TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Efektifitas dan Efisiensi Sistem Kesehatan .1 Sistem
Sistem adalah suatu keterkaitan di antara elemen-elemen pembentuknya dalam pola tertentu untuk mencapai tujuan tertentu (System is interconnected parts or elements in certain pattern of work). Berdasarkan pengertian ini dapat diinterpretasikan ada dua prinsip dasar suatu sistem, yakni: (1) elemen, komponen atau bagian pembentuk sistem; dan (2) interconnection, yaitu saling keterkaitan antar komponen dalam pola tertentu. Keberadaan sekumpulan elemen,
komponen, bagian, orang atau organisasi sekalipun, jika tidak mempunyai saling keterkaitan dalam tata-hubungan tertentu untuk mencapi tujuan maka belum memenuhi kriteria sebagai anggota suatu sistem.
2.2.2 Sistem Kesehatan
Sistem Kesehatan adalah suatu jaringan penyedia pelayanan kesehatan (supply side) dan orang-orang yang menggunakan pelayanan tersebut (demand side) di setiap wilayah, serta negara dan organisasi yang melahirkan sumber daya tersebut, dalam bentuk manusia maupun dalam bentuk material
Sistem kesehatan tidak terbatas pada seperangkat institusi yang mengatur, membiayai, atau memberikan pelayanan, namun juga termasuk kelompok aneka organisasi yang memberikan input pada pelayanan kesehatan, terutama sumber daya manusia, sumber daya fisik (fasilitas dan alat), serta pengetahuan/teknologi (WHO SEARO, 2000). Organisasi ini termasuk universitas dan lembaga pendidikan lain, pusat penelitian, perusahaan kontruksi, serta serangkaian organisasi yang memproduksi teknologi spesifik seperti produk farmasi, alat dan suku cadang. WHO mendefinisikan sistem kesehatan sebagai seluruh kegiatan yang mana mempunyai maksud utama untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan. Mengingat maksud tersebut di atas, maka termasuk dalam hal ini tidak saja pelayanan kesehatan formal, tapi juga tidak formal, seperti halnya pengobatan tradisional. Selain aktivitas kesehatan masyarakat radisional seperti promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, peningkatan keamanan lingkungan dan jalan raya , pendidikan yang berhubungan dengan kesehatan merupakan bagian dari sistem.
Sistem kesehatan paling tidak mempunyai 4 fungsi pokok yaitu: Pelayanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, penyediaan sumber daya dan stewardship/ regulator. Fungsi-fungsi tersebut akan direpresentasikan dalam bentuk subsistem dalam sistem kesehatan, dikembangkan sesuai kebutuhan. Masing-masing fungsi/subsistem akan dibahas tersendiri. Di bawah ini digambarkan bagaimana keterkaitan antara fungsi-fungsi tersebut dan juga keterkaitannya dengan tujuan utama Sistem Kesehatan.
2.2.3 Sistem Kesehatan di Indonesia
Indonesia sebenarnya telah memiliki sistem kesehatan sejak 1982 melalui sistem kesehatan nasional. Untuk Indonesia batasan tentang Sistem Kesehatan dikenal dengan nama SKN (Sistem Kesehatan Nasional) yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 131/Menkes/SK/II/2004 sebagai pengganti SKN tahun 1982 yang sudah tidak relevan akibat perubahan iklim politik di Indonesia serta diterapkannya otonomi daerah sesuai dengan UU No. 22 tahun 1999 (Adisamito, 2010).
Sistem kesehatan di Indonesia berada dalam kebijakan desentralisasi, yang mempunyai berbagai fungsi, yaitu:
1. Fungsi penyusun kebijakan dan regulator 2. Fungsi pelayanan
3. Fungsi pendanaan
4. Fungsi pengembangan sumber daya manusia Level negara terdiri dari:
1. Desa 2. Kecamatan 3. Kabupaten 4. Propinsi
5. Negara
Undang-undang No 22 tahun 1999 dan Undang-undang No 32 tahun 2004 mengatur menyatakan bahwa sektor kesehatan merupakan sektor yang terdesentralisasi. Salah satu fungsi yang terdesentralisasi adalah fungsi pelayanan, misalnya: rujukan kesehatan -rujukan pemerintah ke swasta atau swasta ke pemerintah terbagi atas tingkatan:
1. Strata 1: Puskesmas, Praktik tenaga kesehatan, klinik, apotik, laboratorium, toko obat, optik, dan lain-lain
2. Strata 2: Praktik tenaga kesehatan spesialis, RS tipe C dan B, apotik, laboratorium, toko obat, optik, balai-balai kesehatan
3. Strata 3: Praktik tenaga kesehatan spesialis konsultan, RS tipe A dan B, apotik, laboratorium, toko obat, optik, pusat-pusat unggulan nasional Pelaku pelayanan meliputi:
1. Pelayanan Kesehatan Primer: Dokter Praktek Swasta, Bidan, BP swasta, Puskesmas
2. Pelayanan Kesehatan Sekunder dan Tertier: RS Pemerintah dan RS Swasta 3. Pelayanan Farmasi
4. Pelayanan Laboratorium, dan lain-lain Fungsi lain adalah fungsi pendanan, yaitu:
1. Pemerintah pusat: Dana APBN untuk Jamkesmas, Jampersal, Subsidi ke RS, dan lain-lain
2. Pemerintah Daerah: APBD, termasuk Jamkesda 3. Masyarakat: Membayar langsung
4. Swasta: Memberikan sumbangan
Alasan pemerintah mendanai pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Tanpa ada dana pemerintah Pelayanan kesehatan merupakan komoditi dagang
2. Hanya masyarakat mampu yang dapat menikmatinya 3. Masyarakat miskin tidak akan mendapat pelayanan
Mekanisme pendanaan pemerintah dapat dilihat dalam gambar berikut: Fungsi berikutnya adalah Fungsi Sumber Daya Manusia:
1. Pendidikan tenaga kesehatan: Fakultas Kedokteran, FKM, Fakultas 2. Keperawatan dan lain-lain
3. Pendayagunaan dan pengembangan tenaga kesehatan: Proses rekrutmen, pengembangan, penyebaran tenaga kesehatan, dll
2.2.4 Karakteristik Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan berbeda dengan barang dan pelayanan ekonomi lainya. Pelayanan kesehatan atau pelayanan medis sangat heterogen, terdiri atas banyak sekali barang dan pelayanan yang bertujuan memelihara, memperbaiki, memulihkan kesehatan fissik dan jiwa seorang. Karena sifat yang sangat heterogen, pelayaanan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif. Beberapa karakteristik khusus pelayanan kesehatan sebagai berikut (Santerre dan Neun, 2000):
1. Intangibility. Tidak seperti mobil atau makanan, pelayanan kesehatan tidak bisa dinilai oleh panca indera. Konsumen (pasien) tidak bisa melihat, mendengar, membau, merasakan, mengecap pelayanan kesehatan.
2. Inseparability. Produksi dan konsumsi pelayanan kesehatan terjadi secara simultan (bersama). Makanan bisa dibuat dulu, untuk dikonsumsi kemudian. Tindakan operatif yang dilakukan dokter bedah pada saat yang sama digunakan oleh pasien.
3. Inventory. Pelayanan kesehataan tidak bisa disimpan untuk digunakan pada saat dibutuhkan oleh pasien nantinya.
4. Inkonsistensi. Komposisi dan kualitas pelayanan kesehatan yang diterima pasien dari dari seorang dokter dari waktu ke waktu, maupun pelayanan kesehatan yang digunakan antar pasien, bervariasi.
Jadi pelayanaan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif. Biasanya pelayanan kesehatan diukur berdasarkan ketersediaaan (jumlah dokter atau tempat tidur rumah sakit per 1,000 penduduk) atau penggunaan (jumlah konsultasi atau pembedahan per kapita).(Murti,2011)
2.2.4 Ciri-ciri Sektor Kesehatan
Aplikasi ilmu ekonomi pada sektor kesehatan perlu mendapat perhatian terhadap sifat dan ciri khususnya sektor kesehatan. Sifat dan ciri khusus tersebut menyebabkan asumsi-asumsi tertentu dalam ilmu ekonomi tidak berlaku atau tidak seluruhnya berlaku apabila diaplikasikan untuk sektor kesehatan. (Lubis,2011)
Ciri khusus tersebut antara lain:
1. Kejadian penyakit tidak terduga. Adalah tidak mungkin untuk memprediksi penyakit apa yang akan menimpa kita dimasa yang akan datang, oleh karena itu adalah tidak mungkin mengetahui secara pasti pelayanan kesehatan apa yang kita butuhkan dimasa yang akan datang. Ketidakpastian (uncertainty) ini berarti adalah seseorang akan menghadapi suatu risiko akan sakit dan oleh karena itu ada juga risiko untuk mengeluarkan biaya untuk mengobati penyakit tersebut. 2. Consumer Ignorance. Konsumer sangat tergantung kepada
penyedia (provider) pelayanan kesehatan. Oleh karena pada umumnya consumer tidak tahu banyak tentang jenis penyakit, jenis pemeriksaan dan jenis pengobatan yang dibutuhkannya. Dalam hal ini Providerlah yang menentukan jenis dan volume pelayanan kesehatan yang perlu dikonsumsi oleh konsumer. 3. Sehat dan pelayanan kesehatan sebagai hak. Makan, pakaian, tempat tinggal
dan hidup sehat adalah elemen kebutuhan dasar manusia yang harus senantiasa diusahakan untuk dipenuhi, terlepas dari kemampuan seseorang untuk membayarnya. Hal ini menyebabkan distribusi pelayanan kesehatan sering sekali dilakukan atas dasar kebutuhan (need) dan bukan atas dasar kemampuan membayar (demand).
4. Ekstemalitas. Terdapat efek eksternal dalam penggunaan pelayanan kesehatan. Efek eksternal adalah dampak positif atau negatif yang dialami orang lain sebagai akibat perbuatan seseorang. Misalnya imunisasi dari penyakit menular akan memberikan manfaat kepada masyarakat banyak. Oleh karena itu imunisasi tersebut dikatakan mempunyai social marginal benefit yang jauh lebih besar dari private marginal benefit bagi individu tersebut. Oleh karena itu pemerintah harus dapat menjamin bahwa program imunisasi harus benar-benar dapat terlaksana.
5. Pelayanan kesehatan yang tergolong pencegahan akan mempunyai ekstemalitas yang besar, sehingga dapat digolongkan sebagai “komodity masyarakat”, atau public goods. Oleh karena itu program ini sebaiknya mendapat subsidi atau bahkan disediakan oleh pemerintah secara gratis. Sedangkan untuk pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif akan mempunyai ekstemalitas yang rendah dan disering disebut dengan private good, hendaknya dibayar atau dibiayai sendiri oleh penggunanya atau pihak swasta.
6. Non Profit Motive. Secara ideal memperoleh keuntungan yang maksimal (profit maximization) bukanlah tujuan utama dalam pelayanan kesehatan. Pendapat yang dianut adalah “Orang tidak layak memeperoleh keuntungan dari penyakit orang lain”.
7. Padat Karya. Kecendrungan spesialis dan superspesialis menyebabkan komponen tenaga dalam pelayanan kesehatan semakin besar. Komponen tersebut bisa mencapai 40%-60% dari keseluruhan biaya.
8. Mixed Outputs. Yang dikonsumsi pasien adalah satu paket pelayanan, yaitu sejumlah pemeriksaan diagnosis, perawatan, terapi dan nasihat kesehatan. Paket tersebut bervariasi antara individu dan sangat tergantung kepada jenis penyakit. 9. Upaya kesehatan sebagai konsumsi dan investasi. Dalam jangka pendek, upaya
kesehatan terlihat sebagai sektor yang sangat konsumtif, tidak memberikan return on investment secara jelas. Oleh sebab itu sering sekali sektor kesehatan ada pada urutan bawah dalam skala prioritas pembangunan terutama kalau titik berat pembangunan adalah pembangunan ekonomi. Akan tetapi orientasi pembangunan pada akhirnya adalah pembangunan manusia, maka pembangunan sektor kesehatan sesuangguhnya adalah suatu investasi paling tidak untuk jangka panjang.
10. Restriksi berkompetisi. Terdapat pembatasan praktek berkompetisi. Hal ini menyebabkan mekanisme pasar dalam pelayanan kaesehatan tidak bisa sempurna seperti mekanisme pasar untuk komodity lain. Dalam mekanisme pasar, wujud kompetisi adalah kegiatan pemasaran (promosi, iklan dan sebagainya). Sedangkan dalam sektor kesehatan tidak pernah terdengar adanya promosi discount atau bonus atau banting harga dalam pelayanan kesehatan. Walaupun dalam prakteknya hal itu sering juga terjadi dalam pelayanan kesehatan.
11. Banyak teori dan praktek yang telah dikembangkan dibidang ini, walaupun dalam banyak hal kerangka ilmu (body of knowledge) nya masih relatif kecil dibandingkan dengan subdisiplin ekonomi yang lain. (Lubis,2009)
2.2.3 Efisiensi Sistem Kesehatan
Ada beberapa aspek sistem kesehatan yang dapat dilihat efisiensinya yakni sebagai berikut :
1. Efisiensi produktif. Sebuah puskesmas atau RS mencapai efisiensi produktif jika memproduksi kuantitats output dengan kuantitas input seminimal mungkin, atau memproduksi semaksmimal mungkin kuaantitas output dengan kuantiats input yang tersedia (Clewer dan Perkins, 1998). Pada setting Puskesmas, output tersebut msailnya “jumlah pasien yang diobati”
2. Efisiensi teknis. Sebuah puskesmas atau RS mencapai efisiensi teknis jika memproduksi kuantitats output dengan kombinasi biaya seminimal mungkin, atau memproduksi semaksmimal mungkin kuaantitas output dengan biaya yang tersedia (Clewer dan Perkins, 1998).
3. Efisiensi alokatif. Efisiensi alokatif terjadi jika, dengan distribusi pendapatan yang ada di masyarakat, tidak mungkin merealokasikan sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraan seorang (dalam arti kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsi barang) tanpa menyebabkan kesejahteraan paling tidak seorang lainnya menjadi lebih buruk. Efisiensi alokatif terjadi jika input maupun output digunakan sebaik mungkin dalam ekonomi sehingga tidak mungkin lagi diperoleh perbaikan kesjahteraan.