• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dokumentasi Struktur Proyek Yang Akan Dikembangkan

C. Metodologi Penelitian

2. Dokumentasi Struktur Proyek Yang Akan Dikembangkan

Sistem konsultasi online agribisnis cabai pada penelitian ini berisi tentang informasi-informasi yang dibutuhkan petani sekitar budidaya cabai dari mulai pengenalan cabai, syarat tumbuh, pengadaan benih sampai pada pemasaran. Kebutuhan akan cabai, diduga masih dapat ditingkatkan dengan pesat sejalan dengan kenaikan pendapatan dan atau jumlah penduduk. Sekalipun ada kecenderungan peningkatan kebutuhan, tetapi permintaan terhadap cabai untuk kebutuhan sehari-hari dapat berfluktuasi, yang disebabkan karena tingkat harga yang terjadi di pasar eceran. Fluktuasi harga yang terjadi di pasar eceran, selain disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi sisi permintaan juga disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi sisi penawaran. Dapat dijelaskan bahwa kadang-kadang keseimbangan harga terjadi pada kondisi jumlah yang ditawarkan relatif jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah yang diminta. Hal inilah yang mengakibatkan harga akan sangat tinggi. Demikian pula terjadi sebaliknya sehingga harga sangat rendah. Dari sisi penawaran menunjukkan bahwa proses penyediaan (produksi dan distribusinya) cabai belum sepenuhnya dikuasai para petani. Faktor utama yang menjadi penyebab adalah bahwa petani cabai adalah petani kecil-kecil yang proses pengambilan keputusan produksinya diduga tidak ditangani dan ditunjang dengan suatu peramalan produksi dan harga yang baik.

Beberapa faktor pendukung yang bersifat teknologi (non kelembagaan) yang diperlukan untuk mengembangkan bisnis budidaya cabai berskala usaha

43 kecil, guna mengantisipasi peluang permintaan di atas, sebenarnya masih dapat terus dikembangkan dan ditingkatkan. Penataannya mencakup perbaikan serta penyempurnaan dalam penerapan teknologi pada setiap siklus produksi yang dimulai dari : (1) proses persiapan dan pembuatan pembibitan cabai, (2) penyediaan benih cabai yang unggul dan bebas dari penyakit virus, (3) persiapan lahan budidaya, (4) penerapan teknologi penanaman cabai, (5) pemeliharaan tanaman, (6) proses panen, (7) proses penanganan hasil panen dan (8) distribusi dan pemasaran hasil panen (produksi cabai). Perbaikan terhadap faktor pendukung penerapan teknologi tersebut pada prinsipnya bertujuan untuk dapat menekan resiko kegagalan produksi sampai pada tingkat yang sekecil mungkin.

Sedangkan peluang yang menyangkut perlunya faktor pendukung yang bersifat kelembagaan mencakup kegiatan pengorganisasian proyek mulai dari : (1) persiapan pengusulan proyek sampai dengan untuk mendapatkan bantuan pembiayaan (kredit), (2) penyeidaan prasarana dan sarana produksi, (3) program pendampingan selama masa produksi, (4) penanganan hasil, (5) distribusi dan pemasaran hasil dan (6) selama proses pemenuhan kewajiban finansial.

Sesuai dengan batasan masalah yang tertuang dalam ruang lingkup penelitian, berikut ini akan diuraikan mengenai informasi-informasi yang tersedia dalam sistem konsultasi online agribisnis cabai meliputi informasi pasar, informasi prakiraan cuaca, dan kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai produksi hasil pertanian, namun akan di awali dengan sejarah serta klasifikasi dan morfologi cabai :

a. Sejarah tanaman cabai

Tanaman cabai (Capsicum annum L) berasal dari dunia tropika dan subtropika Benua Amerika, khususnya Colombia, Amerika Selatan, dan terus menyebar ke Amerika Latin. Bukti budidaya cabai pertama kali ditemukan dalam tapak galian sejarah Peru dan sisaan biji yang telah berumur lebih dari 5000 tahun SM didalam gua di Tehuacan, Meksiko. Penyebaran cabai ke seluruh dunia termasuk negara-negara di Asia, seperti Indonesia dilakukan oleh pedagang Spanyol dan Portugis (Dermawan,

44 2010).

Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia. Cabai mengandung kapsaisin, dihidrokapsaisin, vitamin(A,C), damar, zat warna kapsantin, karoten, kapsarubin, zeasantin, kriptosantin, clan lutein. Selain itu, juga mengandung mineral, seperti zat besi, kalium, kalsium, fosfor, dan niasin. Zat aktif kapsaisin berkhasiat sebagai stimulan. Jika seseorang mengkonsumsi kapsaisin terlalu banyak akan mengakibatkan rasa terbakar di mulut dan keluarnya air mata. Selain kapsaisin, cabai juga mengandung kapsisidin. Khasiatnya untuk memperlancar sekresi asam lambung dan mencegah infeksi sistem pencernaan. Unsur lain di dalam cabai adalah kapsikol yang dimanfaatkan untuk mengurangi pegal-pegal, sakit gigi, sesak nafas, dan gatal-gatal.

b. Klasifikasi dan morfologi cabai

Tanaman cabai diklasifikasikan kedalam spesies Capsium anuum. L. Berikut adalah penjelasan taksonomi tanaman cabai secara detail (USDA, 2011) :

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua)

Ordo : Tubiflorae

Famili : Solanaceae

Genus : Capsicum

Species : Capsicum annuum dan lain-lain

Varietas : Capsicum annuum L. var. annuum

Buah cabai berukuran panjang berkisar 6-10 cm, diameter 0,7-1,3 cm. Cabai di Indonesia dibagi menjadi dua kelompok yaitu cabai merah dan cabai keriting. Permukaan buah cabai merah halus dan mengkilat serta mempunyai rasa pedas. Sedangkan cabai keriting bentuknya lebih ramping

45 dengan cita rasa sangat pedas. Cabai dapat tumbuh subur di dataran rendah sampai dataran tinggi. Cabai memiliki ciri- ciri antara lain:

- Bentuk buah besar, panjang dan meruncing

- Buah yang muda berwarna hijau, sedangkan buah yang tua berwarna merah

- Kulit buah agak tipis

- Banyak terdapat biji dan rasanya agak pedas

Seperti tanaman yang lainnya, tanaman cabai mempunyai bagian-bagian tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, buah dan biji.

1. Akar

Menurut (Harpenas,2010), cabai adalah tanaman semusim yang berbentuk perdu dengan perakaran akar tunggang. Sistem perakaran tanaman cabai agak menyebar, panjangnya berkisar 25-35 cm. Akar ini berfungsi antara lain menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya batang tanaman. Sedangkan menurut (Tjahjadi, 1991) akar tanaman cabai tumbuh tegak lurus ke dalam tanah, berfungsi sebagai penegak pohon yang memiliki kedalaman ± 200 cm serta berwarna coklat. Dari akar tunggang tumbuh akar-akar cabang, akar cabang tumbuh horisontal didalam tanah, dari akar cabang tumbuh akar serabut yang berbentuk kecil-kecil dan membentuk masa yang rapat.

2. Batang

Batang utama cabai menurut (Hewindati,2006) tegak dan pangkalnya berkayu dengan panjang 20-28 cm dengan diameter 1,5-2,5 cm. Batang percabangan berwarna hijau dengan panjang mencapai 5-7 cm, diameter batang percabangan mencapai 0,5-1 cm. Percabangan bersifat dikotomi atau menggarpu, tumbuhnya cabang beraturan secara berkesinambungan. Menurut (Tjahjadi, 1991) tanaman cabai berbatang tegak yang bentuknya bulat. Tanaman cabai dapat tumbuh setinggi 50-150 cm, merupakan tanaman perdu yang warna batangnya hijau dan beruas-ruas yang dibatasi dengan buku-buku yang panjang tiap ruas 5-10 cm dengan diameter data 5-2 cm.

46 3. Daun

Daun cabai menurut (Dermawan, 2010) berbentuk hati, lonjong, atau agak bulat telur dengan posisi berselang-seling. Sedangkan menurut (Hewindati,2006), daun cabai berbentuk memanjang oval dengan ujung meruncing atau diistilahkan dengan oblongus acutus, tulang daun berbentuk menyirip dilengkapi urat daun. Bagian permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua, sedangkan bagian permukaan bawah berwarna hijau muda atau hijau terang. Panjang daun berkisar 9-15 cm dengan lebar 3,5-5 cm. Selain itu daun cabai merupakan daun tunggal, bertangkai (panjangnya 0,5-2,5 cm), letak tersebar. Helaian daun bentuknya bulat telur sampai elips, ujung runcing, pangkal meruncing, tepi rata, petulangan menyirip, panjang 1,5-12 cm, lebar 1-5 cm, berwarna hijau.

4. Bunga

Menurut (Hendiwati, 2006), bunga tanaman cabai berbentuk terompet kecil, umumnya bunga cabai berwarna putih, tetapi ada juga yang berwarna ungu. Cabai berbunga sempurna dengan benang sari yang lepas tidak berlekatan. Disebut berbunga sempurna karena terdiri atas tangkai bunga, dasar bunga, kelopak bunga, mahkota bunga, alat kelamin jantan dan alat kelamin betina. Bunga cabai disebut juga berkelamin dua atau hermaphrodite karena alat kelamin jantan dan betina dalam satu bunga.(Tjahjadi, 2010) menyebutkan bahwa posisi bunga cabai menggantung. Warna mahkota putih, memiliki kuping sebanyak 5 - 6 helai, panjangnya 1 - 1,5 cm, lebar 0,5 cm, warna kepala putik kuning.

5. Buah dan Biji

Buah cabai,buahnya buah buni berbentuk kerucut memanjang, lurus atau bengkok, meruncing pada bagian ujungnya, menggantung, permukaan licin mengkilap, diameter 1-2 cm, panjang 4-17 cm, bertangkai pendek, rasanya pedas. Buah muda berwarna hijau tua, setelah masak menjadi merah cerah. Sedangkan untuk bijinya biji yang masih muda berwarna kuning, setelah tua menjadi cokelat, berbentuk pipih,

47 berdiameter sekitar 4 mm. Rasa buahnya yang pedas dapat mengeluarkan air mata orang yang menciumnya, tetapi orang tetap membutuhkannya untuk menambah nafsu makan.

c. Syarat tumbuh tanaman cabai

Syarat tumbuh tanaman cabai dalam budi daya tanaman cabai adalah sebagai berikut :

1. Iklim

Pada umumnya cabai dapat ditanam di dataran rendah sampai pegunungan (dataran tinggi) + 2.000 meter dpl yang membutuhkan iklim tidak terlalu dingin dan tidak terlalu lembab. Temperatur yang baik untuk tanaman cabai adalah 240 – 270 C, dan untuk pembentukan buah pada kisaran 160 – 230 C. Suhu yang ideal untuk budidaya cabai adalah 24-280 C. Pada suhu tertentu seperti 150 C dan lebih dari 320C akan menghasilkan buah cabai yang kurang baik. Pertumbuhan akan terhambat jika suhu harian di areal budidaya terlalu dingin.

2. Sinar Matahari

Penyinaran yang dibutuhkan adalah penyinaran secara penuh, bila penyinaran tidak penuh pertumbuhan tanaman tidak akan normal.

3. Curah Hujan

Walaupun tanaman cabai tumbuh baik di musim kemarau tetapi juga memerlukan pengairan yang cukup. Adapun curah hujan yang dikehendaki yaitu 800-2000 mm/tahun.

4. Suhu dan Kelembaban

Tinggi rendahnya suhu sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Adapun suhu yang cocok untuk pertumbuhannya adalah siang

hari 210C-280C, malam hari 130C-160C, untuk kelembaban tanaman

80%. 5. Angin

Angin yang cocok untuk tanaman cabai adalah angin sepoi-sepoi,

48 6. Tanah

Hampir semua jenis tanah yang cocok untuk budidaya tanaman pertanian, cocok pula bagi tanaman cabai.Untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas hasil yang tinggi, cabai menghendaki tanah yang subur, gembur, kaya akan organik, tidak mudah becek (menggenang), bebas cacing (nematoda) dan penyakit tular tanah. Cabai sangat sesuai ditanam pada tanah yang datar. Dapat juga ditanam pada lereng-lereng gunung atau bukit. Tetapi kelerengan lahan tanah untuk cabai adalah antara

0-100. Tanaman cabai juga dapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik

pada berbagai jenis tanah, mulai dari tanah berpasir hingga tanah liat (Harpenas, 2010).

Pertumbuhan tanaman cabai akan optimum jika ditanam pada tanah dengan pH 6-7. Tanah yang gembur, subur, dan banyak mengandung humus (bahan organik) sangat disukai (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). Sedangkan menurut (Tjahjadi, 1991) tanaman cabai dapat tum buh disegala macam tanah, akan tetapi tanah yang cocok adalah tanah yang mengandung unsur-unsur pokok yaitu unsur N dan K, tanaman cabai tidak suka dengan air yang menggenang.

c. Informasi pasar

Komoditas cabai secara intrinsik memiliki sifat cepat busuk, rusak, dan susut besar merupakan masalah yang dapat menimbulkan resiko baik resiko produksi maupun resiko pasar (harga). Permasalahan pokok pengembangan agribisnis cabai adalah belum terwujudnya ragam, kualitas, kesinambungan pasokan, dan kuantitas yang sesuai dengan permintaan pasar. Permasalahan tersebut nampak nyata pada produk cabai untuk tujuan pasar super market/hiper market, industri pengolahan, konsumen institusi(hotel, restaurant, rumah sakit), dan terlebih untuk tujuan pasar ekspor. Permasalahan tersebut disebabkan oleh kurangnya penguasaan teknologi (teknologi pembibitan, budidaya, serta panen dan penanganan pasca panen), sistem usahatani cabai yang masih sporadis sehingga produksi tersebar dengan mutu yang beragam, serta lemahnya koordinasi antar pelaku agribisnis menyebabkan struktur jaringan agribisnis cabai yang

49 terbangun kurang kukuh. Konsekuensinya adalah komoditas cabai sebagai salah satu komoditas sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan pertanian belum dapat dimaksimalkan, kesempatan kerja dan peluang berusaha yang tercipta masih terbatas, bernilai tambah rendah, serta kurang memiliki daya saing di pasar.

Sekalipun ada kecenderungan peningkatan kebutuhan, tetapi permintaan terhadap cabai untuk kebutuhan sehari-hari dapat berfluktuasi, yang disebabkan karena tingkat harga yang terjadi di pasar eceran. Fluktuasi harga yang terjadi di pasar eceran, selain disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi sisi permintaan juga disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi sisi penawaran. Dapat dijelaskan bahwa kadang-kadang keseimbangan harga terjadi pada kondisi jumlah yang ditawarkan relatif jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah yang diminta. Hal inilah yang mengakibatkan harga akan sangat tinggi. Demikian pula terjadi sebaliknya sehingga harga sangat rendah.

Dari sisi penawaran menunjukkan bahwa proses penyediaan (produksi dan distribusinya) cabai belum sepenuhnya dikuasai para petani. Faktor utama yang menjadi penyebab adalah bahwa petani cabai adalah petani kecil yang proses pengambilan keputusan produksinya diduga tidak ditangani dan ditunjang dengan suatu peramalan produksi dan harga yang baik.sehingga petani kurang mengetahui mengenai perkembangan pasar mengenai harga pokok cabai di beberapa daerah khususnya daerah tempat dimana petani berada.

Berikut ini adalah perkembangan harga pokok cabai selama setahun terakhir mulai dari bulan maret 2010 sampai dengan bulan maret 2011 berdasarkan data yang diterima dari Departemen Pertanian RI yang bersumber pada data Kementrian Dinas Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia.

50

Tabel 4.1

PERKEMBANGAN HARGA POKOK CABAI PER BULAN MARET 2010 SAMPAI MARET 2011 DI 33 PROVINSI DI INDONESIA

(/Kg)

NO. NAMA KOTA

RATA - RATA HARGA POKOK CABAI PER BULAN MARET 2010 - MARET 2011

Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret 1 Banda Aceh 12,773 17,667 19,632 34,045 38,500 30,667 15,579 11,286 23,095 39,810 51,333 39,235 19,917 2 M e d a n 12,864 17,250 17,632 21,545 37,909 29,048 14,526 12,810 19,000 28,000 42,667 31,706 18,609 3 P a d a n g 4 Pakanbaru 5 Jambi 8,636 13,000 16,579 31,545 35,364 24,667 12,632 14,810 20,190 34,857 44,252 38,794 22,940 6 Palembang 11,909 15,000 15,632 25,000 29,318 32,143 18,105 13,238 17,333 24,000 44,857 30,000 20,870 7 Bengkulu 13,636 16,375 18,105 27,455 41,045 34,571 23,316 19,000 27,143 38,429 50,619 43,235 28,565 8 Bandar Lampung 9,227 16,000 18,895 29,864 34,591 24,571 16,474 16,143 22,619 36,286 43,238 34,647 20,833 9 Jakarta 16,995 20,525 22,884 31,364 37,927 27,524 18,968 16,495 18,410 32,638 39,781 38,706 26,783 10 Bandung 13,807 15,975 21,053 29,648 37,503 20,702 15,013 15,429 16,295 37,494 37,219 27,859 21,688 11 Semarang 7,482 13,275 16,163 26,450 29,045 16,629 11,800 11,948 13,376 25,700 27,114 20,635 16,533 12 Yogyakarta 11,868 13,525 15,688 25,257 31,995 23,052 13,853 13,148 13,699 22,194 33,796 28,493 18,523 13 Surabaya 9,500 14,950 15,474 25,023 29,045 17,905 13,605 12,239 19,976 26,667 38,594 20,411 15,762 14 Denpasar 13,909 13,000 12,211 18,545 24,318 23,619 14,737 10,286 10,857 19,714 28,857 22,118 23,000 15 Mataram 14,214 13,825 12,579 20,009 20,795 15,676 9,974 6,938 8,300 20,605 30,548 25,547 16,674 16 Kupang 20,125 24,513 23,566 21,759 22,130 21,739 21,713 19,805 18,583 19,086 31,279 38,947 40,793 17 Gorontalo 10,409 21,350 32,263 12,705 24,227 29,762 26,842 23,738 29,476 39,738 60,810 66,676 60,261

51 18 Pontianak 26,420 18,250 21,171 21,864 18,080 26,833 22,921 20,881 21,050 21,143 24,607 26,412 25,000 19 Palangkaraya 17,364 15,000 15,842 31,864 50,000 50,000 41,842 24,333 23,286 32,857 53,810 42,353 33,174 20 Banjarmasin 12,705 24,417 22,798 37,629 43,773 30,738 22,070 18,381 19,214 36,119 50,349 20,450 17,630 21 Samarinda 17,886 19,313 19,289 20,114 41,023 51,476 41,401 34,393 35,905 55,810 92,667 90,294 32,696 22 Manado 23 P a l u 16,693 15,313 19,053 15,364 22,136 28,786 24,632 17,167 26,286 22,929 27,774 29,706 18,543 24 Makassar 12,273 10,500 10,000 15,977 28,659 32,607 25,421 23,571 24,405 24,417 25,536 20,047 15,430 25 Kendari 16,318 18,125 13,526 17,114 29,318 31,429 42,789 36,476 28,131 22,167 24,524 18,188 20,183 26 A m b o n 25,227 26,875 26,053 30,045 44,773 50,476 35,421 33,571 35,952 36,571 29,286 23,235 34,783 27 Jayapura 25,000 25,000 26,421 29,636 32,000 35,190 35,000 35,000 35,000 35,000 35,000 35,000 35,029 28 Banten 12,496 14,766 15,632 27,503 38,750 33,282 17,816 15,985 17,453 32,506 41,901 37,755 26,444 29 Bangka Belitung 22,045 19,500 16,000 27,000 40,227 44,524 26,789 19,810 18,095 43,190 60,095 45,588 28,348 30 Maluku Utara 31 Mamuju 14,909 12,875 12,737 15,409 26,909 33,857 27,237 18,000 18,000 20,476 22,000 21,765 17,239 32 Manokwari 33 Tanjung Pinang 19,682 23,000 24,842 38,000 44,909 40,857 28,105 23,095 29,333 44,095 57,619 55,706 32,391 Rata2 Nasional : 15,228 17,470 18,633 25,276 33,367 30,798 22,806 19,213 21,802 31,161 41,076 34,768 25,309 Sumber : Dinas Perindag

52 Berdasarkan Tabel 4.1 , perkembangan harga pokok cabai di 33 Provinsi di Indonesia selama kurun waktu 1 tahun yaitu dari bulan maret 2010 sampai dengan bulan maret 2011 masing-masing mengalami fluktuasi, dan terdapat beberapa provinsi yang tidak memiliki data mengenai perkembangan harga pokok cabai ini seperti provinsi : Padang, Pekanbaru, Manado, Maluku Utara dan Manokwari. Rata-rata harga pokok cabai terbesar dalam kurun waktu 1 tahun yaitu di provinsi Samarinda seharga Rp. 42.482,-/Kg dan rata-rata terkecil yaitu provinsi Mataram seharga Rp. 16.591,- / Kg. selain itu rata-rata harga pokok cabai di 33 provinsi mengalami fluktuasi dengan rata-rata harga pokok tertinggi terdapat pada bulan Januari 2011 sebesar Rp. 40.637,-/Kg dan rata-rata harga terendah pada bulan Maret 2010 sebesar Rp. 15.406,-/Kg . Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3 dimana dari mulai bulan Maret 2010 sampai bulan juli 2010 rata-rata harga pokok nasional cabai mengalami peningkatan namun kemudian menurun pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober dan meningkat kembali sampai mencapai harga tertinggi pada bulan januari 2011 dan kembali turun sampai bulan Maret 2011.

Tabel 4.2

Dilihat dari produktivitasnya, perkembangan produktivitas cabai di setiap provinsi di Indonesia setiap tahunnya mengalami fluktuasi juga seperti pada Tabel 4.3

53

Tabel 4.3

Produktivitas Cabe Merah Menurut Provinsi, 2005 - 2009

(Ton/Ha) No. Propinsi/Province Tahun/Year Pertumbuhan/ Growth 2005 2006 2007 2008 2009 2009 over 2008 (%)

1 Nanggroe Aceh Darussalam 3.46 4.80 4.70 6.27

4.41 -29.67 2 Sumatera Utara 8.17 8.20 8.53 8.87 8.53 -3.83 3 Sumatera Barat 2.57 5.00 5.28 5.51 6.25 13.43 4 Riau 3.03 3.58 3.60 2.75 3.80 38.18 5 Jambi 7.70 6.80 5.32 5.65 5.78 2.30 6 Sumatera Selatan 2.33 3.84 1.88 3.09 3.91 26.54 7 Bengkulu 4.14 3.88 4.02 5.20 5.99 15.19 8 Lampung 3.14 3.36 3.15 3.14 3.80 21.02 9 Kepulauan Bangka Belitung 2.47 3.97 5.65 5.34

5.32 -0.37 10 Kepulauan Riau - 2.23 7.24 6.32 4.36 -31.01 11 DKI Jakarta 2.00 3.00 - - - - 12 Jawa Barat 12.71 12.16 11.96 11.51 12.99 12.86 13 Jawa Tengah 6.01 6.12 5.00 5.30 5.51 3.96 14 DI. Yogyakarta 7.90 5.53 5.34 6.70 6.38 -4.78 15 Jawa Timur 7.55 8.00 7.60 6.14 5.28 -14.01 16 Banten 4.42 3.53 3.94 3.88 3.65 -5.93 17 Bali 8.24 8.24 8.10 10.02 11.55 15.27 18 Nusa Tenggara Barat 3.40 4.61 9.47 7.94

8.08 1.76 19 Nusa Tenggara Timur 2.82 4.25 6.35 5.67

5.87 3.53 20 Kalimantan Barat 5.93 3.96 3.29 4.17 5.18 24.22 21 Kalimantan Tengah 3.34 3.27 3.55 3.88 5.79 49.23 22 Kalimantan Selatan 5.38 4.83 4.19 4.90 4.74 -3.27 23 Kalimantan Timur 4.86 4.67 4.06 4.05 5.30 30.86 24 Sulawesi Utara 5.88 6.84 7.54 8.20 9.86 20.24 25 Sulawesi Tengah 2.90 4.09 3.65 3.19 3.23 1.25 26 Sulawesi Selatan 4.90 4.67 4.39 3.74 4.06 8.56 27 Sulawesi Tenggara 2.23 2.62 2.74 2.96 4.27 44.26 28 Gorontalo 5.11 4.13 3.93 3.06 3.63 18.63 29 Sulawesi Barat - 3.84 5.22 2.47 2.29 -7.29 30 Maluku 2.10 4.31 5.46 5.98 1.84 -69.23

54 31 Maluku Utara 2.32 2.33 2.33 2.34 1.38 -41.03 32 Papua Barat 3.43 3.43 4.24 7.89 8.30 5.20 33 Papua 2.23 2.73 2.61 2.64 4.38 65.91 Indonesia 6.39 6.51 6.30 6.37 6.72 5.49

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura Keterangan : - ) Data tidak tersedia

Berdasarkan Tabel 4.3 rata-rata pertumbuhan produktivitas cabai ton/ha di 33 provinsi di Indonesia sebesar 5.49% ton/ha dalam kurun waktu 2005-2009. dan provinsi yang memiliki tingkat produktivitas tertinggi dalam kurun waktu tersebut adalah Papua sebesar 65.91% ton/ha dan provinsi dengan tingkat produktivitas yang rendah adalah provinsi Maluku sebesar 69.23%. hal ini menunjukan bahwa rata-rata tingkat produktivitas cabai setiap tahunnya masih relative kecil sehingga memeerlukan suatu solusi untuk dapat meningkatkat produktivitas tersebut. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan penyampaian informasi bagi para petani mengenai semua hal yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas cabai tersebut, sehingga para petani dapat menambah wawasan dan memiliki banyak pengetahuan baru untuk dapat diterapkan dalam meningkatkan produktivitas hasil pertaniannya, sehingga hasil produksinya menjadi lebih baik. Sementara hasil produksi yang telah dicapai selama kurun waktu 2005-2009 perkembangannya seperti pada Tabel 4.5 [BPS dan Dirjen Holtikultura] :

Tabel 4.4

Produksi Cabe Merah Menurut Provinsi, 2005 – 2009

(Ton) No. Propinsi/Province Tahun/Year Pertumbuhan/ Growth 2005 2006 2007 2008 2009 2009 over 2005 (%) 1 Nanggroe Aceh Darussalam 31,791 43,978 26,422 30,765 20,727 -32.63 2 Sumatera Utara 93,003 107,673 112,843 116,977 124,422 6.36 3 Sumatera Barat 13,458 24,766 31,787 32,432 35,777 10.31 4 Riau 5,912 7,968 8,137 6,220 7,747 24.55 5 Jambi 18,526 17,838 17,741 20,276 13,927 -31.31 6 Sumatera Selatan 12,305 20,591 10,839 19,744 20,828 5.49

55 7 Bengkulu 30,678 31,451 32,945 43,449 40,135 -7.63 8 Lampung 12,545 15,724 15,229 15,963 20,368 27.60 9 Kepulauan Bangka Belitung 893 1,501 2,112 2,506 3,052 21.79 10 Kepulauan Riau - 563 2,113 2,135 2,195 2.81 11 DKI Jakarta 4 3 - - - - 12 Jawa Barat 198,343 181,366 184,764 168,101 209,265 24.49 13 Jawa Tengah 98,930 124,438 91,150 100,083 139,993 39.88 14 DI. Yogyakarta 18,081 12,298 10,411 13,446 15,118 12.43 15 Jawa Timur 60,747 75,744 73,776 63,033 65,767 4.34 16 Banten 6,436 5,011 6,276 4,534 4,076 -10.10 17 Bali 7,680 8,965 6,950 8,865 12,760 43.94 18 Nusa Tenggara Barat 1,867 2,697 4,244 4,035 4,499 11.50 19 Nusa Tenggara Timur 1,067 1,665 2,896 3,497 4,020 14.96 20 Kalimantan Barat 3,452 2,999 2,214 3,182 3,917 23.10 21 Kalimantan Tengah 1,090 1,153 1,363 2,981 2,315 -22.34 22 Kalimantan Selatan 3,563 3,504 3,396 4,424 4,047 -8.52 23 Kalimantan Timur 4,356 3,365 5,780 6,641 7,317 10.18 24 Sulawesi Utara 2,547 2,189 4,182 2,312 1,508 -34.78 25 Sulawesi Tengah 1,243 2,086 1,466 1,923 2,043 6.24 26 Sulawesi Selatan 30,168 28,262 11,102 10,915 11,322 3.73 27 Sulawesi Tenggara 820 1.154 930 658 2.163 228.72 28 Gorontalo 184 157 201 202 312 54.46 29 Sulawesi Barat - 2,669 1,644 608 914 50.33 30 Maluku 197 431 459 287 83 -71.08 31 Maluku Utara 420 433 387 369 369 0.00 32 Papua Barat 1,118 820 1,086 3,118 2,574 -17.45 33 Papua 306 557 1,982 2,026 3,873 91.16 Indonesia 661,730 736,019 676,828 695,707 787,433 13.18 Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura

Keterangan : - ) Data tidak tersedia

Berdasarkan Tabel 4.4, menurut data yang diterima dari Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura melalui Departemen Pertanian, pertumbuhan hasil produksi cabai dari mulai tahun 2005 sampai dengan 2009 di setiap provinsi di Indonesia mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Provinsi yang memiliki tingkat pertumbuhan terbesar hasil produksi cabai adalah provinsi Sulawesi Tenggara dengan rata-rata pertumbuhan hasil produksinya sebesar 228.72 % pertahunnya, dimana pada tahun 2009 provinsi Sulawesi Tenggara menghasilkan produksi cabai

56 sebanyak 2.163 ton, dan pada tahun 2006 menghasilkan sebanyak 1.154 ton. Sedangkan provinsi yang hasil produksi cabai nya sangat kecil adalah provinsi DKI Jakarta yang hanya memproduksi 4 ton cabai pada tahun 2005 dan 3 ton cabai pada tahun 2006 sedangkan dari tahun 2007 sampai 2009 datanya tidak tersedia. Sementara rata-rata pertumbuhan produksi dari 33 provinsi yang paling tinggi tingkat produksinya adalah pada tahun 2009 sebanyak 787,433 ton dan paling rendah adalah pada tahun 2005 sebanyak 661,730 ton.

d. Informasi cuaca

Cuaca / suhu sangat berpengaruh sekali terhadap pertumbuhan tanaman cabai mulai dari pertumbuhan, proses pembuahan dan lain-lain. Menurut Harpenas (2011) tanaman cabai umumnya tumbuh optimum di

dataran rendah dengan suhu berkisar 20 - 25o C. adapun suhu bulanan yang

dibutuhkan selama proses pembuahan berkisar 21 - 28o C. sehingga

informasi mengenai cuaca sangat diperlukan oleh petani, dan dalam sistem konsultasi ini akan disediakan informasi mengenai cuaca harian dengan data berdasarkan pada data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

e. Kebijakan / dukungan pemerintah serta kemitraan

Kebijakan / dukungan pemerintah

Kebijakan pengembangan komoditas cabai di Indonesia telah berhasil mendorong terjadinya peningkatan produksi baik di daerah sentra produksi maupun daerah pertumbuhan baru, namun demikian peningkatan produksi tersebut masih relatif lambat dan belum stabil, serta belum searah dengan dinamika permintaan pasar terutama untuk industri pengolahan dan super market/hipermarket. Hal ini menunjukkan bahwa sudah selayaknya dilakukan reorientasi kebijakan dari pendekatan pengembangan komoditas ke arah pengembangan produk cabai ataupun produk hortikultura lainnya. Berdasarkan pedoman umum pelaksanaan pengembangan hortikultura tahun 2011 Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura bahwa Arah

57 kebijakan pengembangan hortikultura mengacu pada arah kebijakan pengembangan pertanian yang diselaraskan dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Hortikultura. Adapun arah kebijakan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu produk hortikultura untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri (konsumsi, industri, dan substitusi impor) dan meningkatkan ekspor melalui penerapan GAP/SOP (Good Agricultural Practices / Standard Operating Procedures) , penerapan PHT (Pengelolaan Hama Terpadu), GHP (Good Handling

Practices), perbaikan kebun, penerapan teknologi maju, penggunaan

benih bermutu vaietas unggul.

2. Peningkatan kualitas dan kuantitas produk hortukultura melalui perbaikan dan pengembangan infrastruktur serta sarana budidaya dan pascapanen hortikultura.

3. Penguatan kelembagaan pembenihan hortikultura melalui revitalisasi Balai Benih, penguatan kelembagaan penangkar, penataan BF dan BPMT, meningkatkan kapasitas kelembagaan pengawasan dan sertifikasi benih hortikultura

4. Peningkatan peran swasta dalam membangun industri pembenihan

5. Pemberdayaan petani/pelaku usaha hortikultura melalui bantuan sarana, sekolah lapang, magang, studi banding, dan pendampingan.

6. Penguatan akses petani/pelaku usaha hortikultura terhadap teknologi maju antara lain : kultur jaringan, rekayasa genetik, somatic embrio genetik, nano teknologi, dan teknologi pasca panen serta pengolahan hasil.

7. Penguatan akses petani/pelaku usaha hortikultura terhadap pasar modern, pasar ekspor melalui pembenahan manajemen rantai pasokan, pembenahan rantai pendingin, kemitraan usaha.

8. Penguatan akses petani/pelaku usaha hortikultura terhadap pemodalan bunga rendah sperti PKBL/CSR, Skim kredit bersubsidi (KKPE), Skim kredit penjaminan (KUR) serta bantuan sosial seperti PUAP, LM3, dan PMD.

58 9. Mendorong investasi hortikultura melalui fasilitas investasi terpadu, promosi baik di dalam maupun di luar negeri dan dukungan iklim usaha yang kondusif melalui pengembangan dan penyempurnaan regulasi 10. Pembangunan dan pengutuhan kawasan hortikultura yang direncanakan

dan dikembangkan secara terintegrasi dengan instansi terkait.

11. Promosi dan kampanye meningkatkan konsumsi buah dan sayur dalam rangka mendukung diversifikasi pangan serta mendorong upaya pencapaian standar konsumsi perkapita yang ditetapkan oleh FAO. 12. Peningkatan keseimbangan ekosistem dan pengendalian hama penyakit

tumbuhan secara terpadu melalui SLPHT, pengembangan agen hayati, mitigasi dampak iklim.

13. Peningkatan perlindungan dan pendayagunaan plasma-nutfah nasional melalui konservasi, domestikasi, dan komersialisasi. Penanganan pascapanen yang berbasis kelompok tani, pelaku usaha dan industry untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing

14. Berperan aktif dalam meningkatkan daya saing produk hortikultura di pasar internasional melalui pemenuhan persyaratan perdagangan dan peningkatan mutu produk dan mendorong perlindungan tarif dan non tariff perdagangan internasional.

15. Peningkatan promosi citra petani dan pertanian guna menumbuhkan minat generasi muda menjadi wirausahawan agribisnis hortikultura 16. Pengembangan kelembagaan yang dapat membantu petani/pelaku usaha

dalam mengakselerasi pertumbuhan agribisnis hortikultura

17. Peningkatan dan penerapan manajemen pembangunan pertanian yang

Dokumen terkait