• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.3 Economic Order Quantity (EOQ)

31

2.3.1 Pengertian Economic Order Quantity (EOQ)

Setiap perusahaan selalu menyediakan kebijakan penyediaan bahan baku yang tepat, dalam arti tidak mengganggu proses prosuksi dan tidak menimbulkan biaya yang ditanggung terlalu tinggi.

Economic Order Quantity merupakan jumlah atau volume pembelian yang paling ekonomis untuk dilaksanakan pada setiap kali pembelian. Menurut Handoko (2000:339) Economic Order Quantity (EOQ) adalah metode yang digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan biaya kebalikannya (inverse cost) pemesanan persediaan.

Economic Order Quantity (EOQ) atau pembelian bahan baku dan suku cadangnya yang optimal menurut Slamet (2007:70) dapat diartikan sebagai kuantitas bahan baku dan suku cadangnya yang dapat diperoleh melalui pembelian dengan mengeluarkan biaya minimal tetapi tidak berakibat pada kekurangan dan kelebihan bahan baku dan suku cadangnya.

Menurut Gitosudarmo (2002:101) Economic Order Quantity (EOQ) merupakan volume atau jumlah pembelian yang paling ekonomis untuk dilaksanakan pada setiap kali pembelian. Untuk memenuhi kebutuhan itu maka dapat diperhitungkan pemenuhan kebutuhan (pembeliannya) yang paling ekonomis yaitu sejumlah barang yang akan dapat diperoleh dengan pembelian dengan menggunakan biaya yang minimal.

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Economic Order Quantity (EOQ) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan jumlah paling ekonomis dalam setiap kali pesan.

2.3.2 Asumsi-Asumsi Economic Order Quantity (EOQ)

Dalam penggunaan metode ini ada beberapa asumsi-asumsi yang harus ada. Metode ini disebut dengan metode ukuran lot atau lot size yang digunakan untuk pengelolaan independent demand inventory dan didasarkan pada beberapa asumsi. Asumsi Economic Order Quantity menurut Sumayang (2010:206) adalah sebagai berikut :

a. Kecepatan permintaan tetap dan terus menerus.

b. Lead time yaitu waktu antara pemesanan sampai dengan pesanan datang harus tetap.

c. Tidak pernah ada kejadian persediaan habis atau stock out.

d. Material dipesan dalam paket atau lot dan pesanan datang pada waktu yang bersamaan dan tetap dalam bentuk paket.

e. Harga per unit tetap dan tidak ada pengurangan harga walaupun pembelian dalam jumlah volume yang besar.

f. Besar carrying cost tergantung secara garis lurus dengan rata-rata jumlah inventory.

g. Besar ordering cost atau set up cost tetap untuk setiap lot yang dipesan dan tidak tergantung pada jumlah item pada setiap lot.

33

h. Item adalah produk satu macam dan tidak ada hubungannya dengan produk

lain.

Pembelian berdasarkan EOQ dapat dibenarkan kalau syarat-syarat dipenuhi. Adapun syarat-syarat menurut Slamet (2007:71) sebagai berikut : a. Kebutuhan barang relatif stabil sepanjang tahun atau periode produksi. b. Harga beli bahan per unit konstan sepanjang periode produksi.

c. Setiap bahan yang diperlukan selalu tersedia dipasar.

d. Bahan yang dipesan tidak terikat dengan bahan lain, terkecuali bahan tersebut ikut diperhitungkan sendiri dalam EOQ.

Untuk menyerdehanakan perhitungan persediaan atau pesanan barang yang optimal. Model analisis Economic Order Quantity menurut Muslich (2007:123) diperlukan asumsi-asumsi sebagai berikut :

a. Biaya yang relevan untuk perhitungan adalah Ordering Cost dan Carrying Cost.

b. Pesanan untuk mengganti persediaan barang yang dijual selalu datang pada awal bulan.

c. Untuk sementara stock out dan blogging tidak diperbolehkan.

d. Permintaan barang dapat diketahui dan dengan tingkat pemakaian atau pengeluaran tetap.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode EOQ harus didasarkan pada asumsi-asumsi berikut kebutuhan barang stabil sepanjang periode produksi, harga per unit konstan ,

setiap dibutuhkan barang selalu tersedia dipasar, dan item tidak terkait dengan item lain.

2.3.3 Perhitungan Economic Order Quantity (EOQ)

Dalam suatu perusahaan perlu diadakannya persediaan. Prinsip diadakannya persediaan adalah untuk memperlancar jalannya operasi perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus menetapkan jumlah persediaan yang optimal dengan menggunakan metode EOQ. Menurut Slamet (2007:70) perhitungan EOQ dapat diformulasikan sebagai berikut :

EOQ =

Keterangan :

R = Kuantitas yang diperlukan selama periode tertentu S = Biaya pesanan setiap kali pesan

P = Harga Bahan per unit

I = biaya penyimpanan bahan baku digudang yang dinyatakan dalam presentase dari nilai persediaan rata-rata dalam satuan mata uang yang disebut dengan carrying cost.

35

2.3.4 Frekuensi Pembelian

Metode EOQ mengacu pada penentuan jumlah yang sama dalam setiap kali pembelian. Oleh sebab itu, banyaknya kegiatan pembelian dalam satu tahun dapat diketahui dengan membagi kebutuhan bahan dalam satu tahun dengan jumlah pembelian setiap kali melakukan pemesanan. Pembelian menurut Deanta (2009 dalam Rifqi, 2012:40) dirumuskan sebagai berikut :

I = Keterangan :

I = Frekuensi pemesanan dalam satu tahun D = Jumlah kebutuhan bahan selama satu tahun EOQ = Jumlah pembelian bahan sekali pesan

2.3.5 Persediaan Pengaman (Safety Stock)

Persediaan pengaman sering juga disebut sebagai persediaan besi (iron stock) adalah suatu persediaan yang dicadangkan sebagai pengaman dari kelangsungan proses produksi perusahaan untuk menghindari terjadinya kekurangan barang. Persediaan pengaman diperlukan karena dalam kenyataannya jumlah bahan baku yang diperlukan dalam proses produksi tidak selalu tepat seperti yang direncanakan. Memesan suatu barang sampai barang tersebut datang diperlukan waktu yang dalam hitungan hari atau bulan. Waktu menunggu barang dari pemesanan hingga barang tersebut sampai disebut lead time. Menurut Haming dan Nurnajamuddin (2012:7) lead time adalah interval

waktu antara penyampaian pesanan dan diterimanya pesanan sediaan itu dari pemasok.

Lead time menurut Slamet (2007:71) yaitu jangka waktu yang diperlukan sejak dilakukan pemesanan sampai saat datangnya bahan baku yang dipesan. Guna untuk mengetahui berapa lamanya lead time biasanya diketahui dari lead time pemesanan yang terjadi pada pemesanan-pemesanan sebelumnya. Kebiasaan para levaransir menyerahkan bahan baku yang akan dipesan apakah tepat waktu atau terlambat. Bila sering terlambat berarti perlu safety stock yang besar, sebaliknya bila biasanya tepat waktu maka tidak perlu safety stock yang besar.

Safety stock atau iron stock atau persediaan besi atau persediaan pengaman menurut Nafarin, M (2004:87) adalah persediaan inti dari bahan yang harus dipertahankan untuk menjamin kelangsungan usaha. Persediaan pengaman tidak boleh dipakai kecuali dalam keadaan darurat, seperti bencana alam, alat pengangkut bahan kecelakaan, bahan dipasaran dalam keadaan kosong karena huru hara, dan lain-lain. Adapun yang mempengaruhi besar kecilnya safety stock bahan baku adalah :

a. Kebiasaan para levaransir menyerahkan bahan baku yang akan dipesan apakah tepat waktu atau terlambat. Bila sering terlambat berarti perlu safety stock yang besar, sebaliknya bila biasanya tepat waktu maka tidak perlu safety stock yang besar.

b. Besar kecilnya bahan baku yang dibeli setiap saat. Jika bahan baku yang dibeli jumlahnya besar, maka tidak perlu safety stock yang besar.

37

c. Kemudahan menduga bahan baku yang diperlukan. Semakin mudah menduga bahan baku yang diperlukan maka semakin kecil safety stock. d. Hubungan biaya penyimpanan (carrying cost) dengan biaya ekstra

kekurangan persediaan (stock-out cost). Stockout cost seperti biaya pesanan darurat, kehilangan kesempatan mendapat keuntungan karena tidak terpenuhi pesanan, kemungkinan kerugian karena adanya stagnasi produksi,dan lain-lain. Apabila stockout cost lebih besar dari carrying cost, maka perlu safety stock yang besar.

Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa safety stock adalah jumlah minimal persediaan yang harus selalu ada pada setiap periode, guna mengantisipasi terjadinya keterlambatan agar tidak mengganggu proses produksi.

Untuk menghitung besarnya safety stock, menurut Slamet (2007:161) dapat dipakai cara yang relatif dengan menggunakan metode perbedaan pemakaian maksimum dan rata-rata.

2.3.6 Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)

Untuk menjaga persediaan bahan baku yang digunakan untuk proses produksi perusahaan harus melakukan pemesanan atau pembelian kembali sebelum persediaan digudang habis atau penimbunan persediaan yang ada digudang menyebabkan pemborosan biaya penyimpanan. Hal itu dilakukan Safety stock = (Pemakaian Maksimum-Pemakaian rata-rata)x lead time

untuk menjaga kelancaran proses produksi atau disebut titik pemesanan kembali (Reorder Point).

Reorder point menurut Slamet (2007:71) adalah waktu yang tepat untuk melakukan pemesanan kembali bahan baku dan suku cadangnya yang diperlukan, sehingga kedatangan bahan yang dipesan tersebut tepat pada waktu persediaan bahan baku dan suku cadangnya di atas safety stock sama dengan nol.

Faktor-faktor yang mempengaruhi reorder point atau saat yang tepat untuk melakukan pemesanan bahan baku dan suku cadangnya menurut Slamet (2007:71) antara lain :

a. Lead time, yaitu jangka waktu yang diperlukan sejak dilakukan pemesanan sampai saat datangnya bahan baku yang dipesan.

b. Stock Out Cost, yaitu biaya-biaya yang terpaksa dikeluarkan karena keterlambatan datangnya bahan baku dan suku cadangnya.

c. Ekstra carrying cost, yaitu biaya-biaya yang terpaksa dikeluarkan karena bahan baku dan suku cadangnya datang terlalu awal.

Dari ketiga faktor tersebut, menurut Slamet (2007:72) dapat dicari dengan rumus berikut ini :

Keterangan :

LD = Lead Time

AU = Average Usage = Pemakaian Rata-rata Reorder Point = (LD X AU) + SS

39

SS = Safety Stock

2.3.7 Total Biaya Persediaan (Total Investory Cost/TIC)

Biaya total persediaan (TIC) menurut Sumayang (2003:206) adalah terjadi keseimbangan atau trade-off antara jumlah pemesanan dengan tingkat inventory dan dapat dirumuskan dalam persamaan matematik sebagai berikut:

Keterangan :

D = Besar laju permintaan atau demand rate dalam unit per tahun S = Biaya setiap kali pemesanan atau ordering cost dalam dolar per

pemesanan

C = Biaya per unit dalam dolar per unit

I = Biaya pengelolaan atau carrying cost adalah presentase terhadap nilai inventory per tahun

Q = Ukuran paket pesanan atau lot size dalam unit TC = Biaya total inventory dalam dolar per tahun

TIC (Total Inventory Costs) menurut Buffa yaitu:

TIC = + �

Total Inventory Cost (TIC) menurut Haming dan Nurnajamuddin (2012) adalah biaya variabel persediaan yang lazim disebut increment cost. Demikian, biaya variabel total (Total Increment Cost, TIC) dapat ditulis dalam persamaan berikut :

TIC

= +

Keterangan :

TIC = Biaya Variabel Persediaan D = Kebutuhan bahan per tahun S = Biaya Pesanan per Order

H = Biaya unit penyimpanan per tahun Q = Unit yang dipesan per order D/Q = Frekuensi pemesanan bahan

Q/2 = Persediaan rata-rata yang dipelihara

Dokumen terkait