• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSTERNAL PEREMPUAN NELAYAN DENGAN STRATEGI NAFKAH

Keragaman jenis data yang diperoleh dilapangan membuat proses pengolahan uji statistik data kuantitatif penelitian dibagi menjadi dua cara yaitu:

pertama, uji statistik menggunakan uji hubungan chi-square untuk jenis data berskala nominal pada variabel x dan y. Variabel x yang diuji dengan chi-square

antara lain: asal etnik, jenis/status pekerjaan, latar belakang etnik keluarga, dan mata pencaharian utama rumah tangga. Sedangkan seluruh variabel y merupakan data berskala nominal.

Kedua, uji statistik menggunakan uji korelasi Rank Spearman untuk jenis data berskala ordinal, rasio dan interval. Variabel x yang diuji menggunakan uji korelasi Rank Spearman antara lain: usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, pendapatan rumah tangga, akses sumberdaya modal, keterikatan patron-client, dan dukungan sosial.

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Strategi Nafkah Perempuan Nelayan

Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan yang dimiliki antar variabel dalam penelitian. Dari hasil uji korelasi

Rank Spearman, diketahui bahwa terdapat tiga faktor yang berhubungan dengan pilihan strategi nafkah perempuan nelayan. Tabel 22 berikut ini menyajikan nilai hasil uji keeraratan faktor-faktor yang berhubungan dengan strategi nafkah perempuan nelayan. Hasil uji yang lebih lengkap disajikan di dalam bab lampiran.

Tabel 22 menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan strategi nafkah adalah pertama, faktor usia sangat berhubungan positif dengan optimalisasi sumberdaya keluarga dengan nilai signifikasi 0,06. Responden dengan umur tua lebih cenderung melakukan strategi mengoptimalisasikan sumberdaya keluarga daripada responden dengan umur muda dan dewasa. Hal ini bisa terjadi karena umumnya responden kategori tua mempunyai anggota rumah tangga lebih besar daripada responden umur muda ataupun dewasa. Dari jumlah 10 jiwa responden berumur tua, 6 di antaranya melakukan strategi nafkah optimalisasi sumberdaya keluarga. Sedangkan keseluruhan responden umur muda tidak ada yang melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga. Responden umur dewasa yang mempunyai anggota rumah tangga banyak juga melakukan strategi optimalisasi sumberdaya keluarga daripada keluarga yang mempunyai anggota rumah tangga kecil. Nugraheni (2012) menyatakan bahwa anggota keluarga yang semakin besar maka peran wanita (istri nelayan) akan semakin besar untuk menutupi kebutuhan ekonomi yang semakin besar dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga. Hal ini berimplikasi dengan jumlah anggota keluarga pada responden usia dewasa dan tua yang besar membuat responden harus melakukan strategi nafkah optimalisasi sumberdaya keluarga dengan memanfaatkan tenaga anggota keluarga (khususnya anak) untuk membantu mencari nafkah tambahan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

56

Tabel 22. Hasil Uji Korelasi Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Strategi Nafkah Perempuan Nelayan

Tingkat Korelasi

Pola Nafkah Migrasi Optimalisasi Sumberdaya Keluarga r α r α r α Usia -0,290 0,120 0,036 0,851 0,487** 0,006 Tingkat Pendidikan 0,171 0,366 -0,111 0,559 -0,463** 0,010 Pendapatan -0,223 0,237 0,359 0,052 0,249 0,185 Jumlah Anggota Rumah Tangga 0,038 0,844 -0,167 0,377 0,348 0,060 Pendapatan Rumah Tangga 0,130 0,494 0,289 0,122 0,067 0,726 Akses Sumberdaya Modal 0,149 0,432 0,179 0,345 0,174 0,358 Keterikatan Patron-Client 0,175 0,355 -0,175 0,354 0,177 0,350 Dukungan Sosial 0,280 0,134 -0,386* 0,035 -0,289 0,122 r : nilai Corelation Coeficient

α : nilai Sig.(2-tailed)

* : Korelasi signifikan pada level 0,05 ** : Korelasi signifikan pada level 0,01

Hubungan antara faktor usia dan optimalisasi sumberdaya keluarga juga dapat dilihat pada Tabel 23 berikut ini. Tabel 23 memperlihatkan bahwa seluruh responden berusia muda sama sekali tidak melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga dan responden berusia tua cenderung melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga. Responden berusia dewasa sebagian besar, yakni sebanyak 67%, tidak melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga dan 33% lainnya telah melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga. hal ini berimplikasi pada semakin semakin muda usia responden maka kesempatan melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga semakin kecil dan semakin tua usia responden maka kesempatan melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga semakin besar pula.

Kedua, faktor tingkat pendidikan responden berhubungan negatif terhadap optimalisasi sumberdaya keluarga dengan nilai signifikasi 0,10. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka semakin kecil kemungkinannya untuk melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga. Dari hasil data lapangan, tidak terdapat responden dengan kategori tingkat pendidikan

57 di atas Sekolah Menengah Atas, namun dari 30 responden terdapat 11 responden kategori tingkat pendidikan rendah dan 9 responden kategori pendidikan sedang yang tidak melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga. Responden yang melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga terdapat 10 responden dengan tingkat pendidikan kategori rendah. Hal ini dapat menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan sedang tidak melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden, maka semakin kecil untuk melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga. Zid (2011) menyatakan bahwa anak-anak pada keluarga miskin memasuki dunia kerja lebih awal jika dibandingkan dengan anak-anak pada keluarga berkecukupan. Banyaknya jumlah anak pada keluarga nelayan berbanding terbalik dengan tingkat pendidikan mereka. Dengan demikian, perempuan nelayan dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan memberikan pendidikan yang layak untuk anak-anaknya dan tidak memanfaatkan tenaga anak untuk berkontribusi kepada keluarga.

/Penjelasan mengenai persentase responden yang melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 23. Sebanyak 52% responden dengan kategori tingkat pendidikan rendah melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga dan 48% lainnya tidak. Hal berbeda terlihat pada responden dengan tingkat pendidikan sedang yang seluruhnya tidak melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga.

Ketiga, terdapat hubungan negatif antara dukungan sosial dengan migrasi dengan nilai signifikasi 0,035 dengan correlation coefficients -0,386. Responden yang melakukan migrasi terdapat 9 responden, sedangkan 21 responden tidak melakukan migrasi. Semakin tinggi tingkat dukungan sosial yang diterima responden, maka responden semakin tidak melakukan kegiatan migrasi. Dukungan sosial yang umumnya diberikan oleh kerabat dekat adalah sebagai rekan pemberi semangat, tempat curhat12, tempat meminjam uang, dan sumber informasi. Jika tingkat dukungan sosial yang diperoleh perempuan tinggi, maka perempuan akan merasa nyaman berada di lingkungannya dan akses terhadap sumber informasi akan besar pula. Hal ini mempermudah perempuan dalam mencari pekerjaan di sekitar lingkungan. Jika tingkat dukungan sosial yang diterima oleh perempuan rendah, maka perempuan akan cenderung mencari sumber pendapatan keluar daerahnya karena keterbatasan informasi yang dia terima dari orang-orang disekitarnya. Hal ini terjadi pada responden BN yang memilih menjadi TKW ke Malaysia. BN merupakan penduduk pendatang dari Lumajang yang tinggal di Sendang Biru. Suami BN berprofesi sebagai nelayan buruh/ABK. BN yang mempunyai kepribadian pemalu jarang melakukan interaksi dengan tetangga sekitarnya. BN memutuskan menjadi TKW karena merasa di lingkungan sekitar tidak ada kegiatan yang bisa dikerjakan untuk mendapatkan penghasilan. Menjadi TKW juga dianggap sebagai salah satu pekerjaan yang berpenghasilan besar. Maka dari itu, profesi sebagai TKW masih menjadi pekerjaan yang dimintai oleh masyarakat desa. Tabel 23 disajikan untuk mempermudah melihat persentase dukungan sosial yang diterima responden terhadap migrasi. Sebanyak 55% responden dengan dukungan sosial sedang tidak

12

Curhat merupakan kepanjangan dari curahan hati yang bermakna sebagai tempat mencurahkan keluh kesah yang diaami dan meminta saran/solusi terhadap masalah yang dihadapi. Hal ini sangat umum sekali dilakukan oleh perempuan.

58

melakukan migrasi dan 45% lainnya memilih melakukan kegiatan migrasi. Hal ini berbanding lurus dengan sebanyak 92% responden dengan tingkat dukungan sosial tinggi tidak melakukan migrasi dan 8% lainnya melakukan migrasi. Hal tersebut memperkuat bahwa semakin tinggi tingkat dukungan sosial yang diperoleh seseorang maka semakin kecil pula keinginan untuk melakukan migrasi. Tabulasi silang seluruh faktor internal dan eksternal responden terhadap strategi nafkah perempuan nelayan dapat dilihat pada Tabel 25 yang terdapat di bagian akhir pembahasan bab ini.

Keterikatan Strategi Nafkah Perempuan Nelayan dengan Aspek Etnik dan Mata Pencaharian

Uji pearson Chi-Square yang digunakan untuk menguji keterikatan antara dua variabel kategorik. Tabel 24 hasil uji hubungan antara strategi nafkah perempuan nelayan dengan aspek etnis dan mata pencaharian.

Dari Tabel 24 diketahui bahwa aspek-aspek yang berhubungan adalah aspek asal etnik perempuan dengan pola nafkah, asal etnik perempuan dengan migrasi, aspek jenis pekerjaan dengan pola nafkah, dan aspek latar belakang etnik keluarga dengan migrasi. Hubungan antara asal etnik dengan pola nafkah responden mempunyai nilai Pearson Chi Square 0,028. Dari data yang telah dihimpun di lapangan, responden dengan Etnik Jawa lebih cenderung melakukan pola nafkah tunggal.

Responden dengan Etnis Jawa berjumlah 25 jiwa, tiga jiwa di antaranya melakukan pola nafkah ganda, sedangkan 22 jiwa yang lainnya melakukan pola nafkah tunggal. Responden dengan Etnis Bugis juga melakukan pola nafkah tunggal (dalam penelitian ini 4 jiwa responden dengan Etnis Bugis seluruhnya bekerja sebagai bakul ikan). Sedangkan Etnis Madura yang berjumlah satu jiwa melakukan kegiatan pola nafkah ganda. Etnis Madura memang dikenal sebagai salah satu etnis yang mempunyai semangat bekerja yang tinggi dan gemar merantau ke daerah lain untuk memperoleh pekerjaan yang layak.

Aspek asal etnik responden berhubungan dengan migrasi responden dengan nilai pearson chi square 0,004. Responden dengan Etnik Jawa (seperti yang telah dijelaskan pada Sub Bab sebelumnya) terbagi menjadi dua, yaitu Jawa Pribumi dan Jawa Pendatang. Responden dengan Etnik Jawa yang melakukan migrasi terdapat 5 jiwa. Responden dengan Etnik Jawa sebagian besar tidak bermigrasi karena responden tersebut tinggal dan menetap serta melakukan kegiatan produktifnya di Desa Tambakrejo. Sedangkan Responden dengan Etnik Bugis seluruhnya melakukan kegiatan produktifnya dengan bermigrasi. Responden dengan Etnik Bugis melakukan kegiatan produktifnya sebagai bakul ikan ketika musim panen dan akan kembali ke daerah asalnya ketika musim paceklik. Responden dengan Etnik Madura tidak melakukan migrasi karena sudah menjadi penduduk Desa Tambakrejo.

Etnis Bugis dan Madura merupakan salah satu etnis asli Indonesia yang terkenal dengan kegemarannya melakukan migrasi. Etnis tersebut menyebar hampir di semua wilayah pesisir Indonesia. Fenomena nelayan andon juga mendukung adanya migrasi ini. Nelayan yang melakukan andon memboyong istri bahkan keluarganya untuk ikut bermigrasi. Responden yang melakukan migrasi dalam upayanya mencari nafkah tambahan juga bergantung suami mereka kecuali

59 responden yang menjadi TKW di Malaysia. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa yang mempunyai kecenderungan kecil untuk melakukan migrasi adalah responden dengan Etnik Jawa, sedangkan Etnik Bugis mempunyai kecenderungan besar dalam melakukan migrasi. Nordholt dan Klinken (2007) menyatakakan bahwa Bugis terkenal pada kecenderungan mereka ‘merantau’: mengadu nasib dengan bermigrasi agar bisa pulang membawa uang sehingga bisa beli tanah dan meningkatkan status keluarga.

Tabel 23. Hasil Uji Faktor Etnik dan Mata Pencaharian yang Berhubungan dengan Strategi Nafkah Perempuan Nelayan

Variabel

Pola Nafkah Migrasi Optimalisasi SDK* Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Asal Etnik  Pearson Chi-Square 7,15α1 2 ,028 10,95 2α2 2 ,004 2,820 2 ,244  Likelihood Ratio 5,214 2 ,074 11,63 2 ,003 2,998 2 ,223 Linear-by-Linear Association 1,771 1 ,183 3,276 1 ,070 2,559 1 ,110 Jenis pekerjaan  Pearson Chi-Square 7,66α3 2 ,022 4,507 2 ,105 3,386 2 ,184 Likelihood Ratio 5,405 2 ,067 5,219 2 ,074 3,703 2 ,157 Linear-by-Linear Association ,107 1 ,743 2,125 1 ,145 2,733 1 ,098 Etnik Rumah Tangga

 Pearson Chi-Square 1,385 3 ,709 4,095 3 ,251 4,320 3 ,229  Likelihood Ratio 1,395 3 ,707 5,308 3 ,151 4,724 3 ,193 Linear-by-Linear Association ,199 1 ,655 ,986 1 ,321 3,133 1 ,077 Mata Pencaharian Utama Rumah Tangga

 Pearson Chi-Square . 0 0 . 0 0 . 0 0  Likelihood Ratio 0 0 0 0 0 0 Linear-by-Linear Association 0 0 0 0 0 0

α 1 : 5 cells (83,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,13 α 2 : 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,30 α 3 : 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,13 SDK : Sumberdaya keluarga

Aspek jenis pekerjaan berhubungan dengan pola nafkah dengan nilai

Pearson Chi Square 0,022. Dari tabulasi silang pada Tabel 25 dapat diketahui bahwa terdapat 4 (empat) responden yang melakukan pola nafkah ganda.

60

Responden dengan jenis pekerjaan on farm melakukan strategi nafkah ganda. Responden tersebut melakukan pola nafkah ganda karena pekerjaan utamanya sebagai tukang ransum kapal hanya dilakukan ketika kapal akan melaut, seusai itu responden membuka warung kecil yang menjual jajanan anak-anak di pelataran rumahnya. Hal tersebut dilakukan responden untuk mengisi waktu luangnya. Responden lain yang melakukan pola nafkah ganda adalah satu responden pada sektor off farm dan dua responden pada sektor non farm. Responden yang melakukan pola nafkah ganda adalah responden yang melakukan kegiatan “nyambi”. Responden tersebut tidak menyadari jika telah melakukan pola nafkah ganda.

Responden yang jelas jelas tidak dapat melakukan pola nafkah ganda adalah responden yang berprofesi sebagai bakul ikan di TPI. Hal ini disebabkan oleh jam kerja bakul ikan di TPI yang menyita 12 jam dalam sehari. Pekerjaan yang dilakukan di area pasar ikan TPI membuat responden berkutat dengan dagangannya saja dan tidak sempat melakukan kegiatan produktif pada bidang lain. Responden yang melakukan pola nafkah ganda adalah responden yang mempunyai warung sehingga masih ada kesempatan untuk melakukan kegiatan produktif pada sektor lain. Semua sektor pekerjaan memungkinkan untuk melakukan adanya pekerjaan sampingan, namun tergantung pada jam kerja dan kepadatan kegiatan pekerjaan utama. Tabulasi silang antara aspek latar belakang etnik keluarga dan migrasi dapat dilihat pada tabel 25.

Ikhtisar

Responden mempunyai pengaruh besar terhadap kestabilan ekonomi keluarga nelayan. Faktor-faktor yang signifikan berhubungan dengan strategi nafkah adalah umur, semakin tua umur responden makan kecenderungan melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga semakin besar. Etnik responden mempunyai keterikatan dengan pola nafkah dan migrasi. Etnik Jawa lebih cenderung melakukan pola nafkah tunggal dan tidak melakukan migrasi. Jenis pekerjaan responden juga menentukan pola nafkah responden. Responden dengan jenis pekerjaan sebagai bakul ikan mempunyai kesempatan melakukan pola nafkah ganda, namun responden dengan jenis pekerjaan membuka warung di pinggir pantai mempunyai kesempatan besar untuk melakukan pola nafkah ganda. Tingkat pendidikan responden berhubungan negatif dengan optimalisasi sumberdaya keluarga. semakin tinggi pendidikan responden maka semakin kecil upaya melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga. Hal tersebut terjadi karena responden dnegan tingkat pendidikan tinggi lebih cenderung memberikan pendidikan yang layak untuk anak-anaknya. Terakhir, dukungan sosial yang diterima responden berhubungan negatif dengan upaya melakukan migrasi. Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima responden, maka semakin kecil kesempatan untuk melakukan migrasi.

61 Table 24. Persentase Faktor Internal dan Eksternal Responden Terhadap Strategi Nafkah

Variabel Kategori Pola Nafkah Migrasi Optimalisasi Sumberdaya Keluarga

Tunggal Ganda Tidak Ya Tidak Ya

Umur Muda 75% 25% 75% 25% 100% 0

Dewasa 83% 17% 67% 33% 67% 33%

Tua 100% 0 70% 30% 40% 60%

Asal etnik Jawa 88% 12% 80% 20% 72% 28%

Bugis 100% 0 0 100% 50% 50% Madura 0 100% 100% 0 0 100% Tingkat pendidikan Rendah 90% 10% 67% 33% 52% 48% Sedang 77% 23% 77% 23% 100% 0 Tinggi 0 0 0 0 0 0 Jenis/status

pekerjaan On farm Off farm 94% 0 100% 6% 100% 55% 45% 0 61% 0 100% 39%

Non farm 82% 18% 91% 9% 82% 18%

Pendapatan Rendah 80% 20% 100% 0 100% 0

Sedang 50% 50% 100% 0 50% 50%

62

Lanjutan Tabel 25. Tabulasi Silang Antara Variabel X dengan Variabel Y

Variabel Kategori Pola nafkah Migrasi Optimalisasi Sumberdaya Keluarga

Tunggal Ganda Tidak Ya Tidak Ya

Latar belakang etnik keluarga Jawa 88% 12% 68% 32% 72% 28% Bugis 100% 0 0 100% 100% 0 Madura 67% 33% 100% 0 33% 67% Lainnya 100% 0 100% 0 0 100% Jumlah Anggota Rumah Tangga Kecil 86% 14% 64% 36% 79% 21% Sedang 92% 8% 69% 31% 69% 31% Tinggi 67% 33% 100% 0 0 100% Mata pencaharian utama keluarga On farm 87% 13% 70% 30% 67% 33% Off farm 0 0 0 0 0 0 Non farm 0 0 0 0 0 0 Pendapatan rumah tangga Rendah 83% 17% 100% 0 83% 17% Sedang 100% 0 67% 33% 56% 44% Tinggi 80% 20% 60% 40% 67% 33% Akses Sumberdaya

Modal Sulit Sedang 88% 90% 12% 10% 88% 62% 12% 38% 75% 67% 25% 33%

63

Lanjutan Tabel 25. Tabulasi Silang Antara Variabel X dengan Variabel Y

Variabel Kategori Pola nafkah Migrasi Optimalisasi Sumberdaya Keluarga

Tunggal Ganda Tidak Ya Tidak Ya

Ikatan Patron-client

Lemah 0 100% 100% 0 100% 0

Sedang 96% 4% 64% 36% 68% 32%

Kuat 50% 50% 100% 0 50% 50%

Dukungan Sosial Lemah Sedang 94% 0 6% 0 56% 0 44% 0 56% 0 44% 0

65

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Strategi nafkah yang dilakukan oleh perempuan nelayan di pesisir Sendang Biru meliputi: strategi nafkah dengan pola nafkah ganda atau tunggal, strategi nafkah dengan melakukan migrasi dan strategi nafkah dengan memanfaatkan sumberdaya keluarga. Faktor-faktor yang signifikan berhubungan secara positif dengan strategi nafkah adalah umur dengan optimalisasi sumberdaya keluarga, Etnik dan latar belakang etnik keluarga mempunyai keterikatan dengan pola nafkah dan migrasi dan jenis pekerjaan responden juga menentukan pola nafkah responden. Sedangkan faktor-faktor yang berhubungan negatif adalah tingkat pendidikan dengan optimalisasi sumberdaya keluarga dan dukungan sosial yang diterima responden berhubungan negatif dengan upaya melakukan migrasi.

Perempuan nelayan Sendang Biru yang berprofesi sebagai bakul ikan di TPI melakukan pola nafkah tunggal karena sebagian besar waktu tercurahkan pada satu jenis pekerjaan, hal ini berbeda dengan perempuan nelayan yang membuka warung di pinggir pantai sekaligus menjual ikan segar hasil tangkapan suami. Perempuan Nelayan Bugis dan Madura melakukan migrasi menyesuaikan musim panen dan musim paceklik di Sendang Biru. Keluarga perempuan nelayan yang melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga adalah keluarga yang mempunyai anggota rumah tangga besar. Perempuan nelayan Sendang Biru juga melakukan strategi menabung sebagai upaya antisipasi ketika musim paceklik datang, seperti: membeli perhiasan emas, membeli kendaraan bermotor, membeli peralatan elektronik, dan menabung di bank konvensional.

Sebagian besar tingkat pendapatan perempuan nelayan mencapai di atas Rp1 500 000,-/bulan. Tingkat pendapatan tersebut berkorelasi positif dengan peningkatan pendapatan keluarga nelayan. Responden yang berprofesi sebagai bakul ikan mempunyai pemasukan rata-rata Rp3 000 000,-/bulan, pendapatan tersebut lebih besar dibanding pendapatan nelayan ABK yang rata-rata Rp2 000 000,-/bulan. Kontribusi pendapatan perempuan nelayan mencapai lebih dari 50% pendapatan rumah tangga. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kontribusi pendapatan perempuan nelayan Sendang Biru meningkatkan pendapatan keluarga nelayan.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan masukan atau saran, di antaranya sebagai berikut:

1. Nelayan dan perempuan nelayan harus lebih bisa menyadari pentingnya kegiatan-kegiatan sosial yang dapat memberi pengetahuan positif di dalam kehidupan sosial mereka.

2. Pemerintah harus memperkuat adanya kelompok nelayan dan kelompok wanita nelayan sehingga mereka memiliki akses dan kontrol yang kuat terhadap program-program pembangunan perikanan dan kelautan.

3. Perlu dilakukan penelitian yang berfokus pada pola migrasi yang terjadi di daerah Sendang Biru serta dampak sosial ekonomi yang terjadi.

66

Dokumen terkait