• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sangkar uji nyamuk

Uji hedonik Formula obat antiserangga saat uji stabilitas emulsi Sangkar uji lalat Lalat uji Perawatan lalat

��������������������������������������������������������������������������� ��������������������������������������������������������������������������������� �����������������������������������������������������

APLIKASI MINYAK DAUN CENGKIH

DAN MINYAK SERAI WANGI SEBAGAI BAHAN AKTIF

ANTISERANGGA ALAMI

SKRIPSI

NUNUNG NURIYAH

F34070014

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

APPLICATION OF CLOVE LEAF OIL AND CITRONELLA OIL

AS AN ACTIVE INGREDIENT IN NATURAL INSECT REPELLENT

Meika Syahbana Rusli And Nunung Nuriyah

Departement of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,

Indonesia

email: [email protected]

ABSTRACT

Insect repellent formula with active ingredient of clove leaf oil and citronella oil has been determined by trial and error method. The formula consists of the active ingredient, rose water, vaseline, distilled water, and tween 80. Parameter tested were emulsion stability test, efficacy test and hedonic test.

The results showed that the effectiveness of repellent with active ingredient clove leaf oil and citronella oil is low, but the odor accepted by panelists. Efficacy test showed that the concentration of active ingredient of 2.5%, 5% and 7.5% respectively paralyze flies 0-15% and paralyze mosquitos 8-33%. The higher concentration of active ingredients, causing the higer paralysis percentage of flies and mosquitoes. Hedonic test showed that the formula which contain 5% active ingredient mixture of clove leaf oil and citronella oil has the highest level of preference, by which 77% of panelists accept the formula odor.

HUHUHG HURIYAH. F34070014. Aplikasi Minyak Daun Cengkih dan Minyak Serai Wangi Sebagai Bahan Aktif Antiserangga Alami. Di bawah bimbingan Meika Syahbana Rusli. 2011.

RIHGKASAH

Insektisida rumah tangga yang beredar di pasaran mengandung bahan aktif kimia sintetik yang berpotensi mengganggu kesehatan. Umumnya jenis bahan aktif tersebut merupakan senyawa piretroid sintetik yang secara akut menimbulkan gangguan saraf, dan secara kronis berpotensi menimbulkan penyakit kanker. Selain itu, gaya hidup “ kembali ke alam ” dan maraknya isu global terkait peduli lingkungan, meningkatkan preferensi konsumen terhadap produk alami. Minyak daun cengkih dan minyak serai wangi termasuk pestisida yang memiliki risiko minimum terhadap manusia, hewan, dan lingkungan, serta termasuk bahan GRAS (generally recognized as safe). Hal ini didukung oleh jumlah produksi minyak daun cengkih Indonesia pada tahun 2010 mencapai 2,457 ton dan minyak serai wangi mencapai 246 ton. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan produk minyak daun cengkih dan minyak serai wangi sebagai bahan aktif antiserangga (antilalat dan antinyamuk).

Penelitian ini dilakukan dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan mempersiapkan formula antiserangga alami. Penelitian utama meliputi uji efikasi dan uji hedonik. Uji efikasi bertujuan mengetahui efektivitas antiserangga dalam melumpuhkan lalat dan nyamuk. Uji hedonik bertujuan mengetahui penerimaan atau tingkat kesukaan konsumen terhadap aroma formula antiserangga.

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan cara trial and error formulasi hingga formula yang dibuat memiliki stabilitas emulsi yang mendekati stabilitas emulsi produk pembanding. Berdasarkan trial and error yang telah dilakukan, formula antiserangga terdiri atas bahan aktif, air mawar, tween 80, vaselin, dan pewangi melati. Air mawar digunakan sebagai bahan pembawa, tween 80 sebagai pengemulsi, vaselin sebagai propellant dan bahan anti busa. Perbandingan tween 80 dengan minyak atsiri adalah 1:1, perbandingan vaselin dengan tween 80 adalah 1: 14.6, dan pewangi melati sebanyak 1%. Adapun teknik emulsifikasi yang dilakukan adalah dengan penambahan air mawar sedikit demi sedikit ke dalam campuran bahan lainnya sekitar 50ml/4 menit menggunakan buret.

Uji efikasi dilakukan terhadap lalat dan nyamuk. Efektivitas antiserangga dalam melumpuhkan lalat pada konsentrasi 2.5%, 5% dan 7.5% dengan bahan aktif minyak daun cengkih adalah 0%, 3%, 13%, dengan bahan aktif minyak serai wangi adalah 0%, 2%, 15%, dan dengan bahan aktif campuran kedua minyak tersebut adalah 0%, 2%, 13%. Efektivitas antiserangga dalam melumpuhkan nyamuk pada konsentrasi 2.5%, 5% dan 7.5% dengan bahan aktif minyak daun cengkih adalah 10%, 18%, dan 33%, dengan bahan aktif minyak serai wangi adalah 10%, 17%, 32%, dan dengan bahan aktif campuran kedua minyak tersebut adalah 8%, 18%, 32%. Dengan demikian, semakin tinggi konsentrasi, maka kelumpuhan lalat dan nyamuk semakin meningkat.

Hasil analisis sidik ragam menggunakan rancangan acak lengkap menunjukan bahwa perbedaan jenis bahan aktif tidak berpengaruh signifikan terhadap kelumpuhan lalat dan nyamuk. Perbedaan konsentrasi bahan aktif memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kelumpuhan lalat dan nyamuk. Hasil uji lanjut Duncan menunjukan bahwa konsentrasi 2.5% dan 5% memberikan pengaruh yang sama terhadap kelumpuhan lalat dan nyamuk, tapi pada konsentrasi 7.5% pengaruhnya berbeda dengan semua perlakuan konsentrasi, kecuali antiserangga berbahan aktif minyak daun cengkih. Perbedaan setiap tingkat konsentrasi minyak daun cengkih memberikan pengaruh yang berbeda satu sama lain terhadap kelumpuhan nyamuk. Adapun formula yang paling tinggi tingkat kesukaannya dan diterima oleh 77% panelis adalah formula dengan bahan aktif campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi (1:1) pada konsentrai 5%.

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Insektisida rumah tangga yang beredar di pasaran mengandung bahan aktif kimia sintetik yang berpotensi mengganggu kesehatan. Contohnya adalah permetrin, imiprotrin, praletrin, d-aletrin, transflutrin, tetrametrin dan propoksur. Menurut United State Environmental Protection Agency (US EPA) (1977), permetrin adalah jenis insektisida piretroid sintetik dan diklasifikasikan ke dalam bahan yang mungkin karsinogenik, karena menyebabkan kanker terhadap hewan uji di laboratorium. Imiprotrin menurut US EPA (1998) juga termasuk jenis piretroid sintetik. Paparan akut pada tikus menyebabkan gangguan saraf. Menurut Pesticide Action Network North America (PANNA) (2010), praletrin pun termasuk piretroid sintetik yang dapat menyebabkan iritasi kulit dan mata, kesemutan, mati rasa, pusing, diare, air liur berlebihan, cairan paru-paru mengembang, otot berkedut dan kejang. World Health Organization (WHO) (2002), menyatakan bahwapraletrin menyebabkan mutagenesis terhadap sel ovarium hamster cina. Pogoda et al. (1997) mengungkapkan bahwa ada hubungan kuat antara kanker otak pada anak dengan piretroid (permetrin, tetrametrin, aletrin) yang digunakan untuk membunuh kutu. Garey et al. (1998) diacu dalam Wilson dan Sugg (2003), d-trans aletrin dan permetrin berkontribusi dalam disfungsi sistem reproduksi, gangguan mental dan kanker. Menurut PANNA (1997) transflutrin menyebabkan hipertropi hati (peningkatan ukuran sel), degenerasi tubulus proksimal dan karsinoma (tumor). California EPA (1997) dalam dokumen karakterisasi risiko Baygon®, menyatakan bahwa propoksur adalah insektisida jenis karbamat. Paparannya dapat menghambat aktivitas kolinesterase dan menyebabkan kanker pada jaringan epitel kandung kemih tikus, sehingga propoksur berpotensi menyebabkan efek yang sama pada manusia.

Ancaman bahan aktif kimia sintetik terhadap kesehatan manusia tersebut, memberi peluang untuk pengembangan produk insektisida yang lebih aman. Selain itu, gaya hidup “ kembali ke alam ” dan maraknya isu global terkait peduli lingkungan, meningkatkan preferensi konsumen terhadap produk alami dan ramah lingkungan.

Minyak atsiri serai wangi pada tahun 1948 dan minyak cengkih pada tahun 1972, telah terdaftar di US EPA sebagai bahan aktif antiserangga. Keduanya termasuk pestisida yang memiliki risiko minimum baik terhadap manusia, hewan, maupun lingkungan. Hal ini didukung oleh Kegley S et al. (2008) yang menyatakan bahwa Food Drug Assotiation mengategorikan minyak atsiri tersebut sebagai bahan GRAS (generally recognized as safe). Selain itu, ketersediaan bahan baku kedua minyak atsiri tersebut cukup besar dan harganya relatif lebih murah. Menurut Dewan Atsiri Indonesia (DAI), pada tahun 2010 jumlah produksi minyak daun cengkih mencapai 2,457 ton. Jumlah produksi minyak serai wangi mencapai 246 ton. Harga minyak daun cengkih pada tanggal 27 Mei 2011 adalah Rp 110,000-120,000/kg, dan minyak serai wangi Rp 120,000-145,000/kg. Oleh karena itu, pengembangan produk kedua minyak atsiri tersebut perlu dilakukan, yakni diolah menjadi insektisida rumah tangga alami yang aplikasinya disemprot seperti produk komersil lainnya.

Serangga yang menjadi sasaran insektisida rumah tangga yang beredar di pasaran adalah nyamuk, lalat, semut dan kecoa. Umumnya yang paling mengganggu aktivitas sehari-hari adalah nyamuk dan lalat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efektivitas minyak daun cengkih dan minyak serai wangi sebagai antinyamuk dan antilalat.

1.1

Tujuan

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas minyak daun cengkih dan minyak serai wangi sebagai antiserangga alami. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Membandingkan efektivitas minyak serai wangi dan minyak daun cengkih dalam melumpuhkan nyamuk dan lalat.

2. Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi bahan aktif minyak serai wangi dan minyak daun cengkih dalam melumpuhkan nyamuk dan lalat.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Insektisida Alami

Definisi insektisida menurut US EPA (United State Environmental Protection Agency) yaitu pestisida yang targetnya adalah serangga. Adapun pestisida yaitu zat atau campuran zat yang dimaksudkan untuk mencegah, menghancurkan, memukul mundur, atau mengurangi hama apapun.

Minyak daun cengkih dan minyak serai wangi tergolong insektisida nabati. Menurut Kardinan (2002), insektisida nabati mudah terurai di alam (biodegradable), sehingga tidak mencemari lingkungan, relatif aman bagi manusia dan hewan. Contoh insektisida nabati adalah tanaman cengkih yang mengandung eugenol dan serai yang mengandung senyawa sitronelal. Rizal (2008) menyatakan bahwa minyak cengkih bermanfaat sebagai insektisida terhadap nyamuk Culex sp. Serai wangi bermanfaat sebagai insektisida penolak nyamuk Culex sp. dan Aedes aegypti.

Menurut Djojosumarto (2000), pengendalian serangga terbang, dapat dilakukan dengan insektisida semprot yang mengandung racun pernapasan atau racun kontak. Serangga sasaran akan mati bila menghirup insektisida yang mengandung racun pernafasan dalam jumlah yang cukup. Adapun racun kontak menyebabkan kematian serangga karena kontak langsung dengan insektisida melalui kulit (jaringan epidermis).

Harris (1987) menyatakan bahwa sitronela bersifat racun dehidrasi (desiscant) saat kontak dengan serangga dan mati akibat kehilangan cairan terus menerus. Selain itu, Wilbraham dan Matta (1992) diacu dalam Iffah et al. (2007), menyatakan bahwa minyak cengkih juga mengandung senyawa racun kontak, yaitu eugenol (senyawa fenol) yang mudah terserap kulit. Menurut Huang et al. (2001), eugenol, isoeugenol, dan metil eugenol bersifat racun kontak terhadap serangga Sitophilus zeamais dan Tribolium castaneum. Hal ini didukung oleh pendapat Hart (1990) yang menyatakan bahwa eugenol merupakan senyawa fenol yang memiliki gugus alkohol sehingga dapat melemahkan dan mengganggu sistem saraf. Mutchler (1991) diacu dalam Setyaningrum (2007) menerangkan bahwa mekanisme kerja racun kontak sitronela adalah menghambat enzim asetilkolinesterase, sehingga terjadi fosforilasi asam amino serin pada pusat asteratik enzim bersangkutan. Gejala keracunannya timbul karena adanya penimbunan asetilkolin yang menyebabkan gangguan sistem saraf pusat, kejang, kelumpuhan pernafasan, dan kematian.

2.2 Minyak Daun Cengkih

Minyak daun cengkih diperoleh dari penyulingan daun cengkih yang umumnya menggunakan metode distilasi uap dan air. Rendemen minyak daun cengkih yang dihasilkan sebesar 1.73% dan komponen kimianya didominasi oleh eugenol yang berkisar 80-88 % (Nuryoto et al. 2011). Adapun menurut Ketaren (1985) kandungan eugenol berkisar 70-93%. Rata-rata rendemen minyak daun cengkih di kalangan petani menurut Hernando (1987) adalah 1.37%, menurut Yuhono dan Suhirman (2006) adalah 1.5-3.1% dan menurut Widyatmoko (1986) adalah 1.45%. Selain itu, komponen kimia lain yang terkandung dalam minyak cengkih menurut Ketaren (1990) adalah betakariofilen, metil salisilat, metil eugenol, cis-isoeugenol, trans-isoeugenol, eugenol asetat, metil n-amil keton, seskuiterpenol dan naftalena.

Eugenol merupakan komponen utama minyak daun cengkih dengan rumus molekul C10H12O2.. Eugenol merupakan cairan tak berwarna atau kuning pucat, bila kena cahaya matahari berubah

menjadi coklat kehitaman (Wiratno 2010). Eugenol memiliki karakteristik senyawa fenol yang stabil, yang struktur kimianya ditunjukkan oleh Gambar 1.

Gambar 1. Struktur kimia eugenol (Sastrohamidjojo 2004)

2.3

Minyak Serai Wangi

Minyak serai wangi dapat diperoleh melalui proses distilasi uap. Rendemen minyak serai wangi menurut Pandia et al. (2008) adalah 0.94% dengan kadar sitronelal 44.59%. Adapun menurut Sastrohamidjojo (2004), rendemen minyak serai wangi dengan distilasi uap adalah 0.33% dengan kandungan geraniol 39.9% dan hasil distilasi air adalah 0.32% dengan kandungan geraniol 33.7%.

Minyak serai wangi mengandung persenyawaan aldehid yaitu sitronelal dan persenyawaan alkohol yaitu geraniol. Minyak serai wangi jawa mengandung geraniol, d-sitronelol dan sitronelal hingga 36%, sitral 0.2%, dan sisanya adalah senyawa isovaleraldehid, metil neptenon, d-sitronelal, isoamil alkohol, nerol, borneol, eugenol, geranil asetat, sitronelil asetat, sitronelil butirat, metil eugenol, disitroneloksida, alkohol-alkohol sekuiterpen, dipenten, campuran rasemik dan l-limonen, serta seskuisitronelal (Ketaren 1986).

Komposisi komponen kimia minyak serai wangi ditunjukkan oleh Tabel 1 berikut ini : Tabel 1. Komponen minyak serai wangi

Komponen minyak serai wangi Kadar (%)

Sitronelal 32 – 45 Geraniol 12 – 18 Sitronelol 12 – 15 Geraniol asetat 3 – 8 Sitronelil asetat 2 – 4 L – limonen 2 – 5

Elemol & seskuiiterpen lain 2 – 5

Elemen & kadinen 2 – 5

Sumber : Ketaren 1985

Ketaren (1986) menyatakan bahwa sitronelal (C10H16O) memiliki gugus aldehida dan ikatan

etilenik yang reaktif, geraniol (C10H18O) memiliki dua ikatan etilenik, dan sitronelol (C10H20O)

memiliki gugus hidroksil. Pada suhu kamar, sitronelal berupa cairan berwarna kekuningan yang mudah menguap, bersifat sedikit larut dalam air dan dapat larut dalam alkohol dan eter. Sitronelol

OCH3 OH

berupa cairan tidak berwarna dan berbau mawar, bersifat mudah larut dalam alkohol dan eter, tetapi sedikit larut dalam air. Geraniol berupa cairan tidak berwarna (kuning pucat) larut dalam alkohol dan eter. Struktur kimia senyawa sitronelal, geraniol, dan sitronelol ditunjukan oleh Gambar 2.

Gambar 2. Struktur kimia geraniol (a), sitronelal (b) dan sitronelol (c) (Ketaren 1986)

2.4 Minyak Daun Cengkih sebagai Antiserangga

Berdasarkan laporan-laporan penelitian, minyak cengkih dapat digunakan untuk mengusir atau melumpuhkan serangga. Minyak cengkih dapat menolak nyamuk dengan dosis 0.1 ml per 30 cm2

(Trongtokit et al. 2005). Eugenol dapat membunuh larva Aedes aegypti dengan LC50 sebesar 33 mg/ℓ

(Knio 2008) dan dapat membunuh 100% Anopheles stephensi, Aedes aegypti, dan Culex quinquefasciatus dengan dosis 7 ℓ/ha dalam waktu 30-35 menit (Bhatnagar 1993) diacu dalam (Kegley et al. 2008).

Menurut Shola dan Kehinde (2010), uap minyak atsiri kuncup cengkih (Syzygium aromaticum) dapat membunuh serangga jenis kumbang (Callosbruchus maculatus). Minyak atsiri cengkih tersebut mengandung 95.75% eugenol dan 3.75%

- kariopilen. Perlakuan konsentrasi minyak kuncup cengkih yang digunakan yaitu 0.1g, 0.2g, 0.3g, 0.4g, dan 0.5g dalam 1g zat pembawa padat (silika gel, alumina, dan kaolin). Tingkat kematian Callosbruchus maculatus dengan konsentrasi tersebut, yaitu 13.33%, 26.77%, 73.33 % dan 100% dalam durasi pengamatan selama 1 jam.

Supriadi (2010) telah membuat formula anti larva nyamuk. Komposisi bahan menurut invensi ini yaitu mengandung bahan aktif minyak cengkih 5-10%, dan minyak kayu manis 5-10%. Bahan pembawanya adalah 1g setil alkohol, 2.5g, asam stearat, 2 g gum arab, 5 ml pengemulsi tween 20, 1 ml trietanolamin, 0.5 – 1.2 g NaOH dan 0.4-0.81 g KC1 per 100 ml air suling.

Wiratno (2010), menyatakan bahwa Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) Badan Litbang Pertanian telah berhasil membuat beberapa formula pestisida nabati berbahan aktif eugenol dari cengkih yang dikombinasikan dengan senyawa lainnya. Formula tersebut diberi nama CEES, CEKAM, dan Bio- Protector-1 yang berperan aktif sebagai insektisida. Minyak cengkih efektif mengendalikan hama keong mas, dan hama gudang seperti Tribolium castaneum dan hama tanaman seperti Aphis gossypii, Aphis. craccivora, Ferissia virgata, dan Valanga nigricornis. Zeng et al. (2010) juga menyatakan bahwa minyak cengkih dapat mengusir hama gudang yaitu Rhyzopertha dominica, Sitophilus oryzaedanTribolium castaneum.

2.5 Minyak Serai Wangi sebagai Antiserangga

Secara umum, minyak serai wangi digunakan dalam produk antiserangga berkisar antara 0.05% dan 15 %. Aplikasinya dapat dilakukan secara tunggal atau dikombinasikan dengan minyak lavender,

C O

H

OH C

Gugus aldehida Gugus hidroksil

(a) (b) (c)

Ikatan etilenik CH3

OH

cengkih, bawang putih, dan minyak cedar (Barnard 2000). Wahyuningtyas (2004) menyatakan bahwa minyak serai wangi pada konsentrasi 2.5% dapat menolak nyamuk Aedes aegypti Linnaeus. Kiswanti (2009) telah melakukan uji efikasi produk gel penolak nyamuk terhadap 25 ekor nyamuk Culex quinquefasciatus. Hasil penelitiannya menunjukan jumlah nyamuk yang jatuh setelah 6 jam dan dinyatakan mati, pada konsentrasi serai wangi 10% adalah 26,67%, pada konsentrasi 15% adalah 52% dan pada konsentrasi 20% mencapai 60%.

Hasil penelitian Sukma (2009), yaitu obat nyamuk elektrik berbahan aktif minyak serai wangi memiliki efektivitas sebagai anti nyamuk Aedes aegypti dengan LC90 adalah 25.63 ± 2.30%. Artinya,

90 % nyamuk yang mati dari 25 ekor nyamuk yang diujinya, disebabkan oleh konsentrasi minyak serai wangi sebesar 25,63%. Selain itu, hasil penelitian Pandia et al. (2008) menunjukkan bahwa minyak serai wangi dapat membunuh delapan dari 10 nyamuk Aedes aegypti selama pengamatan 30 menit. Ini dilakukan dengan cara menyemprotkan 10% minyak serai wangi yang dicampurkan dalam air. Rondonuwu dan Langi (2006), menyatakan bahwa pada konsentrasi minyak serai wangi 0.25% cukup untuk membunuh larva nyamuk Aedes spp. dan dapat mencegah nyamuk bertelur, serta memiliki daya penolakan dalam radius kurang dari 1 m.

Hasil penelitian Fardaniyah (2007) menunjukan bahwa terjadi penurunan daya hinggap lalat dimulai dari konsentrasi 2.5% dan penurunan jumlah larva yang signifikan pada ikan mas yang dilumuri minyak serai wangi mulai dari konsentrasi 2.5% hingga 40% dibandingkan terhadap kontrol. Lalat yang diuji adalah Lalat Hijau (Chrysomya megacephala [Fab] ) sebanyak 50 ekor. Perlakuan konsentrasi yang digunakan yaitu 0%, 2.5%, 5%, 10%, 20%, 40%, yang masing-masing memiliki daya proteksi 93.6%, 94.2%, 96.6%, 97%, 98.6%, dan 99.8%, dalam pengamatan 1 jam.

2.6 Nyamuk Aedes Aegypti dan Lalat

Nyamuk Aedes aegypti L. memiliki morfologi khusus. Nyamuk dewasa berukuran kecil, berwarna hitam dengan bintik-bintik putih di tubuhnya dan cincin-cincin putih 12 dikakinya (Jirakanjanakit dan Dujardin 2005). Ciri khas nyamuk Aedes aegypti dewasa adalah "Lyre Marking" yaitu strip putih keperakan di bagian dorsal, thoraks, dan warna keputihan pada segmen terakhir di kaki belakang (Wijana dan Ngurah 1982).

Aedes aegypti adalah vektor alamiah dari virus dengue penyebab demam berdarah. Aedes aegypti termasuk nyamuk "day biter" (aktif menghisap makanan di siang hari), terutama nyamuk yang masih muda (umur 1-8 hari) (Wijana dan Ngurah 1982). Waktu aktif menggigitnya pada pukul 08.00- 12.00 dan 15.00-17.00, serta lebih banyak menggigit di dalam rumah daripada di luar rumah. Aedes aegypti juga dapat menularkan penyakit yellow fever dan chikungunya. Suhu optimum untuk hidupnya berkisar antara 25- 27ºC (Cahyati dan Suharyo 2006).

Nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Penyebaran Aedes aegypti di Asia Tenggara ditemukan hampir di semua daerah perkotaan dan pedesaan. Selain itu, penyebarannya juga ada di daerah agak gersang seperti India. Aedes aegypti merupakan vektor virus dengue di perkotaan dan populasinya berubah-ubah sesuai dengan curah hujan (Cahyati dan Suharyo 2006).

Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) ordo diptera yang mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Lalat yang umum dijumpai adalah lalat rumah atau Musca domestica. Lalat dewasa hidup 2-4 minggu pada musim panas dan lebih lama pada musim dingin. Lalat dapat menjadi vektor penularan penyakit saluran pencernaan seperti kolera, tifus, dan disentri. Penularan penyakit dapat terjadi melalui semua bagian dari tubuh lalat seperti bulu badan, bulu pada anggota gerak, muntahan serta kotorannya (Santi 2001).

Lalat (Musca domestica) bersifat kosmopolitan dan merupakan vektor (penular) secara mekanis yang menyebarkan berbagai jenis penyakit, seperti virus, bakteri, protozoa, cacing, amuba dan lainnya (Brown 1979 dan Kettle 1984). Lalat memiliki bulu-bulu halus yang terdapat disekujur tubuhnya yang memungkinkan dapat berperan sebagai vektor penyakit, karena perilaku lalat yang suka berpindah-pindah dari suatu makanan (biasanya bahan organik yang membusuk ataupun kotoran) ke makanan lain untuk makan dan bertelur (Levine 1990) diacu dalam Kardinan A (2007).

2.7 Formula Antiserangga

Secara umum, formulasi insektisida tersusun atas bahan aktif (active agents), bahan pembawa (carrier), dan bahan pembantu (adjuvant) (Djojosumarto 2008). Formula antiseranggga ini dibuat dari bahan aktif dan bahan pembawa yang berbeda sifat polaritasnya. Minyak atsiri bersifat nonpolar, sedangkan air bersifat polar. Oleh karena itu, formulanya dibuat dalam sistem emulsi minyak dalam air dengan menggunakan pengemulsi.

Emulsi adalah dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan lain yang tidak bercampur dalam keadaan biasa. Molekul-molekul kedua cairan tersebut bersifat saling antagonistik karena perbedaan sifat kepolarannya. Emulsi merupakan suatu sistem heterogen yang mengandung dua fasa cairan yaitu fasa terdispersi dan fasa pendispersi yang berbentuk butiran-butiran (droplets) (Suryani et al. 2000).

Pemilihan pengemulsi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan nilai hidrofil lipofil balance (HLB) yang pada dasarnya merupakan indikasi persentase berat dari bagian hidrofilik molekul pengemulsi nonionik. Nilainya yang semakin tinggi menunjukkan bahwa sifat pengemulsi yang semakin suka pada air (hidrofilik). Kisaran nilai HLB untuk emulsi minyak dalam air(O/W) berkisar antara 8-18. Polisorbat 80memiliki nilai HLB 15 (Suryani et al. 2000). Nilai HLB polietilen glikol 40 hidrogenated castor oil adalah 13 ( Chesam 2011). Dengan demikian kedua pengemulsi tersebut dapat digunakan sebagai pengemulsi minyak dalam air.

Polisorbat adalah pengemulsihidrofilik yang memiliki kemampuan kuat sebagai surface-active agents (surfactants) untuk mengurangi tegangan antarmuka dalam air, minyak, dan campuran lainnya untuk meningkatkan kualitas interaksi antar campuran dan menaikkan stabilitas emulsi. Polisorbat atau Polyoxyethylene sorbitan esters adalah hasil pembentukan reaksi sorbitan ester dengan etilen oksida. Sorbitan fatty-acid esters (sorbitan ester) adalah sorbitol turunan dari mono dan digliserida yang sangat larut dalam air dan memiliki rumus molekul C64H124O26 (O’Brien 2004).

Polisorbate 80 adalah jenis surfaktan nonionik dan pengemulsi turunan dari polyoxylated sorbitan dan asam oleat. Wujud polisorbat 80 adalah cairan berwarna kuning jernih. Gugus hidrofilik dalam senyawa ini adalah komponen polieteryang dikenal sebagai polyoxyethylene yang merupakan polimer dari ethylene oxide (Chou 2005).

Polyethilenglicol-40 Hydrogenated Castor oil merupakan pengemulsi nonionik dengan HLB 13, berwarna putih sampai kekuningan, dan memiliki rumus molekul C57H110O9(CH2CH2O)n.

Umumnya, PEG-40 Hydrogenated Castor oil ( fixolite ), digunakan untuk emulsi minyak dalam air. Aplikasinya banyak digunakan sebagai agen pengemulsi, agen penstabil, dan agen pengondisian viskositas formula parfum atau kosmetik (Chesam, 2011).

Cara penambahan bahan pengemulsi dalam proses emulsifikasi menurut Suryani et al. (2000) dapat dilakukan dengan metode agen dalam air dan metode agen dalam minyak. Teknik agen dalam air biasanya menghasilkan emulsi yang agak berkoarse dengan ukuran partikel yang bervariasi. Emulsi yang terbentuk bisa menjadi tidak stabil. Metode agen dalam minyak biasanya menghasilkan

emulsi yang seragam dengan diameter butiran rata-rata adalah 0.5 mikron yang menunjukan tipe emulsi yang paling stabil.

Metode agen dalam minyak dilakukan dengan cara melarutkan agen pengemulsi dalam fasa minyak, yang bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama campuran agen dalam minyak ditambahkan langsung ke dalam air sehingga terbentuk emulsi minyak dalam air (o/w atau oil in water) secara spontan. Kedua, air ditambahkan langsung ke dalam campuran agen dalam minyak sehingga terbentuk emulsi sistem air dalam minyak (w/o atau water in oil). Penambahan air lebih banyak dapat

Dokumen terkait