• Tidak ada hasil yang ditemukan

EBM dan Health Technology Assessment

Dalam dokumen Pengantar EBM Prof Bhisma Murti (Halaman 29-35)

Langkah 4: Menerapkan Bukti

6. EBM dan Health Technology Assessment

Dalam beberapa dekade terakhir telah terjadi perkembangan pesat inovasi teknologi yang berpengaruh besar terhadap pelayanan kesehatan. Sebagai contoh, dalam beberapa tahun terakhir terjadi terobosan di bidang antivirus, bioteknologi, pencitraan diagnostik,

diagnostik molekuler, penggantian organ dan jaringan, teknik bedah, perawatan luka, teknologi komputer, yang semuanya diharapkan dapat memperbaiki pelayanan kesehatan dan memperbaiki keadaan pasien.

Tetapi di sisi lain perkembangan, difusi, dan penggunaan teknologi kesehatan memberikan implikasi/ akibat yang luas di bidang medis, sistem pelayanan kesehatan, sosial, ekonomi, etika, dan hukum. Sebagai contoh, penggunaan teknologi baru dapat menyebabkan meroketnya biaya pelayanan kesehatan. Pengembangan teknologi baru bisa memberikan implikasi etika, berkaitan dengan potensi terjadinya malpraktik, dan sebagainya. Dengan latar belakang itu maka pada pertengahan 1960an timbul gagasan di AS dan negara maju tentang perlunya melakukan penilaian sistematis terhadap karaktersitik, manfaat, kerugian, dan berbagai implikasi lainnya dari pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan, disebut health technology assessment (HTA) (Goodman, 2004).

Health technology assessment (HTA) didefinisikan sebagai “any process of examining

and reporting properties of a medical technology used in health care, such as safety, efficacy, feasibility, and indications for use, cost, and cost-effectiveness, as well as social, economic, and ethical consequences, whether intended or unintended” (Institute of Medicine, 1985). International Network of Agencies for Health

30

Technology Assessment (2002) mendefinisikan HTA ―a multidisciplinary field of

policy analysis. It studies the medical, social, ethical, and economic

implications of development, diffusion, and use of health technology”. HTA adalah “a form of policy research that systematically examines the short- and long-term consequences, in terms of health and resource use, of the application of a health technology, a set of related technologies or a technology related issue” (Hensall et al., 1997).

Jadi intinya, HTA merupakan suatu riset kebijakan multidisipliner yang meneliti dengan sistematis dan melaporkan karakteristik, efek, dan dampak pengembangan dan penggunaan aneka teknologi kesehatan dalam sistem pelayanan kesehatan, meliputi karakteristik teknis, keamanan, efikasi dan efektivitas, dampak ekonomis, sosial, legal (hukum), etika, politik, baik yang disengaja atau tidak disengaja, dampak jangka pendek maupun panjang.

Teknologi kesehatan didefinisikan secara luas “obat, alat, prosedur medis dan bedah

yang digunakan dalam pelayanan kesehatan, maupun sistem organisasi dan pendukung berlangsungnya pemberian pelayanan” (Banta et al., 1978; Eisenberg

dan Zarin, 2002). Goodman (2004) membedakan aneka jenis teknologi kesehatan berdasarkan tujuan penggunaannya dalam pelayanan kesehatan:

1. Pencegahan. Teknologi kesehatan memberikan perlindungan terhadap penyakit, dengan cara mencegah terjadinya penyakit, mengurangi risiko terjadinya penyakit, atau membatasi meluasnya penyakit (misalnya, imunisasi, program pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit, suplai air minum berfluor)

2. Skrining. Teknologi kesehatan mendeteksi penyakit, abnormalitas, atau faktor risiko pada orang yang asimtomatis (misalnya, hapusan Pap, tes tuberkulin, mamografi, tes kolesterol serum)

3. Diagnosis. Teknologi kesehatan mengidentifikasi penyakit, sifat, derajat keparahan, dan etiologi penyakit pada seorang dengan tanda dan gejala klinis (misalnya,

elektrokardiogram, tes serologis untuk tifoid, sinar X untuk patah tulang) 4. Terapi. Teknologi kesehatan memperbaiki atau memelihara status kesehatan,

mencegah kerusakan gen/ sel/ jaringan/ organ/ sistem/ fungsi yang lebih jauh, memberikan paliasi (misalnya, terapi antivirus, bedah cangkok pintas arteri koroner, psikoterapi, obat untuk nyeri kanker)

5. Rehabilitasi. Teknologi kesehatan memulihkan atau memperbaiki fungsi dari keadaan disfungsi kognitif-afektif-psikomotor, kecacatan fisik atau jiwa (misalnya, program latihan untuk pasien pasca-stroke, alat bantu untuk gangguan bicara berat, alat bantu untuk inkontinensia/ urinasi dan defikasi tak terkendali).

HTA bertujuan memberikan informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan dalam sistem pelayanan kesehatan di tingkat nasional, regional, maupun lokal, bertalian dengan: (1) Penggunaan teknologi kesehatan; (2) Pendanaan teknologi; (3) Pengadaan teknologi; (4) Penentuan inklusi dan ekslusi teknologi dalam paket pelayanan kesehatan; (5) Perijinan pemasaran; (6) Petunjuk untuk praktik kesehatan yang terbaik; (7) Organisasi penyediaan pelayanan kesehatan; (8) Disinvestasi (penghentian investasi) terhadap teknologi kesehatan yang tidak efektif; (9) Pendanaan/ investasi riset teknologi kesehatan (Goodman, 2004; Velasco-Garrido dan Busse, 2005); Hailey et al., 2010).

Informasi yang diberikan oleh HTA digunakan oleh aneka pengguna (user) sebagai berikut: (1) Pembuat kebijakan kesehatan (regulator) baik pemerintah ataupun parlemen, (2)

Perencana program kesehatan; (3) Manajer dan administrator pelayanan kesehatan

(misalnya, manajer rumah sakit), (4) Pembayar pelayanan kesehatan (perusahaan asuransi), (5) Industri manufaktur/ produsen teknologi (memperbaiki atau menghentikan produk yang

31

bermasalah); (6) Klinisi dan tenaga kesehatan profesional lainnya, (7) Pasien, (8) Lembaga advokasi pasien, (9) Warga masyarakat umum; (10) Lembaga riset HTA (Goodman, 2004; Velasco-Garrido dan Busse, 2005; Hailey et al., 2010).

EBM dan HTA memiliki kesamaan dan perbedaan (Hollowing dan Jarvik, 2007).

Persamaannya, baik EBM maupun HTA bertujuan meningkatkan penggunaan pelayanan medis berbasis bukti ilmiah. Dengan demikian EBM dan HTA diharapkan memberikan dampak kepada status kesehatan pasien yang lebih baik (kelangsungan hidup dan

morbiditas), dan selanjutnya secara makro meningkatkan efektivitas dan efisiensi investasi/ pengeluaran kesehatan dari produk domestik bruto (PDB).

Dalam praktik EBM, klinisi melakukan penilaian kritis (critical appraisal) bukti riset, menyangkut aspek validitas, kepentingan, dan kemampuan penerapan bukti-bukti

(disingkat ―VIA‖). Demikian pula dalam HTA, peneliti HTA melakukan penilaian terhadap teknologi kesehatan, dan memberikan bukti-bukti yang valid (tidak bias) tentang

karakteristik, efikasi, efektivitas, keamanan, cost-effectiveness, dan aneka dampak penggunaan teknologi kesehatan. Tabel 3 menyakikan kriteria penilaian dalam HTA, meliputi kualitas bukti, konsistensi, dampak klinis, validitas internal, dan kemampuan generalisasi (applicability) dari teknologi kesehatan.

Tabel 3 Kriteria penilaian bukti dalam HTA

Komponen Kriteria Nilai *)

Kualitas bukti Kualitas metodologi dan relevansi bagi pasien Konsistensi Konsistensi hasil riset ( homogen atau heterogen) Dampak klinis Besar efek, presisi, dan kemaknaan klinis efek

tersebut

Validitas internal Kebenaran kesimpulan efek jika diterapkan pada populasi sasaran

Applicability Kemampuan untuk diterapkan pada konteks praktik klinis

*) Nilai: A: Excellent. B: Good. C: Satisfactory. D: Poor.

Adaptasi dari sumber: NHMRC (2007), dikutip Hailey et al. (2010) Perbedaan EBM dan HTA terletak pada cara yang berbeda untuk mencapai tujuan (yang sama) tersebut. EBM diterapkan oleh klinisi dan tenaga kesehatan profesional lainnya, baik secara individual atau dalam tim pelayanan kesehatan. EBM memberikan keterampilan kepada para klinisi dan tenaga kesehatan profesional lainnya dalam menggunakan bukti-bukti ilmiah terbaik untuk pengambilan keputusan klinis yang lebih baik pada praktik klinis individu pasien atau sekelompok pasien. Jika sebagian besar klinisi dan tenaga kesehatan profesional menerapkan EBM, maka praktik tersebut akan meningkatkan hasil klinis yang diinginkan pasien, dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi investasi/ pengeluaran kesehatan di tingkat makro.

Di pihak lain, HTA dilakukan oleh peneliti HTA. HTA memberikan informasi kepada pembuat kebijakan maupun administrator dalam sistem pelayanan kesehatan, baik di tingkat nasional, regional, dan lokal, yang berhubungan dengan pengadaan, pendanaan, atau penggunaan yang tepat teknologi kesehatan, dan disinvestasi teknologi yang tidak efektif. Informasi tentang teknologi kesehatan digunakan untuk memutuskan apakah akan mengadakan/ tidak mengadakan, mendanai/ tidak mendanai, menggunakan/ tidak

menggunakan teknologi kesehatan pada sistem pelayanan kesehatan untuk populasi pasien. Jika pembuat kebijakan dan pengambil keputusan hanya mengadakan, mendanai, dan menggunakan teknologi kesehatan yang terbukti secara ilmiah bermanfaat dan

32

pasien, dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi investasi/ pengeluaran kesehatan di tingkat makro.

HTA dibutuhkan dalam EBM, karena HTA merupakan produsen bukti dan EBM pengguna bukti. Agar HTA dapat digunakan dengan optimal oleh klinisi dalam praktik EBM, maka bukti HTA perlu terkini (up-to-date), aksesibel, relevan, dan benar (valid) (Chantler, 2004, dikutip Hollowing dan Jarvik, 2007).

7. Ringkasan

EBM merupakan praktik kedokteran klinis yang memadukan bukti terbaik yang ada,

keterampilan klinis, dan nilai-nilai pasien. EBM bertujuan membantu klinisi agar pelayanan medis memberikan hasil klinis yang optimal kepada pasien. Penggunaan bukti ilmiah dari riset terbaik memungkinkan pengambilan keputusan klinis yang lebih efektif, bisa

diandalkan, aman, dan cost-effective.

EBM terdiri atas lima langkah: (1) Merumuskan pertanyaan klinis tentang masalah pasien; (2) Mencari bukti dari sumber database hasil riset yang otoritatif; (3) Menilai kritis bukti tentang validitas, kepentingan, dan kemampuan penerapan bukti; (4) Menerapkan bukti pada pasien; (5) Mengevaluasi kinerja penerapan bukti yang telah dilakukan pada pasien. Mempelajari dan mempraktikkan EBM merupakan proses yang berkelanjutan dan

membutuhkan komitmen. Pelatihan EBM lebih efektif jika diselenggarakan dengan memadukannya ke dalam praktik klinis, melibatkan tim pelayanan kesehatan, daripada diselenggarakan dengan cara klasikal dan individual.

HTA menghasilkan bukti-bukti tentang karakteristik, efektivitas, keamanan, cost-effectiveness, dan dampak medis, sosial, ekonomi, etika, legal, dan politik dari teknologi kesehatan. HTA menghasilkan bukti, EBM menggunakan bukti. Informasi HTA digunakan untuk membuat keputusan dalam sistem pelayanan kesehatan.

Referensi

Akobeng AK (2007). Understanding diagnostic tests 2: likelihood ratios, pre- and post-test probabilities and their use in clinical practice. Acta Paediatr. 96(4):487-91. Epub 2007 Feb 14.

Banta D, Behney CJ, Andrulis DP (1978). Assessing the efficacy and safety of medical technologies. Washington, Office of Technology Assessment.

BMJ Evidence Center (2010). About evidence-based medicine. group.bmj.com. Diakses 13 Desember 2010.

Cedars-Sinai (2010). Diagnostic testing. http://www.cedars-sinai.edu/Patients/Programs-and-Services/Stroke-Program/Stroke-Resources/Diagnostic-Testing.aspx. Diakses 26 Desember 2010

Claridge JA, Fabian TC (2005). History and development of evidence-based medicine. World Journal of Surgery , 29 (5): 547-553

Coomarasamy A, Khan KS (2004). What is the evidence that postgraduate teaching in evidence based medicine changes anything? A systematic review. BMJ, 329: 1-5 CorpBlack (2010). The history of evidence based medicine. www.nettingtheevidence.org. uk/

33

Del Mar C, Glasziou P, Mayer D (2004). Teaching evidence based medicine. Should be integrated into current clinical scenarios. BMJ;329:989–90

Djulbegovic M, Beyth RJ, Neuberger MM, Stoffs TL,Vieweg J,Djulbegovic B, Dahm P (2010). Screening for prostate cancer: systematic review and metaanalysis of randomised controlled trials. BMJ, 341:c4543 doi:10.1136/bmj.c4543

Ebell MH, Barry HC, Slawson DC, Shaughnessy AF (1999). Finding POEMs in the medical literature - Patient-Oriented Evidence that Matters. Journal of Family Practice, 48:350-355

Eisenberg JM, Zarin D (2002). Health technology assessment in the United States: past, present, and future. Int J Technol Assess Health Care;18(2):192–198.

Evans D (2003). Hierarchy of evidence: a framework for ranking evidence evaluating healthcare interventions. Journal of Clinical Nursing; 12: 77–84

Evidence-Based Medicine Working Group (1992). Evidence-based medicine. A new approach to teaching the practice of medicine. JAMA 268 (17): 2420–5.

Fallowfield L (2009). What is quality of life? www.whatisseries.co.uk. Diakses 31 Januari 2010.

Fletcher RH, Fletcher SW (2005). Clinical epidemiology: The essentials. Philadelhia, PA: Lippincot Williams & Wilkins.

Friedland DJ (1998). Evidence-based medicine: A framework for clinical practice. Stamford, Connecticut: Appleton & Lange.

Giustini D (2005). How Google is changing medicine: A medical portal is the logical next step. BMJ 331 24-31 www.bmj.com

Gjertson CK, Albertsen PC (2011).Use and assessment of PSA in prostate cancer. Med Clin North Am.;95(1):191-200.

Gray JAM (2001). Evidence-based health care: How to make health policy and management decisions. Edinburgh: Churchill Livingstone.

Guyatt G, Cook D, Haynes B (2004). Evidence based medicine has come a long way (Editorial) BMJ, 30;329(7473):990-1.

Hailey D, Babidge W, Cameron A, Davignon LA (2010). HTA agencies and decision makers: An INAHTA guidance document. INAHTA.

Halsey NA, Hyman SL, the Conference Writing Panel (2001).Measles-Mumps-Rubella vaccine and autistic spectrum disorder: Report from the new challenges in childhood immunizations conference convened in Oak Brook, Illinois, June 12-13, 2000. Pediatrics;107;e84

Hawkins RC (2005). The evidence based medicine approach to diagnostic testing: practicalities and limitations. Clin Biochem Rev, 26: 7-18.

Haynes RB (2001). Of studies, syntheses, synopses, and systems: the ―4S‖ evolution of services for finding current best evidence. ACP J Club. 134(2):A11–A13

Haynes RB (2006). Of studies, syntheses, synopses, summaries, and systems: the ―5S‖ evolution of information services for evidence-based healthcare decisions. Evid Based Med 2006;11:162-164 doi:10.1136/ebm.11.6.162-a

Henderson-Smart DJ, Steer PA (2000). Doxapram versus methylxanthine for apnea in preterm infants. Cochrane Database of Systematic Reviews 2000, Issue 4. Art. No.: CD000075. DOI: 10.1002/14651858.CD000075

34

Henshall C et al. (1997). Priority setting for health technology assessment: theoretical considerations and practical approaches. International Journal of Technology Assessment in Health Care, 13:144–185.

Hollingworth W, Jarvik JG (2007).Technology assessment in radiology: Putting the evidence in evidence-based radiology. Radiology: 2441): 31-38

Ilic D (2009). Assessing competency in Evidence Based Practice: strengths and limitations of current tools in practice. BMC Medical Education 2009, 9:53 doi:10.1186/1472-6920-9-53. http://www.biomedcentral.com/1472-6920/9/53. Diakses 31 Desember 2010. Ilic D, O'Connor D, Green S, Wilt TJ (2006). Screening for prostate cancer. Cochrane

Database of Systematic Reviews 2006, Issue 3. Art. No.: CD004720. DOI: 10.1002/14651858.CD004720.pub2

Institute of Medicine (1985). Assessing Medical Technologies. Washington, DC: National Academy Press.

Irlam JH, Visser MME, Rollins NN, Siegfried N (2010). Micronutrient supplementation in children and adults with HIV infection. Cochrane Database of Systematic Reviews 2010, Issue 12. Art. No.: CD003650. DOI: 10.1002/14651858.CD003650.pub3 Jacobson LD, Edwards AGK, Granier SK, Butler CC (1997). Evidence-based medicine and

general practice. British Journal of General Practitioners, 47:449-52.

Khojania KG, Duncan BW, McDonald KM, Wachter RM (2002). Safe but sound patient safety meets evidence-based medicine. JAMA288(4):508-513.

Last J (1988). What is epidemiology? Editorial guest. www.jstor.org/stable/3343001. Diakses 13 Desember 2010.

Last JM (2001). A dictionary of epidemiology. Edisi ke4. New York: Oxford University Press. Leape LL, Berwick DM, Bates DW (2002). What practices will most improve safety?

Evidence-based medicine meets patient safety. JAMA;288(4):501-507.

Leyland M dan Pringle E (2006). Multifocal versus monofocal intraocular lenses after cataract extraction. Cochrane Database of Systematic Reviews 2006, Issue 4. Art. No.: CD003169. DOI: 10.1002/14651858.CD003169.pub2.

Li L, Sun T, Yang K, Zhang P, Jia WQ (2010). Monoclonal CCR5 antibody for treatment of people with HIV infection. Cochrane Database of Systematic Reviews 2010, Issue 12. Art. No.: CD008439. DOI: 10.1002/14651858.CD008439.pub2

Mathew JL (2010). Beneath, behind, besides and beyond evidence-based medicine. Indian Pediatrics, 47: 225-227

Manyemba J, Mayosi BM (2002). Penicillin for secondary prevention of rheumatic fever. Cochrane Database of Systematic Reviews, Issue 3. Art. No.: CD002227. DOI: 10.1002/14651858.CD002227

Montori, VM, Guyatt GH (2008). Progress in evidence-based medicine. JAMA. 300 (15): 1814-16

Phillips C (2009). What is a QALY? www.whatisseries.co.uk. Diakses 31 Januari 2010. Price CP (2000). Evidence-based laboratory medicine: Supporting decision-making. Clinical

Chemistry, 46(8): 1041-50

Project HOPE (2005). Evidence-based medicine: History and context. Project HOPE - The People-to-People Health Foundation, Inc. Health Affairs, 24 (1):8

35

Sackett DL, Haynes RB, Guyatt GH, Tugwell P (1991). Clinical epidemiology: A basic science for clinical medicine. Boston: Little, Brown, and Company.

Sackett DL, Rosenberg WM (1995). The need for evidence-based medicine. J R Soc Med;88:620-624

Sackett DL, Rosenberg WM, Gray JA, Haynes RB, Richardson WS (1996). "Evidence based medicine: what it is and what it isn't". BMJ 312 (7023): 71–2.

Sackett DL (1997). Evidence-based medicine. Seminars in Perinatology. 21 (1): 3-5

Sackett DL, Straus SE, Richardson WS, Rosenberg WM, Haynes B (2000). Evidence based medicine: how to practice and teach EBM. (2nd ed.) Toronto: Churchill Livingstone Schranz DA, Dunn MA (2007). Evidence-based medicine, Part 3. An introduction to critical

appraisal of articles on diagnosis. JAOA. 107 (8): 304-309.

Scott IA (1009). Analysis: Errors in clinical reasoning: causes and remedial strategies. BMJ 338:doi:10.1136/bmj.b1860

Scott JG, Cohen D, DiCicco-Bloom B, Miller WL, Stange KC, Crabtree BF (2008).

Understanding healing relationships in primary care. Ann Fam Med. 6(4):315-322. Shaughnessy AF, Slawson DC (1997). POEMs: Patient-Oriented Evidence That Matters.

Annals of Internal Medicine, 126 ( 8): 667

Smith CA, Hay PPJ, MacPherson H (2010). Acupuncture for depression. Cochrane Database of Systematic Reviews 2010, Issue 1. Art. No.: CD004046. DOI: 10.1002/14651858. CD004046.pub3

Stange KC (2009). Editorial. The problem of fragmentation and the need for integrative solutions. Ann Fam Med;7:100-103. DOI: 10.1370/afm.971.

Straus SE, Richardson WS, Glasziou P, Haynes RB (2005). Evidence-based medicine: how to practice and teach EBM. Edisi ketiga. Edinburgh: Churchill Livingstone.

Weiner SJ, Schwartz A, Weaver F, Goldberg J, Yudkowsky R, Sharma G, Binns-Calvey A, Preyss B, Schapira MM, Persell SD, Jacobs E, Abrams RI (2010). Contextual errors and failures in individualizing patient care. A Multicenter Study. Ann Intern Med.:153:69-75.

Wikipedia (2010a). Users‘ guides to the medical literature.en.wikipedia.org/wiki/Users . Diakses 13 Desember 2010.

Wikipedia (2010b). Encainide. http://en.wikipedia.org/wiki/Encainide. Diakses 1 Januari 2011.

Wikipedia (2010c). Palliative care. en.wikipedia.org › Health science › Medicine. Diakses 31 Januari 2010.

WHO (2008). The World Health Report 2008. Primary health care: Now more than ever. World Health Organization: Geneve. http://www.who.int/whr/2008/whr08_en.pdf. Diakses 26 Desember 2010.

Wu T, Ni J, Wei J (2005). Vitamin A for non-measles pneumonia in children. Cochrane Database of Systematic Reviews 2005, Issue 3. Art. No.: CD003700. DOI: 10.1002/14651858.CD003700.pub2

Zakowski L Seibert CS, VanEyck S (2004). Evidence-based medicine: Answering questions of diagnosis. Clinical Medicine & Research, 2 (1) : 63 -69

Dalam dokumen Pengantar EBM Prof Bhisma Murti (Halaman 29-35)

Dokumen terkait