• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Pengertian Ekonomi Syariah

Ekonomi Syariah adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh orang perorangan, kelompok orang, badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial dan tidak komersial menurut prinsip syariah.21 Istilah “Ekonomi Islam” sering menjadi masalah atau beragam sebutannya. Ada yang menyebut ekonomi ilahi>yah,

20

Ibid., 88. 21

Pasal 1, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

ekonomi syariah, atau ekonomi qurani. Sebenarnya tidak harus mewajibkan nama “Ekonomi Islam”sehingga sebutan-sebutantersebut boleh-boleh saja, karena di dalam Al-Quran pun tidak ada istilahyang khusus, hanya saja sebutan tersebut untuk lebih mengidentifikasinya dariekonomi lainnya.22

Istilah “ekonomi syariah” merupakan sebutan yang khas digunakan di Indonesia. Dalam wacana pemikiran ekonomi Islam kontemporer, konsep ekonomi Islami memang sering diidentifikasi dengan berbagai istilah yang berbeda. Semua istilah ini mengacu pada suatu konsep sistem ekonomi dan kegiatan usaha berdasarkan hukum Islam atau ekonomi berdasarkan prinsip syariah. Perbedaan penggunaan istilah ini pada dasarnya menunjukkan bahwa istilah “ekonomiIslam” bukanlah nama baku dalam terminologi Islam.23

b. Sumber Hukum Ekonomi Syariah

Para ulama bersepakat bahwa sumber hukum dalam Islam adalah Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ dan qiyas. Al-Qur’an merupakan wahyu Allah SWT yang diturunkan melalui Rasulullah saw yang disampaikan kepada umat manusia untuk menentukan kehidupan di dunia. As-sunnah secara harfiah berarti cara, adat istiadat, kebiasaan hidup yang mengacu kepada perilaku Nabi saw yang dijadikan teladan, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, maupun pengakuan dan sifat Nabi. Ijma’ menurut istilah ahli ushul fiqih adalah kesepakatan

22Sa’adah, “Analisis Putusan Hakim Dalam Perkara Ekonomi Syariah, 21-23. 23

Hasbi Hasan, Pemikiran dan Perkembangan Hukum Ekonomi Syariah di Dunia Islam Kontemporer (Jakarta: Gramatika Publishing, 2011), 19.

para imam mujtahid diantara umat Islam pada suatu masa setelah Rasulullah wafat, terhadap hukum syara’ tentang suatu masalah.24

Di dalam syariat Islam, diajarkan berbagai persoalan yang terkait dengan bidang Muamalah, sehingga dasar hukum pelaksanaan ekonomi syariah di Indonesia terdiri dari dua kategori, yaitu dasar hukum normatif dan dasar hukum formal. Dasar hukum normatif berasal dari hukum Islam yang bersumber dari al-Qur’an, Sunah, dan ijtihad. Secara teknis ketentuan-ketentuan yang digunakan dalam praktik ekonomi syariah dirancang dan ditetapkan melalui ijtihad kolektif oleh MUI dan DSN. Sedangkan dasar hukum formal berdasarkan pada konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Secara konstitusional, dasar hukum ekonomi syariah berpijak pada Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 Pasal 29.25

Sementara itu, sumber hukum tertulis sebagai sandaran ekonomi syariah yang utama dan pertama yaitu ketentuan UU No. 10 tahun 1998 dengan segala produk peraturan pelaksanaannya berupa PP, PBI, atau KBI dan lain sebagainya. Selain itu, tentu saja segala produk peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai sumber hukum tertulis, baik secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan operasional kegiatan usaha ekonomi juga dapat menjadi sumber hukum tertulis bagi sistem operasional ekonomi syariah, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip hukum syariah

24

Lukman Hakim, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam (Surakarta: Erlangga, 2017),23. 25

Hasbi Hasan, Kompetensi Peradilan Agama dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah edisi revisi (Jakarta: Gramata Publishing, 2010), 104-105.

Islam.Dalam hal ini, fatwa DSN dapat dikategorikan sebagai sumber yang bersifat hukum dan menjadi sumber hukum tertulis. Adapun berkenaan dengan sumber hukum tidak tertulis ekonomi syariah dapat berupa suatu perjanjian berdasarkan “asas kebebasan berkontrak” dan berupa suatu kebiasaan (hukum adat) yang hidup dalam keyakinan masyarakat dan lazim ditaati dalam kegiatan perbankan yang benar-benar tidak tertulis maupun dalam bentuk hukum tercatat (dokumen-dokumen).26

2. Tinjauan Umum Akad Mud}a>rabah

a. Pengertian Mud}a>rabah

Secara bahasa mud}a>rabah diambil dari kalimat d{araba fil ard{.

Artinya, melakukan perjalanan dalam rangka berdagang. mud}a>rabah

dinamakan pula dengan qiradh, artinya potonganan karena pemilik harta memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan mendapat sebagian dari keuntungannya.27

Mud}a>rabah adalah akad kerja sama antara bank selaku pemilik dana (s}ahib al ma>l) dengan nasabah (mud}a>rib) yang mempunyai keahlian atau keterampilan untuk mengelola suatu usaha yang produktif dan halal. Hasil keuntungan dari penggunaan dana tersebut dibagi bersama berdasarkan nisbah yang telah disepakati.28

26

Ibid, 107-109. 27

Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah. Prinsip dan Implementasnya Pada Keuangan Syariah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2016), 205.

28

b. Dasar Hukum Mud}a>rabah

1) Menurut Al-quran

Dalam Al-Quran dasar hukum mud}a>rabah dijelaskan dalam surat Muzammil ayat 20, yang berbunyi :

ِِۖ َللّٱ ِميِبَس يِف َنُُهِتََٰقُي َنَُسَخاَءََ

“Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah”. (Q.S Muzammil: 20)29

2) Menurut H}adist

H}adist Nabi Muhammad SAWyang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah dar Shuhaib menyebutkan:

سيعشنااب سبنا طهخَ مجا ىنا عيبناَ ةضزاقمنا : ةك سبنا هٍيف ةثلاث

)ًجام هبا( عيبهن لا تيبهن

“Tiga macam (bentuk usaha) yang di dalamnya terdapat

barakah: muqa>radhah/mud}a>rabah, jual beli secara tangguh, mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah,

bukan untuk dijual.” (HR.Ibnu Majjah)30

3) Menurut Ijma’

Selain ayat-ayat Al-Quran dan H}adist, kebolehan

mud}a>rabah juga didasarkan pada ijma’. Diriwayatkan, bahwa sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mud}a>rib) harta anak yatim sebagai mud}a>rabah dan tidak ada seorang pun mengingkari mereka karena hal itu dipandang sebagai ijma’.

29

Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi Vol.29 (Semarang: PT. Toha Putra Semarang, 1993), 203.

30

Sunan Ibnu Majah, Terjemah Sunan Ibnu Majah Juz 2 (Semarang: CV. Asy Syifa, 1993), 63.

Sebagian ulama juga mendasarkan mud}a>rabahini dengan diqiyaskan pada transaksi musa>qah.31

c. Produk Hukum Tentang Mud}a>rabah

Dalam konteks hukum, di Indonesia telah ditemukan beberapa produk yang berkaitan dengan mud}a>rabah ini, baik dalam bentuk peraturan perundang-undangan maupun dalam bentuk fatwa yang dikeluarkan oleh DSN (Dewan Syariah Nasional) Majelis Ulama Indonesia. Undang-undang pertama yang menyebutkan istilah

mud}a>rabah adalah UU Nomor 10 Tahun 1998. Dalam Undang-Undang ini, mud}a>rabah disebutkan sebagai salah satu bentuk pembiayaan bagi hasil.32

Penggunaan mud}a>rabah dalam undang-undang lebih terperinci dikemukakan dalam UU Nomor 21 Tahun 2008. Dalam pasal 1 ayat 21 disebutkan bahwa salah satu bentuk tabungan adalah investasi dana berdasarkan akad mud}a>rabah. Selanjutnya dalam pasal 1 ayat 22 disebutkan bahwa deposito adalah investasi dana berdasarkan akad

mud}a>rabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan bank syariah dan/atau UUS. Lebih lanjut pasal 1 ayat 24 menyebutkan bahwa investasi adalah dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada bank

31

Neneng Nurhasanah, Mudharabah Dalam Teori Dan Praktik (Bandung: PT. Refika Aditama, 2015), 71.

32

Yadi Janwari, Lembaga Keuangan Syariah ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015), 62.

syariah atau UUS berdasarkan akad mud}a>rabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dalam bentuk deposito, tabungan atau bentuk lainnya yang disamakan dengan itu. Dalam pasal 1 ayat 25 poin (a) disebutkan bahwa pembiayaan adalah penyedian dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk mud}a>rabah dan musya>rakah.

Penggunaan mud}a>rabah dalam UU Nomor 21 Tahun 2008 lebih lanjut digunakan dalam pasal-pasal yang menjelaskan tentang jenis dan kegiatan usaha perbankan syariah.33

Undang-undang lain yang menyebutkan mud}a>rabah adalah UU Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Dalam pasal 1 ayat 7 disebutkan bahwa mud}a>rabah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih, yaitu suatu pihak sebagai penyedia tenaga dan keahlian, keuntungan dari kerja sama tersebut akan dibagi berdasarkan nasabah yang telah disetujui sebelumnya, sedangkan kerugian yang terjadi akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia modal, kecuali kerugian disebabkan oleh kelalaian penyedia tenaga dan ahli. Selanjutnya dalam pasal 3 disebutkan bahwa SBSN dapat berupa SBSN mud}a>rabah, yang diterbitkan berdasarkan akad

mud}a>rabah.34

33

Pasal 1 ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

34

Selain dalam undang-undang, akad mud}a>rabah pun ditetapkan dalam peraturan Bank Indonesia yakni BNI Nomor 7/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan PBI Nomor 7/46/PBI/2005 tentang akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi Bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam PBI tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud mud}a>rabah adalah penanaman dana dari pemilik dana

(s{ahib al-ma>l) kepada pengelola dana (mud}a>rib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung Dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbahyang telah disepakati sebelumnya.35

Produk hukum lain yang berbicara tentang V adalah Fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) Majelis Ulama Indonesia. Ada beberapa Fatwa DSN-MUI yang berkaitan dengan mud}a>rabah ini. Fatwa pertama yang dikeluarkan DSN-MUI adalah Fatwa Nomor 7 tentang Pembiayaan mud}a>rabah (Qi>rad{), Fatwa ini menjelaskan tentang ketentuan mud}a>rabah ketika diimplementasikan di Lembaga Keuangan Syariah, terutama di perbankan syariah sebagai produk perbankan.

35

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 Tentng Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha berdasarkan Prinsip Syariah pasal 1 ayat 5.

d. Ketentuan-Ketentuan Mud}a>rabah

1) Ketentuan Umum Mud}a>rabah

a) Pembatasan waktu Mud}a>rabah. Beberapa ulama berpandangan boleh melakukan pembatasan mud}a>rabah pada periode tertentu.36

b) Dilarang membuat kontrak yang tergantung kepada sebuah kejadian pada masa yang akan datang karena mengandung unsur ketidak pastian.

2) Jaminan Dalam Mud}a>rabah

Hal mana di akui dalam Fatwa DSN-MUI No. 07/DSN_MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mud}a>rabah (Qi>rat),

bahwa pada prinsipnya dalam pembiayaan mud}a>rabah tidak ada jaminan, namun agar mud}a>rib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mud}a>rib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mud}a>rib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.

3) Batasan Tindakan Mud}a>rib Terhadap Dana Mud}a>rabah

Ada tiga kategri tindakan bagi mud}a>rib terhadap dana

mudha>rabah, yaitu tindakan yang berhak dilakukan mud}a>rib

berdasarkan kontrak, tindakan yang berhak dilakukan mud}a>rib

berdasarkan kekuasaan perwakilan secara umum, dan tindakan

36

Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), 176.

yang tidak berhak dilakukan mud}a>rib tanpa izin ekplisit dari penyedia dana.37

4) Batas Tanggung Jawab Mud}a>rib

Mud}a>rib tidak bertanggung jawab atas berkurang atau habisnya modal yang diinvestasikan oleh s{ahib al-ma>l. Tanggung jawab mud}a>rib hanya terbatas kepada memberikan jerih payah, pikiran, dan waktunya untuk mengurus bisnis yang dibiayai dengan modal s{ahib al-ma>l. Asas ini juga merupakan syarat penting bagi keabsahan dari suatu perjanjian mud}a>rabah.38

Namun, tidak ditutup kemungkinan mud}a>rib juga memasukkan modal bila hal itu diinginkan oleh mud}a>rib sendiri, tetapi tidak dapat dituntut oleh

s{ahib al-ma>l agar mud}a>rib juga menanamkan modal.

Antara shahib al-ma>l dan mud}a>rib dapat diperjanjikan bahwa hubungan perjanjian tersebut merupakan mud}a>rabah mut{laqah

(mud}a>rabah mutlak atau investasi tidak terikat) atau merupakan

mud}a>rabah muqayyadah (mud}a>rabah terbatas/investasi tidak terikat), tergantung pilihan mereka sendiri.

Dalam mud}a>rabah mut}laqah, mudha>rib memiliki mandat yang terbuka dan berwenang untuk melakukan apa saja yang diperlukan bagi keberhasilan tujuan mud}a>rabah itu dalam rangka pelaksanaan bisnis yang bersangkutan. Namun, apabila ternyata

mud}a>rib melakukan kelalaian atau kecurangan, maka mud}a>rib

37

Ibid., 177. 38

harus bertanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya. Apabila terjadi kerugian atas usaha itu karena kelalaian dan kecurangan mud}a>rib, maka kerugian itu harus ditanggung oleh mud}a>rib sendiri. Namun apabila kerugian itu akibat resiko bisnis/usaha maka kerugian tidak menjadi beban

mud}a>ribyang bersangkutan.

Kebebasan mud}a>rib dalam hal mud}a>rabah berbentuk

Mudha>rabah mut{laqah bukannya kebebasan yang tak terbatas sama sekali. Modal yang ditanamkan oleh s{ahib al-ma>l tidak boleh digunakan untuk membiayai proyek atau investasi yang dilarang oleh syariah seperti untuk keperluan spekulasi, membiayai pabrik atau perdagangan minimum keras, peternakan babi, dan lain-lain. Sudah barang tentu tidak boleh pula untuk membiayai usaha-usha yang dilarangoleh peraturan perundang-undangan negara sekalipun mungkin tidak dilarang oleh ketentuan syariah.

5) Kewajiban, Hak dan Tanggung Jawab S{ahibul al-ma>l dalam

Mud}a>rabah

Pada hakikatnya, kewajiban utama dari s{ahib al-ma>l ialah menyerahkan modal mud}a>rabah kepada mud}a>rib. Apabila hal itu tidak dilakukan, maka perjanjian mud}a>rabah menjadi tidak sah. S{ahib al-ma>l berkewajiban untuk menyerahkan dana yang

dipercayakan kepada mud}a>rib untuk tujuan membiayai suatu proyek atau suatu kegiatan usaha.39

S{ahib al-ma>l tidak diperkenankan mengelola proyek atau kegiatan usaha yang dibiayai olehnya. Pengelolaan proyek atau kegiatan usaha itu sepenuhnya dilakukan oleh mud}a>rib. Paling jauh

s{ahib al-ma>l hanya boleh memberikan saran-saran tertentu kepada

mud}a>rib dalam menjalankan atau mengelola proyek atau usaha tersebut. Dengan demikian, s{ahib al-ma>l hanya berstatus sebagai

sleping partner. S{ahib al-ma>l berhak untuk melakukan pengawasan untuk memastikan bahwa mud}a>rib menaati syarat-syarat dan ketentuan perjanjian mud}a>rabah.

Tanggung jawab s{ahib al-ma>l terbatas hanya kepada jumlah modal yang ditanamkannya. Asas ini merupakan asas yang sangat penting dalam mud}a>rabah karena apabila tidak demikian, artinya tanggung jawab s{ahib al-ma>l tidak terbatas, maka tiaklah patut bagi

s{ahib al-ma>l untuk hanya menjadi sleping partner. Tanggung jawab dari bank dalam kedudukan sebagai s{ahib al-ma>l terbatas hanya sampai kepada modal yang disediakan. Sementara itu, tanggung jawab dari nasabah dalam kedudukan sebagai mud}a>rib

terbatas semata-mata kepada waktu, pikiran dan usahanya. Meskipun demikian, apabila dapat dibuktikan terdapat kecurangan atau terjadi mismanagement yang dilakukan oleh nasabah, maka

39

nasabah harus bertanggung jawab atas terjadinya kerugian keuangan perusahaan dan berkewajiban untuk mengganti kerugian tersebut kepada bank.

6) Hukum Yang Menyangkut Keuntungan

a) Bagi keabsahan mud}a>rabah, besarnya pembagian keuntungan antara rabb-ul ma>l dan mud}a>rib sudah harus ditentukan sejak di awal.40

b) Harus diperhatkan bahwa dalam membagi keuntungan tersebut, para pihak dilarang untuk menentukan jumlah yang tetapakan tetapi tidak boleh pula mereka menentukan tingkat keuntungan tertentu secara nominal terhadap modal.

c) Diperkenankan pula untuk menentukan proporsi atau nisbah yang berbeda untuk keadaan yang berbeda.

d) Di samping memperoleh bagian dari keuntungan, mud}a>rib

tidak dapat menuntut untuk memperoleh gaji tetap atau sejumlah fee atau remunerasi sebagai imbalan atas kerjanya untuk mengurus bisnis mud}a>rabah tersebut.

e) Apabila bisnis tersebut mengalami kerugian dalam transaksi-transaksi tertentu dan memperoleh keuntungan dalam transaksi-transaksi yang lain, maka keuntungan tersebut harus pertama-tama dipakai untuk mengompensasi kerugian yang terjadi, baru

40

sisanya apabila ada dibagikan kepada para pihak sesuai dengan pertimbangan yang sudah disetujui.41

f) Dalam hal mud}a>rabah diperjanjikan batas waktunya, maka tidak dibenarkan untuk membagi keuntungan sebelum dapat ditentukan besarnya kerugian dan telah dihapus bukukannyakerugian itu dan terhadap modal s{ahib al-ma>l telah diberikan penggantian penuh (dikembalikan).

g) Distribusi atau pembagian keuntungan umumnya dilakukan dengan mengembalikan terlebih dahulu modal yang ditanamkan s{ahib al-ma>l.

7) Hukum Yang Berkaitan dengan Kerugian

Para ulama sepakat apabila terjadi kerugian, maka s{ahib al-ma>l kehilangan sebagian atau seluruh modalnya, sedangkan

mud}a>rib tidak menerima remunasi (imbalan) apa pun untuk kerja dan usahanya. Dengan demikian, baik posisi s{ahib al-ma>l maupun

mud}a>rib harus menghadapi resiko. seperti yang telah dikemukakan dimuka, yang menanggung resiko financial hanyalah s{ahib al-ma>l

sendiri, sedangkan mud}a>rib sama sekali tidak menanggung resiko fiancial. Akan tetapi resiko berupa waktu, pikiran dan jerih payah yang telah dicurahkan selama mengelola proyek atau usaha tersebut, serta kehilangan kesempatan untuk memperoleh sebagian dari pembagian keuntungan yang telah diperjanjikan sebelumnya.

41

Meskipun demikian, apabila mud}a>rib melakukan kecurangan atau kelalaian dalam mengelola usaha sehingga menimbulkan kerugian, maka kerugian yang ditimbulkan tersebut menjadi tanggung jawab

mud}a>rib.42

8) Hukum Yang berkaitan dengan Pembatalan Mud}a>rabah

Sebuah kontrak mud}a>rabah dibatalkan karena tidak memenuhi salah satu syarat, dana tersisa tetap merupakan amanah bagi pengelola. Tindakannya terhadap dana yang batal itu bisa sah dan efektif jika upayanya membuahkan keuntungan. Sebagian ulama berpendapat, pengelola berhak menerima salah satu dari dua kemungkinan, upah kerja atau bagian keuntungan yang dinyatakan dalam kontrak itu. Hal itu tergantung mana yang lebih rendah. Tetapi ada ulama yang mengatakan bahwa pengelola menerima persentase yang sama dengan yang telah disepakati dalam kontrak.43

e. Aplikasi Mud}a>rabah

Mud}a>rabah biasanya diterapkan pada produk-produk pendanaan dan pembiayaan. Pada sisi pendanaa, mud}a>rabah

diterapkan pada produk giro, tabungan dan deposito. Dalam produk simpanan tersebut, penyimpan dana atau deposan bertindak sebagai

s{ahibul ma>l (pemilik modal) dan bank sebagai mud}a>rib (pengelola). Dana tersebut digunakan oleh bank untuk melakukan pembiayaan

42

Ibid., 183, 43

kepada pihak lain dengan bentuk transaksi yang diperkenankan seperti prinsip jual beli, sewa dan pembiayaan. Dalam hal bank menggunakannya untuk melakukan mud}a>rabah kedua mud}a>rabah-tsunai>yah/two-tier-mud}a>rabah), maka bank bertanggung jawab atas kerugian yang timbul/terjadi terhadap dana tersebut. Dengan kewenangan yang diberikan oleh penyimpan dana, bank dapat menerapkan prinsip mud}a>rabah dalam bentuk mud}a>rabah muqayyadah.44

Prinsip mud}a>rabah muqayyadah diterapkan dalam produk tabungan dan deposito, sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana yaitu tabungan mud}a>rabah dan deposito mud}a>rabah. Prinsip

mud}a>rabah muqayyadah dapat diterapkan dalam bentuk pembiayaan khusus on balance sheet merupakan simpanan tertentu dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya, digunakan untuk bisnis tertentu, dengan akad tertentu, atau nasabah tertentu. Sedangkan pembiayaan khusus off balance sheet merupakan penyaluran dana mud}a>rabah secara langsung kepada pelaksanan usahanya, di mana bank bertindak hanya sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat/ketentuan umum dalam produk ini.

44

Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai

nisbah{ dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan/atau pembagian keuntungan, serta risiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah dicapa kesepakatan kemudian dicantumkan dalam akad.

Pada sisi pembiayaan, mud}a>rabah diterapkan untuk pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa atau investasi khusus, yang disebut juga mud}a>rabah muqayyadah, di mana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh s{ahibul ma>l.

Dokumen terkait