• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Permohonan Pemohon kabur dengan alasan bahwa posita Pemohon tidak menyebutkan dengan jelas kesalahan yang dilakukan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 4, namun petitum Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk mendiskualifikasi Pasangan Calon Nomor Urut 4;

2. Mahkamah Konstitusi tidak berwenang untuk mengadili permohonan Pemohon sebab permohonan Pemohon tidak berkaitan dengan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon melainkan berkaitan dengan pelanggaran administratif dan dugaan pelanggaran kode etik yang merupakan kewenangan dari KPU, Bawaslu, dan DKPP;

[3.12] Menimbang bahwa setelah mencermati dengan saksama eksepsi Termohon I dan eksepsi Pihak Terkait II, menurut Mahkamah, pada pokoknya eksepsi kedua pihak tersebut mempersoalkan mengenai dua hal, yaitu (i) objek keberatan Pemohon tidak menguraikan kesalahan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon dan (ii) permohonan Pemohon kabur dengan alasan Pemohon dalam positanya tidak menyebutkan dengan jelas kesalahan yang dilakukan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 4, namun dalam petitumnya Pemohon memohon untuk melakukan diskualifikasi kepada Pasangan Calon Nomor Urut 4;

[3.12.1] Terhadap eksepsi pertama tentang objek, menurut Mahkamah bahwa sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008, bertanggal 2 Desember 2008 dan Putusan Nomor 190/PHPU.D-VIII/2010, bertanggal 4 November 2010, serta putusan-putusan selanjutnya, Mahkamah telah berpendirian bahwa objek sengketa Pemilukada di Mahkamah Konstitusi tidak hanya berkaitan mengenai adanya kesalahan penghitungan yang dilakukan oleh Termohon, tetapi Mahkamah juga mempunyai kewenangan untuk menilai pelanggaran yang terjadi dalam proses Pemilukada. Pelanggaran dalam proses Pemilukada yang dapat dinilai oleh Mahkamah antara lain money politic, keterlibatan oknum pejabat atau Pegawai Negeri Sipil (PNS), dugaan pidana Pemilu, yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif yang berpengaruh terhadap hasil Pemilu atau Pemilukada, pelanggaran tentang persyaratan menjadi calon yang bersifat prinsip dan bisa diukur (seperti syarat tidak pernah dijatuhi hukuman pidana dan syarat keabsahan dukungan bagi calon independen) dapat dijadikan dasar untuk membatalkan hasil Pemilu atau Pemilukada karena adanya peserta yang tidak memenuhi syarat sejak awal. Adapun objek permohonan Pemohon adalah keberatan terhadap rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013 yang ditetapkan dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 19/Kpts/KPU-Kab-002.434693/2013 tentang Penetapan Dan Pengesahan Jumlah Dan Persentase Perolehan Suara Sah Pasangan Calon Bupati Dan Wakil Bupati Tapanuli Utara Dalam Pemilihan Umum Bupati Dan Wakil Bupati Tapanuli Utara Tahun 2013, bertanggal 15 Oktober 2013 dan Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan suara Pemilihan Umum Bupati Dan Wakil Bupati Tapanuli Utara Tahun 2013 di Tingkat Kabupaten Oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten (MODEL DB – KWK.KPU), bertanggal 15 Oktober

2013, beserta lampirannya, sehingga Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan Pemohon;

[3.12.2] Terhadap eksepsi kedua tentang permohonan Pemohon kabur dengan alasan sebagaimana telah diuraikan di atas, menurut Mahkamah eksepsi a quo sangat berkaitan dengan pokok permohonan Pemohon. Dengan demikian eksepsi Pihak Terkait tersebut akan dinilai dan dipertimbangkan bersama-sama dengan pokok permohonan Pemohon;

Dalam Pokok Permohonan

[3.13] Menimbang bahwa oleh karena dalam putusan permohonan perkara Nomor 158/PHPU.D-XI/2013, tanggal 13 November 2013, pukul 20.00 WIB, Mahkamah menjatuhkan putusan sela yang amar putusannya, antara lain, memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Tapanuli Utara untuk melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual ulang terhadap seluruh pengusulan partai politik bagi semua pasangan calon sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka penilaian terhadap pokok permohonan dalam perkara a quo ditunda sampai dengan telah dilaksanakannya amar putusan Mahkamah tersebut;

4. KONKLUSI

Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan bahwa:

[4.1] Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan a quo;

[4.2] Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo;

[4.3] Permohonan diajukan masih dalam tenggang waktu yang ditentukan;

[4.4] Eksepsi Termohon I dan eksepsi Pihak Terkait II tidak beralasan menurut hukum;

[4.5] Penjatuhan terhadap pokok permohonan dalam perkara a quo ditunda sampai dengan selesainya verifikasi administrasi dan verifikasi faktual ulang sebagaimana perintah putusan Mahkamah Nomor 158/PHPU.D-XI/2013, tanggal 13 November 2013, pukul 20.00 WIB;

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226), Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah terakhir kali dengan Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076).

5. AMAR PUTUSAN Mengadili, Menyatakan:

Dalam Eksepsi:

Menolak eksepsi Termohon I dan eksepsi Pihak Terkait II;

Dalam Pokok Perkara:

Sebelum menjatuhkan putusan akhir;

Menunda penjatuhan putusan mengenai pokok permohonan sampai dengan dilaksanakannya Putusan Mahkamah Nomor 158/PHPU.D-XI/2013 bertanggal 13 November 2013, pukul 20.00 WIB;

Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu Hamdan Zoelva selaku Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Maria Farida Indrati, Muhammad Alim, Harjono, Anwar Usman, Ahmad Fadlil Sumadi, dan Patrialis Akbar, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Senin, tanggal sebelas, bulan November, tahun dua ribu tiga belas, dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Rabu, tanggal tiga belas, bulan November, tahun dua ribu tiga belas, selesai diucapkan pukul 20.32 WIB, oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu Hamdan Zoelva selaku Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Maria Farida Indrati, Muhammad

Alim, Harjono, Anwar Usman, Ahmad Fadlil Sumadi, dan Patrialis Akbar, masing-masing sebagai Anggota, didampingi oleh Sunardi sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Pemohon/Kuasanya, Termohon I/Kuasanya, Termohon II, Pihak Terkait I/Kuasanya, dan Pihak Terkait II/Kuasanya.

KETUA,

ttd.

Hamdan Zoelva

ANGGOTA-ANGGOTA,

ttd.

Arief Hidayat

ttd.

Maria Farida Indrati

ttd.

Muhammad Alim

ttd.

Harjono

ttd.

Anwar Usman

ttd.

Ahmad Fadlil Sumadi

ttd.

Patrialis Akbar