• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dokumentasi penyimpanan beras pratanak pada suhu 40, 45 dan 50 o C

Tahap III. Pendugaan umur simpan berdasarkan model Arrhenius

Lampiran 23. Dokumentasi penyimpanan beras pratanak pada suhu 40, 45 dan 50 o C

Perendaman Gabah Pengukusan Gabah 

Gabah hasil pengukusan Pengeringan gabah 

Hari ke- 0

Hari ke- 14

Penulis dilahirkan di Bintang, kebupaten Aceh Tengah pada tanggal 7 Oktober 1985 dari ayah Syamsuddin, S.Pd dan ibu Herlina, A.md. penulis merupakan putra pertama dari empat bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 1 Bintang Kabupaten Aceh Tengah (1991-1998), sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 1 Bintang Kabupaten Aceh Tengah (1998-2001) dan sekolah menengah umum di SLTA negeri 1 Takengon Kabupaten Aceh Tengah (2001-2004).

Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, lulus pada tahun 2009. Tahun 2010 Allah SWT memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan S2 pada Departemen Teknik mesin dan Biosistem Mayor Teknologi Pascapanen di Institut Pertanian Bogor. 

   

PENDAHULUAN  

A. Latar Belakang

Beras merupakan pangan utama yang dikonsumsi oleh hampir setengah populasi dunia. Masyarakat Indonesia menjadikan beras sebagai bahan pangan pokok sehari-hari. Beras dijadikan sebagai sumber karbohidrat utama hampir diseluruh daerah di Indonesia karena rasanya yang enak dan dapat dikombinasikan dengan bahan pangan lain. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk indonesia serta tingkat pendidikan yang semakin tinggi, permintaan terhadap beras yang berkualitas pun semakin meningkat. Namun beras sering dihindari oleh penderita diabetes melitus (DM) karena anggapan bahwa mengonsumsi nasi dapat meningkatkan kadar glukosa darah dengan cepat. Prevalensi penyakit degeneratif akhir-akhir ini cenderung meningkat secara nyata. Salah satu penyakit degeneratif yang prevalensinya terus meningkat adalah diabetes mellitus.

Menurut survei dari WHO yang dikutip oleh Dep. Kes (2005) menunjukkan bahwa Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Prevalensi diabetes di Indonesia sebesar 8.60% dari total penduduk, sehingga pada tahun 2025 diperkirakan penderita DM mencapai 12.40 juta jiwa. Jumlah tersebut setara dengan tiga kali kejadian pada tahun 1995, yaitu 4.50 juta penderita (Dep. Kes, 2005). Pencegahan DM dapat dilakukan secara primer maupun sekunder. Pencegahan primer adalah pencegahan terjadinya DM pada individu yang beresiko melalui modifikasi gaya hidup (pola makan dan penenurunan berat badan) dengan dukungan program edukasi berkesinambungan. Pencegahan sekunder dilakukan melaluli pengobatan dan pemeriksaan.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan teknologi pengolahan beras yang dapat menghasilkan beras pulen ber-IG (indek glikemik) rendah. Menurut Foster-Powell et al. (2002), beras pratanak (parboiled rice) mempunyai IG yang lebih rendah dibandingkan dengan beras giling. Beras pratanak adalah beras yang dihasilkan melalui proses pemberian air dan uap panas terhadap gabah,

sebelum gabah tersebut di keringkan dan digiling (Haryadi, 2006). Tujuan dari proses pratanak adalah mencegah kehilangan unsur-unsur gizi dan memperkecil kerusakan gabah selama penggilingan. Beras pratanak mempunyai sifat fungsional memberikan dampak positif bagi kesehatan terutama karena nilai indek glikemiknya yang rendah.

Walaupun beras pratanak memiliki kelebihan dalam hal nilai gizi dan nilai indek glikemik rendah, akan tetapi apabila tidak dilakukan pengemasan dan penyimpanan yang sesuai maka dapat mempengaruhi mutu fisik dan kimia beras pratanak tersebut selama penyimpanan. Pengemasan merupakan tindakan untuk mempertahankan beras pratanak agar tetap dalam keadaan baik dalam jangka waktu tertentu. Kesalahan dalam melakukan pengemasan dapat mengakibatkan terjadinya penurunan mutu beras pratanak dalam penyimpanan. Untuk menghindari hal tersebut maka penyimpanan dengan menggunakan kemasan yang mempunyai permeabelitas uap air yang rendah dapat mempertahankan kadar air beras selama penyimpanan sehingga nilai gizi dan umur simpanya dapat dipertahankan lebih lama. Hal inilah yang menjadi dasar penelitian proses pengolahan dan penentuan umur simpan beras pratanak sehingga dapat diketahui batas simpannya yang masih layak disajikan ke konsumen. Menurut Arpah (2007), umur simpan secara umum mengandung pengertian rentang waktu antara saat produk mulai dikemas atau diproduksi dengan saat mulai digunakan dengan mutu produk masih memenuhu syarat untuk dikonsumsi.

B. Hipotesis

1. Proses pratanak dapat meningkatkan rendemen, mutu fisik dan kimia beras pratanak

2. Perbedaan jenis pengemas dapat mempengaruhi umur simpan beras pratanak

C. Tujuan Penelitian

   

TINJAUAN PUSTAKA  

A. Struktur Gabah

Padi adalah biji-bijian (serealia) dari famili rumput-rumputan (gramine) yang kaya akan karbohidrat sehingga menjadi makanan pokok manusia, pakan ternak dan industri yang mempergunakan karbohidrat sebagai bahan baku. Terdapat juga jenis biji-bijian yang mengandung minyak, jagung merupakan jenis biji-bijian yang mengandung minyak untuk bahan baku industri minyak nabati. Biji-bijian yang tergolong dalam serealia antara lain padi (Oryza sativa), jagung (Zea mays), gandum (Triticum sp), cantel (Sorghum sp), dan yang jarang dijumpai di Indonesia adalah barley (Horgeum vulgare), rey (Secale cereale), oat (Avena sativa). Satu sama lain mempunyai struktur kimia yang sangat mirip (Muchtadi, 1992).

Padi adalah salah satu tanaman penting dalam kehidupan manusia. Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut:

Kingdom : Platae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan) Genus : Oryza

Spesies : Oryza sativa L

Hasil panen padi dari sawah disebut gabah. Gabah tersusun dari 15-30% kulit luar (sekam), 4-5% kulit ari, 12-14% katul, 65-67% endosperm dan 2-3% lembaga. Secara umum biji-bijian serealia terdiri dari tiga bagian besar yaitu kulit biji, butir biji (endosperm) dan lembaga (embrio). Kulit biji padi disebut sekam, sedangkan butir biji dan embrio dinamakan butir beras. Secara berurutan, lapisan terluar disebut perikarp, kemudian lapisan aleuron dan bagian yang dalam adalah endosperm. Beras sendiri secara biologi adalah bagian biji padi yang terdiri dari:

a. Aleuron : lapis terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses pemisahan kulit.

b. Endospermia : tempat sebagian besar pati dan protein beras berada.

c. Embrio : merupakan calon tanaman baru (dalam beras tidak dapat tumbuh lagi, kecuali dengan bantuan teknik kultur jaringan). Dalam bahasa sehari- hari, embrio disebut sebagai mata beras(Muchtadi, 1992).

Lapisan aleuron merupakan lapisan yang menyelubungi endosperm dan lembaga. Lapisan aleuron terdiri dari 1-7 lapisan sel. Tiap jenis padi mempunyai variasi ketebalan. Beras yang berbentuk bulat cenderung mempunyai lapisan aleuron yang lebih tebal dari pada beras yang lonjong. Lapisan aleuron terdiri dari sel-sel parenkim dengan dinding tipis setebal 2 mm. Dinding sel aleuron bereaksi positif dan terdapat zat pewarna untuk protein, hemiselulosa dan selulosa. Dalam sitoplasma, aleuron berisi aluerin (butiran aleuron). Untuk lebih jelasnya dapat terlihat pada Gambar dibawah ini (Muchtadi, 1992).

Gambar 1. Anatomi Gabah

Pada umumnya bentuk beras adalah lonjong, akan tetapi terdapat pula yang

Aleuron

Endosperma

Lembaga

Kulit luar

   

dari 3), sedang (4.0-3.0), agak bulat (2.0-2.39) dan bulat (< 2). Dalam standarisasi mutu, dikenal empat tipe ukuran beras, yaitu sangat panjang (lebih dari 7 mm), panjang (6-7 mm), sedang (5.0-5.9 mm), dan pendek (kurang dari 5 mm). Menurut Potter (1973), panjang beras antara 5-10 mm, lebar beras antara 1.5-5 mm, berat beras 27 mg/biji, dan densitas kamba 575-600 kg/m3. Tinggi rendahnya mutu beras tergantung kepada beberapa faktor, yaitu spesies, varietas, kondisi lingkungan, waktu pertumbuhan, waktu pemanenan, metode pengeringan dan cara penyimpanan (Muchtadi, 1992).

B. Varietas Gabah

Tanaman padi adalah tanaman yang mempunyai varietas sampai ribuan jumlahnya, lebih dari 90% tumbuh di wilayah Asia Selatan dan Asia Timur, tersebar di negara-negara beriklim tropis. Dari kelompok spesies padi yang telah dibudidayakan terdapat kelompok utama yaitu Oryza sativa yang berasal dari Asia dan Oryza globerima yang berasal dari Afrika Barat.

Tanaman padi (Oryza sativa) diduga berasal dari Asia, terdapat sekitar 20.000 varietas padi di dunia. Tanaman padi tradisional di Asia yang beriklim tropis bersifat tinggi dan lemah, dengan daun-daun yang melengkung ke bawah dan masa dormansinya lama (Juliano dan Haryadi, 2008). Varietas tanaman padi adalah golongan tanaman satu dengan yang lainnya memiliki sifat-sifat yang sama. Varietas unggul adalah varietas padi yang mempunyai sifat-sifat yang lebih daripada sifat yang dimiliki varietas padi lainnya. Seperti daya hasil yang tinggi, umur lebih pendek dan tahan terhadap hama dan penyakit.

Varietas-varietas padi yang ditanam di Indonesia termasuk dalam subspesies indica. Rasio panjang lebar paling rendah 2 ditunjukan oleh PB 36 dengan panjang butiran sekitar 6.40 mm, sedangkan rasio panjang lebar yang tinggi ditunjukan oleh varietas rojolele dan semeru sebesar 2.9 dengan panjang butiran 6.50-7.50 mm (Patiwiri, 2006). Terdapat berbagai macam varietas padi yang dibudidayakan di Indonesia, salah satunya adalah varietas Ciherang. Deskripsi varietas tersebut seperti yang ditunjukan pada Tabel 1.

Tabel 1 Diskripsi varietas padi Ciherang Nomor seleksi : S3383-1D-PN-41-3-1

Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/3*IR19661-131-3-1-3//4*IR64

Golongan : Cere

Umur tanaman : 116-125 hari Bnetuk tananam : Tegak Tinggi tananam : 107-115 cm Anakan produktif : 14-17 batang Warna kaki : Hijau

Warna batang : Hijau

Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun : Hijau

Muka daun : Kasar pada sebelah bawah Posisi daun : Tegak

Daun bendera : Tegak

Bentuk gabah : Panjang ramping Warna gabah : Kuning bersih

Kerontokan : Sedang

Kerebahan : Sedang

Teksur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23% Indeks Glikemik : 54 Bobot 1000 butir : 28 g Rata-rata hasil : 6.0 t/ha Potensi hasil : 8.50 t/ha Ketahanan terhadap

hama penyakit : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak Tahan biotipe 3

Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV

Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 500 m dpl

Pemulia : Tarzat T, Z. A. Simanullang, E. Sumadi dan Aan A. Daradjat

Dilepas tahun : 2000

Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009) C. Sifat Fisik dan Kimia Beras

   

pati, pengembangan volume, penyerapan air, viskositas pasta dan konsistensi gel pati (Haryadi, 2006). Menurut Winarno (1992) suhu gelatinisasi adalah suhu pada saat granula pati pecah dengan penambahan air panas. Beras dapat digolongkan menjadi tiga kelompok menurut suhu galatinisasinya, yaitu suhu rendah (55-69oC) sedang (70-74oC) dan tinggi (>74oC). Suhu gelatinisasi berpengaruh terhadap lama pemasakan. Beras yang mempunyai suhu galatinisasi tinggi membutuhkan waktu pemasakan lebih lama daripada beras yang mempunyai suhu galatinisasi rendah.

Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia. Beras sebagai bahan makanan mengandung nilai gizi cukup tinggi yaitu kandungan karbohidrat sebesar 360 kalori, protein sebesar 6.8 gram dan kandungan mineral seperti kalsium dan zat besi masing-masing 6 dan 0.8 mg (Astawan, 2004).

Komposisi kimia beras berbeda-beda bergantung pada varietas dan cara pengolahannya. Selain sebagai sumber energi dan protein, beras juga mengandung berbagai unsur mineral dan vitamin (Lihat Tabel 2). Sebagian besar karbohidrat beras adalah pati (85-90%) dan sebagian kecil adalah pentosa, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Dengan demikian, sifat fisikokimia beras ditentukan oleh sifat-sifat fisikokimia patinya (Astawan, 2004).

Tabel 2 Komposisi Gizi Beras Giling dan Nasi dari Beras Giling (dalam 100 gr bahan)

Komposisi Gizi Beras Giling Nasi

Energi (Kal) 360 178 Protein (gr) 6.80 2.10 Lemak (gr) 0.70 0.10 Karbohidrat (gr) 78.90 40.60 Kalsium (mg) 6.00 5.00 Fosfor (mg) 140 22 Besi (mg) 0.80 0.50 Vitamin B1 (mg) 0.12 0.02 Air (gr) 13 57

D. Pengemasan Beras

Plastik adalah bahan kemasan yang penting didalam industri pangan, kemasan plastik paling banyak digunakan karena harganya yang relatif murah, lebih ringan daripada kemasan metal dan gelas, memerlukan lebih sedikit energi dalam pembuatan, konversi dan pendistribusiannya. Selain sebagai pembungkus, kemasan plastik dapat diperindah penampilan produk dan dapat menampung cairan. Kemasan plastik dapat digunakan sebagai media promosi, karena dapat disablon dan di print, bahkan dapat ditambahkan pewarna kedalam biji plastik sebagai bahan dasar pembuatan plastik. Sebagai bahan pembungkus plastik dapat digunakan dalam bentuk tunggal, komposit, atau berupa lapisan-lapisan dengan bahan lain misalnya kertas atau alumunium foil. Kemasan plastik dapat digunakan oleh industri pangan karena harganya yang relatif murah, lebih ringan daripada kemasan gelas dan metal, memerlukan energi yang kecil dalam pembuatan, konversi, dan pendistribusianya. PE dan PP adalah jenis plastik yang biasa digunakan dalam mengemas produk pertanian.

Tabel 3 Permeabilitas terhadap gas dan uap air serta transmisi beberapa jenis film plastik.

Jenis Film

Permebilitas Transmisi uap air (cc/hari-100 in2-mil) (g/hari-100 in2-mil)

O2 CO2 LDPE 550 2900 1.30 PVC 150 970 4.00 PP 240 800 0.70 PS 310 1050 8.00 Sumber : Buckle et al. (1985) 1. Plastik Polipropilen (PP)

Menurut Syarief et al. (1989), plastik polipropilen termasuk jenis plastik olefin dan merupakan polimer dari propilen. Sifat-sifat utamanya yaitu:

a. Ringan (densitas 0.90 g/cm3), mudah dibentuk, tembus pandang, dan jernih dalam bentuk film

   

c. Lebih kaku dari PE dan tidak gampang sobek

d. Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang e. Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150oC f. Titik leburnya tinggi

g. Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak 2. Plastik Low Density Polyethylen (LDPE)

Pada plastik polietilen jenis LDPE memiliki sifat bahan yang lemas dan mudah di tarik, daya rentang tinggi tanpa sobek, tidak cocok digunakan pada bahan yang berlemak atau mengandung minyak, mempunyai transmisi gas cukup tinggi sehingga tidak cocok untuk mengemas makanan yang beraroma, memiliki sifat kedap air dan uap air, berwarna buram, mudah di klim, tidak tahan terhadap suhu tinggi (Syarief et al. 1989).

E. Beras Pratanak

Pembuatan beras pratanak merupakan proses yang unik, karena tahap pengolahan dimulai pada saat bahan masih berbentuk gabah (Garibaldi, 1974). Cara pembuatan beras pratanak sangat beragam, namun pada prinsipnya melalui tiga tahapan proses, yaitu perendaman (soaking), pengukusan (steaming), dan pengeringan (drying). Gabah yang telah mengalami perlakuan diatas akan lebih awet, dapat mencegah perkecambahan. Gabah tersebut kemudian digiling hingga diperoleh beras pratanak. Proses pratanak berpengaruh lebih nyata terhadap sifat fisik butiran beras dibandingkan dengan sifat kimianya. Proses pratanak dipilih karena cenderung menurunkan indeks glikemik beras (Foster-Powell et al.,

2002).

Pembuatan beras pratanak merupakan proses pemberian air dan uap panas terhadap gabah sebelum gabah tersebut dikeringkan. Tujuan dari proses pratanak adalah untuk menghindari kehilangan dan kerusakan beras, baik ditinjau dari nilai gizi maupun segi rendeman beras yang dihasilkan. Oleh karena itu proses pratanak harus dilakukan dengan cara yang tepat (De Datta, 1981).

Peningkatan nilai gizi pada beras pratanak disebabkan oleh proses difusi panas yang melekatkan vitamin-vitamin dan nutrisi lainnya dalam endosperm, serta derajat sosoh beras yang rendah akibat mengerasnya lapisan aleuron yang mengakibatkan sedikitnya bekatul dan nutrien yang hilang. Beras pratanak

memiliki kandungan vitamin B yang lebih tinggi serta kandungan minyak dan lemak yang rendah dibandingkan dengan beras biasa sehingga beras pratanak lebih tahan lama untuk disimpan (Nurhaeni, 1980).

Proses pratanak adalah proses gelatinisasi pati di dalam beras. Pada proses gelatinisasi pati terjadi pengembangan granula secara irreversible dan kompaknya granula pati. Kejadian tersebut membutuhkan kandungan air 30-35% dan panas kurang lebih 26 kkal per kg gabah untuk kesempurnaan proses (Garibaldi, 1974). Pada proses pratanak terjadi perubahan zat gizi (Tabel 4).

Haryadi (2006) menyatakan sifat-sifat fisik beras antara lain suhu gelatinisasi, konsistensi gel, penyerapan air, kepulenan, kelengketan, kelunakan, dan kilap nasi. Suhu gelatinisasi adalah suhu pada saat kurva mulai naik, sedangkan suhu puncak gelatinisasi diukur pada saat puncak maksimum viskositas tercapai. Viskositas maksimum adalah besarnya viskositas pada saat titik puncak gelatinisasi yang dinyatakan dalam Brabender Unit (BU). Menurut Winarno (1992) suhu gelatinisasi adalah suhu pada saat granula pati pecah dengan penambahan air panas. Beras dapat digolongkan menjadi tiga kelompok menurut suhu gelatinisasinya, yaitu suhu rendah (55-69oC) sedang (70-74oC) dan tinggi (>74oC). Suhu gelatinisasi berpengaruh terhadap lama pemasakan. Beras yang mempunyai suhu gelatinisasi tinggi membutuhkan waktu pemasakan lebih lama daripada beras yang mempunyai suhu gelatinisasi rendah. Suhu gelatinisasi diawali dengan pembengkakan granula pati dalam air yang bersifat irreversible

dan diakhiri dengan hilangnya sifat kristal dari granula pati. Suhu gelatinisasi pati berbeda untuk setiap jenis bahan, dimana suhu gelatinisasi umumnya dibagi menjadi tiga tahap yaitu: suhu awal, suhu puncak dan suhu akhir (Winarno, 1997).

Jika suspensi pati dipanaskan pada suhu dan waktu tertentu, akan terjadi peristiwa gelatinisasi. Proses ini meliputi pemutusan ikatan hidrogen dan pengembangan granula pati. Gelatinisasi merupakan tahap awal perubahan- perubahan sifat fisik pati. Granula pati alami bersifat tidak larut dalam air, namun dapat menjadi larut dalam air bila suspensi pati dipanaskan di atas suhu gelatinisasinya. Bila pati disuspensikan dalam air yang berlebih dan dipanaskan

   

kondisi granula semula. Gelatinisasi pati ditandai dengan terjadinya pengembangan (swelling) granula pati, peluruhan (melting) dari bagian kristalit, hilangnya sifat birefringence, peningkatan kekentalan dan peningkatan kelarutan pati. Secara mikroskopik perubahan granula pati pada saat pemanasan pada saat suhu kamar berlangsung cepat dan meliputi tahap penyerapan air hingga 25-30% yang bersifat dapat balik. Pada tahap selanjutnya, yaitu pada suhu sekitar 65oC, granula pati mulai mengembang dan menyerap air dalam jumlah banyak yang bersifat tidak dapat balik. Akhirnya terjadi pengembangan yang lebih besar lagi, terjadi pelarutan amilosa fraksi rendah dan selanjutnya terjadi pemecahan granula pati yang kemudian tersebar merata (Haryadi, 2008).

Perendaman bertujuan untuk memasukkan air ke dalam ruang interseluler dari sel-sel pati endosperm, dan sebagian air diserap oleh sel-sel pati tersebut sampai tingkat tertentu sehingga cukup untuk proses gelatinisasi (Nurhaeni, 1980 dan De Datta, 1981). Pemasakan bertujuan untuk melunakkan struktur sel-sel pati endosperm sehingga tekstur granula pati endosperm menjadi seperti pasta akibat proses gelatinisasi. Pemasakan harus dilakukan dengan hati-hati agar gelatinisasi pati dan sterilisasi yang homogen dari gabah tercapai, yaitu dengan menggunakan uap panas yang bersuhu tinggi dan tekanan uap yang rendah.

Tabel 4 Kandungan zat gizi beras dari berbagai cara pengolahan Komponen Satuan Beras pecah kulit Beras Giling Beras pratanak Kadar air (%bb) 12.00 12.00 10.30 Energi (kkal) 360 363 369 Kadar protein (%bk) 7.50 6.70 7.40 Kadar lemak (%bk) 1.90 0.40 0.30 Serat (%bk) 0.90 0.30 0.20 Kadar abu (%bk) 1.20 0.50 0.70 Sumber : Adair et al (1973)

Prinsip proses pengeringan bahan adalah pemindahan uap air dari bahan melalui cara evaporasi. Evaporasi terjadi terutama pada permukaan bahan tersebut, yaitu melalui proses difusi dari air di dalam bahan ke permukaan bahan akibat panas yang diberikan baik secara konveksi, konduksi maupun radiasi (Damardjati, 1981).

Pengeringan dilakukan dua kali untuk mencapai kadar air 14%. Pengeringan pertama pada suhu 100oC sampai kadar air 20%, pengeringan kedua pada suhu 60oC sampai kadar air 14%. Pengeringan pada proses pembuatan beras pratanak memerlukan suhu yang lebih tinggi (bisa mencapai 100oC) karena kadar air gabah yang tinggi (dapat mencapai 45%), dan tekstur butir yang berbeda akibat pemanasan yang dilakukan terutama pada saat pemasakan (De Datta, 1981). Pengeringan gabah dilakukan hingga kadar air sekitar 14%, karena kadar air 14% merupakan kondisi optimum gabah untuk digiling.

Pengeringan gabah pratanak bertujuan untuk mengurangi kadar air sampai tingkat optimal untuk penggilingan dan penyimpanan, serta memaksimumkan hasil giling. Pengeringan juga mempengaruhi tekstur dan warna produk akhir (Garibaldi, 1974). Pengeringan sebaiknya dilakukan segera setelah pemasakan. Penundaan pengeringan menyebabkan proses gelatinisasi terus berlanjut sehingga warna menjadi lebih gelap. Penundaan pengeringan juga menyebabkan pertumbuhan mikroba meskipun gabah pratanak dalam keadaan steril, karena suhu dan kadar air tersebut sangat disukai mikroba, terutama kapang dan cendawan. Akan tetapi bila pengeringan terlalu cepat akan menyebabkan retak (cracking).

Pada proses penggilingan beras, gabah kering giling yang telah dibersihkan dari kotoran dilakukan proses penghilangan sekam sehingga diperoleh beras pecah kulit (brown rice), dilanjutkan dengan proses penyosohan sehingga diperoleh beras giling. Penyosohan akan menyebabkan kulit ari dan lembaga terpisahkan, yang berarti kehilangan protein, lemak, vitamin dan mineral yang lebih banyak. Proses beras pratanak mampu mengurangi kehilangan zat gizi dalam proses penggilingan. Nilai gizi yang tinggi disebabkan oleh proses difusi dan panas yang melekatkan vitamin-vitamin dan nutrien lainnya dalam endosperm, serta derajat sosoh beras yang rendah akibat mengerasnya aleuron mengakibatkan sedikitnya bekatul dan zat gizi yang hilang (Nurhaeni, 1980).

F. Indeks Glikemik

   

bagi penderita diabetes didasarkan pada sistem porsi karbohidrat. Konsep ini menganggap bahwa semua pangan berkarbohidrat menghasilkan pengaruh yang tidak sama pada kadar glukosa darah (Rimbawan & Siagian 2004).

Indeks glikemik pangan adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar glukosa darah. Sebagai perbandingannya, indeks glikemik glukosa murni adalah 100. Indeks glikemik merupakan cara ilmiah untuk menentukan makanan bagi penderita diabetes, orang yang sedang berusaha menurunkan berat badan tubuh, dan olahragawan (Rimbawan & Siagian 2004). Karbohidrat dalam pangan yang dipecah dengan cepat selama pencernaan memiliki indeks glikemik tinggi. Respon glukosa darah terhadap jenis pangan ini cepat dan tinggi. Dengan kata lain, glukosa dalam aliran darah meningkat dengan cepat. Sebaliknya, karbohidrat yang dipecah dengan lambat memiliki indeks glikemik rendah sehingga melepaskan glukosa ke dalam darah dengan lambat. Indeks glukosa murni ditetapkan 100 dan digunakan sebagai acuan untuk penentu indeks glikemik pangan lain (Rimbawan & Siagian 2004). Berikut merupakan kategori pangan menurut rentang indeks glikemik.

Tabel 5 kategori pangan menurut indeks glikemik Kategori pangan Rentang indeks glikemik Indeks glikemik rendah < 55

Indeks glikemik sedang 55-70 Indeks glikemik tinggi > 70 Sumber: Miller et al. (1996) dalam Rimbawan & Siagian (2004)

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi indeks glikemik pada pangan antara lain: cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel), perbandingan amilosa dengan amilopektin, tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar lemak dan protein serta kadar anti-gizi pangan. Berbagai faktor dapat menyebabkan indeks glikemik pangan yang satu berbeda dengan pangan yang lainnya. Bahkan, pangan dengan jenis yang sama bila diolah dengan cara yang berbeda dapat memiliki indeks glikemik yang berbeda, karena pengolahan dapat menyebabkan perubahan struktur dan komposisi kimia pangan. Varietas tanaman yang berbeda juga dapat menyebabkan perbedaan pada indeks glikemik (Rimbawan & Siagian 2004).

Respon glikemik dan daya cerna pati tidak berhubungan dengan panjangnya