• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arsitektur ekologis merupakan pembangunan berwawasan lingkungan, dimana memanfaatkan potensi alam semaksimal mungkin. Kualitas arsitektur biasanya sulit diukur, garis batas antara arsitektur yang bermutu dan yang tidak bermutu. Kualitas arsitektur biasanya hanya memperhatikan bentuk bangunan dan konstruksinya, tetapi mengabaikan yang dirasakan sipengguna dan kualitas hidupnya. Apakah pengguna suatu bangunan merasa tertarik.

Ada berbagai cara yang dilakukan dari pendekatan ekologi pada perancangan arsitektur, tetapi pada umumnya mempunyai inti yang sama , antara lain : Yeang (2006), me-definisikannya sebagai: Ecological design, is bioclimatic design, design with the climate of the locality, and low energy design. Yeang, menekankan pada : integrasi kondisi ekologi setempat, iklim makro dan mikro, kondisi tapak, program bangunan, konsep design dan sistem yang tanggap pada iklim, penggunan energi yang rendah, diawali dengan upaya perancangan secara pasif dengan mempertimbangkan bentuk, konfigurasi, façade, orientasi bangunan, vegetasi, ventilasi alami, warna.

Integrasi tersebut dapat tercapai dengan mulus dan ramah, melalui 3 tingkatan; yaitu yang pertama, integrasi fisik dengan karakter fisik ekologi setempat, meliputi keadaan tanah, topografi, air tanah, vegetasi, iklim dan sebagainya. Kedua, integrasi sistim-sistim dengan proses alam, meliputi: cara penggunaan air, pengolahan dan pembuangan limbah cair, sistim pembuangan dari bangunan dan pelepasan panas dari bangunan dan sebagainya. Yang ketiga adalah, integrasi penggunaan sumber daya yang mencakup penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan.

Menurut Metallinou (2006), bahwa pendekatan ekologi pada rancangan arsitektur atau eko arsitektur bukan merupakan konsep rancangan bangunan hi-tech yang spesifik, tetapi konsep rancangan bangunan yang menekankan pada suatu kesadaran dan keberanian sikap untuk memutuskan konsep rancangan bangunan yang menghargai pentingnya keberlangsungan ekositim di alam. Pendekatan dan konsep rancangan arsitektur seperti ini diharapkan mampu melindungi alam dan ekosistim didalamnya dari kerusakan yang lebih parah, dan

juga dapat menciptakan kenyamanan bagi penghuninya secara fisik, sosial dan ekonomi.

Pendekatan ekologi pada perancangan arsitektur, Heinz Frick (1998), berpendapat bahwa, eko-arsitektur tidak menentukan apa yang seharusnya terjadi dalam arsitektur, karena tidak ada sifat khas yang mengikat sebagai standar atau ukuran baku. Namun mencakup keselarasan antara manusia dan alam. Eko-arsitektur mengandung juga dimensi waktu, alam, sosio-kultural, ruang dan teknik bangunan. Ini menunjukan bahwa eko arsitektur bersifat kompleks, padat dan vital. Eko-arsitektur mengandung bagianbagian arsitektur biologis (kemanusiaan dan kesehatan), arsitektur surya, arsitektur bionik (teknik sipil dan konstruksi bgi kesehatan), serta biologi pembangunan.

Ukuran kenyamanan penghuni secara fisik, sosial dan ekonomi, dicapai melalui : penggunaan sistim-sistim dalam bangunan yang alamiah, ditekankan pada sistim-sistim pasif, pengendalian iklim dan keselarasan dengan lingkungannya. Bentuk dan orientasi bangunan didasarkan pada selaras dengan alam sekitarnya, kebutuhan penghuni dan iklim, tidak mengarah pada bentuk bangunan atau style tertentu, tetapi mencapai keselarasan dengan alam dan kenyamanan penghuni dipecahkan secara teknis dan ilmiah.

Dari berbagai pendapat pada perancangan arsitektur dengan pendekatan ekologi, pada intinya adalah, mendekati masalah perancangan arsitektur dengan menekankan pada keselarasan bangunan dengan perilaku alam, mulai dari tahap pendirian sampai usia bangunan habis. Bangunan sebagai pelindung manusia yang ketiga harus nyaman bagi penghuni, selaras dengan perilaku alam, efisien dalam memanfatkan sumber daya alam, ramah terhadap alam. Sehingga perencanaannya perlu memprediksi kemungkinan-kemungkinan ketidak selarasan dengan alam yang akan timbul dimasa bangunan didirikan, beroperasi sampai tidak digunakan, terutama dari penggunaan energi, pembuangan limbah dari sistim-sistim yang digunakan dalam bangunan.

Pola Perencanaan Eko-Arsitektur selalu memanfaatkan alam sebagai berikut : Dinding, atap sebuah gedung sesuai dengan tugasnya, harus melidungi

sinar panas, angin dan hujan.

Intensitas energi baik yang terkandung dalam bahan bangunan yang digunakan saat pembangunan harus seminal mungkin.

Bangunan sedapat mungkin diarahkan menurut orientasi Timur-Barat dengan bagian Utara-Selatan menerima cahaya alam tanpa kesilauan

Dinding suatu bangunan harus dapat memberi perlindungan terhadap panas. Daya serap panas dan tebalnya dinding sesuai dengan kebutuhan iklim/ suhu ruang di dalamnya. Bangunan yang memperhatikan penyegaran udara secara alami bisa menghemat banyak energi.

Cara membangun yang menghemat energi dan bahan baku:

1. Perhatian pada iklim setempat Penggunaan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim Pembangunan yang menghemat energi Orientasi terhadap sinar matahari dan angin Penyesuain pada perubahan suhu siang-malam

2. Subsitusi sumber energi yang tidak dapat diperbaharui Meminimalisasi penggunaan energi untuk alat pendingin Menghemat sumber energi yang tidak dapat diperbaharui Optimalisasi penggunaan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui saha memajukan penggunaan energi alternatif Penggunaan energi surya

3. Penggunaan bahan bangunan yang dapat dibudidayakan dan yang menghemat energi Memilih bahan bahan bangunan menurut penggunaan energi Menghemat sumber bahan mentah yang tidak dapat diperbaharui Minimalisasi penggunaan sumber bahan yang tidak dapat diperbaharui Upaya memajukan penggunaan energi alternatif Penggunaan kembali sisa-sisa bangunan (limbah)Optimalisasi bahan bangunan yang dapat dibudidayakan

4. Pembentukan peredaran yang utuh di antara peneyediaan dan pembuangan bahan bangunan, energi, dan air Gas kotor, air limbah, sampah, dihindari sejauh mungkin Menghemat sumberdaya alam (Udara, air, dan tanah)Perhatian pada bahan mentah dan sampah yang tercemar erhatian pada peredaran air bersih dan limbah air

5. Penggunaan teknologi tepat guna yang manusiawi Memanfaatkan/ mengguanakan bahan bangunan bekas pakai. Menghemat hasil produk bahan bangunan.Mudah dirawat dan dipelihara Produksi yang sesuai dengan pertukangan hipotesis Gaia

Yang paling berpengaruh dasar perencanaan arsitektur masa depan adalah Hipotesis Gaia sebagai berikut : Kehidupan bukan menciptakan lingkungan menurut kebutuhannya, dan kehidupan bukan faktor penentu, melainkan sistem keseluruhan termasuk lingkungan dan kehidupan,

Hipotesis ini kemudian dibuktikan karena organisme-organisme dan lingkungan fisik kimia dalam evolusinya yang berhubungan erat sehingga bumi papat dianggap sebagai machluk hidup, sebagai organik yang mengatur suhu, iklim dan susunan kimia. Perencanaan benda apapun yang dihasilkan melalui kecerdasan manusia adalah bagian mikrokosmos. Cara kehidupan manusia sangat erat kaitannya dengan kehidupan machluk-machluk lainnya. Kerusakan bumi yang dikaibatkan oleh manusia di muka bumi ini akan menyakiti bumi sebgai Gaia dan akan menghancurkan dasar kehidupan manusia. Pencahayaan dan Warna

Pencahayaan dan pembayangan akan memengaruhi orientasi dalam ruang. Bagian ruang yang tersinari dan yang dalam keadaan gelap akan menentukan nilai psikis yang berhubungan dengan ruang, Cahaya matahari memberi kesan vital dalam ruang, terutama jika cahaya matahari masuk dari jendela yang orientasinya terhadap mata angin. Perpaduan antara cahaya, warna dan bayangan dapat menciptakan suasana yang mendukung kehidupan lewat kelenjar hormon, epiphisis dan hipothalamus yang semuanya terdapat simultan dari cahaya.

Di alam pencahayaan selalu berasal dari atas yaitu matahari. Pencahayaan mata hari di daerah tropis mengandung gejala sampingan dengan sinar panas, maka daerah tropis manusia menganggap ruang yang agak gelap sebagai kesejukan, akan tetapi untuk ruang kerja ketentuan tersebut melawan kebutuhan cahaya untuk mata manusia.

Berhubung pencahayaan buatan dengan bola lampu dan sebagainya mempegaruhi kesehatan manusia, maka dibutuhkan pencahayaan alam yang terang tanpa silau dan tanpa sinar panas. Untuk memenuhi tuntutan yang berlawanan ini maka sebaiknya sinar matahari tidak diterima langsung secara langsung melainkan dipantulkan terlebih dahulu ke dalam air kolam, lantai atau lewat langit-langit bangunan. Pencahayaan alam mengandung efek penyembuhan dan meningkatkan kretivitas manusia.

Kenyamanan dan kretivitas dapat juga dipengaruhi oleh warna. Oleh sebab itu warna adalah salah satu cara untuk memengaruhi ciri khas suatu ruang atau gedung. Badan manusia bereaksi sangat sensitif terhadap rangsangan dari masing-masing warna.Setiap warna memiliki frequensi tertentu, maka pengaruhnya atas badan manusia menjadi berbeda pula.

Warna ungu indigo memiliki frequensi tertinggi yaitu 750 Thz Warna biru memiliki frequensi tertinggi yaitu 670 Thz

Warna hijau memiliki frequensi tertinggi yaitu 600 Thz Warna kuning memiliki frequensi tertinggi yaitu 550 Thz Warna oranye memiliki frequensi tertinggi yaitu 500 Thz Warna merah memiliki frequensi tertinggi yaitu 430 Thz

Masing-masing warna memiliki ciri khusus yaitu sifat warna, sifat cahaya dan kejenuhan (intensitas sifat warna). Makin jenuh atau kurang bercahaya suatu warna akan makin bergairah, sebaliknya hawa nafsu dapat ditingkatkan dengan penambahan cahaya.

Pada praktek sehari-hari warna juga dapat dimanfaatkan untuk mengubah atau memperbaiki proporsi ruang secara visual demi peningaktan kenyamanan.

Langit-langit rumah yang terlalu tinggi dapat diturunkan dengan memberi warna hangat dan agak gelap.

Langit-langit yang agak rendah diberi warna putih atau cerah dan diikuti 20 cm dari dinding bagian paling atas diberi warna putih yang memberi kesan langit-langit seakan-akan melayang dengan suasana yang sejuk.

Warna aktif seperti merah, orange pada bidang yang luas memberi kesan memperkecil ruang.

Ruang yang agak sempit panjang dapat berkesan pendek dengan memberi warna hangat pada dinding bagian muka, sedang untuk berkesan luas diberi warna dingin seperti warna putih.

Dinding tidak seharusnya dari lantai diberi warna yang sama, jika dinding bergaris horizontal ruang berkesan terlindung, sedang vertikal berkesan lebih tinggi.

Sebagai suatu kesimpulan dapat ditentukan bahwa keseragaman yang menoton adalah racun keindahan/ kenyamanan.

III.2 INTERPRETASI TEMA

Tema yang diangkat adalah sesuai dengan kriteria dan karakter perancangan suatu kawasan, yang berusaha memanfaatkan potensi alam yang ada pada tapak, misalnya air hujan yang ditampung dan diolah sehingga dapat digunakan kembali, material yang dipakai merupakan material setempat, dan lain sebagainya. Dengan demikian diharapkan tercipta suasana unik dalam kawasan. Sasaran yang diharapkan dari kajian tema ini adalah menjadikan Kawasan Agrowisata Kopi dengan fasilitas tertentu tersebut dibangun dengan memperhatikan

lingkungan sekitar serta memberikan lingkungan kerja dan hunian yang lebih sehat bagi penggunanya. Hasil lain dengan pendekatan tema Arsitektur Ekologis juga adalah agar memberikan kenyamanan, sehingga pengunjung merasa betah dan selalu ingin kembali. Arsitektur Ekologis juga diterapkan mulai dari penentuan tapak bangunan dengan memperhatikan keadaan kontur tanpa banyak merusak kondisi eksisting tapak sampai penyelesaian arsitektur bangunan dan sistem utilitasnya yang disesuaikan dengan kondisi iklim dan tapak sehingga tercipta masa depan yang berkelanjutan. Tujuan jangka panjangnya yaitu dapat menstimulasi kesadaran masyarakat akan pentingnya penerapan pola pembangunan yang berkelanjutan.

A. Perencanaan suatu kawasan dengan perbandingan ruang terbuka hijau dan bangunan solid yang sesuai dengan rancangan tata ruang kota Kebanyakan kawasan di Indonesia belum memperhatikan perbandingan antara luas lahan hijau dengan lahan terbangun. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam hal salah satunya adalah kurang adanya kesadaran masyarakat maupun pemerintah dalam membuat lingkungan menjadi lebih baik. Padahal apabila terjadi ketidakseimbangan luas lahan hijau dan luas lahan terbangun menyumbangkan banyak sekali resiko kerusakan lingkungan.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.06/PRT/M/2007 tanggal 16 Maret 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan dijelaskan bahwa perbadingan antara lahan hijau dengan lahan terbangun adalah 40 % : 60 %. Hal tersebut tercantum dalam KDH ( Koefisien Daerah Hijau ) yaitu angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung diperuntukkan bagi pertamanan / penghijauan dan luas tanah perpetakan / daerah perencanaan yang dikuasai. Dengan adanya perbandingan yang sesuai antara luas lahan hijau dan lahan terbangun akan mengakibatkan dampak positif dalam menciptakan kondisi lingkungan yang lebih baik.

Tata vegetasi suatu kawasan perkotaan juga sangat mempengaruhi kondisi lingkungan perkotaan tersebut. Dengan adanya tata vegetasi yang baik diharapkan dapat memperbaiki iklim mikro dan mengurangi polusi udara terutama di lingkungan perkotaan. Dengan adanya tata vegetasi yang baik dapat mengurangi emisi gas karbondioksida yang akan mengurangi dampak pemanasan global. Tata vegetasi yang baik juga dapat mendukung para pejalan kaki pada kawasan tersebut sehingga lebih nyaman dalam berkeliling kawasan. Dengan adanya kondisi daerah pejalan kaki yang nyaman akan mengurangi pemakaian kendaraan pribadi sehingga dapat mengurangi polusi udara. Tata vegetasi yang baik dapat terdiri atas perencanaan taman kota, penanaman pohon maupun tanaman pada sisi jalan, dan lain sebagainya.

C. Mengembangkan tema arsitektur ekologis

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam arsitektur ekologis: • Terintegrasi dengan alam

• Memperhatikan ekosistem lokal dengan perencanaan jangka panjang

• Produk dari tindakan manusia dengan mempertimbangkan kualitas lingkungan baik fisik maupun sosial

• Memenuhi kriteria LEED ( Leadership in Energy and Environtmental Design ) • Menyelamatkan energi sekaligus memenuhi kebutuhan

Strategi dalam menerapkan konsep arsitektur ekologi pada desain bangunan yaitu sebagai berikut:

• Pemanfaatan material yang berkelanjutan • Keterkaitan dengan ekologi lokal

• Keterkaitan antara transit dengan tempat tinggal, bekerja dan rekreasi • Efisiensi penggunaan air dan listrik

• Penanganan limbah

• Mengedepankan kondisi lokal, baik secara fisik maupun sosial • Pendidikan sustainability melalui desain

• Pendekatan daur hidup terhadap keberhasilan bangunan

• Pemakaian kembali/renovasi bangunan, ketahanan bangunan melalui layout yang fleksibel

Dalam mewujudkan konsep arsitektur ekologis pada bangunan dapat dilakukan berbagai cara sebagai berikut :

• Pengaplikasian taman atap ( roof – garden )

• Menyediakan bukaan sebagai tempat masuknya cahaya dan udara pada tempat yang tepat

• Menerapkan teknologi photovoltaic , water filtration , air filtration , dan lain – lain • Menghadirkan taman pada bangunan

• Menggunakan material bangunan yang ramah lingkungan • Melakukan penanganan limbah bangunan secara efektif

• Menggunakan perabot dalam bangunan yang hemat energi dan pemakaian air • Menerapkan system utilitas pada bangunan yang hemat energi

D. Melakukan Proses 3R (Reuse, Reduce, Recycle)

Untuk mewujudkan konsep green architecture perlu dilakukan proses pendaur ulangan, pengurangan dan pemanfaatan kembali air dan limbah. Air yang di pakai pada bangunan akan di daur ulang kembali melalui proses water treatment dan di pakai kembali sehingga kita tidak perlu menggunakan air dalam jumlah yang banyak. Begitu juga dengan limbah. Air limbah hasil buangan bangunan dapat ditreatment kembali dan dipakai untuk keperluan taman. Selain itu juga bisa dilakukan system penampungan air hujan yang kemudian akan digunakan untuk keperluan bangunan sehingga penggunaan air bersih dari PAM dapat dikurangi. Proses pendaur ulangan, pengurangan dan pemanfaatan juga dapat dilakukan pada sampah padat buangan manusia. Sampah dapat dikelola dengan baik, dipisahkan antara sampah kering dan sampah basah sehingga memudahkan proses daur ulang. Proses daur ulang sampah ini dapat mengurangi sampah yang dibuang sehingga dapat dimanfaatkan menjadi barang- barang yang berguna.

III.3 KETERKAITAN TEMA DENGAN JUDUL DAN ANALISIS

Dokumen terkait