• Tidak ada hasil yang ditemukan

GPP Padaido merupakan gugusan pulau-pulau terumbu karang yang berukuran kecil, terdiri dari 29 pulau yang secara tradisional dikelompokkan atas dua gugus pulau, yaitu; GPP Padaido Atas dan GPP Padaido Bawah. Pulau-pulau dihubungkan oleh laut dalam yang merupakan kawasan terluas. Sebagai pulau-pulau kecil, lahan daratan dan air tanah terbatas namun memiliki dataran terumbu pulau, terumbu atol serta perairan lagoon dan pulau-pulau yang luas yang mengandung sumberdaya perikanan dan pariwisata yang memiliki kapasitas maksimum..

Kondisi sumberdaya perikanan dan pariwisata masih baik dan sangat berpeluang untuk dikembangankan. Namun demikian, pemanfaatan dan pengembangannya harus dikelola dengan baik agar kualitasnya tetap terjaga. Selain itu, lingkungan pulau-pulau kecil disusun oleh sumberdaya alam yang mudah rapuh (fragile) dan sangat rentan terhadap gangguan yang datang dari luar. Oleh karenanya perlu dilakukan analisis daya dukung lingkungan pulau-pulau yang mampu mentolerir segenap kegiatan pembangunan sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Daya dukung diartikan sebagai intensitas pemanfaatan maksimum sumberdaya alam secara terus menerus tanpa mengalami kerusakan (Bengen, 2002). Analisis daya dukung lingkungan pulau-pulau Padaido untuk pembangunan pariwisata pesisir, perikanan budidaya dan perikanan tangkap dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan sumberdaya pulau-pulau mendukung aktifitas pembangunan secara optimal dan berkelanjutan tanpa mengalami kerusakan.

Kualitas Perairan GPP Padaido

Air laut merupakan komponen penting bagi mahluk hidup, terutama kelompok organisme akuatik. Selain berfungsi sebagai habitat, air yang mengandung sifat-sifat fisik-kimia mempunyai fungsi faal, seperti pendorong proses reproduksi dan metabolisme. Pengukuran dan analisis parameter fisik-kimia di 10 stasion dalam kawasan GPP Padaido dimaksudkan untuk melihat kelayakan habitat perairan dalam mendukung kehidupan organisme akuatik dan kesesuaian kawasan bagi

pengembangan kegiatan pembangunan. Hasil pengukuran dan analisis kualitas perairan laut daerah penelitian disajikan pada Tabel 28.

Tabel 28 Kualitas perairan Kepulauan Padaido, Distrik Padaido

Padaido Bawah Padaido Atas No Parameter Sat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rataan 1 Temperatur oC 29,1 29 29,8 29,4 29,7 29,7 30 29,7 29,8 29,8 29,6 2 Salinitas ppm 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 3 pH 8,3 8,3 8,3 8,3 8,5 8,2 8,3 8,3 8,2 8,3 8,3 4 Kecerahan m 13 15 15 15 19 20 18 21 13 19 16,8 5 Kec.arus m/det 0,5 0,5 0,05 0,72 0,67 0,56 0,56 0,53 0,05 0,66 0,48 6 Arah arus timur timur timur timur timur timur timur timur timur timur timur

7 DO mg/l 8,4 8,2 9 7,8 6,8 8,3 9,1 7,2 9,1 8,7 8,26 8 BOD5 mg/l 6,8 7,2 8,7 7,9 6,2 8,8 9,8 9,1 9,1 8,6 8,22 9 COD mg/l 12,82 18,98 15,34 19,53 19,59 20,9 23,02 21,3 19,38 16,86 18,77 10 Phosphat mg/l 0,006 0,004 0,013 0,005 0,001 0,003 0,005 0,001 0,001 0,005 0,004 11 Nitrit mg/l 0,003 0,007 0,007 0,004 0,003 0,003 0,006 0,003 0,005 0,009 0,005 12 Nitrat mg/l 0,107 0,078 0,097 0,111 0,097 0,11 0,084 0,044 0,082 0,065 0,088 13 Amonia mg/l 0,067 0,049 0,049 0,087 0,078 0,04 0,027 0,034 0,065 0,046 0,054

Sumber : Hasil analisis

Ket : 1.Pulau Urev 2.Pulau Nusi bgn barat 3.Pulau Pai 4.Nusi bgn timur 5.Pulau Yumni 6.Pulau Pakreki 7.Pulau Padaidori 8.Pulau Pasi 9.Pulau Mangguandi 10. Pulau Dauwi

Suhu permukaan di daerah penelitian berkisar antara 29-300C, dengan rata-rata 29,60C. Suhu permukaan tersebut akan cenderung naik bila perairan sedang surut. Bagi binatang karang, suhu permukaan daerah penelitian masih relatif tinggi dibandingkan kisaran suhu untuk perkembangan optimum binatang karang yaitu 23- 250C. Suhu tinggi akan mempengaruhi proses reproduksi, metabolisme dan proses kalsifikasi dari binatang karang (Nybakken, 1992), namun suhu di luar kisaran tersebut (20 - 360C) masih dapat ditolerir oleh spesies tertentu dari jenis karang hermatifik (Dahuri, 2003). Bagi lamun kisaran suhu permukaan masih berada dalam kisaran suhu perkembangan optimal yaitu 28-300C (Dahuri, 2003).

Selain bermanfaat bagi terumbu karang dan padang lamun, suhu permukaan daerah penelitian juga sesuai sebagai habitat dan daerah penangkapan dari berbagai jenis ikan pelagis, terutama jenis-jenis ikan tuna, seperti Cakalang (Katsuwonus pelamis) dan Madidihang (Thunnus albacares) yang bernilai ekonomi tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Waas (2004) di utara Pulau Biak (Samudera Pasifik)

ditemukan bahwa kedua spesies tuna tersebut terkonsentrasi pada julat isoterm 28,50- 310C dan daerah penangkapan dibatasi pada isoterm 29-29,500C.

Salinitas dan pH air laut relatif stabil berada pada kisaran 34%o dan 8,3. Bagi hewan karang dan tumbuhan lamun, salinitas perairan masih berada dalam kisaran pertumbuhan dan perkembangannya, yaitu 32-35%o (Nybakken, 1992 dan Dahuri,

2003). Bagi ik an pelagis seperti ikan Cakalang, Madidihang, Tenggiri dan Layaran, salinitas perairan daerah penelitian merupakan habitat bagi ikan-ikan tersebut yang hidup pada salinitas sekitar 32-35%o (Clever dan Shimada, 1950 yang diacuh oleh

Gunarso, 1985).

Perairan di sekitar GPP Padaido relatif cukup jernih dengan tingkat kecerahan yang relatif tinggi (13-20m). Kecerahan perairan yang tinggi menunjukkan ketersediaan intensitas cahaya matahari yang cukup untuk mendukung berlangsungnya proses fotosintesis bagi alga yang bersimbiosis di dalam jaringan karang batu, alga dan tumbuhan lamun yang hidup pada dan sekitar terumbu karang.

Kecepatan arus permukaan di daerah penelitian cukup dinamis berkisar antara 0,05-0,67 m/det dengan rata-rata 0,48 m/det. Hal ini disebabkan karena daerah penelitian letaknya berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik sehingga pergerakan arus dan aksi gelombang dari laut lepas langsung mempengaruhi daerah ini. Arus diperlukan hewan karang dan organisme akuatik lain untuk mendatangkan makanan, membersihkan diri dari endapan-endapan dan untuk mengsuplai oksigen dari laut lepas.

Di daerah rataan terumbu GPP Padaido dasarnya sebagian besar terdiri dari pasir dan pecahan-pecahan karang yang ditumbuhi lamun dan makro alga (Halimeda spp). Pada waktu air surut di daerah rataan terumbu (bagian tepi) banyak bagian- bagian dari terumbu karang terlihat muncul ke permukaan perairan. Berdasarkan pengamatan lapangan banyak koloni karang yang mengalami kematian pada kawasan tersebut dibandingkan terumbu karang yang tetap berada dalam air pada saat air surut. Hal ini disebabkan oleh keterbukaan koloni karang di udara terbuka dengan suhu yang tinggi yang menyebabkan kematian zooxanthellae. Tipe pertumbuhan hewan

karang yang dominan di kawasan tersebut adalah tipe padat (massive) dan tipe jamur (mushroom).

Hasil pengukuran parameter kimia perairan seperti yang disajikan pada Tabel 28, menunjukkan bahwa kandungan oksigen terlarut berada pada kisaran yang baik untuk mendukung kehidupan organisme akuatik. Demikian juga ketersediaan bahan organik dalam bentuk nutrien (fosfat dan nitrat) yang secara langsung dapat diserap oleh tumbuhan secara alami (<0,1mg/ltr). Berkurangnya bahan organik di lingkungan perairan laut dimungkinkan oleh adanya masukkan oksigen sebagai bahan penguraiannya melalui proses dinamika air laut yang terjadi secara kontinyu baik dari pergerakan proses pasang surut maupun aksi gelombang setempat.

Secara keseluruhan hasil analisis ini menunjukkan bahwa kualitas perairan di GPP Padaido masih ber ada di bawah baku mutu (Tabel 29) untuk kegiatan budidaya perairan, pariwisata dan rekreasi serta konservasi. Kualitas perairan laut mendukung pengelolaan kawasan GPP Padaido untuk kegiatan budidaya perairan, pariwisata, rekreasi dan konservasi. Kualitas perairan tidak menjadi faktor penghambat dalam mendukung pengelolaan kawasan dan sumberdaya pesisir dan laut GPP Padaido. Tabel 29 Baku mutu air laut untuk berbagai kegiatan

Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut No Parameter Sat

Budidaya Pariwisata Konservasi 1 Temperatur oC alami alami alami 2 Salinitas ppm alami alami alami 3 pH 6,5-8,5 6,5-8,5 6,5-8,5 4 Kecerahan m >5 >10 >10 5 Kec.arus m/det - - - 6 Arah arus - - - 7 DO mg/l >6 >5 >6 8 BOD5 mg/l <15 <10 <40 9 COD mg/l <45 <40 <40 10 Phosphat mg/l

11 Nitrit mg/l nihil nihil nihil 12 Nitrat mg/l nihil nihil nihil 13 Amonia mg/l <0,3 nihil <0,1

Daya Dukung GPP Padaido Untuk Budidaya Rumput Laut

Analisis daya dukung lahan perairan untuk pengembangan budidaya rumput laut di GPP Padaido dilakukan dengan pendekatan luasan areal budidaya berdasarkan metoda budidaya yang diterapkan. Parameter yang menjadi acuan untuk menduga daya dukung adalah :

(1) Luasan lahan perairan pesisir yang sesuai

Luasan lahan perairan pesisir yang sesuai adalah luasan lahan perairan pesisir yang sesuai untuk budidaya rumput laut berdasarkan analisis kesesuaian dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Distribusi luasan lahan perairan yang sesuai untuk budidaya rumput laut di pulau-pulau Padaido disajikan pada Tabel 30. Rataan terumbu pulau-pulau Atol Wundi memiliki luas lahan terbesar (6504,949 ha), diikuti oleh lagoon Atol Wundi (3404,132 ha), dan Pulau Padaidori (1272,205 ha). GPP Padaido Bawah mempunyai luasan lahan perairan yang sesuai untuk budidaya rumput laut terbesar (10047,651 ha1) dari pada gugus pulau Padaido Atas (3301,354 ha).

(2) Kapasitas lahan perairan pesisir

Kapasitas lahan diartikan sebagai luasan lahan perairan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya rumput laut secara terus menerus tanpa mengalami kerusakan dan menggangu ekosistem pesisir pulau secara keseluruhan. Besarnya kapasitas lahan dalam penelitian ini ditetapkan sebesar 5% dari luas lahan perairan yang sesuai untuk budidaya rumput laut. Penetapan didasarkan atas beberapa pertimbangan, sebagai berikut:

1) Perairan dangkal sekitar pulau-pulau kecil merupakan lahan tempat masyarakat mencari hasil laut untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka setiap hari. Pemanfaatan lahan budidaya yang terlalu luas dapat mengurangi lahan matapencaharian masyarakat yang berakibat pada timbulnya konflik. 2) Perairan dangkal merupakan lahan yang terdiri atas beragam habitat dan

komunitas yang secara ekologis penting dipertahankan keberadaannya. Pemanfaatan lahan yang luas dapat mengganggu kestabilan ekosistem pulau-pulau kecil secara keseluruhan.

3) Perairan dangkal yang dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut tidak dikonsentrasi pada satu pulau tetapi tersebar di pulau-pulau lain baik yang berpenduduk maupun tidak berpenduduk.

4) Perairan dangkal merupakan kawasan multiguna. Selain kegiatan perikanan tradisional, terdapat pula kegiatan pariwisata, rekreasi pesisir dan transportasi laut. Pemanfaatan lahan perairan untuk budidaya rumput laut yang bersinergi dengan kegiatan lain dapat mengurangi konflik dan kerusakan ekosistem dan sumberdaya alam pulau-pulau kecil.

5) Perairan terdiri atas beberapa kelas lahan. Pemanfaatan laha n yang memiliki kelas yang rendah akan menghasilkan hasil (produksi) yang tidak optimal.

Distribusi kapasitas lahan perairan budidaya rumput laut di GPP Padaido disajikan pada Tabel 30. Rataan terumbu pulau-pulau Atol Wundi memiliki kapasitas lahan terbesar (325,247 ha), diikuti oleh lagoon Atol Wundi (170,207 ha), dan Pulau Padaidori (63,610 ha). Kapasitas lahan budidaya rumput laut di GPP Padaido Bawah adalah yang terbesar (502,383 ha) dibandingkan dengan kapasitas lahan di GPP Padaido Atas (3301,354 ha).

(3) Luasan unit budidaya berdasarkan metoda budidaya

Luasan unit budidaya adalah besaran yang menujukkan luasan dari satu unit budidaya rumput laut. Luasan satu unit budidaya berbeda-beda tergantung pada metoda budidaya yang digunakan. Dalam kajian ini luasan satu unit budidaya mengacu pada Indriani dan Sumiarsih (2001), dimana luasan satu unit budidaya rumput laut dengan metoda dekat dasar, rakit dan long line

masing- masing adalah 100 m2 (0,01 ha), 12,5 m2 (0,00125 ha) dan 150 m2 atau 0,015 ha.

(4) Daya dukung lahan perairan pesisir

Daya dukung lahan menujukkan kemampuan maksimum lahan mendukung aktivitas budidaya secara terus menerus tanpa penurunan kualitas. Berdasarkan pergertian ini dilakukan analisis daya dukung lahan perairan untuk pengembangan budidaya rumput laut. Tabel 30 menunjukkan distribusi daya dukung lahan perairan di GPP Padaido. Rataan terumbu pulau-pulau Atol

Wundi memiliki daya dukung terbesar (32.525 unit) dengan metoda dekat dasar, diikuti oleh Pulau Padaidori (6.361 unit) dan Pulau Mangguandi (2.825 unit). Lagoon Atol Wundi memiliki daya dukung terbesar dengan metoda rakit (136.165 unit) dan metoda long line (11.347 unit), diikuti oleh laguna Dauwi- Nukori (4.331 unit rakit dan 2.166 unit lone line) dan “rawa padaidori” (2.693 unit rakit dan 1.346 unit long line). Daya dukung lahan untuk budidaya rumput laut di GPP Padaido Bawah lebih besar dari pada daya dukung lahan di GPP Padaido Atas. GPP Padaido Bawah merupakan kumpulan pulau-pulau kecil yang terbentuk diatas formasi Atol Wundi yang memiliki rataan terumbu dan lagoon yang luas.

Tabel 30 menunjukkan bahwa jumlah total unit budidaya rumput laut yang dapat didukung oleh perairan GPP Padaido pada waktu bersamaan sekitar 48.261 unit dengan metode dekat dasar, 147.876 unit denga n metoda rakit, dan 12.324 unit dengan metoda long line (rawai). Jumlah tersebut belum mempertimbangkan banyaknya bibit rumput laut dan bahan-bahan sarana budidaya. Bila penyediaan bibit rumput laut dipertimbangkan sebagai faktor pembatas (kendala), maka jumlah optimal unit budidaya rumput laut dapat lebih rendah. Dengan demikian, bahan- bahan sarana budidaya pada gilirannya akan lebih rendah atau sedikit juga. Sebagai gambaran ditunjukkan bahwa kebutuhan bibit rumput laut untuk satu unit budidaya dengan metoda dekat dasar sekitar 240 kg basah, dengan rakit sekitar 30 kg basah (Indriani dan Sumiarsih, 2001) dan dengan long line sekitar 70 kg basah (Pratiwi dan Ismail, 2004) maka kebutuhan rumput laut laut pada metoda dekat dasar, rakit dan

long line masing- masing adalah 11.582.640 kg (11.582,640 ton), 4.436.280 kg (4.436,280 ton), dan 862.610 kg (862,610 ton). Bila ditotalkan kebutuhan rumput laut sekitar 16.881.530 kg (16.881,530 ton). Jumlah tersebut sangat besar dan tidak mungkin disediakan dalam satu kali musim tanam. Yang dapat dilakukan adalah pemenuhan kebutuhan rumput laut secara bertahap melalui hasil panen dan atau suplai dari daerah lain di luar GPP Padaido.

Dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan kawasan perairan pesisir GPP Padaido dan memperhitungkan jumlah rumput laut optimal berdasarkan daya dukung

ketersediaan rumput laut di alam maupun lokasi budidaya, maka diperlukan penelitian lebih lanjut tentang ketersediaan rumput laut di Kepulauan Padaido. Tabel 30 Daya dukung lahan perairan pesisir untuk budidaya rumput laut

Luas lahan Kapasitas Daya Dukung Perairan Pesisir perairan pesisir lahan perairan Jumlah Unit Jumlah Unit Jumlah Unit No Gugus Pulau

yang sesuai (ha) pesisir (ha) Mtd. Dekat Dasar Mtd. Rakit Mtd. Long line

I Padaido Bawah

1 Rataan terumbu p.p. atol Wundi 6504,949 325,247 32524,745 - - 2 Lagoon atol Wundi 3404,132 170,207 - 136165,280 11347,107

3 Laguna Auki 67,315 3,366 - 2692,600 224,383 4 P. Wurki 71,255 3,563 356,275 - - Jumlah 10047,651 502,383 32881,020 138857,880 11571,490 II Padaido Atas 1 P. Pakreki 30,599 1,530 152,995 - - 2 P. Padaidori 1272,205 63,610 6361,025 - - 3 Laguna Padaidori 20,475 1,024 - 819,000 68,250 4 “Rawa” Padaidori 79,596 3,980 - 3183,840 265,320 5 P. Mbromsi 132,928 6,646 664,640 - - 6 P. Pasi 84,150 4,208 420,750 - - 7 P. Mangguandi 564,954 28,248 2824,770 - - 8 Laguna Manggunadi 17,103 0,855 - 684,120 57,010 9 P. Kebori 54,378 2,719 271,890 - - 10 P. Rasi 50,629 2,531 253,145 - - 11 P. Workbondi 67,527 3,376 337,635 - - 12 P. Dauwi-Nukori 423,325 21,166 2116,625 - - 13 Laguna Dauwi-Nukori 108,277 5,414 - 4331,080 360,923 14 P. Wamsoi 116,503 5,825 582,515 - - 15 P. Runi 278,705 13,935 1393,525 - - Jumlah 3301,354 165,068 15379,515 9018,040 751,503 Jumlah total 13349,005 667,450 48260,535 147875,920 12322,993 Sumber: Hasil perhitungan

Keterangan Tabel:

1. Kapasitas lahan perairan pesisir adalah 5 persen dari luas lahan yang sesuai 2. Luas 1 unit budidaya rumput laut dengan metode lepas dasar = 100 m2 = 0,01 ha 3. Luas 1 unit budidaya rumput laut dengan metode rakit = 12,5 m2 = 0,00125 ha 4. Luas 1 unit budidaya rumput laut dengan metode long line = 150 m2 = 0,015 ha.

Daya Dukung GPP Padaido Untuk Budidaya Keramba Apung

Analisis daya dukung lahan pe rairan GPP Padaido untuk pengembangan budidaya ikan dengan keramba jaring apung menggunakan pendekatan kapasitas lahan perairan yang sesuai. Parameter yang menjadi acuan untuk menganalisis daya dukung adalah:

(1) Luasan lahan perairan yang sesuai

Luas lahan perairan yang sesuai untuk budidaya ikan dengan keramba jaring apung diperoleh dari hasil analisis kesesuaian lahan dengan SIG. Tabel 31 memperlihatkan penyebaran luasan lahan perairan yang sesuai untuk budidaya ikan dengan keramba jaring apung di GPP Padaido. Lagoon Atol Wundi memiliki luasan perairan terbesar (5.198,893 ha), diikuti oleh laguna Dauwi-Nukori (108,277 ha) dan rawa Padaidori (79,596 ha). GPP Padaido Bawah memiliki luasan perairan untuk budidaya ikan dengan keramba jaring apung terbesar (5.266,208 ha) dari pada GPP Padaido Atas (225,361 ha). (2) Kapasitas lahan perairan

Kapasitas lahan perairan diartikan sebagai besaran kemampuan lahan perairan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya ikan dengan keramba jaring apung secara terus menerus tanpa mengalami penurunan kualitas dan mengganggu ekosistem dan sumberdaya pesisir pulau secara keseluruhan. Kapasitas lahan ditetapkan sebesar 10% dari luas lahan perairan yang sesuai untuk budidaya ikan dengan keramba jaring apung. Penetapan didasarkan atas beberapa pertimbangan sebagai berikut:

1) Perairan merupakan tempat masyarakat mencari ikan dan hasil laut lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan luasan perairan yang besar akan mengganggu kegiatan masyarakat.

2) Perairan merupakan jalur transportasi perahu motor masyarakat. Pemanfaatan lahan yang besar akan mengganggu jalur transportasi dan juga lokasi budidaya.

4) Untuk tujuan konservasi lahan perairan.

Tabel 31 memperlihatkan kapasitas lahan perairan pulau-pulau mendukung budidaya ikan dengan keramba. Lagoon Atol Wundi memiliki kapasitas lahan perairan terbesar (519,889 ha), diikuti oleh laguna Dauwi- Nukori (10,828 ha) dan rawa Padaidori (7,960 ha). Perairan GPP Padaido Bawah memiliki kapasitas lahan terbesar (526,621 ha) dari pada perairan GPP Padaido Atas.

(3) Luasan optimal unit rakit keramba jaring apung

Luasan optimal unit rakit keramba jaring apung adalah besaran luasan satu unit rakit dengan empat keramba berukuran (3x3x3) m3. Luasan merupakan ukuran optimal yang digunakan secara umum di perairan Indonesia (Sunyoto, 2000).

(4) Daya dukung lahan perairan

Daya dukung lahan perairan adalah kemampuan maksimum lahan mendukung unit budidaya ikan dengan keramba jaring apung secara terus menerus tanpa mengalami penurunan kualitas lingkungan. Tabel 31 menunjukkan hasil analisis daya dukung lahan perairan untuk pengembangan budidaya rumput laut di GPP Padaido. Lagoon Atol Wundi memiliki daya dukung terbesar (36.103 unit), diikuti oleh laguna Dauwi-Nukori (752 unit) dan rawa padaidori (553 unit). Perairan GPP Padaido Bawah memiliki daya dukung terbesar (36.571 unit) dibandingkan dengan perairan GPP Padaido Atas.

Pada Tabel 31 terlihat bahwa jumlah total unit keramba jaring apung yang ditampung oleh lahan perairan pada waktu bersamaan sekitar 38.136 unit. Jumlah ini belum mempertimbangkan ketersediaan bibit ikan yang akan dibudidayakan (dibesarkan). Bila ketersediaan bibit ikan merupakan faktor pembatas di lokasi maka jumlah unit keramba jaring apung lebih rendah dari yang diperkirakan. Sebagai gambaran, bila yang akan dibudidaya adalah benih ikan kerapu berukuran 2-3 cm dengan padat penebaran sebanyak 200-250 ekor/m3 atau yang berukuran 100-200 g dengan padat penebaran 25-35 ekor/m3 (Sunyoto, 2000), maka kebutuhan bibit ikan kerapu paling sedikit sekitar 762.720.000 ekor berukuran 2-3 cm dan 95.340.000 ekor

berukuran 100-200 g. Jumlah tersebut terlalu banyak untuk dipenuhi pada waktu bersamaan. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan pengelolaan kawasan perairan GPP Padaido sebagai salah satu kawasan produksi ikan melalui budidaya ikan dengan keramba apung dan memperhitungkan jumlah optimal bibit ikan berdasarkan daya dukung ketersediaan bibit ikan diperlukan penelitian lebih lanjut tentang potensi ikan yang akan dibudidayakan dan potensi suplai bibit dari luar kawasan GPP Padaido. Tabel 31 Daya dukung lahan untuk budidaya keramba jaring apung

Luas perairan

sesuai Kapasitas lahan Jumlah Rakit No Gugus Pulau

(ha ) (ha) Keramba (unit)

I Padaido bawah

1 Lagoon atol Wundi 5198,893 519,889 36103,424

2 Laguna Auki 67,315 6,732 467,465 Jumlah 5266,208 526,621 36570,889 II Padaido atas 1 Laguna Dauwi-Nukori 108,277 10,828 751,924 2 Laguna Mangguandi 17,013 1,701 118,146 3 Laguna Padaidori 20,475 2,048 142,188 4 "Rawa" Padaidori 79,596 7,960 552,750 Jumlah 225,361 22,536 1565,007 Jumlah total 5491,569 549,157 38135,896

Sumber : Hasil perhitungan

Potensi Sumberdaya Ikan Karang GPP Padaido Potensi Sumberdaya Kelompok Ikan Karang

Analisis potensi sumberdaya ikan karang di GPP Padaido dilakukan dengan pendekatan visual sensus (English, et al., 1994). Sumber daya ikan karang dikelompokkan atas ikan major, target, dan indikator. Parameter yang digunakan sebagai acuan adalah:

(1) Densitas Kelompok Ikan Karang

Hasil visual sensus sumberdaya ikan karang yang dikelompokkan atas kelompok ikan target, ikan indikator dan ikan major (umum) disajikan pada

Tabel 32. Pada GPP Padaido Bawah, jumlah ikan karang yang disensus berjumlah 6.439 individu dalam areal seluas 350 m2. Pulau Urev memiliki densitas (ind/350m2) ikan karang tertinggi (761 individu atau 11,82%), diikuti oleh Pulau Rarsbar (730 individu atau 11,34%), Pulau Pai Bagian Barat (631 individu atau 9,80%) dan Pulau Wurki (630 individu atau 9,78%). Berdasarkan kelompok ikan, ikan major memiliki densitas individu tertinggi (4.138 individu), diikuti oleh ikan target (1922 individu) dan ikan indikator (379 individu). Pada GPP Padaido Atas, jumlah total individu ikan karang yang tercatat selama sensus visual sebanyak 3.565 individu. Pulau Padaidori memiliki densitas tertinggi (864 individu atau 24,24%), diikuti oleh Pulau Pakreki Bagian Selatan (704 individu atau 19,75%) dan Pulau Mbromsi (438 individu atau 12,29%). Berdasarkan kelompok ikan, ikan major memiliki densitas tertinggi (2893 individu), diikuti oleh ikan target (524 individu) dan ikan indikator (148 individu).

Berdasarkan jumlah maupun rata-rata, densitas ikan karang di GPP Padaido Bawah lebih tinggi (6.439 dan 460 individu per 350m2) dari GPP Padaido Atas (3.565 dan 446 individu per 350m2). Namun, rata-rata densitas ikan major dan densitas ikan karang di Bagian Selatan Pulau Padaidori di GPP Padaido Atas lebih tinggi (361 individu per 350m2 dan 864 individu per 350m2) dari GPP Padaido Bawah.

(2) Kelimpahan Kelompok Ikan Karang (β)

Luas terumbu karang di GPP Padaido Bawah dan GPP Padaido Atas masing- masing adalah 3.400 ha dan 1977 ha (Wouthuyzen, et al., 2001). Dengan memasukkan besaran luasan terumbu karang diperoleh kelimpahan kelompok ikan karang di GPP Padaido yang hasilnya disajikan pada Tabel 32. Pada Tabel 32, jumlah total kelimpahan ikan karang di GPP Padaido Bawah sebesar 625.502.857 individu, dengan perincian 401.977.143 individu ikan major, 186.708.571 individu ikan target dan 36.817.143 individu ikan indikator. Pada GPP Padaido Atas jumlah total kelompok ikan karang sebesar

346.314.286 individu dengan perincian 281.034.286 individu ikan major, 50.902.857 individu ikan target dan 14.377.143 individu ikan indikator.

(3) Potensi Kelompok Ikan Karang (Ρy)

Hasil analisis potensi kelompok ikan karang yang dianalisis dengan persamaan Gulland (1975) disajikan pada Tabel 32. Potensi ikan karang di GPP Padaido Bawah sebesar 312.751.429 ind/thn, terdiri atas 200.988.571 ind/thn ikan major, 93.354.286 ind/thn ikan target, dan 18.408.571 ind/thn ikan indikator. Potensi ikan karang di GPP Padaido Atas sebesar 173.157.143 ind/thn, terdiri atas 140.517.143 ind/thn ikan major, 25.451.429 ind/thn ikan target dan 7.188.571 ind/thn ikan indikator.

(4) Pemanfaatan Optimal Kelompok Ikan Karang

Pemanfaatan optimal diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya ikan karang yang berlangsung secara terus menerus tanpa mengalami penurunan stok. Besaran yang ditetapkan sebesar 80% dari potensi lestari. Hasil analisis pemanfaatan sumber daya ikan karang berdasarkan kelompok ikan disajikan pada Tabel 32. Sumber daya ikan karang yang dapat dimanfaatkan secara optimal di GPP Padaido Bawah sebesar 156.375.714 ind/thn; terdiri atas ikan major 160.790.857 ind/thn, ikan target 74.683.429 ind/thn, dan ikan indikator 14.726.857 ind/thn. Sumber daya ikan karang yang dapat dimanfaatkan secara optimal di GPP Padaido Atas sebesar 86.578.571 ind/thn; terdiri atas ikan major 112.413.714 ind/thn, ikan target 20.361.143 ind/thn, dan ikan indikator 5.750.857 ind/thn.

Potensi dan Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Ikan Target

Ikan target merupakan kelompok jenis-jenis ikan karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi dibandingkan dengan kelompok ikan karang lain. Kelompok ikan ini menjadi target penangkapan nelayan GPP Padaido untuk di pasarkan di pulau Biak. Informasi mengenai potensi sumber daya ikan target menjadi penting dalam pengelolaan sumberdaya ikan karang sehingga analisis potensinya dilakukan secara terpisah dari kelompok ikan lain.

Tabel 33 menyajikan hasil analisis potensi dan pemanfaatan optimal ikan target di GPP Padaido. Jumlah total potensi sumber daya ikan target di GPP Padaido Bawah