• Tidak ada hasil yang ditemukan

DURUNG PUNJUL, KESELAK JUJUL Belum melebihi, terdesak kepanjangan

Dalam dokumen UNGKAPAN TRADISIONAL JAWA TENGAH (Halaman 69-74)

DIT. NILAI S

29. DURUNG PUNJUL, KESELAK JUJUL Belum melebihi, terdesak kepanjangan

Belum istimewa, ingin segera menonjol.

Ungkapan ini berasa1 dari karya Mangkunegaran IV di Su­ rakarta yang betjudu1 Serat Wedhatama da1am bentuk tembang. Serat Wedhatama artinya "Buku Tembang Hikmah". K.G.P.A.A. Mangkunegara IV memerintah dari 1853-188 1 . Beliau ada1ah seorang pujangga yang tersebar di Jawa.

Wedhatama merupakan suatu syair berintikan mistik yang dipakai menjadi pedoman tingkah 1aku. Serat Wedhatama ingin mengajarkan ilmu yang sempurna, yang seharusnya menjadi pedoman bagi setiap qrang. Yakni pengetahuan tentang tata krama dan kedudukan setiap orang dalam masyarakat. Syarat pertama untuk mempero1eh pengetahuan tersebut ialah meng­ adakan mawas diri.

Ungkapan tersebut di atas tercantum da1am tembang "Pucung" dari Serat Wedhatama:

Durung punj u1

ing kawruh kas�1ak juju1 Kasese1an hawa

Cupet kapepetan pamrih tangeh nedya anggambuh mring Hyang Wisesa Tetjemahannya:

Be1um istimewa

di dalam pengetahu�n-teori, ingin segera menonjol. Kemasukan hawa nafsu

gagal karena terhalang pamrih

mustahil dapat tercapainya kehendak memperkenalkan diri dengan Tuhan yang Maha Esa.

Dalam tembang ini Raja-pujangga tersebut memberikan nasihat agar kita masing-masing tahu diri. Artinya kita harus mawas diri sejauh mana kekuatan dan kelemahan kita. De­ ngan kesadaran akan kekuatan dan kelemahan kita itu maka kita akan bisa berjalan dengan tepat di tengah arus liku kehi­ dupan masyarakat yang tidak ramah ini. Dengan demikian tidak mudah jatuh dan celaka, karena kita sudah tahu bagaimana harus berbuat dan bertindak dalam menghadapi suatu problema.

Kapan kita harus maju dengan kekuatan kita dan kapan pula harus mundur karena kelemahan kita itu.

Ungkapan dalam tembang ini juga mengingatkan agar se­ seorang yang memang belum memiliki kemampuan ataupun pengetahuan hendaknya jangan terlalu banyak tingkah dalam masyarakat. Sebabnya ialah bahwa suatu tingkah atau tindakan yang didasarkan atas kebodohan atau ketidakmampuan akan dapat mempermalukan diri sendiri, bahkan mungkin mencela­ kakan pula. Selain itu dalam tembang ini juga tersirat petuah agar seseorang yang memang sudah berpengetahuan tinggi, janganlah bertindak sombong dan semena-mena karena kepan­ daiannya itu. Orang harus ingat bahwa tidak ada seorang manu­ siapun yang sempurna, tanpa kelemahan dan cacat cela. Atas dasar itu maka tidak seorangpun boleh menyombongkan diri atas kepandaiannya itu.

Baik rasa bangga/sombong atas dasar kepandaian maupun sikap banyak tingkah atas dasar ketidakmampuan, kesemuanya itu mencerminkan kekerdilan pribadinya. Sebab hal itu dilaku­ kan hanya didorong oleh hawa napsu ketinggian hatinya. Se­ dangkan hawa napsu yang demikian ini adalah bertentangan dengan kehendak Tuhan.

Jadi makna ungkapan ini benar-benar bermanfaat untuk masyarakat, yaitu petuah agar semua orang senantiasa mau mawas diri. Dengan daya mawas diri yang tinggi maka masing­ masing akan memiliki sikap tenggang rasa. Tenggang rasa akan menjamin kehidupan masyarakat yang aman tenteram dan damai. Masyarakat demikian inilah yang didambakan oleh se­ mua warga negara Republik Pancasila ini.

30. GEMAH RIPAH LOH JINAWI KARTA RAHARDJA Damai

Damai

sibuk subur murah tertib tenteram. subur makmur tenteram dan teratur.

Ungkapan ini adalah merupakan bagian dari janturan yang diucapkan oleh Ki Dalang dalam pertunjukan wayang.

Contohnya:

Sawuh r�p data tita hana, nggih negari pundi ingkang kaeka adi Hasta Dasa Purwa. Eka : Sawiji, adi linuwih, dasa : sepuluh, purwa : kawitan. Sanajan kathah titahing Dewa kang

kasangga pratiwi, kaungkulan ing akasa, kapit ing sarnodra, katha kang anggana raras, boten wonten kados nagari ing Mandaraka.

Mila kinarya oobuka, ngupayaa nagari satus tan antuk kekalih sanajan sewu tan arsa antuk sadasa. Dasar nagari panjang­ punjung, pasir wukir - loh - jinawi - gemah ripah karta raharja. 7) Loh Jinawi Gemah - Ripah Karta Raharja

tulus kang sarwa tinandur = apa yang ditanam tumbuh dengan subur.

murah kang sarwa tinuku = apa yang dibeli serba murah harganya.

Katanda ingkang laku dagang rinten dalu lumam­ pah tan ana pectote = bahwa para pedagang lalu lalang siang malam tanpa putus.

katanda ingkang sami g€griya salebeting nagari ing Mandraka, jejel riyel, a ben cukit tepung taritis saking gemah raharjaning nagari = kemakmuran negara Mandraka terbukti dengan berjejalnya rumah penduduk.

tebih saking parang muka = jauh dari musuh. para among kisma sami ayem tentrem atine = masyarakat pedesaan hidup dengan tenteram dan damai.

Jadi artinya ialah menggambarkan keadaan negara yang tanah­ nya subur, rakyatnya hidup makmur, aman, tenteram dan damai.

Apa yang terlukis dalam pengertian ungkapan tradisional ini adalah juga merupakan cita-cita bangsa Indonesia sejak sebelum kemerdekaan hingga sekarang. Harapan yang demikian ini sering diungkapkan kembali dalam pidato-pidato kenegaraan, misalnya sering diucapkan oleh Presiden Sukarno ketika itu. Walaupun ungkapan ini sudah kuno, namun masih tetap relevan bagi bangsa kita sekarang irii. Pembangunan Nasional dewasa ini prinsipnya adalah bertujuan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang kita cita-citakan bersama.

di bidang_ sosial ekonomi dan budaya semua itu kini harus di­ perjuangkan dengan keras oleh seluruh bangsa tanpa kecuali. Karena itu cita-cita Nasional yang menjadi tujuan pembangunan ini harus senantiasa didengung-dengungkan kepada seluruh masyarakat pada setiap kesempatan. An tara lain melalui ungkap­ an tradisional ini. Lebih-lebih generasi penerus nanti jangan sampai tidak mengenal bahwa salah satu segi dalam budaya kita (ungkapan tradisional), walaupun sudah kuno namun tetap relevan sebagai alat pembangkit semangat pembangunan. 31. GIRl LUSI JANMA TAN KENA KINIRA

Terburu terhindar manusia tidak dapat diduga Jangan terburu menganggap seseorang itu rendah.

Jangan suka menghina seseorang, sebab walaupun hanya seekor cacing yang berjalan sangat perlahan-lahan dapat men­ capai puncak gunung, apalagi manusia yang serba sempurna dibanding cacing.

Ajaran ini adalah ajaran agar seseorang hendaknya selalu rendah hati, berbudi luhur dan suka menghargai orang lain. Tata kehidupan sekarang, lebih-lebih di abad yang modern seperti sekarang ini, sikap rendah hati, berbudi luhur, suka_

menghargai orang lain, sudah jarang terdapat dalam praktek sehari-hari. Namun demikian bukan berarti bahwa di tengah­ tengah masyarakat sudah tidak ada orang yang rendah hati, berbudi luhur dan suka menghargai orang lain, tidak. Tetapi sikap dan sifat ini telah banyak mengalami erosi.

Ajaran yang terkandung dalam ungkapan tradisional ter­ sebut di atas adalah sebenarnya baik dan dalam maknanya. Sebab dalam ajaran tersebut berisi nasihat dan teguran halus, agar kita berhati-hati. Menurut ajaran ini, orang yang berhati­ hati adalah orang yang baik sifatnya.

Atas dasar pemikiran tersebut di atas dan atas dasar sinya­ lemen kita bahwa di tengah-tengah kehidupan masyarakat timbul gejala erosi pada sikap dan sifat rendah hati, berbudi luhur dan suka menghargai orang lain, maka ungkapan ini perlu dikembangkan kembali di tengah kehidupan bangsa kita yang berjiwa Pancasila.

hanya dilihat dari kacamata phisik atau kacamata yang terlihat dari luar saja. Kita diajarkan untuk tidak dengan gampang memberikan penilaian dan kesimpulan, yang pada hakekatnya akan salah akhirnya. Bentuk keadaan luar memang kadang­ kadang sangat mempengaruhi opini kita, namun'ajaran ini tetap memberikan teguran halus dan nasihat agar kita jangan suka menghina orang, agar kita jangan cepat memberikan penilaian kepada seseorang yang akibatnya dapat lebih fatal, yaitu kita malah mendapat malu dibuatnya.

Dalam praktek gunung dan sungai juga kadang-kadang membahayakan, sekalipun secara phisik telah diperhitungkan. Apalagi manusia yang merniliki sifat dan sikap yang kompleks. Oleh sebab itu ajaran ini kembali menegaskan bahwa mengukur dan menilai seseorang jangan dilihat secara lahiriah, keduduk­ an, pangkat, derajat atau hal-hal yang hanya dilihat dari kaca­ mata phisik. Misalnya kita menilai bahwa seseorang tersebut "miskin" karena ia berpakaian sangat sederhana. Ternyata pe­ nilaian kita salah sama sekali, sebab seseorang yang kita duga "miskin" adalah seseorang yang berpangkat tinggi dan kaya raya. Jadi kesimpulan dari makna yang terkandung dalam ung­ kapan tradisional tersebut hendaknya kembali kita kembang­ kan dalam tata kehidupan kita sehari-hari agar pada suatu saat timbul sikap masyarakat yang bersifat dan bersikap hati-hati, tidak suka menghina orang lain, rendah hati, berbudi luhur seperti yang diharapkan dalam tujuan pendidikan Nasional seperti yang tersebut pada GBHN.

' '

32. GUY AK - GUY AK TUMINDAK SAREH PIKOLEH

Perlahan bertindak sabar hasil

Bertindak perlahan-lahan, hasilnya cukup memadai.

Seseorang yang ingin memperoleh sesuatu dan dikerjakan dengan perlahan-lahan namun dengan sungguh-sungguh, akhir­ nya tercapai juga cita-citanya.

Ungkapan ini merniliki dua artian yang berbeda. Artian pertama ungkapan ini mengandung maksud berbentuk sindiran. Sebagai bentuk sindiran ia bermaksud menyindir kepada sese­

Pada jaman kemajuan teknologi sekarang ini, cara kerja yang perlahan-lahan dianggap tidak cocok, walaupun ada juga hasil­ nya. Memang cara bekerja perlahan-lahan kadang-kadang ada juga hasilnya, tetapi apakah tidak lebih baik bekerja dengan cepat dan membawa basil yang gemilang pula.

Artian kedua, ungkapan ini mengandung maksud sebagai "penghibur" hati, setengah memuji dan menasihati. Artinya agar seseorang yang bekerja sebaiknya bekerja dengan berhati­ hati, yang penting hasilnya. Jadi bukan perlahan-lahan, tetapi semacam berhati-hati.

Dalam tata kehidupan di tengah-tengah masyarakat, di­ lema yang ada adalah : Siapa cepat akan dapat atau Biar lambat asal selamat. Inilah dua kutub yang dalam kehidupan di tengah­ tengah masyarakat masih banyak penganutnya, yang sama-sama memiliki argumentasi yang baik.

Kesimpulan dua artian yang terkandung dalam ungkapan ini intinya mengandung ajaran pasti, yaitu buat seseorang yang akan bertindak (mengerjakan sesuatu) hendaknya dihadapkan dua pilihan, yakni cepat atau perlahan-lahan. Dan inti ajaran menekankan pada basil yang diperoleh dari pekerjaan itu, jadi dapat dikerjakan dengan cepat dapat pula dikerjakan dengan perlahan-lahan, asal memperoleh basil.

33. GOL

E

K M

E

NANG

E DHEWE

Dalam dokumen UNGKAPAN TRADISIONAL JAWA TENGAH (Halaman 69-74)

Dokumen terkait