• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Ekstraksi dengan HCl

Ekstraksi sampel D adalah proses ekstraksi menggunakan HCl yang merupakan modifikasi metode Thalib (2009), meliputi konsentrasi HCl dan lama waktu perebusan. Proses awal ekstraksi yaitu bahan baku diekstraksi menggunakan HCl 1 N pada suhu 100 C selama 60 menit, kemudian didinginkan dan difiltrasi untuk pemisahan filtrat dan residu, selanjutnya dilakukan lagi ekstraksi terhadap residu (3 kali perebusan). Residu hasil ekstraksi (setelah 3 kali ekstraksi) selanjutnya dinetralisasikan menggunakan akuades sehingga mencapai pH netral, kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50 C selama 

12 jam (kadar air ≤ 8%) selanjutnya sampel digilling menggunakan disc mill

untuk dijadikan tepung kalsium, kemudian diayak menggunakan saringan 100 mesh. Proses sterilisasi sampel dilakukan pada suhu 121 C selama 15 menit guna mempertahankan mutu sampel.

Ekstraksi menggunakan asam pada proses pembuatan kolagen dan gelatin dari tulang ikan atau disebut sebagai proses demineralisasi. Proses deminaralisasi tulang dilakukan dengan menggunakan HCl encer dengan tujuan melarutkan kalsium dalam bentuk hidroksiapatit dari matriks tulang sehingga membentuk ossein (bagian tulang yang lunak). Proses demineralisasi tulang dilakukan untuk mengubah mineral dalam tulang khususnya kalsium yang tidak larut air berubah bentuk menjadi larut air yaitu mono-kalsium fosfat dan kalsium klorida.

Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku dan Nanokalsium Rendemen

Rendemen merupakan parameter yang paling penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan dan semakin besar rendemennya maka semakin tinggi pula nilai ekonomis dan nilai efektifitas produk tersebut. Perhitungan rendemen berdasarkan persentase perbandingan antara berat akhir sampel dengan berat awal sampel sebelum proses.

Hasil pengukuran rendemen pada penelitian ini seperti yang disajikan pada Tabel 8, terlihat rendemen sampel BB (7.39%), sedangkan sampel A, B, C dan D (6.80%; 5.91%; 3.49% dan 4.41%). Rendemen hasil ekstraksi yang tertinggi adalah sampel A, nanokalsium hasil ekstraksi menggunakan akuades dan terendah adalah sampel C, nanokalsium yang diekstraksi menggunakan NaOH dan HCl. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan air dan proses pemanasan hanya mampu menurunkan sejumlah kecil senyawa organik jika dibandingkan dengan menggunakan pelarut asam dan basa.

Tabel 8 Hasil analisis fisik sampel (% bk)

Sampel Rendemen (%) Derajat Putih (%) ukuran Partikel (nm) BB 7.39 71.43e 655.69 A 6.80 74.03d 255.00 B 5.91 88.37b 235.93 C 3.49 93.72a 145.50 D 4.41 82.80c 242.35

Ket: BB (bahan baku), A (akuades), B (NaOH), C (NaOH+HCl), D (HCl)

Derajat Putih

Derajat putih sampel seperti ditampilkan pada Tabel 8, terlihat bahwa derajat putih sampel BB (71.43%), A (74.03%), B (88.37%), C (92.17%) dan D (82.80%). Analisis sidik ragam derajat putih semua sampel menunjukkan bahwa berbeda nyata pada p<0.05 (Lampiran 13) dan hal ini menunjukkan bahwa derajat putih sampel dipengaruhi oleh perlakuan ekstraksi. Jenis pelarut dan proses ekstraksi member pengaruh yang nyata pada derajat putih bubuk nanokalsium yang dihasilkan. Perlakuan menggunakan NaOH dan pemanasan mengakibatkan perubahan warna tepung tulang ikan nila menjadi lebih putih (Techochatchawal et al. 2009).

Ekstraksi nanokalsium menggunakan NaOH dan HCl, memiliki (sampel C) derajat putih tertinggi yaitu 93.72% yang mendekati dengan derajat putih bubuk CaCO3 komersil yaitu  92%. Derajat putih nanokalsium yang dihasilkan 71.43-

92.17% dengan rerata 81.76%, hasil ini relatif lebih kecil dibandingkan derajat putih nanokalsium dari cangkang udang vannamei pada penelitian Suptijah et al. (2012) yaitu 81.73-93.39% dengan rata-rata 87.56%, dan lebih tinggi dibandingkan derajat putih tepung tulang ikan tuna pada penelitian Trilaksani et al. (2006) yaitu 59.3-74.8%. Bubuk kalsium berwarna putih biasanya lebih disukai untuk fortifikasi pada produk pangan dibandingkan dengan bubuk yang gelap warnanya, tepung tulang ikan biasanya digunakan sebagai bahan tambahan pada susu skim (Hemung 2013).

Derajat putih nanokalsium dipengaruhi oleh komponen mineral penyusunnya, komponen utama penyusun nanokalsium adalah kalsium yang memiliki warna putih, oleh sebab itu derajat putih nanokalsium juga tinggi (Estrela dan Holland 2003). Derajat putih pada produk serbuk berhubungan dengan salah satu sifat yang sangat bermanfaat dalam komersialiasi produk dan semakin tinggi nilai pengotor maka nilai derajat putihnya akan mengalami proses

31

penurunan (Togari 1979). Selama proses penyimpanan dapat terjadi perubahan warna pada bubuk kalsium, diakibatkan adanya kandungan asam amino yang mengakibatkan reaksi browning nonezimatis, namun dengan penyimpanan pada kondisi vakum dan suhu rendah dapat mencegah terjadinya reaksi tersebut.

Ukuran Partikel

Proses pengukuran partikel dilakukan pada sampel dalam bentuk larutan, sehingga sampel dilarutkan menggunakan akuades dan dipanaskan untuk membentuk larutan suspensi kemudian diukur menggunakan PSA (Particle Size Analyzer). Rata-rata ukuran partikel nanokalsium hasil ekstraksi merupakan nilai metode komulan ukuran terdispersi berdasarkan intensitasnya diketahui bahwa sampel A B, C, dan D adalah sebagai berikut 255.00 nm; 145.50 nm; 208.19 nm dan 242.35 nm, sedangkan untuk sampel BB ukuran rata-rata partikel adalah 655.69 nm (Lampiran 7-11). Ukuran partikel pada penelitian ini hampir sama dengan ukuran nano partikel methazolamide CaP (kalsium fosfat) yaitu 256.4 nm (Chen et al. 2010) dan ukuran sampel penelitian ini dapat digolongkan ke dalam nanopartikel seperti yang dijelaskan oleh Mohanraj dan Chen (2006) nanopartikel adalah partikel yang berukuran 10-1000 nm.

Ukuran partikel sampel C 145.50 nm, merupakan sampel dengan ukuran partikel terkecil dibandingkan sampel lainnya, hal ini diduga akibat kombinasi ekstraksi perlakuan yang digunakan yaitu ekstraksi dengan NaOH dan HCl sehingga menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan ukuran partikel pada perlakuan lainnya. Proses ekstraksi menggunakan NaOH, mampu menghidrolisis senyawa organik yang terdapat dalam tulang ikan, sehingga memurnikan tulang ikan dari senyawa pengotor, sementara ekstraksi dengan HCl selain untuk proses demineralisasi juga merupakan proses degreasing yang dapat menghilangkan lemak.

Ukuran partikel sampel B lebih kecil dibandingkan sampel D ini menunjukkan bahwa ekstraksi menggunakan NaOH menghasilkan ukuran partikel sampel yang lebih kecil dibandingkan dengan ukuran partikel sampel hasil ekstraksi menggunakan HCl. Ukuran partikel sampel sampel A memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan sampel lainnya, ini menunjukkan bahwa ekstraksi dengan akuades tidak dapat melunakan tulang dibandingkan pelarut asam maupun basa, sehingga pada proses penepungan atau milling tidak dapat menghasilkan bubuk kalsium dengan ukuran yang lebih kecil. Proses pelunakan tulang menggunakan air pada suhu tinggi (perebusan) mampu mengubah tekstur tulang karena adanya sejumlah senyawa organik yang larut air seperti lemak dan protein (Kim dan Mendis 2009).

Hasil analisis rendemen, derajat putih dan ukuran partikel (Tabel 8), menunjukkan bahwa metode ekstraksi yang menghasilkan kalsium dengan karakteristik terbaik adalah ekstraksi menggunakan NaOH dan dilanjutkan dengan HCl (sampel C), hal ini ditunjukkan dengan derajat putih yang tinggi dan ukuran pertikel yang kecil, sedangkan memiliki rendemen terkecil dibandingkan dengan sampel lainnya. Ekstraksi menggunakan NaOH (sampel B), merupakan sampel yang memiliki karakteristik kalsium yang baik, hal ini ditunjukkan dengan derajat putih yang tinggi (88.37%), ukuran partikel yang kecil (235.93) dan memiliki rendemen yang lebih tinggi dibandingkan sampel C (5.91%).

Analisis Proksimat 1. Kadar Air

Kadar air sampel BB (8.76%), A (6.51%), B (4.67), C (2.33) dan D (4.29%) seperti yang disajikan pada Tabel 9. Sampel A (nanokalsium ekstraksi menggunakan akuades) memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan sampel nanokalsium lainnya dan yang terendah pada sampel C (nanokalsium ekstraksi menggunakan NaOH dan HCl). Kadar air sampel BB, A, B, C dan D yang dihasilkan dengan perlakuan proses ekstraksi secara statistik berbeda nyata pada p<0.05 (Lampiran 14).

Tabel 9 Komposisi proksimat nanokalsium tulang ikan nila dibandingkan dengan kalsium tulang ikan cod dan salmon serta Tilapia Bone Powder (g/100 g, %bk)

Sampel Air Abu Protein Lemak

BB 8.76a 69.37e 26.06a 2.85a

A 6.51b 72.53d 24.12a 2.53b

B 4.67c 95.93a 0.38c 0.94d

C 2.33c 92.74b 0.61c 0.87d

D 4.29d 85.40c 7.03b 1.78c

TBP (Tilapia Bone Powder)* 2.46 75.83 14.81 5.82

Tulang ikan salmon (protease)** - 55.5 36 3.0

Tulang ikan cod (protease)** - 67.8 26.6 <0.2

Tulang ikan salmon (rebus)** - 43 35.7 17.8

Tulang ikan cod (rebus)** - 65.7 32.4 7.9

Ket: BB (bahan baku), A (akuades), B (NaOH), C (NaOH+HCl), D (HCl)

*

Hemung (2013), ** Malde et al. (2010)

Nilai kadar air pada penelitian ini hampir sama bila dibandingkan dengan hasil penelitian Murtiningrum (1997) yaitu 4.54-7.20% sedangkan lebih rendah dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Nurimala et al. (2006) yaitu 12.57% dan lebih tinggi dibandingkan kadar air tepung tulang ikan kakap pada penelitian Dongaran et al. (2007) yaitu 2.20% serta tepung tulang ikan nila (TBP, Tilapia Bone Powder) pada penelitian Hemung (2013) yaitu 2.46%. Perbedaan kadar air tersebut dipengaruhi oleh jenis tulang ikan, metode pembuatan termasuk metode pengeringan yang dilakukan.

Dokumen terkait