• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian Bersama yang dibentuk berdasarkan

Undang-Undang terkait ketenagakerjaan timbul karena didahului oleh

adanya perselisihan hubungan industrial antara Pengusaha/Pemberi

kerja dengan Pekerja / Serikat pekerja. Sepanjang kesepakatan

antara para pihak, Perjanjian Bersama dapat menentukan klausul

yang menyatakan bahwa masing-masing pihak tidak akan

mengajukan tuntutan, gugatan, maupun upaya hukum lain kepada

pihak lainnya. Sehingga apabila dikemudian hari salah satu pihak

menyadari adanya kerugian yang tidak diketahui saat Perjanjian

Bersama dibuat, maka secara hukum pihak yang bersangkutan

tidak berhak lagi mengajukan tuntutan, gugatan, maupun upaya

hukum karena dianggap telah setuju melepas haknya.

Perjanjian Bersama berdasarkan Undang-Undang terkait

ketenagakerjaan, dibuat oleh para pihak dalam tahapan

perundingan penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Perjanjian Bersama yang telah disepakati pada perundingan

Bipartit maupun perundingan Tripartit wajib didaftarkan oleh para

pihak yang melakukan perjanjian pada Pengadilan Hubungan

Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak

mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti

pendaftaran.

“4. Bahwa Penggugat mencabut gugatan Nomor 07/PHI.G/2010/PN JKT PST dan mengajukan gugatan baru karena Tergugat belum memenuhi semua hak-hak Penggugat

dan hanya membayar Rp. 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) sebagai upah berjalan bulan Juli 2009 sampai Januari 2010, tanpa surat perjanjian bersama Penyelesaian Perkara Perselisihan Hubungan Industrial.1

Kutipan di atas merupakan dasar gugatan oleh

Penggugat dimana hal tersebut menunjukan bahwa dari sisi

Penggugat keberadaan perjanjian bersama jelas tidak diakui,

tidak ada fakta yang menunjukan bahwa perjanjian bersama

telah dibuat maupun didaftarkan.

Begitu pula jika dilihat dari sisi Tergugat, dalam

jawaban Tergugat, Tergugat sama sekali tidak membahas atau

menyanggahi mengenai dasar gugatan Penggugat yang

menyatakan bahwa tidak adanya perjanjian bersama. Namun

yang terlihat pada jawaban Tergugat adalah diakuinya

keberadaan surat pernyataan oleh Penggugat yang pada

pokoknya menyatakan:

“ ...bahwa saya menarik semua tuntutan pembayaran gaji dan pesangon sesuai hitungan dari Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi atas PT. Lestari Jaya Raya dan dengan ini saya bersedia damai dengan ganti rugi secara damai sebesar Rp. 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) yang sudah saya terima dari pihak mediator. Dengan saya tandatangani surat ini maka semua hal yang menjadi tuntutan dalam laporan polisi sesuai tersebut di atas dan segala yang berkaitan dengan perkara di Pengadilan Hubungan Industrial atas perkara dengan PT. Lestari Jaya Raya maupun terhadap Novri Ratulangi. Saya menyatakan sudah selesai dan tidak akan menuntut kembali dikemudian hari”.2

Surat pernyataan tersebut dibuat sebagai jaminan dari

Penggugat setelah menerima uang damai sebesar Rp.

1 Putusan Nomor 052/PHI.G/2010/PN JKT PST, hal. 3

2

12.000.000,-. Dimana surat pernyataan tersebut dibuat pada

tanggal 18 Februari 2010 sebagai hasil dari proses penyelesaian

perselisihan tahap mediasi pada tanggal 8 Februari 2010.

Maka dari itu, berdasarkan uraian diatas dapat

disimpulkan bahwa keberadaan perjanjian bersama dalam

kasus ini tidak diakui oleh kedua pihak, yaitu Pihak Penggugat

dan Tergugat.

Dengan adanya Surat Pernyataan sebagai output dari

mediasi seharusnya mediasi secara prinsipal sudah menjadi

wadah terakhir dalam penyelesaian sengketa ini. mengapa

menjadi wadah terakhir? karena Surat Pernyataan itu sendiri

dapat dikatakan subtansinya sifatnya akhir (final). Hal ini

terlihat dari pokok ketentuan yang dirumuskan dalam Surat

Pernyataan sebagai berikut:

“ ...bahwa saya menarik semua tuntutan pembayaran gaji dan pesangon sesuai hitungan dari Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi atas PT. Lestari Jaya Raya dan dengan ini saya bersedia damai dengan ganti rugi secara damai sebesar Rp. 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) yang sudah saya terima dari pihak mediator. Dengan saya tandatangani surat ini maka semua hal yang menjadi tuntutan dalam laporan polisi sesuai tersebut di atas dan segala yang berkaitan dengan perkara di Pengadilan Hubungan Industrial atas perkara dengan PT. Lestari Jaya Raya maupun terhadap Novri Ratulangi. Saya menyatakan sudah selesai dan tidak akan menuntut kembali dikemudian hari”.

Dari kutipan di atas, jelas terlihat bahwa Surat

Pernyataan yang dibuat dalam kasus ini, yang menyatakan

bahwa pihak-pihak yang sudah sepakat tidak diperkenankan

gugatan ke pengadilan dikemudian hari, karena sudah jelas di

dalamnya tertera bahwa pihak-pihak sudah menyatakan bahwa

perselisihan sudah selesai maka para pihak tidak dapat menjadi

penggugat maupun tergugat , atau dalam artian tidak

diperkenankan mengajukan upaya hukum selanjutnya yaitu

mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.

Kalimat tidak dapat diajukan upaya hukum selanjutnya sudah

jelas sekali menunjukan bahwa pada sengketa ini mediasi

sudah menjadi wadah terakhir (final) dalam penyelesaian

perselisihan.

Maka dari itu, yang dapat ditekankan pada pembahasan

ini adalah bahwa bukan mediasinya yang bersifat akhir (final)

namun substansi dari mediasi itu sendiri yaitu dalam perkara

ini surat pernyataan yang membuat mediasi dalam sengketa ini

merupakan wadah terakhir dalam penyelesaian perselisihan.

Pada pembahasan sebelumnya telah diuraikan bahwa

Penggugat dan Tergugat tidak mengakui keberadaan perjanjian

bersama. Selanjutnya, adalah bagaimana Pengadilan Hubungan

Industrial melihat keberadaan perjanjian bersama dalam kasus

ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim

sebagai berikut:

 Pertimbangan Majelis Hakim pada Putusan Nomor

1. Menimbang, bahwa saksi Tergugat bernama Ronny Marentek

membenarkan telah terjadinya kesepakatan perdamaian

mengenai penyelesain perselisihan pemutusan hubungan kerja

antar Penggugat dengan Tergugat pada tanggal 8 Februari

2010, dimana Tergugat sepakat membayar uang pesangon dan

upah Penggugat sebesar Rp. 12.000.000,- sebaliknya Penggugat

sepakat mencabut gugatan perkara pemutusan hubungan kerja

terhadap Tergugat di Pengadilan Hubungan Industrial pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana tertuang dalam

bukti T-1.

2. Menimbang, bahwa selanjutnya saksi juga menerangkan bahwa

Tergugat telah membayarkan kepada Penggugat uang pesangon

dan upah selama proses pemutusan hubungan kerja sebesar Rp.

12.000.000,- pada tanggal 8 Februari 2010 dilain pihak pada

tanggal dan hari yang sama Penggugat membuat surat

pernyataan tentang kesepakatan yang terjadi, saksi mengetahui

semua hal tersebut karena saksi ikut terlibat dalam penyelesaian

perdamaian perselisihan pemutusan hubungan kerja antara

Penggugat dengan Tergugat.

3. Menimbang, bahwa sebagai tindak lanjut dari solusi

kesepakatan perdamaian tersebut maka pada tanggal 18

Februari 2010 Penggugat telah mencabut gugatannya yang

terdaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan

4. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

hukum di atas Majelis Hakim berkesimpulan sebagai berikut:

d. Unsur-unsur hubungan kerja antara Penggugat dengan

Tergugat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1

angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan tidak terbukti.

e. Telah terjadi kesepakatan perdamaian mengenai

penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja

antara Penggugat dengan Tergugat pada tanggal 8 Februari

2010.

f. Sebagai tindak lanjut dari solusi tersebut tergugat telah

membayar uang pesangon, uang penggantian hak dan upah

selama proses pemutusan hubungan kerja kepada

Penggugat sebesar Rp. 12.000.000,- pada tanggal 8

Februari 2010, sedangkan Penggugat telah mencabut

gugatan perkara pemutusan hubungan kerja terhadap

Tergugat di Pengadilan Hubungan Industrial pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 18 Februari

2010.

5. Menimbang, bahwa oleh karena telah tercapai kesepakatan

perdamaian mengenai penyelesaian perselisihan pemutusan

hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat pada tanggl

8 Februari 2010 dan Tergugat juga telah terbukti membayar

upah selama proses pemutusan hubungan kerja sebesar Rp.

12.000.000,- sementara dilain pihak Penggugat terbukti pula

telah mencabut gugatannya di Pengadilan Hubungan Industrial

pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 18 Februari

2010.

 Pertimbangan Majelis Hakim pada Putusan Nomor 861

K/Pdt.Sus/2010

"bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan,

judex facti tidak salah menerapkan hukum karena hubungan

kerja antara Pemohon Kasasi dengan Termohon Kasasi telah

putus sejak Pemohon Kasasi menerima uang kompensasi atas

surat pernyataan Pemohon Kasasi tanggal 8 Februari 2010

sebesar Rp. 12.000.000,-".

Dengan melihat pertimbangan-pertimbangan Majelis

Hakim di atas terlihat bahwa Pengadilan Hubungan Industrial

tidak mengakui keberadaan perjanjian bersama, namun

pengadilan mengakui keberadaan surat pernyataan yang dibuat

saat mediasi yang menandakan bahwa perselisihan telah

selesai.

Maka dari itu karena perselisihan sudah selesai,

Pengadilan Hubungan Industrial seharusnya tidak

tepatnya tidak diperkenankan menyelesaikan perkara seperti

yang terjadi dalam kasus ini, dikarenakan telah adanya surat

pernyataan sebagai output dari mediasi. Kemudian yang

menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana jika gugatan

tidak diterima atau tidak diperkenankan diselesaikan oleh

pengadilan? apa yang dapat dilakukan pengadilan? Yang dapat

dilakukan Pengadilan Hubungan Industrial adalah memberikan

putusan Sela yaitu putusan yang dijatuhkan sebelum dijatuhkan

putusan akhir. Dimana pada putusan sela Majelis Hakim

menyatakan bahwa tidak dapat meneruskan perkara ini dan

mengembalikan kepada Tergugat untuk mengajukan

permohonan eksekusi.

Dengan adanya surat pernyataan ini, maka perselisihan

sudah selesai secara sah pada tahap mediasi dan dengan

diajukannya gugatan oleh Yano Petra Alberto Maki kepada

Pengadilan Hubungan Industrial, maka Yano Petra Alberto

Maki dapat dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum

atas surat pernyataan yang telah dibuat.

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan

bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya. Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas

kebebasan berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh

membuat perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya

memaksa.

Seperti halnya dalam kasus ini, ketika telah dibuatnya

surat pernyataan yang menandakan bahwa selesainya suatu

perselisihan sudah seharusnya oleh kedua belah pihak yang

telah sepakat karena surat pernyataan kesepakatan yang telah

dibuat inilah yang berlaku sebagai undang-undang bagi para

pihak yang membuatnya, untuk itu sudah seharusnya para

pihak tidak melanggar isi dari surat pernyataan tersebut, jika

ada pihak yang melanggar maka pihak yang dirugikan dapat

mengajukan permohonan eksekusi ke pengadilan kepada pihak

Dokumen terkait