• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: KEKUATAN HUKUM EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

C. Eksekusi jaminan fidusia oleh lembaga pembiayaan (finansial) 73

Berdasarkan ketentuan ini, bangunan di atas tanah milik orang lain yang tidak dapat di bebani Hak Tanggungan berdasarkan Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dapat dijadikan objek. Sistem eksekusi jaminan fidusia diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang mentukan, bahwa apabila debitur atau pemberi fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara :

a) Pelaksanaan titel eksekutorial, yang mempunyai kekuatan sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

b) Penjualan benda yang menjadi jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri meliputi pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan.

c) Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

Ketiga eksekusi jaminan fidusia tersebut di atas masing-masing memiliki perbedaan dalam prosedur pelaksanaannya. Untuk eksekusi yang menggunakan

titel eksekutorial berdasarkan sertifikat jaminan fidusia pelaksanaan penjualan benda jaminan tunduk dan patuh pada Hukum Acara Perdata sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 224 H.I.R/258 RBG, yang prosedur pelaksanaanya memerlukan waktu yang lama.7 Berbeda dengan penjualan di bawah tangan pelaksanaanya harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain adanya kesepakatan antara pemberi fidusia (debitur) dan penerima fidusia (kreditur). Alasanya untuk memperoleh nilai penjualan yang lebih baik untuk memperoleh harga tertinggi.

Penyelesaian dalam hal apabila pihak konsumen ingkar janji adalah menyurati konsumen untuk melaksanakan kewajibannya sebanyak 3 kali, pihak perusahaan langsung menurunkan staffnya untuk melakukan negoisasi untuk menyelesaikan sengketa (permasalahan) debitur, dan melakukan pendekatan kepada debitur untuk memenuhi kontrak perjanjian, jika tidak ditanggapi pihak leasing akan mengajukan penyelesaian permasalahan kredit kepada instansi hukum yang terkaitm jika konsumen melakukan tindak pidana akan diproses ke kepolisian jika masih dilingkup perdata di Pengadilan Negeri.96

Selanjutnya untuk pelaksanaan parate eksekusi merupakan cara termudah dan sederhana bagi kreditur untuk memperoleh kembali piutangnya, manakala debitur cidera janji dibandingkan dengan eksekusi yang melalui bantuan atau campur tangan Pengadilan Negeri. Bank secara parate eksekusi dapat langsung mengajukan penyitaan harta kekayaan debitur yang dijadikan jaminan kredit dengan pelelangan oleh kantor lelang yang hasil dari penjualan lelang tersebut dapat digunakan untuk pelunasan utang debitur.

96

Wawancara dengan Saor Pakpahan jabatan sebagai SPV Collection U Finance Medan tanggal 1 Desember 2012

Sepanjang perjanjian itu bertujuan untuk membebani benda dengan Jaminan Fidusia, perjanjian tersebut tunduk pada UUJF. Pada umumnya benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia itu benda bergerak yang terdiri atas benda dalam persediaan, benda dagangan, piutang, peralatan mesin dan kendaraan bermotor. Dengan kata lain objek jaminan fidusia terbatas pada kebendaan bergerak. Guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia objek Jaminan Fidusia diberikan pengertian yang luas, yaitu :

1. Benda bergerak yang berwujud; 2. Benda bergerak yang tidak berwujud;

3. Benda bergerak, yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan.

Dalam pasal 1 angka 4 UUJF diberikan perumusan batasan yang dimaksud dengan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, sebagai berikut:

“Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupaun yang tidak bergerak yang tidak dapat disebani Hak Tanggungan atau Hipotek”

Dari bunyi perumusan benda dalam Pasal 1 angka 4 UUJF di atas, objek Jaminan Fidusia ini meliputi benda bergerak dan benda tidak bergerak tertentu yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan atau Hipotek, dengan syarat bahwa kebendaan tersebut “dapat dimiliki dan dialihkan”, sehingga dengan demikian objek Jaminan Fidusia meliputi

a. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum; b. Benda atas benda berwujud;

c. Benda atas benda tidak berwujud, termasuk piutang; d. Dapat atas benda yang terdaftar;

e. Dapat atas benda yang tidak terdaftar; f. Benda bergerak;

g. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan h. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan Hipotek

Dengan kata lain, objek Jaminan Fidusia itu berupa : 1. Benda bergerak yang berwujud;

2. Benda bergerak yang tidak berwujud; 3. Benda bergerak yang tidak terdaftar; 4. Benda bergerak yang tidak terdaftar;

5. Benda tidak bergerak tertentu, yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan;

6. Benda tidak bergerak tertentu, yang tidak dapat dibebani dengan Hipotek; 7. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman yang dikutip dari Tan Kamello, bahwa salah satu objek Jaminan Fidusia adalah tanah belum terdaftar. Hal ini terkait dengan khususnya tanah-tanah di Sumatera Utara masih banyak yang belum terdaftar dan memenuhi syarat untuk dijadikan jaminan kredit yakni dapat dipindah tangankan dan memiliki nilai ekonomis. Penggunaan jaminan yang tetap adalah lembaga jaminan fidusia, serta dapat membantu pelaku usaha ekonomi kecil dan menengah. Jadi, jaminan tanah belum terdaftar atau belum bersertifikat bukan dengan surat kuasa menjual yang tidak memiliki perlindungan hukum bagi pihak kreditor.56 Dimana kebendaan ada beberapa jenis yaitu :

1. Kebendaan Berwujud dan Tidak Berwujud

Meskipun dalam rumusan Pasal 503 KUHPerdata dikatakan secara tegas bahwa tiap-tiap kebendaan adalah berwujud dan tidak berwujud, namun jika kita simak baik-baik rumusan selanjutnya dalam KUHPerdata, tidak kita temukan secara pasti apa yang dinamakan dengan kebendaan tidak berwujud. Hanya ada 4 pasal dalam KUHPerdata yang selanjutnya menyebutkan istilah kebendaan tidak berwujud yaitu :

(1) Pasal 613 yang mengatur tentang pemindahan hak milik atas kebendaan tidak berwujud;

(2) Pasal 814 mengenai hak memungut hasil atau bunga; (3) Pasal 1158 tentang gadai atau piutang; dan

(4) Pasal 1164 tentang hipotek atas hak – hak tertentu.

Dari rumusan-rumusan dalam pasal-pasal tersebut dapat kita ketahui bahwa yang dimaksudkan dengan kebendaan tidak berwujud adalah hak-hak, termasuk di dalamnya yang di atur dalam Pasal 508 KUHPerdata (kebendaan yang tidak berwujud yang termasuk ke dalam kebendaan yang tidak bergerak) dan Pasal 511 KUHPerdata (kebendaan tidak berwujud yang termasuk ke dalam kebendaan bergerak). Dengan penafsiran a’contratrio dapat dikatakan bahwa semua kebendaan lain di luar yang disebut dan dinyatakan sebagai kebendaan tidak berwujud adalah kebendaan berwujud.

2. Kebendaan Bergerak dan Kebendaan Tidak Bergerak

Berbeda dengan pembagian kebendaan ke dalam kebendaan berwujud dan tidak berwujud, KUHPerdata memberikan perumusan dan pengaturan yang tegas atas kebendaan-kebendaan mana saja yang digolongkan ke dalam kebendaan

bergerak (Pasal 509 sampai Pasal 518 Bagian Keempat Buku II KUHPerdata) dan kebendaan yang dimaksudkan sebagai kebendaan tidak bergerak (Pasal 506 hingga Pasal 508 Bagian Ketiga Buku II KUHPerdata).

Dalam Pasal 504 KUHPerdata dinyatakan bahwa : Benda berwujud dan tak berwujud terbagi menjadi :

(1) Benda bergerak (2) Benda tak bergerak

Benda yang tak bergerak pada umunya/pada dasarnya adalah tanah. Oleh keran itu ketentuan pasal tersebut di cabut dari KUHPerdata dan dipindahkan ke dalam UUPA. Jadi dalam KUHPerdata untuk Indonesia sudah tidak ada lagi pasal – pasal yang mengatur tentang benda – benda tak bergerak, yang ada sekarang ialah pasal-pasal yang mengatur benda-benda bergerak.

Adanya benda tak bergerak disebutkan karena : (a) Memang sifatnya tak bergerak.

(b) Tujuannya; dimaksudkan untuk tidak bergerak (c) Hukum menentukannya sebagai benda tak bergerak

Dengan keluarnya UUJF dapat saja Jaminan Fidusia diberikan terhadap bangunan yang tidak bisa dijaminkan melalui Hak Tanggungan. Terhadap benda jaminan yang dibebani dengan Jaminan Fidusia dan didaftarkan oleh pegadaian kepada Kantor Pendaftaran Fidusia, berarti sudah memenuhi pasal 5 dan pasal 11 undang-undang Jaminan Fidusia terhadap benda jaminan fidusia yang demikian dimungkinkan dilakukan dengan cara parate eksekusi. Hanya saja dalam beberapa kasus pada kenyataannya pegadaian tidak melakukan pelelangan dengan berbagai alasan antara lain karena objek yang dijual nilainya tidak seberapa dan akan menghabiskan banyak biaya sehingga cara yang dipilih adalah penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. Idealnya berdasarkan ketentuan dalam pasal 11 undang-undang Jaminan Fidusia terhadap benda Jaminan Fidusia yang tidak didaftarkan seharusnya eksekusi benda Jaminan Fidusia tidak dapat dilaksanakan. Namun berdasarkan pada kenyataan dilapangan banyak

lembaga pegadaian tidak terpengaruh dengan aturan ini. Bahwa hal ini menurut penulis di sebabkan karena pihak pegadaian telah mengikat debitur dengan perjanjian utang-piutang dengan kuasa menjual. Sehingga dengan perjanjian itu telah memberi kuasa kepada pegadaian untuk menjual agunan bila nasabah tidak menepati janji membayar kewajibannya sesuai yang tertera dalam perjanjian hutang piutang.97

Di samping itu secara yuridis dengan tidak didaftarkannya benda jaminan fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia maka kedudukan kreditur hanya sebagai kreditur konkuren. Tidak mempunyai kekuatan eksekutorial, tidak berlakunya asas droit de suite (selalu mengikuti objek yang dijaminkan di tangan siapapun objek itu berada). Karena menurut undang-undang jaminan fidusia sahnya fidusia apabila sudah didaftarkannya di Kantor Pendaftaran Fidusia.

Dalam kasus eksekusi PT. U Finance manapun berupaya menghindari eksekusi melalui dasar titik eksekutorial ataupun pelelangan umum, dan dalam perjanjian kredit telah diberi klausula-klausula yaitu perjanjian untuk menjual benda jaminan dibawah tangan apabila terjadi kredit macet yang dituangkan dalam perjanjian utang-piutang dengan kuasa menjual. Pertimbangannya adalah karena PT. U Finance ingin selalu tetap menjalin kerjasama dan hubungan yang baik dengan pelanggan. Karena itu pegadaian selalu berusaha agar upaya penyelesaian jika terjadi kredit macet diselesaikan secara kekeluargaan. Kendaraan bermotor yang sudah dijadikan obyek Jaminan fidusia atau yang telah diikat secara Fidusia tidak boleh dialihkan, dijual, disewakan ataupun digadaikan pada pihak ketiga. Sebab meskipun obyek Jaminan fidusia berada pada Pemberi fidusia (debitor) akan tetapi sudah diikat secara Fidusia oleh pihak Bank (Penerima jadi pihak Pemberi fidusia secara tidak langsung menguasai Jaminan fidusia tersebut.

97

Pada dasarnya pihak Pemberi fidusia (debitor) masih dapat menjual obyek Jaminan fidusia tersebut tanpa sepengetahuan pihak PT. U Finance (Penerima Fidusia), sebab Obyek Jaminan fidusia berada dalam penguasaan debitor. Pihak Bank tidak begitu mempermasalahkan tindakan debitor yang dengan sengaja menggadaikan, mengalihkan, atau bahkan menjual pada pihak ketiga asalkan pelunasan pembayaran kredit pada pihak Bank masih tetap lancar atau tidak mengalami kemacetan, Sebab obyek tersebut diikat secara Fidusia dan sudah didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF).

Dalam Pasal 20 Undang- Undang Fidusia disebutkan bahwa Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi obyek Jaminan fidusia. Jadi walaupun benda yang dijadikan obyek Jaminan fidusia ini berpindah tangan atau dialihkan kepemilikannya kepada ketiga maka jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi obyek Jaminan fidusia tersebut. Hal ini berdasarkan prinsip yang berkaitan dengan hak mutlak kebendaan.

Apabila kendaraan bermotor yang menjadi obyek jaminan fidusia dijual pada pihak ketiga tanpa sepengetahuan dan persetujuan tertulis dari PT. U Finance dan pelanggan tidak membayar angsuran kredit serta tidak diketahui keberadaannya, maka upaya yang dilakukan PT. U Finance adalah meminta bantuan kepada pihak yang berwajib untuk melacak keberadaan pelanggan berkendaraan bermotor yang menjadi

barang jaminan dan meminta pada pihak yang berwajib untuk melakukan pemblokiran STNK dan BPKB kendaraan bermotor tersebut. Kemudian pihak

Bank menerbitkan Surat Peringatan sampai dengan 3 kali kepada pihak debitor (Pemberi Fidusia) untuk segera melakukan pelunasan utangnya. Jika tetap tidak melunasi pembayaran utangnya, pihak PT. U Finance akan melakukan lelang terhadap obyek Jaminan fidusia tersebut untuk melunasi utang debitor tersebut.

Menurut penulis apabila pemberi fidusia menjual benda yang dijadikan jaminan fidusia pada pihak ketiga tanpa sepengetahuan dan persetujuan tertulis dari penerima fidusia (kreditor) penerima fidusia tersebut dapat dituntut telah melakukan tindak pidana seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 36 Undang- Undang Fidusia bahwa Pemberi fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat 2 yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Maraknya lembaga pembiayaan (Finance) yang menyelenggarakan pembiayaan bagi konsumen (consumer finance). Lembaga Pembiayaan tersebut menyediakan barang bergerak yang diminta konsumen salah satunya berupa kendaraan bermotor . tidak sedikit perusahaan-perusahaan lembaga pembiayaan yang menawarkan segala bentuk promosinya baik dalam bentuk hadiah langsung yang bisa dibawa maupun dengan uang muka yang sangat rendah demi untuk mendapatkan konsumen. Bahkan mereka menawarkan bonus yang tinggi bagi yang bisa membawa konsumen untuk membeli kendaraan melalui lembaga pembiayaan tersebut. Dan dasar dari lembaga Pembiayaan dalam melakukan transaksi dengan konsumennya adalah dengan menggunakan perjanjian secara

tertulis yang mengikutkan adanya jaminan fidusia bagi objek benda jaminan fidusia.

Sebenarnya jika kreditur dalam hal ini Perusahaan Pembiayaan tersebut membuat Perjanjian ke dalam Akta Notariil (Akta Notaris) dan didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia maka akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia yang memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Yang Dengan sertifikat jaminan fidusia itulah kreditur/penerima fidusia secara serta merta mempunyai hak eksekusi langsung (parate executie) tanpa memerlukan putusan Pengadilan karena Kekuatan hukum sertifikat tersebut sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Setelah mengetahui dasar dan ketentuan tersebut diatas , akibat hukum dari perjanjian Fidusia yang dibuat tanpa menggunakan bentuk Akta Notariil dan tidak didaftarkan, maka Perjanjian dengan jaminan Fidusia tersebut hanyalah berupa Akta dibawah tangan yang tidak mempunyai kekuatan eksekutorial untuk mengeksekusi langsung barang yang ada dalam penguasaan konsumen. Permasalahan yang muncul adalah ketika konsumen tidak membayar angsuran dalam beberapa waktu tertentu atau tidak melunasinya maka Pihak Perusahaan Pembiayaan tidak dapat secara serta merta mengeksekusi secara langsung. Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara perdata hingga putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Dan hal itu memerlukan waktu yang lama. Padahal Faktanya Ada dari beberapa diantara konsumen memang benar-benar melakukan pembayaran sampai dengan lunas namun ada juga konsumen yang tidak bisa melunasinya.

Pada Prakteknya dalam mengatasi permasalahan yang timbul seperti tersebut diatas, perusahaan pembiayaan biasanya menggunakan jasa Debt Collector (DC)/Tukang Tagih untuk mengambil baik secara paksa maupun secara baik-baik kendaraan dari tangan konsumen yang tidak melunasi kewajibannya membayar hutang/ cicilan angsuran tersebut. dan kebanyakan di lapangan para Debt Collector mengawasi tiap-tiap kendaraan yang melintas pada ruas-ruas jalan tertentu dengan membawa sebuah buku yang berisi nomor Kendaraan (Plat Nomor) tertentu, ketika kendaraan yang dimaksud melintas langsung dikejar dan diberhentikan paksa, dan pengguna kendaraan itu juga biasanya dipaksa untuk menandatangani berita acara penyerahan kendaraannya kepada Debt Collector tersebut. Dan menghimbau kepada pemakai kendaraan itu untuk menyelesaikan di kantor Pembiayaan yang bersangkutan. Sebagian dari masyarakat yang kurang memahami perbuatan melawan hukum tersebut biasanya timbul rasa takut dan dengan terpaksa menyerahkan kendaraan tersebut dan menandatangani berkas yang disodorkan kepadanya. Lebih jauhnya berdasarkan peraturan yang berlaku maka, Perbuatan para Debt Collector yang mengatasnamakan perusahaan pembiayaan terkait dalam mengeksekusi benda jaminan fidusia yang tidak didaftarkan tersebut adalah merupakan tindak pidana. Baik perusahaan Pembiayaan maupun Debt Collector yang digunakan jasanya tidak berhak mengeksekusi barang tersebut secara langsung tanpa adanya putusan Pengadila yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, sebagai berikut :

1. Prosedur pendaftaran fidusia yakni mengisi data diri pemohon dari showroom yang dimaksud. Data-data kendaraan ini diisi guna sebagai salah satu pertimbangan perusahaan dalam hal menyetujui atau menolak permohonan pembiayaan. Di samping itu mengisi data-data yang diharuskan dalam formulir aplikasi, pemohon juga harus melengkapi dokumen-dokumen lain yang tercantum di dalam formulir aplikasi pembiayaan, Lalu dilanjutkan dengan survei atas nama domisili dan memastikan alamat koresponden serta data yang diberikan oleh calon debitor, penandatanganan kontrak perjanjian pembiayaan antara debitor dengan PT. U Finance dilakukan di atas kertas bermaterai.

2. Jaminan fidusia yang tidak didaftarkan adalah pelanggan tetap bertanggung

jawab untuk membayar sisa hutangnya itu apabila hasil penjualan kendaraan

tersebut tidak mencukupi, PT. U Finance dapat menarik/mengamankan

kendaraan dalam hal terjadi pada pelanggan.

3. Dengan adanya lembaga jaminan fidusia, yang memungkinkan benda jaminan tetap berada pada kekuasaan di debitor/sipemilik barang secara constitutum possessorium, memungkinkan disalahgunakan dan para kreditor lain dapat dirugikan. Walaupun hal ini hanya mungkin terjadi dalam hal pemberian

jaminan fiducia bertikat jahat dimungkinkan : Fidusia ulang; Benda yang di fidusiakan dijual pada pihak ketiga; Debitor tidak memenuhi kewajiban.

Dokumen terkait