• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wilayah dan Sumberdaya laut

B. Pasang Surut

4.4 Ekosistem (Habitat) 1 Terumbu Karang

Terumbu karang yang mengelilingi pulau-pulau di Kepulauan Seribu adalah terumbu karang tepian (fringing reef), mempunyai kedalaman 0,5 – 5 m yang juga merupakan habitat bagi berbagai jenis biota laut. Jenis-jenis karang yang dapat di temukan di sekitar Kepulauan Seribu adalah jenis karang keras (hard coral) seperti karang batu (masive reef), karang meja (table coral), karang kipas (gorgnian), karang daun (leaf coral), karang jamur (mushroom coral) dan jenis karang lunak (soft coral). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa di kawasan Kepulauan Seribu terdapat 267 jenis karang bercabang. Menurut Renstra Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu tahun 2005 - 2009, terumbu karang yang ada di kawasan TNLKpS mengalami kerusakan, kerusakan yang terjadi adalah coral bleaching yaitu pemutihan terumbu karang yang diakibatkan oleh sedimentasi yang tinggi dan juga fenomena fluktuasi suhu dan juga karena zat sianida yang biasanya digunakan oleh nelayan ikan hias dalam menangkap ikan. Selain itu kerusakan yang terjadi juga dikarenakan oleh aktifitas manusia terhadap coral reef seperti penambangan karang, buangan jangkar dan juga karena diinjak oleh nelayan yang menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti muroami dan juga karena wisatawan yang melakukan aktifitas seperti snorkling atau diving yang secara tidak sengaja menginjak karang- karang tersebut.

Selain fringing reef, terdapat juga gosong-gosong yaitu komunitas terumbu karang pada tepian gosong pasir yang berkembang dan secara lambat

akan menjadi pulau gosong. Pulau gosong tersebut antara lain Karang Congkak dan gosong-gosong lainnya yang berkembang berdekatan dengan pulau-pulau kecil. Fungsi dari gosong-gosong tersebut kadang seperti atol, sehingga disebut pseudo attol seperti karang di gugusan Pulau Pari. Menurut Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta (2003), paling tidak di kawasan ini hidup 113 jenis ikan hias yang diantaranya termasuk ke dalam family Chaetodonthidaer, Diodonthidae, dan Pamancaaanthidae. Kawasan Kepulauan Seribu juga dikenal sebagai salah satu kawasan yang mempunyai keragaman jenis terumbu karang dan ikan hias tertinggi di Asia Tenggara. Selan itu, ikan- ikan dengan nilai ekonomis tinggi banyak ditemukan di kawasan ini seperti ikan baronang, ekor kuning, tenggiri dan tongkol.

Jenis-jenis Echinodermata juga banyak ditemukan di daerah ini diantarana bintang laut, teripang dan bulu babi. Blooming bulu babi disekitar terumbu karang merupakan indikator terjadinya perusakan terumbu karang, seperti yang terjadi pada daerah pulau-pulau yang dijadikan permukiman. Sedangkan jenis crustacea yang ada di daerah ini dan banyak dikonsumsi antara lain kepiting, rajungan dan udang karang (spinny lobster). Jenis Molusca yang ditemukan di kawasan ini antara lain jenis Gastropoda yang terdiri dari 295 jenis dan Pelecyposa sebanyak 97 jenis termasuk yang dilindungi diantaranya Kima Raksasa dan Kima Sisik.

4.4.2 Padang Lamun

Kadang-kadang orang salah mengatakan bahwa seagrass adalah rumput laut. Seagrass yang dalam bahasa Indonesia berarti lamun adalah tumbuhan air berbunga (Angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati yang hidup terendam dalam laut. Usaha untuk rehabilitasi di kawasan ini masih jarang dilakukan karena menurut renstra BTNKpS 2005-2009 keberadaan dari padang lamun ini masih belum bisa dirasakan secara langsung oleh masyarakat seperti keberadaan coral reef. Namun, ekosistem padang lamun secara ekologi merupakan daerah asuhan (nursery ground), spawning ground dan feeding ground bagi berbagai biota. Biota yang khas adalah Dugong dan Penyu, namun di daerah Kepulauan Seribu saat ini jarang bahkan tidak ditemukan dugong yang sedang bermain di daerah tersebut. Ekosistem padang lamun bukan merupakan entity yang berdiri sendiri, akan tetapi juga berinteraksi dengan ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang.

Dari 12 Jenis lamun yang terdapat di Indonesia, di kawasan Kepulauan Seribu diketahui ada 6 jenis yang terdiri dari 4 (empat) jenis yang termasuk famili Hydrocharitaceae dan 2 jenis dari famili Potamogetoceae.

4.4.3 Mangrove

Kondisi daerah pantai di kawasan Kepulauan Seribu yang tanahnya mengandung pasir dan sedikit lumpur mengakibatkan ekosistem mangrove di kawasan ini kurang keberadaanya, karena kondisi tersebut kurang dalam

mendukung sebagai media tempat mangrove tumbuh. Pada beberapa pulau yang terdapat di Kawasan Kepulauan Seribu, terutama zona inti I dan II terdapat mangrove yang hidup di atas hamparan pasir laut. Jenis mangrove yang dapat dijumpai di daerah ini diantaranya jenis bakau (Rhozophora marina), Tancana (Sonneratia alba), Buta-buta (Exoecaria agal-locha) dan Jangkar (Bruguiera sp.)

Ekosistem mangrove, seperti ekosistem-ekosistem lainnya mempunyai kegunaan sebagai spawning ground, feeding ground, nursery ground berbagai jenis ikan, dan mempunyai fungsi ekologis dalam hal ini melindungi pulau dari abrasi, intursi air laut, dan lain sebaginya. Untuk itu, Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu melakukan kegaiatan konservasi dengan menanam pohon mangrove di sekitar pulau-pulau. Pada tahun 2006 tercatat 1,9 juta pohon mangrove sudah di tanam di kawasan TNLKpS dan rencananya pada tahun 2007 akan ditanam sebanyak 4 juta pohon.

Untuk melihat sejauh mana kondisi dari perairan Pulau Seribu

dilakukan analisis yang berkaitan dengan Driving Force, Pressure, Impact,

State and Response (DPISR) yang ada, atau kemudian lebih diringkas menjadi Pressure, State, Response (PSR) (Pinter et al, 1999). Driving force mengandung makna berbagai aktivitas manusia, proses dan pola di wilayah

pesisir dan laut yang berbatasan yang berdampak terhadap pembangunan

Kawasan Konservasi Laut (KKL) Kepulauan Seribu. Sementara Pressure

biasanya diklasifikasikan sebagai faktor utama atau forces seperti

pertumbuhan penduduk, konsumsi atau kemiskinan. Pressure pada

lingkungan pesisir dan laut yang berbatasan dengan Kawasan Konservasi

Laut dilihat dari perspektif kebijakan, biasanya dianggap sebagai starting

point untuk melemparkan issue lingkungan, dan dari sudut pandang indikator, pressure ini menjadi lebih mudah dianalisis jika diperoleh dari monitoring sosio-ekonomi, lingkungan dan database lainnya. State adalah kondisi

lingkungan yang disebabkan oleh pressure di atas, misalnya level

pencemaran, degradasi perairan pesisir dan lain-lain. State dari lingkungan

ini pada akhirnya akan berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan

manusia. Response adalah komponen framework PSR yang berhubungan

dengan berbagai tindakan yang dilakukan oleh masyarakat baik induvidual

dapat meliputi penetapan peraturan, pengeluaran biaya penelitian, pendapat

masyarakat dan preferensi konsumen, perubahan strategi manajemen dan

lain-lain. Analisis PSR dilakukan di kawasan Kepulauan Seribu meliputi

Pulau Panggang, Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa dengan teknik

wawancara. Hasil analisis diuraikan berikut ini.

Dokumen terkait