluran Pencernaan

Formaldehida dapat merusak saluran pencernaan terutama terjadi pada esofagus dan lambung.Dalam kasus akut, konsumsi oral formaldehida dapat menyebabkan luka pada lambung, mual, muntah, dan pendarahan. Batas konsentrasi maksimum formaldehida yang tidak menimbulkan efek pada konsumsi oral formaldehida adalah 0,02 % (EFSA, 2006). Kematian dapat terjadi pada konsumsi 30 ml formalin (WHO Environmental Health Criteria, 1989). e. Sistem Saraf Pusat

Formaldehida menimbulkan gejala nonspesifik yang berkaitan dengan sistem saraf pusat, yaitu menimbulkan rasa haus, sakit kepala, pusing, apatis, tidak mampu berkonsentrasi, sulit tidur dan lemah (WHO Environmental Health Criteria, 1989).

Gmelina (Gmelina arborea Roxb.)

Gmelina arborea adalah salah satu jenis pohon cepat tumbuh yang diintroduksi ke Indonesia yang secara umum dikenal dengan nama jati putih, jenis ini merupakan salah satu anggota dari family verbenaceae. Diklasifikasikan sebagai berikut (Kemenhut, 2013):

Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Asteridae Ordo : Lamiales Famili : Verbenaceae Genus : Gmelina

Spesies : Gmelina arborea

Gmelina atau jati putih merupakan salah satu kayu yang digolongkan sebagai kayu hutan tanaman.Kayu gmelina berwarna pucat, kuning jerami sampai putih krem dan tidak ada perbedaan warna atas kayu teras dan kayu gubal.Teksturnya agak kasar dengan arah serat agak berpadu, bervariasi dari lurus sampai ikal. Berat jenis berkisar 0,46-0,63 dan merupakan kelas kuat III (P3HH, 2008).

Pohon gmelina berukuran kecil hingga sedang atau perdu, tingginya hingga 30 - 40 m. Batang utama berbentuk silinder dengan diameter hingga 100 – 250 cm, batang bebas cabang 9-20 m kadang 25 m, tidak berbanir tetapi kadang - kadang berusuk. Tajuk luar licin atau bersisik, coklat muda hingga kelabu.Tajuk berbentuk payung dengan percabangan melebar (Sutisna et al, 1998).

Jenis pohon ini tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian 0 – 1000 mdpl dan yang terbaik pada ketinggian tempat 0 – 800 mdpl. Rata – rata curah hujan hujan tahunan yang dibutuhkan minimal 1000 mdpl dengan jumlah bulan kering minimal 6 – 7 bulan/ tahun dan yang terbaik berkisar diantara 1.778 – 2.286 mm dengan musim kering 2 – 4 bulan. Rata – rata suhu

tahunan yang dikehendaki berkisar antara 21o – 28oC. sedang suhu maksimum dan minimumnya masing – masing berkisar 24o – 35oC dan 18o – 26oC. Jenis ini termasuk intoleran dan membutuhkan banyak cahaya untuk pertumbuhannya.Untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik, jenis ini membutuhkan tanah yang subur sarang, drainase baik, tidak tergenang air dengan reaksi tanah masam sampai netral dengan solum tanahnya dalam (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Dokumen terkait