• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DATA DAN PENYAJIAN A. Penyajian Data

6. Efektifitas Kebijakan Pemerintah Tentang Pertanahan dalam Hukum UUPA

Peranan Pemerintah atas tanah dalam rangka pembangunan sangat penting sekali sehingga dalam hal ini Pemerintah harus dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan benar. Pemerintah dalam memecahkan berbagai masalah yang berkenaan dengan tanah, bukan saja harus mengindahkan prinsip-prinsip hukum akan tetapi juga harus memperhatikan kesejahteraan sosial, azas ketertiban dan azas kemanusiaan agar masalah pertanahan tersebut tidak berkembang menjadi keresahan yang mengganggu stabilitas masyarakat.

Dalam upaya mengatasi masalah tersebut Pemerintah perlu untuk membangun suatu kerangka kebijakan pertanahan nasional untuk dipergunakan sebagai pedoman oleh semua pihak, baik Pemerintah, masyarakat maupun sektor swasta, dalam menangani masalah-masalah pertanahan sesuai dengan bidang tugas dan kepentingannya masing-masing. Tujuan akhir dari kebijakan pertanahan nasional ini adalah terwujudnya kondisi kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 ayat (3) UUD RI, UUPA dan TAP MPR IX/2001 sebagai akibat pengelolaan pertanahan dan sumberdaya alam lainnya secara berkeadilan, transparan, partisipatif dan akuntabel

UUPA No. 5 tahun 1960 dianggap oleh sejumlah pengamat sebagai suatu produk hukum yang paling populis (lebih bernuansa pro kepada rakyat kecil atau petani) dibandingkan dengan produk-produk hukum lainnya yang dibuat di masa Orde Lama, Orde Baru maupun sampai sekarang ini125. Akan tetapi dalam kenyataannya telah terjadi

125

Irvan Surya Hartadi, S.H, “Pentingnya Penyempurnaan UU No.5Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria”, artikel diakses pada 25 Februari 2009 dari

http://unisys.uii.ac.id/index.Pentingnya Penyempurnaan UU No.5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria

ketidaksinkronan antara UUPA yang dianggap sebagai Undang-Undang payung (umbrella act) dengan Undang-Undang sektoral yang berkaitan pula dengan agraria dan pertanahan. Banyak ketentuan-ketentuan dari berberapa Undang-Undang sektoral tersebut yang tidak sesuai dengan apa yang telah digariskan di dalam UUPA.

Munculnya Undang-Undang sektoral tersebut lebih menitikberatkan pada arah kebijakan pembangunan yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat kecil dan hanya berpihak pada para pemilik modal saja (baik investor asing maupun domestik). Yang paling diperdebatkan pada pertengahan tahun 2005 ialah munculnya Peraturan Presiden No. 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang kemudian beberapa pasalnya dirubah dengan berlakunya Perpres No. 65 Tahun 2006. Dengan adanya peraturan tersebut akan lebih mempermudah masuknya investasi pemodal asing ke Indonesia. Sehingga kekuatan-kekuatan modallah yang akan bermain dalam penguasaan tanah di Indonesia, hal ini tentunya akan berimplikasi rusaknya kemakmuran rakyat terutama rakyat tani, khususnya pencabutan hak atas tanah. Dalam pengertian pengadaan tanah untuk kepentingan umumpun juga belum ada penjelasan secara detail siapa yang akan mengelola negara, swasta atau rakyat.

Ketidaksinkronan materi muatan yang terkandung di dalam Undang-Undang sektoral dengan materi muatan UUPA sebagaimana telah dijelaskan di atas, dapat menyebabkan terjadinya konflik hukum (Conflict of Law). Hal tersebut tidak hanya terjadi antara Undang-Undang sektoral dan UUPA, akan tetapi konflik hukum (Conflict of Law) juga terjadi antara Undang-Undang sektoral itu sendiri. Salah satu penyebab utama kegagalan UUPA sebagai undang-undang payung (umbrella act) ataupun sebagai pohon peraturan perundang-undangan disebabkan karena materi muatan UUPA lebih dominan mengatur masalah pertanahan, sehingga menimbulkan kesan bahwa UUPA lebih

tepat disebut sebagai Undang Pertanahan daripada Undang-Undang yang mengatur secara komprehensif dan proporsional tentang agraria. Selain hal tersebut, UUPA dirasakan belum dapat mengikuti perkembangan yang ada serta mengandung beberapa kekurangan, diantaranya adalah:

1) UUPA belum memuat aspek perlindungan HAM bagi masyarakat, khususnya petani dan pemilik tanah serta masyarakat adat;

2) UUPA tidak mampu merespon perkembangan global, khususnya perkembangan yang menuju ke arah industrialisasi yang menghendaki perubahan dalam pengaturan pertanahan.

3) UUPA belum menjelaskan secara tegas institusi mana yang harus mengkoordinir pengelolaan dan pengurusan tanah, dan lain sebagainya

Sebenarnya apa yang telah dipaparkan di atas hanya merupakan sebagian kecil masalah yang dihadapi dalam upaya penegakan UUPA, masih banyak permasalahan-permasalahan lain yang timbul di dalam bidang agraria khususnya bidang pertanahan.126 Dari beberapa uraian permasalahan di atas, maka perlu dilakukan suatu penataan kembali kebijakan-kebijakan untuk mengatasi segala permasalahan mengenai agraria maupun pertanahan dalam upaya untuk meneruskan cita-cita Reformasi Agraria (Agrarian Reform) maupun Reformasi dalam bidang pertanahan (Land Reform). Beberapa alternatif penyelesaian permasalahan tersebut diantaranya penyempurnaan aturan-aturan

126

Permasalahan yang timbul dari konflik pertanahan di tanah air dapat disebabkan karena beberapa hal sebagai berikut:

a. Peraturan Perundang-undangan yang tidak kondusif

b. Terbatasnya akses masyarakat terhadap pemilikan dan penguasaan tanah secara adil c. Belum terwujudnya kelembagaan pertanahan yang efektif dan efisien. d. Pelaksanaan pendaftaran tanah belum optimal.

e. Belum optimalnya penatagunaan tanah f. Lemahnya informasi berbasis tanah

g. Pemecahan konflik dan sengketa pertanahan belum memadai. h. Lemahnya sistem perpajakan tanah

mengenai agraria maupun pertanahan sehingga terjadi keselarasan antara UUPA dengan beberapa Undang-Undang sektoral, perbaikan kinerja departemen/instansi yang bergerak di bidang agraria khususnya di bidang pertanahan. Salah satu upaya penting guna mewujudkan hal tersebut adalah dilakukannya penyempurnaan (perubahan maupun amandemen) UUPA.

Pada dasarnya upaya untuk melakukan penyempurnaan, baik berupa perubahan maupun amandemen terhadap ketentuan-ketentuan UUPA sudah menjadi pembahasan sejak dulu. Amandemen maupun perubahan terhadap UUPA telah diamanatkan dalam TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam serta dalam Keputusan Presiden No. 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan.

Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa dalam pengelolaan pertanahan pada setiap kebijakan, program, dan proses pengelolaan pertanahan di seluruh tanah air yang dilakukan oleh Pemerintah harus dapat menginternalisasikan jiwa dan semangat 4 (empat) prinsip utama yaitu:

a) Pertanahan harus berperan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan melahirkan sumber-sumber kemakmuran baru,

b) Pertanahan mampu meningkatkan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dalam kaitannya dengan pemanfaatan, penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah,

c) Pertanahan harus berkontribusi secara nyata dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi akan datang pada sumber-sumber ekonomi masyarakat; dan

d) Pertanahan dapat menciptakan tatanan kehidupan bersama secara harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa dan konflik pertanahan di seluruh tanah