• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. DETEKSI AKTIVITAS ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI

2. Elektroforesis Agarosa

Setelah tahap digesti, hasil reaksi diamati dengan elektroforesis gel agarosa. Elektroforesis adalah suatu teknik pemisahan fraksi-fraksi suatu campuran berdasarkan pergerakan partikel koloid yang bermuatan

dibawah pengaruh medan listrik. Elektroforesis digunakan untuk menganalisis virus, asam nukleat, enzim, protein, dan molekul-molekul organik berberat molekul rendah seperti asam amino (Suhartono, 1989). Untuk pemisahan fragmen DNA utas ganda, DNA akan bermuatan negatif pada pH netral (pH 7,0-8,0), sehingga dengan adanya aliran listrik, sampel DNA dalam sumur gel akan bergerak dari kutub negatif (katoda) ke kutub positif (anoda) (Suwanto, 1993).

Elektroforesis memisahkan fragmen-fragmen DNA dengan panjang yang berbeda dan konfigurasi molekul DNA yang berbeda. Jarak pergerakan dalam gel tergantung dari ukuran makromolekul, dimana makromolekul yang berukuran lebih kecil memiliki pergerakan yang lebih jauh daripada makromolekul besar (Glick dan Pasternak, 2003). Konfigurasi molekul DNA yang berbeda seperti konfigurasi plasmid dapat dipisahkan dengan urutan kecepatan pergerakan dari yang paling tinggi adalah superkoil, linier, dan terakhir lingkar terbuka (Old dan Primrose, 1989).

Gel agarosa merupakan salah satu gel elektroforesis yang dapat digunakan dalam pengujian ukuran, keutuhan, homogenitas, dan kemurnian DNA. Agarosa merupakan suatu polimer linear yang diperoleh dari ekstrak rumput laut. Gel agarosa dibuat dengan mencampurkan agarosa dengan larutan buffer yang sesuai dan dipanaskan sampai larutan menjadi bening. Larutan yang encer tersebut kemudian dituang ke dalam cetakan dan dibiarkan sampai membeku (Sambrook et al., 1989). Agarosa membentuk gel pada kondisi dingin akibat adanya ikatan hidrogen. Ukuran pori yang terbentuk ditentukan oleh konsentrasi agarosa. Semakin tinggi konsentrasi maka ukuran pori akan semakin kecil, sehingga kemampuan untuk memisahkan fragmen-fragmen berukuran kecil lebih baik (Sambrook et al., 1989).

Gel agarosa memiliki kapasitas pemisahan yang lebih rendah dibandingkan dengan gel poliakrilamida, tetapi memiliki spektrum pemisahan yang lebih besar. Gel poliakrilamida sangat efektif dalam pemisahan fragmen DNA yang kecil (5-500 pb). Hasil yang diperoleh

amat baik, dan fragmen DNA yang berbeda sampai 1 pb dapat dipisahkan satu sama lain. Walaupun metode ini dapat dilakukan dalam waktu yang sangat singkat, gel poliakrilamida lebih sulit dalam penanganan dan penyiapannya daripada gel agarosa (Sambrook et al., 1989). Keuntungan elektroforesis gel agarosa ini adalah cepat, sederhana, memberikan hasil dengan resolusi tinggi, dan sangat peka karena dalam analisis hanya dibutuhkan sampel dengan jumlah yang sedikit. Jumlah DNA sekecil 10 ng dapat terdeteksi dengan baik sebagai suatu pita (Anonima, 2006).

Perlengkapan utama yang diperlukan pada proses elektroforesis adalah sumber arus listrik dan sistem buffer reservoir. Sistem buffer dalam elektroforesis berfungsi untuk mempertahankan pH konstan di dalam reservoir dan di dalam gel serta bertindak sebagai elektrolit penghantar arus listrik dalam medan listrik. Cara penggunaan buffer untuk gel agarosa dapat dilakukan karena lebih cepat dan sederhana. Pada cara ini gel direndam satu milimeter di bawah permukaan buffer dan DNA biasanya dicampur dengan bahan yang mempunyai densitas tinggi seperti sukrosa, ficoll, atau gliserol sebelum dimasukkan ke dalam sumur gel. Bahan pemberat ini dicampur dengan bahan pewarna bromfenol biru dan xylene cyanol di dalam larutan penghenti reaksi atau blue juice (Suwanto, 1993). Penambahan blue juice (gel loading buffer), bertujuan untuk meningkatkan densitas sampel dan memberikan warna pada sampel untuk mempermudah pengamatan jalannya elektroforesis (Sambrook et al., 1989).

Setelah elektroforesis selesai, gel direndam dalam larutan ethidium bromida dan dilakukan destaining. Destaining berfungsi untuk menghilangkan ethidium bromida yang terikat non-spesifik pada bagian gel selain DNA. Gel diamati dengan UV-transilluminator. Sinar UV yang dipakai ada dua macam, yaitu dengan gelombang pendek (280 nm) dan gelombang panjang (310-320 nm). Gel biasanya dipotret dengan filter jingga untuk menyaring UV, sehingga diperoleh dokumen hitam-putih yang jelas. Untuk keperluan analisa rutin lebih disukai kamera polaroid (instant photo) (Suwanto, 1993).

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan

Tongkol jagung hibrida CP 2 yang dibusukkan digunakan sebagai sumber mikroba yang diisolasi. Selain itu juga digunakan beberapa kultur koleksi Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia yaitu Bacillus pumilus Y1,

B. licheniformis MB2, Pseudomonas syringae, P. fluorescens, dan beberapa

strain Xanthomonas axonopodis (campestris) pv. glycines (Xag R8, Xag YR58, Xag YR63 dan Xag YR69). Untuk mendapatkan plasmid, juga digunakan isolat Escherichia coli DH5α carrier plasmid pRK415 dan E. coli DH5α carrier plasmid pBR322.

Media yang digunakan dalam screening adalah media Dung et al. (1993) yang terdiri dari ekstrak khamir, oat spelt xylan, garam-garam NaCl, K2HPO4, MgSO4.7H2O, NH4Cl, Na2HPO4 dengan pH 7,0. Media pertumbuhan yang digunakan adalah media Luria Bertani (LB) yang terdiri dari tripton, ekstrak khamir, dan garam NaCl dengan pH 7,0. Untuk media pertumbuhan E. coli pembawa plasmid dilakukan penambahan antibiotik tetrasiklin. Media penyegaran kultur X. axonopodis (campestris) pv. glycines adalah media Yeast

Dextrose Carbonate, yang terdiri dari ekstrak khamir, dekstrosa, CaCO3, dan

agar. Komposisi media dan cara pembuatannya dapat dilihat pada Lampiran 1. Buffer dalam tahap sonikasi terdiri dari Tris-HCl 10 mM pH 7,5, Na2EDTA 1 mM, dan β-merkaptoetanol 7 mM. Enzim restriksi diekstrak dengan akuabides steril, NaCl 2 M, dan polimer konsentrat. Polimer konsentrat terdiri dari polietilen glikol (PEG) 8000 28,4% (w/w), dekstran T500 7,1% (w/w). Cara pembuatan polimer konsentrat dapat dilihat pada Lampiran 2.

Ekstrak enzim restriksi diujikan aktivitasnya dengan bahan-bahan seperti buffer reaksi yang dibuat menjadi stok 10×, DNA fage lambda komersial dari

New England Biolabs (NEB), enzim restriksi komersial PstI dan HindIII dari

Gibco BRL, dan akuabides steril. Buffer reaksi yang digunakan bervariasi pada komposisi dan konsentrasi garamnya. Untuk mendapatkan konsentrasi Mg2+ yang optimum, digunakan buffer reaksi 10× yang mengandung Tris-HCl

100 mM dengan konsentrasi MgCl2 yang dibuat bervariasi, yaitu 70 mM, 100 mM, 120 mM, dan 170 mM, serta β-merkaptoetanol 70 mM. Juga dilakukan penambahan Bovine Serum Albumin (BSA) dengan konsentrasi 1 mg/ml. Untuk melihat pengaruh kekuatan ion digunakan buffer 10× yang mengandung Tris-HCl 100 mM, MgCl2 70 mM, β-merkaptoetanol 70 mM, dan garam NaCl atau KCl dengan konsentrasi 50 mM atau 100 mM.

Bahan-bahan dalam elektroforesis gel agarosa terdiri dari gel loading

buffer, gel agarosa, buffer TAE 10×, dan ethidium bromida. Komposisi gel

loading buffer dan buffer TAE dapat dilihat pada Lampiran 3.

B. Alat

Alat-alat yang digunakan adalah eppendorf, tips, pipet mikro, sentrifus mikro berpendingin, sonikator Soniprep-150, shaker, neraca analitik, pH meter, otoklaf, refrigerator, freezer -20oC, vorteks, perangkat elektroforesis, UV-transiluminator, pengering vakum, dan alat-alat gelas.

C. Metode Penelitian

1. Isolasi Bakteri dari Tongkol Jagung

Tongkol jagung busuk yang dihancurkan dimasukkan ke dalam air akuades steril. Kemudian 1,0 ml suspensi mikroba diinokulasikan ke media cair Dung et al. (1993), kemudian diinkubasi dengan shaker. Setelah 24, 36, dan 72 jam dilakukan inokulasi ke media padat dan diinkubasi pada suhu kamar dan suhu 70oC. Setelah tiga hari dipilih koloni yang terpisah dan digoreskan ke media padat yang baru. Seleksi koloni dilakukan secara bertahap dimana galur-galur yang mampu menghasilkan xylanase menghasilkan zona bening di sekeliling koloni dengan luas lebih dari 3 mm. Kemudian dipisahkan antara koloni yang membentuk zona bening dan yang tidak membentuk zona bening untuk ditumbuhkan pada media LB cair.

2. Kultivasi Sel

Media LB yang telah diinkubasi selama 48 jam dipindahkan ke dalam eppendorf dan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu 4oC

selama 10 menit. Pelet sel pada bagian bawah tabung dikumpulkan, sedangkan cairan supernatan dibuang.

3. Pemecahan Membran Sel (Setiawan, 1998)

Pelet sel yang terkumpul disuspensikan dengan buffer sonikasi yang terdiri dari Tris-HCl 10 mM pH 7,5, Na2EDTA 1 mM, dan β-merkaptoetanol 7 mM. Suspensi bakteri tersebut disonikasi secara diskontinu, yaitu sonikasi selama 30 detik sebanyak empat kali yang diselingi istirahat selama 2 menit di antara setiap ulangan dengan amplitudo 15-16 μm. Selama sonikasi, tabung yang berisi suspensi bakteri direndam dalam wadah berisi es untuk menjaga agar suhu suspensi tetap di bawah 10oC.

Suspensi bakteri yang telah disonikasi dipindahkan ke dalam beberapa tabung mikro steril dan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu 4oC selama 30 menit untuk mengendapkan sel-sel debris. Supernatan yang terbentuk mengandung enzim restriksi dan selanjutnya digunakan dalam proses ekstraksi.

4. Ekstraksi Enzim Restriksi (Setiawan, 1998)

Ke dalam tabung mikro steril diisikan 255 μl akuabides steril, 45 μl NaCl 2 M, dan 300 μl polimer konsentrat. Tabung mikro yang berisi campuran tersebut dimasukkan ke dalam wadah yang berisi es agar suhunya menjadi sekitar 4oC. Sebanyak 600 μl supernatan hasil sentrifugasi ditambahkan ke dalam campuran dan divorteks secara diskontinu, yaitu divorteks selama 1-2 detik sebanyak 10 kali. Di antara setiap ulangan, tabung dimasukkan ke dalam es, sehingga suhunya dapat dipertahankan sekitar 4oC. Selanjutnya campuran disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu 4oC selama 15 menit untuk mengendapkan asam nukleat. Enzim restriksi yang diinginkan berada pada bagian supernatan.

Ekstraksi diulangi lagi dengan cara menambahkan 300 μl polimer konsentrat ke dalam tabung mikro steril dan dimasukkan ke dalam es. Sebanyak 900 μl cairan supernatan hasil sentrifugasi pada ekstraksi tahap pertama ditambahkan ke dalam tabung mikro tersebut. Campuran divorteks

secara diskontinu dan disentrifugasi pada kondisi yang sama dengan ekstraksi tahap pertama. Tahap ekstraksi dengan polimer konsentrat dapat diulangi dengan cara yang sama. Enzim restriksi pada bagian supernatan selanjutnya dapat diuji aktivitasnya.

5. Isolasi plasmid (Sambrook et al., 1989)

Kultur E. coli DH5α pBR322 dan E. coli DH5α pRK415 ditumbuhkan selama semalam dalam 50 ml LB yang telah ditambahkan antibiotik yang sesuai. Kultur dipelet dalam eppendorf dengan sentrifus mikro berkecepatan 12.000 rpm suhu 4oC. Perlakuan tersebut diulangi hingga kultur habis. Pelet sel diresuspensi dengan 120 μl Larutan 1 (Tris-HCl 25 mM, glukosa 50 mM, Na2EDTA 10 mM) dingin, kemudian divorteks.

Kemudian ke dalam campuran ditambahkan 200 μl Larutan 2 (0.2 N NaOH, 1% SDS) yang dibuat segar. Eppendorf dibalik-balik 5 kali secara cepat, tidak divorteks, lalu diinkubasi selama 10 menit di atas es. Lisis sel ditandai dengan terbentuknya cairan yang kental dan jernih. Lalu ke dalam campuran ditambahkan 150 μl Larutan 3 (KAc/HAc) dingin, dan diinkubasi selama 10 menit di atas es. Selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC, dan bagian supernatannya dipisahkan ke dalam eppendorf lain.

Supernatan tersebut ditambahkan 400 μl PCI (fenol : kloroform : isoamilalkohol – 25:24:1), divorteks selama 10 detik dan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC. Campuran membentuk dua lapisan dan lapisan atas dipindahkan ke eppendorf steril lain dan dipresipitasi selama 2 menit dengan menambahkan 600 μl etanol absolut (suhu ruang). Kemudian campuran disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit pada suhu 4oC. Pelet sel kemudian dikeringkan dengan pengering vakum. Setelah kering, pelet dilarutkan dalam buffer TE (Tris-HCl 10 mM pH 8.0, EDTA 1 mM pH 8.0) bila ingin disimpan dalam freezer atau dalam akuades bila ingin langsung dipakai.

6. Digesti dengan Ekstrak Enzim Endonuklease Restriksi

Digesti DNA plasmid dilakukan dengan mereaksikan 15 μl ekstrak enzim dengan 5 μl substrat DNA dan 2 μl buffer reaksi 10×. Reaksi dilakukan selama semalam pada suhu 37oC. Sebagai pembanding digunakan plasmid utuh yang tidak direaksikan dengan ekstrak enzim. Digesti DNA fage lambda dilakukan dengan cara yang sama, namun dalam jumlah yang berbeda, yaitu 4 μl DNA fage lambda, 16 μl ekstrak enzim dan 2 μl buffer reaksi 10×.

7. Elektroforesis Gel Agarosa (Suwanto, 1993)

Aktivitas pemotongan oleh enzim restriksi dihentikan dengan cara memindahkan campuran enzim restriksi-substrat-buffer ke dalam freezer. Hasil reaksi diuji dengan elektroforesis gel agarosa 1% atau 0,8%. Sebanyak 0,25 g agarosa dicampur dengan 25 ml buffer TAE 1× untuk membuat gel kecil 1% atau 0,4 g agarosa dengan 40 ml buffer TAE 1× untuk membuat gel besar.

Campuran agarosa dan buffer TAE dipanaskan hingga mendidih dan didinginkan sampai suhu 55-60oC, kemudian dituang ke dalam cetakan yang telah diberi sisir. Setelah gel membeku, sisirnya diambil dan gel diletakkan dalam wadah elektroforesis. Wadah elektroforesis diisi dengan buffer TAE 1× sampai gel berada sekitar 1 mm di bawah permukaan cairan buffer.

Sampel yang akan dianalisis ditambah dengan 1,5 μl blue juice. Sebanyak 20 μl sampel dimasukkan ke dalam sumur gel. Untuk menentukan ukuran fragmen, sebanyak 3 μl marker DNA 1 kb juga dimasukkan ke dalam salah satu sumur gel. Pelindung ditutup dan alat elektroforesis dijalankan pada arus 110 mA, tegangan 50 V selama 75-90 menit untuk gel kecil.

Setelah proses elektroforesis selesai, gel direndam dalam larutan ethidium bromida selama 15-20 menit untuk proses staining. Proses

destaining dilakukan dengan cara merendam gel dalam akuades selama 10-15

menit. Pita-pita DNA yang terbentuk diamati dengan UV-transilluminator. Untuk keperluan dokumentasi, gel difoto dengan kamera digital.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Screening Bakteri dari Isolat Tongkol Jagung

Media yang digunakan dalam screening adalah komposisi media oleh Dung et al. (1993). Media oleh Dung et al. terdiri dari beberapa macam garam, ekstrak khamir, dan oat spelt xylan. Oat spelt xylan merupakan sumber karbon dalam bentuk xylan. Xylan memberikan kekeruhan pada media padat, sehingga bila xylan dimanfaatkan bakteri sebagai sumber karbonnya, aktivitas ini akan terdeteksi dengan adanya zona bening. Bakteri penghasil enzim xylanase didapatkan dengan mengambil koloni terpisah yang dikelilingi zona bening dengan luas lebih dari 3 mm.

Sampel screening adalah tongkol jagung busuk. Xylan merupakan salah satu komponen yang terkandung dalam tongkol jagung, sehingga

screening terhadap mikroorganisme pembusuknya berpotensi untuk

mendapatkan bakteri memiliki aktivitas xylanolitik. Metode pengambilan sampel adalah metode pencelupan (dipping method). Permukaan tongkol jagung busuk tidak rata, sehingga pengambilan sampel dengan metode swab sulit untuk mendapatkan sampel yang representatif. Tekstur tongkol jagung juga masih terlalu keras untuk dihancurkan, sehingga untuk mendapatkan sampel yang mewakili, metode pencelupan dianggap paling sesuai.

Inkubasi dilakukan pada suhu 37oC dan 70oC. Inkubasi pada suhu 37oC bertujuan untuk mendapatkan bakteri mesofilik, sedangkan inkubasi pada suhu 70oC bertujuan untuk mendapatkan bakteri termofilik. Namun dari inkubasi pada suhu 70oC ini tidak terdapat bakteri yang tumbuh, sehingga keseluruhan isolat bakteri yang diperoleh merupakan bakteri mesofilik. Hal ini mungkin disebabkan pembusukan tongkol jagung yang dilakukan pada suhu ruang, sehingga tidak menunjang pertumbuhan bakteri termofilik.

Screening terhadap bakteri termofilik dilakukan karena bakteri

termofilik dapat menghasilkan enzim restriksi termostabil. Menurut Sharma

et al. (2003), enzim restriksi termostabil memiliki beberapa keuntungan,

yang lebih baik, dan hasil purifikasi yang lebih banyak karena stabilitas termal yang lebih baik.

Screening menghasilkan 16 koloni terpisah, yaitu 12 koloni penghasil

enzim xylanase dan 4 koloni yang tidak dapat menghasilkan xylanase. Dari 16 koloni terpisah, dipilih 8 penghasil xylanase, yaitu MBXi P1, MBXi P2, MBXi P3, MBXi K1, MBXi K2, MBXi K7, MBXi K8, dan MBXi K9; dan 2 yang tidak menghasilkan xylanase, yaitu 7B dan A, untuk diujikan aktivitas enzim endonuklease restriksinya. Pada pembahasan selanjutnya ekstrak enzim restriksi dari isolat bakteri MBXi P1 akan disebut ekstrak enzim P1 dan begitu pula dengan ekstrak enzim dari isolat lainnya. Bakteri-bakteri hasil isolasi tongkol jagung busuk tersebut diharapkan dapat menghasilkan enzim endonuklease restriksi yang spesifik karena penelitian Yun et al. (1995) menunjukkan bakteri yang diisolasi dari limbah, yaitu limbah kompos, dapat menghasilkan enzim endonuklease restriksi spesifik SviI.

Selain 10 isolat bakteri tongkol jagung, akan diujikan pula beberapa koleksi kultur dari Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Riset Biologi dan Bioteknologi, yaitu Bacillus pumilus Y1, B. licheniformis MB2,

Pseudomonas syringae, Pseudomonas fluorescens, dan empat macam strain

dari Xanthomonas axonopodis (campestris) pv. glycines (Xag). Bacillus

pumilus Y1 dipilih untuk mewakili sampel yang berasal dari limbah karena

diisolasi dari limbah tahu cair, sedangkan B. licheniformis MB2 sebagai sampel yang diisolasi dari sumber air panas. P. syringae, P. fluorescens, dan beberapa strain dari Xanthomonas axonopodis (campestris) pv. glycines yang merupakan patogen tanaman juga diharapkan dapat menghasilkan enzim endonuklease restriksi spesifik. Dengan keberadaannya sebagai patogen diperkirakan bakteri tersebut memiliki pertahanan yang baik terhadap DNA asing yang dapat menginfeksi, sehingga mungkin terdapat endonuklease spesifik sebagai bentuk pertahanan terhadap DNA asing tersebut. Hal ini juga didukung dengan adanya penelitian yang menunjukkan dihasilkannya enzim endonuklease spesifik dari bakteri patogen tanaman, seperti SciNI dari

Penumbuhan isolat dilakukan selama 48-72 jam pada media cair LB. Bakteri pada umumnya dipanen pada saat pertumbuhannya mencapai fase logaritmik. Endow dan Roberts (1977) melakukan kultivasi sel saat

Xanthomonas malvacearum memasuki fase logaritmik akhir untuk

mendapatkan XmaI dan XmaII. Namun menurut Pirrota dan Bickle (1990), jumlah enzim restriksi yang dihasilkan per sel bakteri tidak banyak berbeda selama siklus pertumbuhannya. Bakteri dapat ditumbuhkan sampai mencapai fase stationer sebelum dipanen. Hal ini dilakukan pada banyak penelitian, seperti pada purifikasi parsial enzim MboI dan MboII (Gelinas et al., 1977) dan enzim HhaI (Roberts et al., 1976). Hal ini menguntungkan karena pertumbuhan kultur bakteri tidak perlu dimonitor secara teliti.

B. Ekstraksi Enzim Endonuklease Restriksi 1. Pemecahan Membran Sel

Ekstraksi enzim diawali dengan pemecahan sel bakteri karena enzim ini merupakan enzim intraseluler. Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk memecah dinding sel. Menurut Suhartono (1989) pemecahan membran sel dapat dilakukan secara fisik atau secara kimiawi. Pemecahan secara fisik dilakukan dengan metode sonikasi,

French pressure, homogenasi, hammer-mill, freeze-thaw, dan kejutan

osmotik. Untuk membantu pemecahan ini sering pula ditambahkan bubuk alumina, pasir, atau silika. Dalam pemecahan secara kimiawi sering digunakan detergen dan enzim lisozim terutama untuk bakteri Gram positif.

Beberapa penelitian dalam isolasi enzim restriksi menggunakan berbagai metode yang bervariasi. Lynn et al. (1980) menggunakan

French pressure untuk mengisolasi RsaI. Sel yang diresuspensi buffer

dengan perbandingan 1:2 (w/v) dihancurkan dengan sel French pressure dengan kekuatan 20.000 lb/in2. Sharma et al. (2003) menggunakan pemecahan dengan manik-manik gelas berdiameter 2 mm yang divorteks diskontinu. Pemecahan dengan manik-manik gelas disebut sebagai metode yang baik untuk screening awal enzim restriksi dalam volume

yang kecil. Hal ini menguntungkan karena murah, tidak membutuhkan alat tertentu, dan DNA yang dihasilkan oleh lisis sel dapat terpisah secara efektif karena menempel pada permukaan manik-manik gelas. Namun cara ini tidak efektif untuk volume besar. Cara yang serupa digunakan oleh Yun et al. (1995) dengan menggunakan alat bead beater.

Metode pemecahan sel yang digunakan dalam penelitian adalah metode sonikasi dengan alat sonikator. Metode ini merupakan metode yang paling umum dan memuaskan dalam pemecahan sel dengan jumlah tidak lebih dari 20 gram berat basah. Alat sonikator akan memberikan getaran (vibrasi) pada frekuensi tinggi, sehingga timbul gesekan mekanis pada membran sel dan membran sel akan hancur (Bollag dan Edelstein, 1991). Amplitudo yang digunakan adalah sebesar 15-16 μm.

Panas yang ditimbulkan dari energi mekanis dapat merusak enzim restriksi, maka selama sonikasi suspensi sel direndam dalam es untuk mempertahankan suhu rendah. Untuk mencegah kenaikan suhu, sonikasi juga diselingi istirahat selama dua menit di antara setiap ulangan sonikasi selama 30 detik (sonikasi diskontinu). Sonikasi yang berlebihan dapat menyebabkan terbentuknya debris seluler yang terlalu halus, yang dapat menyulitkan proses pemisahan enzim dari debris dengan cara sentrifugasi. Oleh karena itu sonikasi dilakukan dalam waktu seminimal mungkin dengan hasil pemecahan sel yang maksimal.

Berdasarkan penelitian Juliana (1996) dan Setiawan (1998), pengulangan sonikasi dilakukan sebanyak 4 kali untuk semua bakteri, kecuali untuk bakteri P. fluorescens, Xag R8, Xag YR58, Xag YR63, dan

Xag YR69. Berdasarkan pengamatan dengan mikroskop, kelima bakteri

ini belum lisis sepenuhnya setelah ulangan sonikasi yang keempat, sehingga pengulangan ditambah hingga total 6 kali ulangan. Bakteri-bakteri tersebut membentuk koloni seperti lendir pada media LB. Struktur demikian mungkin melindungi sel dari gesekan mekanis pada membran sel dan mengurangi efektivitas sonikasi dalam melisis sel, sehingga dibutuhkan pengulangan sonikasi hingga 6 kali. Banyaknya pengulangan sonikasi beragam untuk setiap bakteri. Lisis sel Bacillus

globigii dengan sonikasi membutuhkan waktu selama 5 menit untuk pelet

sel sebanyak 250 gram (Imber dan Bickle, 1981). Sedangkan pelet sel

Thermus sp. sebanyak 3 gram hanya membutuhkan sonikasi diskontinu 3

× 30 detik (Welch dan Williams, 1995). Tabel 4 berikut ini membandingkan metode-metode yang digunakan untuk melisis sel dalam ekstraksi enzim endonuklease restriksi pada berbagai penelitian.

Tabel 4. Metode lisis sel dalam ekstraksi enzim endonuklease restriksi Organisme

penghasil Nama enzim Metode lisis sel Komposisi buffer sonikasi

Thermus sp.; Thermus SM49 (Welch dan Williams, 1995; Ibid, 1996) Tsp4CI, Tsp49I Sonikasi diskontinu (3 × 30 detik) 20 mM Tris-HCl 0.1 mM EDTA 2 mM dithiothreitol pH 7,6 Bacillus globigii (Imber dan Bickle, 1981)

BglII Sonikasi kontinu

(5 menit) 20 mM Tris-HCl 0,1 mM EDTA

7 mM β-merkaptoetanol pH 8,0 Anoxybacillus flavithermus (Sharma et al., 2003) BflI Vorteks diskontinu dengan manik-manik gelas (5-10 × 1 menit) 100 μg/ml lisozim 10 mM Tris-HCl 1 mM EDTA 10 mM MgCl2 5 mM β-merkaptoetanol 5 mM phenylmethyl-sulphonyl fluoride (PMSF) pH 8,0 Streptomyces violochromogenes D2-5 (Yun et al., 1995)

SviI Bead beater 10 mM potassium fosfat

10 mM β-merkaptoetanol 5% gliserol pH 6,5 Rhodopseudomonas sphaeroides (Lynn et al., 1980)

RsaI French pressure

20.000 lb/in2 10 mM potassium fosfat 0.1 mM EDTA 10 mM β-merkaptoetanol 0.05 mM PMSF pH 7,4 Rhodobacter sphaeroides (Juliana, 1996; Setiawan, 1998) Sonikasi diskontinu (4 × 30 detik) 10 mM Tris-HCl 1 mM EDTA 7 mM β-merkaptoetanol pH 7,5

Penelitian ini Sonikasi diskontinu (4 dan 6 × 30 detik) 10 mM Tris-HCl 1 mM EDTA 7 mM β-merkaptoetanol pH 7,5

Pemecahan membran sel setelah sonikasi menyebabkan komponen intraseluler sel tidak terlindungi lagi. Protein-protein intraseluler seperti enzim restriksi dapat teroksidasi dan terdegradasi akibat aktivitas protease ekstraseluler. Gugus sulfhidril pada residu sistein yang terdapat pada sisi aktif enzim mudah teroksidasi dan membentuk ikatan disulfida

Dokumen terkait