• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Pupuk Anorganik

Pupuk buatan banyak sekali jenisnya. Bentuk, warna dan cara pemakaiannya pun beragam. Meskipun banyak jenisnya, dilihat dari hara yang dikandungnya hanya ada dua kelompok, yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk.

Dewasa ini pupuk majemuk semakin digemari karena penggunaannya amat menguntungkan. Di antaranya dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya. Sekali memupuk, beberapa unsur hara sekaligus terpenuhi.

a. Pupuk Tunggal

Pupuk Tunggal Umumnya terdiri dari pupuk nitrogen (N), pupuk fosfor (P) dan pupuk kalium (K). Pupuk N ada beberapa jenis. Namun yang populer hanya dua yaitu ZA (zwavelzure ammoniak) dan urea. ZA mengandung 20-21 % N, dan kurang cocok untuk pupuk dasar. Pupuk ini bersifat asam dan mudah larut dalam air. Sedang kandungan N dalam urea kira-kira 46 %. Urea bersifat agak netral, mudah laur dalam air tetapi harus melalui proses kimia yang diselenggarakan oleh bakteri tanah agar bisa diserap akar tanaman.

Pupuk P juga ada beberapa jenis. Yang populer di kalangan petani hanya ES (Enkel Superfosfat), DS (Dubbel Superfosfat) dan TSP (Triple Superfosfat), Pupuk ES mudah larut dalam air, reaksinya sangat cepat, dan mudah hanyut oleh air. Sifat pupuk DS dan TSP netral, dan agak lambat larut. Oleh sebab itu bisa diberikan sebagai pupuk dasar atau pupuk susulan.

b. Pupuk Majemuk

Pupuk majemuk yang diberikan lewat akar umumnya merupakan gabungan beberapa unsur N, P, dan K dalam satu pupuk. Misalnya pupuk NP, NK, PK dan

NPK. Pupuk NP adalah pupuk majemuk, yang mengandung unsur N dan P. Beberapa jenis yang cukup dikenal misalnya Ammofos, Diammofos dan Leunafos. Pupuk NK merupakan pupuk gabungan antara hara N dan K, misalnya Patozote, Nitrapo dan Sendawa Kali. Sedangkan pupuk PK mengandung gabungan pupuk P dan K, seperti misalnya Kaliummetafosfat dan Monokalsiumfosfat. Belakangan ini pupuk NP, Nk dan PK kurang digemari. Perhatian masyarakat beralih ke pupuk majemuk yang mengandung 3 unsur sekaligus : N, P dan K, yaitu pupuk NPK.

Persepsi Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Pupuk Organik

Pupuk Oganik dapat berbentu padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik mengandung banyak bahan organik daripada kadar haranya. Sumber bahan organik dapat berupa: Pupuk Kandang, Pupuk Hijau, Pupuk Daun, dan Kompos. Persepsi responden terhadap pemanfaatan pupuk organik disajikan pada gambar 4.

Gambar 4. Grafik Persepsi Responden Terhadap Pemanfaatan Pupuk Organik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 93,75 % responden mengetahui perbedaan pupuk organik dan anorganik, hanya 6,25 % responden yang tidak mengetahuinya. Sementara untuk penggunaannya, sebesar 55 % responden lebih memilih menggunakan pupuk organik daripada pupuk anorganik, 28,75% menjawab lebih memilih pupuk anorganik daripada pupuk organik, dan 16,25 % menjawab tidak tahu. Tingkat persepsi masyarakat terhadap penggunaan pupuk organik sudah cukup baik. Pupuk menyumbang 20% terhadap keberhasilan peningkatan produksi pertanian. Berkaitan dengan hal tersebut, Susetya (2010) mengungkapkan bahwa hampir 90% produk-produk pertanian di Indonesia diproduksi dengan menggunakan bahan Anorganik seperti pupuk kimia dan pestisida. Sehingga besar kemungkinan produk pertanian Indonesia tidak memenuhi standar internasional dan tidak diminati oleh pasar internasional.

Oleh karena itu untuk meningkatkan keunggulan kompetitif dalam menghasilkan produk pertanian yang mampu bersaing di pasar internasional perlu diupayakan pemenuhan terhadap minat konsumen yang membutuhkan konsumsi pangan bebas bahan anorganik dengan cara meningkatkan penggunaan pupuk organik dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik.

Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan dan Fungsinya

Persepsi responden terhadap hutan dari hasil penyebaran kuisioner (dengan metode wawancara) diperoleh persepsi yang hampir seragam, perbedaan persepsi antar masyarakat tidak terlalu tampak. Secara garis besar persepsi responden terhadap Hutan Dan Fungsinya, Pengusahaan Lahan Hutan, Dan Pemanfaatan Humus Dari Dalam Hutan disajikan pada gambar 5.

Gambar 5. Grafik Persentase Jawaban Responden Mengenai Hutan Dan Fungsinya, Pengusahaan Lahan Hutan, Dan Pemanfaatan Humus Dari Dalam Hutan

Berdasarkan gambar di atas, terdapat 75 % responden yang menjawab mengetahui/mengenal hutan, 18,75 % yang menjawab tidak, dan 6,25 % yang menjawab tidak tahu. Dari hasil penyebaran kuisioner mengenai hutan, responden sudah banyak yang mengetahui/mengenal hutan, itu artinya sudah seharusnya masyarakat berusaha menjaga kelestarian, tidak merusak hutan dan tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat merusak kawasan hutan. Hanya 25 % responden yang tidak tahu dan tidak mengenal hutan, karena mereka jauh dari kawasan hutan Tahura Bukit Barisan dan tidak pernah mengikuti penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah.

Persentase jawaban responden mengenai pemanfaatan lahan hutan yaitu 75 % responden pernah mengusahakan lahan hutan 25 % responden menjawab tidak pernah mengusahakan lahan hutan. Biasanya masyarakat memanfaatkan kawasan hutan untuk lahan kebun mereka. Masyarakat memanfaatkan lahan hutan yang kosong yang terdapat di pinggir jalan.

Dari hasil penyebaran kuisioner terhadap responden dapat diketahui bahwa 86,25 % responden menjawab pernah memanfaatkan humus dari dalam hutan, 12,5 % responden menjawab tidak dan 3,75 % responden menjawab tidak tahu. Pada umumnya masyarakat yang mengambil humus adalah mereka yang berprofesi sebagai petani. Mereka mengambil humus di dalam hutan karena mereka meyakini bahwa humus adalah sebagai bahan organik terbaik yang dapat mengembalikan kualitas tanah yang selama ini telah ditanami.

Cara Pemilihan Perlakuan Terhadap Limbah Pertanian

Pemilihan perlakuan terhadap limbah pertanian oleh masyarakat Desa Tongkoh disajikan pada gambar 6.

Gambar 6. Grafik Persentase Pemilihan alternatif terkait dengan Pemilihan perlakuan terhadap limbah pertanian

Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa responden menilai cara memperlakukan limbah pertanian dengan cara dibakar menempati peringkat teratas dengan 49,3 % dan menjadi prioritas terpenting. Kemudian diikuti alternatif dengan cara diolah menjadi pupuk organik dengan 39 % dan yang terakhir dengan cara dibuang ke dalam hutan dengan 11,7 %.

Terpilihnya alternatif dengan cara dibakar daripada alternatif lain disebabkan oleh tanggapan masyarakat yang tidak mau direpotkan dengan limbah

yang dirasakan mengganggu kenyamanan lingkungan hidup dan lebih jauh merupakan beban yang menghabiskan dana relatif besar untuk menanganinya, sehingga masyarakat cendrung lebih ke arah membakar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prihandarini (2004) yang menyatakan bahwa persepsi masyarakat terhadap sampah adalah mengganggu sehingga harus disingkirkan. Persepsi seperti ini harus diganti bahwa sampah mempunyai nilai ekonomi dan bisa dimanfaatkan dalam memperbaiki lingkungan.

Dokumen terkait