• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 Analisis Tematik Pengelolaan Perikanan

4.1 Perikanan Berbasis Wilayah Maluku Tenggara

4.1.2 Domain Sumberdaya Ikan

Penentuan nilai CPUE baku didahului dengan perhitungan nilai Fishing Power Index (FPI). Untuk wilayah Maluku Tenggara, perhitungan FPI berdasarkan nilai rata-rata CPUE untuk 10 jenis alat penangkapan ikan utama, masing-masing: sero tancap, pukat cincin, jaring insang hanyut, bagan apung, pancing tegak, jaring insang lingkar, jaring insang tetap, bubu, pancing ulur dan dan pancing tonda.

Hasil perhitungan menunjukkan nilai CPUE paling tinggi adalah alat tangkap pukat cincing, 0,7218 ton/trip. Oleh sebab itu, pukat cincin merupakan alat standar dalam perhitungan FPI. Perhitungan ini menghasilkan nilai FPI tertinggi pada pukat cincin (1,0000) dan terendah pada alat tangkap bubu (0,0058). Secara rinci hasil perhitungan CPUE dan FPI dinyatakan dalam Lampiran 1.

Hasil standarisasi yang memberikan perubahan pada nilai CPUE dan upaya penangkapan (Tabel 14), tentunya memberikan konsekuensi terhadap perubahan hubungannya. Oleh sebab itu, analisis terhadap hubungan keduanya menjadi penting untuk dilakukan, dimana pendekatan OLS digunakan untuk menunjukkan hubungan tersebut melalui analisis regresi.

-0,0008x 1,2413 0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 1.2000 0 200 400 600 800 1000 CP U E Upaya Standar

Hasil regresi menunjukkan nilai koefisien sebesar 1,2413 dan sebesar -0,8E-03. Dengan demikian persamaan regresi yang menyatakan hubungan CPUE dan upaya standar dapat ditulis dengan ht 1,2413 0,0008Et Hubungan tersebut secara grafis ditunjukkan pada Gambar 9, yang menggambarkan terjadinya penurunan CPUE sepanjang peningkatan upaya penangkapan. Hasil ini membuktikan bahwa CPUE yang menjadi indikator produktivitas unit penangkapan dipengaruhi oleh intensitas penangkapan yang bersifat negatif. Hal ini ditunjukkan juga dengan laju penurunan sebesar -3,08% yang termasuk dalam kategori laju penurunan yang lambat

(2) Indikator 2: Ukuran ikan

Pengukuran terhadap indikator ini didasarkan pada hasil interview terhadap nelayan yang sebagai pelaku utama pemanfaatan sumber daya ikan. Jumlah responden yang dikumpulkan dalam kajian ini sebanyak 28 orang.

Sesuai dengan empat pilihan pertanyaan yang diberikan, terdapat pilihan yang berbeda.

Pertama 10,71% responden menyatakan ukuran ikan yang tertangkap semakin besar.

Pernyataan ini didasarkan pada perubahan alat tangkap yang digunakan dewasa ini, dimana kecenderungan ikan yang tertangkap semakin besar dengan jangkauan daerah penangkapan yang semakin jauh. Beberapa nelayan pancing tonda dan pancing tegak yang melakukan ekspansi daerah penangkapan ikan menemukan hasil tangkap dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan hasil tangkapan pada perairan di sekitar desa mereka.

Kedua 57,14% responden menyatakan menyatakan ukuran ikan yang tertangkap masih relatif

sama selama mereka melakukan usaha penangkapan ikan. Pernyataan ini terkait dengan jenis Gambar 9. Hasil OLS: hubungan Upaya dan CPUE

Standar Tabel 14. Upaya dan CPUE Standar

Tahun Catchi Upaya

Standar CPUE Standar 2001 321,30 363 0,8848 2002 345,03 351 0,9821 2003 365,36 421 0,8669 2004 387,76 388 0,9997 2005 402,70 527 0,7639 2006 417,63 666 0,6266 2007 432,56 806 0,5368 2008 454,96 772 0,5892 2009 473,29 842 0,5619 2010 495,00 831 0,5960

alat tangkap yang sama sekali tidak berubah sejak mereka beraktivitas sebagai nelayan. Pernyataan ini umumunya diberikan oleh nelayan bagan perahu, pancing tonda, pancing tegak.

Ketiga 25,00% responden menyatakan ukuran ikan yang tertangkap semakin kecil. Pernyataan

ini umumnya pada nelayan pancing dasar dengan tujuan tangkapnya pada ikan-ikan demersal dan ikan karang.

Keempat 7,14% responden menyatakan tidak memahami dengan baik terhadap perubahan ukuran ikan yang tertangkap semakin kecil. Hal ini dinyatakan

oleh responden yang melakukan aktivitas

penangkapan ikan dengan alat tangkap pancing tegak dan jaring insang. Pernyataan diberikan karena keraguan mereka terhadap adanya perubahan ukuran ikan hasil tangkapan.

Berdasarkan hasil interview ini, secara makro dapat diberikan simpulan bahwa pernyataan terbanyak responden (57,14%) mengarah pada tidak adanya perubahan ukuran ikan hasil tangkapan. Hasil ini sesuai dengan kriteria dimana trend ukuran

relatif sama

(3) Indikator 3: Proporsi ikan yuwana (juvenile yang ditangkap

Pengukuran terhadap indikator juga didasarkan pada hasil interview terhadap 28 nelayan Pilihan jawaban yang diberikan sesuai dengan tiga kriteria pengukuran dalam indikator ini, ditambah dengan satu pilihan untuk mengetahui pengetahuan nelayan terhadap penangkapan ikan yuwana. Pertama tidak satu responden pun yang menyatakan tertangkapnya ikan yuwana di bawah 30%.

Kedua rata-rata proporsi ikan yuwana yang tertangkap 30-60% dinyatakan oleh 57,14%

responden. Pernyataan ini umumnya diberikan oleh nelayan pancing dasar dengan tujuan penangkapan ikan demersal dan ikan karang, serta nelayan pancing tonda yang melakukan penangkapan dengan tujuan tangkap ikan tuna. Dua contoh yang ditemukan di lapangan, antara lain:

(1) Untuk nelayan pancing dasar, ikan dari kelompok kerapu yang sebelumnya tertangkap dengan ukuran yang besar antara 3,00 Kg sampai dengan 5,00 Kg, dewasa ini agak sulit ditemukan. Hasil tangkap yang ditemukaan saat ini rata-rata berukura di antara 1,5 2,00 Kg, bahkan mencapai ukuran di bawah kisaran tersebut.

Semakin besar 10,71% Relatif sama 57,14% Semakin kecil 25,00% Tidak Paham 7,14%

(2) Untuk nelayan pancing tonda, sejak lima tahun terakhir agak sulit untuk menemukan ikan tuna dari jenis yellow fin tuna di atas 10 Kg. Kelompok ukuran dari jenis ini yang sering tertangkan rata-rata berukuran 3,5 5,00 Kg,

Ketiga 42,86% responden menyatakan rata-rata proporsi ikan yuwana yang tertangkap di atas

60%. Hasil ini tidak dapat dibuktikan secara detail karena responden yang memilih jawaban ini sulit memberikan justifikasi tentang adanya peningkatan jumlah produksi tangkapan yang mencakup ikan-ikan yuwana.

(4) Indikator 4: Komposisi spesies

Jenis-jenis alat tangkap utama yang digunakan nelayan seperti pancing tonda, pancing dasar, jaring insang hanyut dan bagan apung, rata-rata tidak memiliki spesies non target. Hasil tangkapan rata-rata dari alat-alat tangkap utama ini umumnya merupakan jenis-jenis yang memiliki nilai ekonomis karena dapat dipasarkan atau diperuntukan bagi konsumsi keluarga nelayan.

Hasil diskusi kelompok dengan nelayan membuktikan bahwa dari sembilan jenis alat tangkap dominan, sebagai berikut:

Alat tangkap Jenis ikan target Jumlah Jenis ikan nontarget Jumlah Non target Pukat cincin cakalang, tongkol, layang,

selar, kembung, tembang,

lemuru, sunglir --- 100,00

Jaring insang hanyut kembung, julung-julung,

terbang, tembang, belanak buntal durian 83,33

Bagan perahu layang, selar, kembung,

tembang, lemuru, sunglir,

teri, japuh --- 100,00

Pancing tegak layang, selar, kembung, kerapu, lencam, kakap,

lemuru, sunglir --- 100,00

Jaring insang lingkar layang, selar, tembang, lemuru, japuh, belanak,

sunglir buntal durian 87,50

Jaring insang tetap layang, selar, ekor kuning,

lencam, lemuru, sunglir buntal durian, 85,71

Bubu kerapu, lencam, kakap,

kurisi, kepe-kepe 80,00

Pancing ulur kerapu, lencam, kakap,

kuwe --- 100,00

Pancing tonda tuna, cakalang, tongkol --- 100,00

Rata-rata 92,95

Empat di antaranya yang cenderung memiliki hasil tangkapan ikan non target. Sesuai dengan hasil pemetaan bersama hasil tangkapan utama dan jenis non target yang sering tertangkap, rata-rata proporsi ikan target yang tertangkap sebanyak 92,95%. Jika hasil ini diperhadapkan dengan kriteria yang ada maka nilai ini termasuk dalam kategori proporsi ikan target lebih

banyak

(5) Indikator 5: Spesies ETP

Beberapa aktivitas penangkapan ikan yang berpotensi menghasilkan spesies ETP antara lain: penangkapan ikan dengan pancing ulur yang dapat menjangkau spesies napoleon, dan penangkapan langsung di lokasi peteluran atau lokasi mahan dari penyu hijau, penyu sisik dan penyu belimbing.

Namun demikian, hasil tangkapan ikan napoleon sangat sedikit dan jarang ditemukan. Dalam tahun, hanya sampai ekor tertangkap dalam waktu satu sampai dua bulan. Penyu hijau tertangkap 1-2 ekor dalam waktu dua sampai dengan bulan ketika akan bertelur. Penyu sisik ditangkap ketika ada penyelaman, dimana hasil tangkapannya hanya satu ekor dalam waktu

1-bulan. Sementara penyu belimbing untuk kebutuhan upacara adat (satu ekor per tahun).

(6) Indikator 6: Range Collapse

Pencarian daerah penangkapan ikan oleh nelayan di Maluku Tenggara dilakukan atas dasar dua hal: (1) karena pengalaman nelayan yang bersangkutan; atau (2) informasi yang diberikan oleh nelayan lain. Lokasi-lokasi perairan laut dalam merupakan lokasi dimana aktivitas pancing tonda dioperasikan. Di sisi lain, lokasi dangkal dan daerah terumbu karang merupakan lokasi penangkapan ikan karang dengan pancing ulur, jaring insang lingkar, jaring insang tetap dan bubu.

Hasil interview tentang perkembangan hasil tangkapan menunjukkan: (1) 71,43% menyatakan responden menyatakan semakin sulit untuk mendapat hasil tangkapan yang menjadi target penangkapan; (2) 21,43% responden menyatakan relatif sama; (3) 7,14% responden menyatakan tidak tahu. Hasil ini membuktikan adanya gelaja tekanan terhadap sumber daya ikan di wilayah ini.

Terkait dengan lokasi fishing ground hasil interview menunjukkan: (1) 35,71% responden menyatakan fishing ground sangat jauh; (2) 39,29% responden menyatakan jauh; (3) 25,00% responden lainnya menyatakan relatif tetap. Pernyataan tentang fishing ground yang sangat

jauh umumnya ditemukan pada nelayan-nelayan yang melakukan penangkapan ikan dengan pancing tonda untuk tujuan tangkap ikan tuna dan pancing ulur untuk tujuan tangkap ikan kerapu.

(7) Indikator 7: Densitas/biomassa karang dan invertebrata a. Ikan karang

Pengambilan data ikan karang pada perairan pesisir dan pulau-pulau kecil Kecamatan Kei Kecil dilakukan pada 11 lokasi pengamatan, dimana lokasi pengamatan di Pulau Kei Kecil dan lokasi pengamatan di tiga pulau kecilnya. Perairan karang Kecamatan Kei Kecil memiliki 272 spesies ikan karang dari 111 marga dan 37 suku (Tabel 15). Suku ikan karang dengan kelimpahan spesies yang tinggi di terumbu karang perairan pesisir dan pulau-pulau kecil Kecamatan Kei Kecil adalah Pomacentridae (54 spesies), Labridae (40 spesies), Chaetodontidae (24 spesies), Acamthuridae (20 spesies), Scaridae (17 spesies) dan Serranidae (14 spesies).

Tabel 15. Komposisi dan Kelimpahan Taksa, serta Kepadatan Ikan Karang di Perairan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Kei Kecil

Lokasi Terumbu Karang

Kekayaan Taksa Ikan Karang Kepadatan (Ind/m2

IH IK Total Marga Suku IH IK Total

Kolser 22 15 37 28 16 1,72 4,80 6,52 Kelanit 25 38 63 40 20 1,22 5,25 6,47 Ohoidertawun 65 51 116 65 30 1,43 1,88 3,31 Tanjung Nadiun 53 40 93 57 23 1,72 1,60 3,32 Pulau Ngaf 64 59 123 64 25 1,84 3,62 5,46 Ohoililir 45 45 90 50 21 1,59 22,01 23,60 Ngurbloat 77 58 135 76 30 1,20 3,51 4,71 Pulau Nai 46 28 74 46 18 8,09 2,07 10,16 Pulau Ohoiwa 47 44 91 59 23 3,26 1,53 4,79 KEI KECIL 148 124 272 111 37 2,27 4,55 6,81

Keterangan IH Ikan Hias); IK (Ikan Konsumsi)

Sumber: FPIK Unpatti dan DKP Kab. Maluku Tenggara (2010, 2012)

Kelimpahan spesies ikan karang tertinggi ditemukan di terumbu karang Ngurbloat dan Ngaf, sementara terendah dijumpai pada terumbu karang Kolser. Pada tingkat marga dan suku, ternyata kelimpahan tertinggi ditemukan di terumbu karang Ngurbloat, sedangkan kelimpahan taksa terendah di terumbu karang Kolser.

Hasil analisis menunjukkan secara keseluruhan jumlah spesies ikan karang kategori ikan hias lebih tinggi dari jumlah spesies ikan karang kategori ikan konsumsi. Hampir seluruh areal terumbu karang perairan pesisir dan pulau-pulau kecil Kecamatan Kei Kecil juga

memperlihatkan hal yang sama, kecuali di terumbu karang lokasi Kelanit dengan jumlah spesies ikan karang kategori ikan hias lebih rendah dari ikan karang kategori ikan konsumsi, sementara di lokasi Ohoililir memiliki jumlah spesies ikan karang kategori ikan konsumsi dan ikan hias yang berimbang.

Kepadatan ikan karang rata-rata di terumbu karang perairan pesisir dan pulau-pulau kecil Kecamatan Kei Kecil sebesar 6,81 ind/m2 dimana kepadatan ikan karang tertinggi berada di terumbu karang Ohoililir dan terendah di terumbu karang Ohoidertawun. Berdasarkan kriteria pemanfaatan, maka secara keseluruhan kepadatan ikan karang kategori ikan konsumsi lebih tinggi dari ikan karang kategori ikan hias. Kepadatan ikan karang kategori ikan konsumsi di areal terumbu karang Ohoililir tergolong sangat tinggi dibanding terumbu karang lain di Kecamatan Kei Kecil. Kepadatan ikan karang kategori ikan konsumsi juga lebih tinggi dari ikan hias, kecuali pada terumbu karang Tanjung Nadiun, Pulau Nai dan Pulau Ohoiwa yang memiliki kepadatan ikan karang kategori ikan hias lebih tinggi dibanding kepadatan ikan karang kategori ikan konsumsi.

Nilai sediaan cadang ikan karang kategori ikan konsumsi lebih besar dibanding ikan karang kategori ikan hias di terumbu karang Kecamatan Kei Kecil. Hasil perhitungan menunjukkan total sediaan cadang sumberdaya ikan karang pada areal terumbu Kecamatan ini tergolong besar. Dengan menggunakan nilai konstanta yang dikeluarkan oleh Badan Pengkajian Stok Ikan Nasional, maka hasil perhitungan dalam Tabel 16 menunjukkan potensi ikan karang kategori ikan konsumsi di terumbu karang perairan pesisir dan pulau-pulau kecil Kei Kecil tergolong tinggi (± 615 ton), dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) juga termasuk besar (± 146 ton).

Tabel 16. Sediaan Cadang dan Potensi Ikan Karang di Perairan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Kei Kecil

Sumberdaya Ikan Sediaan Cadang (Individu) Potensi (Ton)

Besar Sumber MSY JTB Besar Sumber MSY JTB

Ikan Hias 1.226.810 613.405 490.724

Ikan Konsumsi 2.460.507 1.230.253 984.203 615,13 307,56 246,05

3.687.316 1.843.658 1.474.927

Sumber: FPIK Unpatti dan DKP Kab. Maluku Tenggara (2010, 2012)

Hasil analisis menunjukkan terumbu karang perairan pesisir dan pulau-pulau kecil Kecamatan Kei Kecil selain memiliki potensi atau keragaman spesies ikan karang yang besar, juga memiliki sediaan cadang ikan karang kategori ikan konsumsi dan ikan hias yang besar, serta potensi

sumberdaya ikan karang kategori ikan konsumsi yang juga tergolong besar. Dalam hal ini peluang pemanfatan dan/atau pengusahaan sumberdaya ikan karang di perairan pesisir dan pulau-pulau kecil kecamatan ini tergolong potensial.

b. Invertebrata

Sumberdaya bentik yaitu sumberdaya yang terdiri dari populasi-populasi yang ciri hidupnya di atas permukaan substrat, di dalam substrat dengan cara menggali, dengan mobilitas yang sangat minim/terbatas di daerah habitatnya saja. Sumberdaya bentik terdiri atas filum moluska (kelas gastropoda dan bivalvia), dan ekinodermata. Variasi jumlah jenis dan kepadatan sumberdaya bentik pada setiap lokasi sangat ditentukan oleh luas serta heterogenitas ekosistem pantainya.

Inventarisasi sumberdaya bentik di kecamatan Kei Kecil dilakukan pada titik pengamatan yaitu di Desa Kolser, Ohoililir dan Pulau Nai. Hasil inventarisasi menemukan sebanyak 19-23 jenis sumberdaya bentik yang ada pada perairan kecamatan ini. Di antaranya ada juga jenis-jenis ekonomis seperti terlihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Jenis dan Kepadatan Sumberdaya Bentik Ekonomis di Kecamatan Kei Besar

No. Jenis Kepadatan (ind/m2

1 Gafrarium tumidum (B) 3,27 2 Isognomon isognomon (B) 1,82 3 Modiolus micropterus (B) 0,73 4 Holothuria scabra (E) 0,30 5 Lambis lambis (G) 0,50 6 Tridacna gigas (B) 1,38 7 Stichopus horens (E) 0,50 8 L. scorpio (G) 0,36 9 Melo melo (G) 0,73 10 Tripeneustus gratilla (E) 2,18 Keterangan: B= Bivalvia; E Ekinodermata; G Gastropoda

Sumber: FPIK Unpatti dan DKP Kab. Maluku Tenggara (2010, 2012)

Dari data terlihat bahwa kelompok bivalvia menjadi penyumbang jenis ekonomis tertinggi dengan sumbangan jenis. Diikuti oleh kelompok gastropoda dan ekinodermata yang asing-masing menyumbang jenis. Jenis Gafrarium tumidum menjadi jenis ekonomis penting dengan kepadatan tertinggi sementara jenis dengan kepadatan terendah diwakili oleh jenis Holothuria

scabra Hasil ini menunjukkan nilai rata-rata biomass invertebrata mencapai satu sampai dua

individu per m2

Hasil penilaian terhadap biomass ikan menunjukkan kriteria rendah, baik untuk ikan karang maupun invertebrata. Dengan demikian, keduanya menunjukkan skor yang sangat kecil dalam konteks penilaiannya.

Dokumen terkait