TINJAUAN PUSTAKA
4. Ekologi kopepoda Apocyclops sp.
Apocyclops sp. merupakan jenis kopepoda siklopoida yang banyak dijumpai di perairan tropis, khususnya tambak-tambak air payau di wilayah Kota Bitung (sekitar 30 km arah Manado) Sulawesi Utara (Rumengan et al. 1998). Kondisi suhu perairan tambak berkisar antara 26 -27 oC di pagi hari (pukul 02.00 WITA) dan 32 oC – 34 oC di siang hari (pukul 14.00 WITA). Sedangkan salinitas perairan berkisar antara < 20 – 42 ppt (Mogea 1995). Selanjutnya dikatakan oleh Mogea (1995), bahwa tingginya
dataran tinggi sungai estuari Permukaan laut Laut dalam
16
salinitas pada saat bulan mati disebabkan karena penguapan yang tinggi. Perbedaan kepadatan tertinggi kopepoda di lokasi perairan tersebut terjadi pada bulan November dan Desember yakni pada perbani akhir dan kepadatan terendah pada saat bulan mati. Kepadatan yang berbeda kopepoda di perairan muara Manembo-nembo Kota Bitung tersebut diduga disebabkan oleh faktor-faktor ketersediaan makanan, kondisi lingkungan perairan, dan kehadiran predator. Jenis-jenis fitoplankton yang umum ditemukan adalah dari jenis diatom dan dinoflagellata.
Mikroalga Tetraselmis sp., Chlorella sp., dan Nannochloropsis oculata
Mikroalga umumnya diproduksi masal sebagai pakan untuk zooplankton (rotifer, kopepoda, Artemia dan lain-lain) dan sebagai pakan alami pada tahap awal masa perkembangan larva ikan dan udang (Coutteau dalam Lavens & Sorgeloos 1996). Disamping penggunaannya dalam metode “green-water” untuk pemeliharaan larva dalam wadah (tangki) terkontrol, yang diyakini oleh para ahli memiliki kemampuan dalam mempertahankan kualitas air, penyumbang nutrisi bagi larva dan kontrol mikroba.
Brown (2001) melaporkan bahwa di Australia penggunaan mikroalga menjadi faktor kunci dalam produksi larva tiram (mutiara dan pasifik), udang, ‘barramundi’, dan juvenile abalone, serta species-species penting lainya. Selama bebrapa tahun terakhir, lebih dari seratus jenis mikroalga telah diuji coba sebagai pakan alami untuk larva, namun tidak lebih dari 20 jenis saja yang diketahui baik sebagai pakan dan secara luas digunakan pada pembenihan (hatchery) di seluruh dunia. Selanjutnya dikatakan oleh Brown (2001), bahwa mikroalga sebagai pakan memiliki syarat harus dapat dicerna (paling tidak berukuran 1 – 15 mikron untuk jenis ‘filter feeder), mudah diserap, cepat bertumbuh, gampang dikultur masal, dan juga stabil dalam situasi fluktuasi suhu, cahaya dan faktor-faktor lainnya pada kondisi sistem atau model kultur yang dipakai di hatchery. Pada akhirnya, mikroalga pakan tersebut harus memiliki komposisi nutrisi atau zat gizi yang baik dan tidak mengandung atau membawa toksin (racun).
Sementara menurut Coutteau dalam Lavens & Sorgeloos (1996), sampai saat ini telah lebih dari 40 jenis mikroalga yang telah dikultur secara intensif pada usaha pembenihan. Dari sekian banyak jenis mikroalga tersebut yang banyak digunakan sebagai pakan alami dalam skala usaha budidaya air laut komersil diantaranya adalah dari jenis diatom, dinoflagelata dan alga hijau (Tabel 3).
17
Tabel 3 Mikroalga yang umum dikultur secara masal sebagai pakan alami di panti-panti pembenihan ikan (Coutteau dalam Lavens & Sorgeloos 1996; De Pauw & Persoone 1988).
Klas Genus Aplikasi
• Bacillariophyceae (Diatom) • Haptophyceae • Chrysophyceae • Prasinophyceae • Cryptophyceae • Xantophyceae • Chlorophyceae • Cyanophyceae - Skletonema spp. - Thalassiosira - Phaedactylum - Chaetoceros - Cylindrotheca - Bellerochea - Actinocyclus - Nitzchia - Cyclotella - Isochrysis - Pseudoissochrysis - Dicrateria - Monochrysis - Tetraselmis sp. (Platymonas) - Pyramimonas - Micromonas - Chroomonas - Cryptomonas - Rhodomonas - Chlamydomonas - Chlorococcum - Olisthodiscus - Carteria - Dunaliella - Chlorella spp. - Nannochloropsis oculata - Spirulina - PL, BL, BP - PL, BL, BP - PL, BL, BP, ML, BS - PL, BL, BP, BS - PL - BP - BP - BS - BS - PL, BL, BP, ML, BS - BL, BP, ML - BP - BL, BP, BS, MR - PL, BL, BP, AL, BS, MR, SC - BL, BP - BP - BP - BP - BL, BP - BL, BP, FZ, MR, BS - BP - BP - BP - BP, BS, MR - BS, SC, MR - BS, SC, MR - PL, BP, BS, Keterangan :
PL, Larva udang penaid; BL, larva moluska (bivalve); ML, larva udang air tawar; BP, postlarva moluska (bivalve); AL, larva abalone; MR, rotifer (Brachionus); BS, Artemia; SC, kopepoda laut; FZ, zooplankton air tawar.
Menurut Coutteau dalam Lavens & Sorgeloos (1996), produksi mikroalga dalam skala besar (kultur masal) secara umum menggunakan beberapa metode berikut , yaitu : 1. Metode di dalam/di luar ruangan (“indoor/outdoor”);
2. Metode terbuka/tertutup (“open/closed”); 3. Metode steril (“Axenic/Non-axenic”); 4. Metode batch; kontinu; dan semi-kontinu.
18
Adapun kelebihan dan kelemahan beberapa metode kultur mikroalga pakan disajikan pada Tabel 4 berikut ini :
Tabel 4 Kelebihan dan kelemahan beberapa metode kultur mikroalga (Coutteau dalam Lavens & Sorgeloos 1996).
Metode Kultur Kelebihan Kelemahan
Indoor (dalam ruangan) Terkontrol Mahal
Outdoor (luar ruangan) Murah Kurang terkontrol
Terbuka (open) Murah Mudah terkontaminasi
Tertutup (closed) Kontaminan dapat dideteksi (terkontrol)
Mahal
Axenic Terprediksi, Sukar, mahal
Non-axenic Murah, mudah
pengoperasiannya
-
Batch Mudah, Kurang efisien, kualitas
kurang konsisten Kontinu Efisien, otomatis, laju
produksi tinggi tiap skala waktu, kualitas sel yang dihasilkan sangat konsisten
Sukar, biasanya hanya pada produksi skala kecil, peralatan yang digunakan mahal,
kompleks. Semi-kontinu Mudah, efisien pada item
tertentu
Kualitas sel yang dihasilkan tidak menentu, kurang Namun, dari semua metode kultur mikroalga yang umum dipakai adalah “Batch- Culture”. Menurut Coutteau dalam Lavens & Sorgeloos (1996), metode ini umum digunakan karena prosedur pengoperasiannya yang sederhana (simpel).
19
Gambar 9 Metode Batch Untuk Kultur Mikroalga (Lee & Tamaru 1983 dalam Lavens & Sorgeloos 1986).
1 . Tet raselmis sp.
Tetraselmis sp. merupakan mikroalga yang tergolong sebagai alga biru-hijau (Cyanophyceae) yang memiliki flagella sehingga dapat bergerak aktif (Gambar 10). Menurut Isnansetyo & Kurniastuty (1995) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut :
Filum : Chlorophyta Klas : Prasinophyceae Ordo : Pyramimonadales Genus : Tetraselmis
Species : T. chuii, T. tetrathele, T. suecica.
2 5 0 ml
2 l
l 1 0 0 l
20
Adapun morfologi dan karaketristik mikroalga Tetraselmis spp. antara lain adalah:
• Merupakan alga bersel tunggal dengan empat buah flagella yang berwarna hijau (green flagella) sehingga mampu bergerak aktif.
• Khlorofil merupakan pigmen yang dominan dikandungnya sehingga mikroalga ini berwarana hijau dengan dipenuhi plastida kloroplast.
• Tetraselmis sp. memiliki ukuran sel sebesar 9 – 14 milimikron (Marini 2002).
• Dinding sel terbentuk dari selulosa dan pektosa.
• pH optimum 6.9 – 8.0 (Marini 2002)
• Memiliki kisaran toleransi salinitas antara 15 – 36 ppt.
• Kisaran suhu untuk pertumbuhannya adalah 15o – 36o C. Sedangkan optimum suhunya adalah 20° - 24o C.
• Kondisi pencahayaan berkisar antara 1.000 – 20.000 lux (Marini 2002).
• Reproduksi secara akseksual (mitosis) dan dapat juga secara seksual (meosis).
Gambar 10 Mikroalga Tetraselmis sp. 2. Chlorella sp.
Chlorella sp. merupakan alga hijau yang terdapat di perairan tawar maupun laut. Klasifikasi Cholrella sp. menurut Bold dan Wayn (1985) dalam Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) adalah sebagai berikut :
Filum : Chlorophyta Klas : Chlorophyceae Ordo : Chlorococales Famili : Chlorellacea Genus : Chlorella Species : Chlorella spp.
21
Chlorella yang hidup di perairan laut antara lain adalah : Chlorella minutissima, C. vulgaris, C. pyrenoidosa, dan C. virginica. Beberapa sifat morfologis dan karakteristik Chlorella sp. adalah sebagai berikut :
• Bentuk sel Chlorella bulat atau oval yang merupakan mikroalga bersel tunggal (“unicellular”), namun tidak jarang dijumpai dalam keadaan bergerombol.
• Berwarna hijau karena pigmen klorofil yang dikandungnya, dinding selnya keras terdiri dari selulosa dan pektin.
• Chlorella memiliki ukuran sel sebesar 2 – 8 milimikron (Marini 2002).
• Sel Chlorella mampu bergerak, namun sangat lambat sehingga dalam pengamatan mikroskop seolah-olah tak bergerak.
• Chlorella sp. merupakan mikroalga yang bersifat kosmopolit.
• Mikroalga ini mampu tumbuh pada kisaran salinitas 0 – 35 ppt. Tetapi salinitas optimum untuk pertumbuhannya berkisar antara 10 – 20 ppt.
• Mikroalga ini masih dapat bertahan hidup hingga suhu 40o C, namun tidak dapat bertumbuh. Kisaran optimum suhu untuk pertumbuhannya berkisar antara 25o – 30o C.
• Bereproduksi secara aseksual yaitu dengan pembelahan sel (mitosis), akan tetapi dapat pula dengan pemisahan autosporanya (meosis).
Gambar 11 Mikroalga Chlorella sp.