IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.7 Emulsifikasi dengan Cara Penambahan Fasa Air Sedikit Demi Sedikit
Gambar 10. Penggumpalan asam stearat
4.1.7 Emulsifikasi dengan Cara Penambahan Fasa Air Sedikit Demi Sedikit
Langkah selanjutnya yang ditempuh adalah dengan menggunakan cara emulsifikasi lain yaitu penambahan air mawar dilakukan sedikit demi sedikit. Menurut Becher dalam Suryani et al. (2000) emulsifikasi dapat dilakukan dengan metode agen dalam minyak yaitu penambahan air langsung ke dalam campuran agen dalam minyak, sehingga terbentuk sistem emulsi air dalam minyak. Penambahan air yang terus menerus akan merubah sistem tersebut menjadi sistem emulsi minyak dalam air atau biasa disebut proses inversi.Cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan buret untuk menambahkan bahan sedikit demi sedikit ke dalam bahan lain yang sedang diaduk . Tujuannya adalah membuat campuran lebih homogen. Formulasi ini tetap menggunakan bahan yang terdiri atas air mawar, bahan aktif, dan pengemulsi. Vaselin pun digunakan kembali dalam formula ini, karena merujuk pada penelitian Prasetyo (2011) yang telah membuat formula antinyamuk semprot yang menggunakan vaselin dengan perbandingan vaselin dengan tween 80 1:14.6. Vaselin berperan sebagai propellant yang membuat butiran semprotan formula menjadi lebih halus dan merata. Selain itu, vaselin juga berperan sebagai penghambat pembentukan busa. Udara yang terperangkap dalam formula (busa) dapat menyebabkan oksidasi sehingga produk cepat rusak.
Pertimbangan penambahan vaselin ini dilakukan berdasarkan trial and error kualitatif dengan cara menyemprotkan formula ke dinding tembok. Penyemprotan dilakukan dari jarak 20 cm. Bekas
Asam stearat memadat kembali setelah 4 hari
semprotan terlihat basah, baik semprotan Mortein, formula dengan vaselin, maupun yang tidak menggunakan vaselin. Diameter bekas semprotan mortein sekitar 5.5 cm. Diameter bekas semprotan formula dengan vaselin sekitar 7 cm. Diameter bekas semprotan formula tanpa vaselin sekitar 10.5 cm dan ada butiran air yang mengalir ke bawah, sedangkan pada formula dengan penambahan vaselin tidak ada butiran air yang mengalir ke bawah. Deskripsi bentuk semprotan Mortein, semprotan formula dengan tambahan vaselin dan semprotan formula yang tidak menggunakan vaselin ditunjukan oleh Gambar 11.
Gambar 11. Bentuk bekas semprotan Mortein (a), formula dengan vaselin (b) dan formula tanpa vaselin (c)
Selain itu, pertimbangan pemilihan vaselin juga dilakukan karena setelah proses pengadukan, dilakukan pengamatan terhadap busa yang terbentuk. Campuran tanpa vaselin masih membentuk busa dalam pengamatan selama 5 menit. Campuran dengan vaselin, awalnya terbentuk busa sesaat setelah pengadukan, tetapi setelah 5 menit, busanya menghilang.
Langkah pertama yang dilakukan dalam teknik emulsifikasi tersebut adalah pembuatan campuran yang terdiri atas tween 80, vaselin dan air suling (disebut campuran x). Ketiga bahan tersebut dicampurkan dan panaskan hingga suhu 60oC, sambil diaduk hingga homogen. Awalnya bahan yang digunakan adalah air mawar, tetapi ketika dipanaskan sampai suhu 60oC, tercium aroma yang tidak enak seperti bau asap daun yang terbakar, sehingga air mawar diganti dengan air suling karena baunya netral. Campuran x dicampurkan ke dalam bahan aktif setelah suhunya mencapai 40oC, karena jika dicampurkan saat suhunya masih 60oC, akan menyebabkan bahan aktif cepat menguap. Pada suhu dibawah 40oC campuran x mulai mengental, sehingga campuran tersebut harus ditambahkan ke dalam bahan aktif yang sedang diaduk, jika tidak sambil diaduk, vaselin akan cepat memadat kembali sebelum tercampur. Setelah itu, air mawar dari buret dialirkan ke dalam campuran tersebut dengan katup terbuka 1/3-nya sekitar 50ml/4menit, sambil diaduk selama 1 jam.
(a) (b)
(c)
Noda basah bekas semprotan yang mengindikasikan perbedaan partikel semprotan yang terbentuk Butiran air mengalir pada dinding tembok yang mengindikasikan bahwa partikel semprotan yang terbentuk ukurannya lebih besar
Cara emulsifikasi dengan penambahan fasa air sedikit demi sedikit ke dalam fasa minyak, merubah sistem emulsi (inversi) secara perlahan. Sistem emulsi awal yang terbentuk adalah sistem emulsi air dalam minyak. Air mawar yang ditambahkan sedikit demi sedikit dari buret akan terdispersi ke dalam campuran minyak atsiri dan campuran x yang sedang diaduk. Penambahan air dari buret yang kontinyu merubah sistem emulsi secara perlahan-lahan. Fasa air terus meningkat, sementara pengadukan tetap berlangsung, sehingga homogenitas campuran tetap terjaga. Kondisi sistem emulsi pun berbalik, yakni fasa minyak menjadi terdispersi dalam air, sehingga terbentuk emulsi minyak dalam air yang tetap homogen.
Hasil pengamatan menunjukan bahwa teknik emulsifikasi yang menggunakan buret dapat mendekati target 92% pada hari ke 7. Stabilitas emulsi dengan perbandingan tween 80 : bahan aktif 1:0.8 dan 1:1 menggunakan metode ini adalah 86% dan 91% pada pengamatan hari ke-7. Stabilitas emulsi dengan teknik ini ditunjukkan oleh Gambar 12 dan datanya dapat dilihat pada Lampiran 7.
Berdasarkan trial and error yang telah dilakukan, formula antiserangga yang akan diujikan terdiri atas bahan aktif, air mawar, tween 80, vaselin, dan pewangi melati. Air mawar digunakan sebagai bahan pembawa, tween 80 sebagai pengemulsi, pewangi melati, dan vaselin sebagai propellant dan bahan anti busa. Perbandingan tween 80 dengan minyak atsiri dan pewangi adalah 1:1, perbandingan vaselin dengan tween 80 adalah 1:14.6, dan pewangi melati sebanyak 1%. Adapun teknik emulsifikasi untuk membuat formula antiserangga alami ini adalah dengan menambahkan air mawar sedikit demi sedikit sekitar 50ml/4menit menggunakan buret ke dalam campuran bahan aktif, pewangi melati, tween 80, vaselin, dan air suling.
4.2 Efektivitas dan Penerimaan Formula Antiserangga Alami
Penelitian utama meliputi uji efikasi dan uji hedonik. Uji efikasi dilakukan terhadap lalat dan nyamuk. Uji ini bertujuan mengetahui efektivitas formula antiserangga dalam melumpuhkan serangga (lalat dan nyamuk). Adapun uji hedonik bertujuan mengetahui penerimaan atau tingkat kesukaan konsumen terhadap aroma formula antiserangga. Pengaruh faktor dalam penelitian utama ini yaitu perbedaan bahan aktif dan konsentrasi. Bahan aktif yang digunakan adalah minyak daun cengkih, minyak serai wangi dan campuran kedua minyak tersebut dengan perbandingan 1:1. Setiap jenis bahan aktif diuji pada tiga tingkat konsentrasi yaitu 2.5%, 5%, dan 7.5%.
86 91 70 80 90 100 1 2 3 4 5 6 7 St ab il it as E m ul si (% )
Waktu Pengamatan (Hari ke-)
minyak atsiri : tween 80 1:0.8
minyak atsiri : tween 80 1:1
0
4.2.1 Uji Efikasi Lalat
Lalat uji yang digunakan adalah lalat yang didapat dari sekitar tempat sampah asrama putri Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor (IPB). Menurut Santi (2001), lalat rumah (Musca domestika) banyak berkembang biak dan hidup pada sampah yang ditumpuk di tempat terbuka yang terdapat zat-zat organik. Tempat sampah asrama putri TPB IPB, kondisinya sama dengan yang digambarkan oleh Santi (2001) tersebut. Dengan demikian lalat yang diuji dalam penelitian ini termasuk lalat rumah.
Efektivitas antiserangga dalam melumpuhkan lalat pada konsentrasi 2.5%, 5%, dan 7.5% dengan bahan aktif minyak daun cengkih adalah 0%, 3%, 13%, dengan bahan aktif minyak serai wangi adalah 0%, 2%, 15%, dan dengan bahan aktif campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi 0%, 2%, dan 13%. Adapun produk pembanding, dapat melumpuhkan 100% lalat. Hasil uji efikasi lalat diilustrasikan oleh Gambar 13 .
Berdasarkan Gambar 13, antiserangga alami yang dibuat memiliki efektivitas yang rendah dalam melumpuhkan lalat, jika dibandingkan dengan produk pembanding, yaitu kurang dari 20%. Respon lalat terhadap antiserangga dan produk pembanding saat pengujian berbeda. Setelah penyemprotan dengan Mortein, lalat terbang kesana-kemari dengan cepat dan mengeluarkan suara yang keras. Lalat banyak yang jatuh sebelum dua menit pengamatan. Lalat yang jatuh dengan posisi punggung di bawah, terus bergerak berputar-putar pada posisi yang sama dan masih mengeluarkan suara. Sebagian besar lalat yang jatuh tidak menunjukan respon gerakan saat disentuh dengan cotton bud setelah pengamatan berakhir pada menit ke-20. Setelah perawatan selama 24 jam pun, yakni dimasukan ke dalam wadah berisi kapas basah oleh sukrosa 10% dan disimpan pada suhu kamar, semua lalat tersebut tidak menunjukan adanya respon gerakan, dan dinyatakan mati. Sedangkan respon lalat setelah disemprot dengan antiserangga, secara umum menunjukan respon yang berbeda dengan responnya terhadap mortein.
Setelah penyemprotan formula antiserangga alami, lalat terbang kesana-kemari tanpa suara yang keras seperti setelah penyemprotan mortein. Lalat sebagian besar terus menempel di dinding alat uji dan tidak terbang, lalat kemudian jatuh dan masih bisa jalan merayap. Setelah 20 menit pengamatan, lalat dipindahkan ke dalam gelas plastik untuk perawatan. Setelah 24 jam, sebagian lalat ada yang masih bisa merayap ke pinggir gelas, dan ada juga yang hanya merespon gerakan sedikit loncatan ketika disentuh dengan cotton bud. Data hasil uji efikasi lalat dapat dilihat pada Lampiran 9.
0 3 13 0 2 15 0 2 13 100 0 20 40 60 80 100 2.5% 5% 7.5% Mortein K el um puh an L al at (% ) Perlakuan Konsentrasi
minyak daun cengkih minyak serai wangi
campuran minyak daun cengkih dan minyak serai wangi
produk pembanding
Hasil analisis menggunakan rancangan acak lengkap menunjukan bahwa perbedaan jenis bahan aktif tidak berpengaruh signifikan terhadap kelumpuhan lalat. Perbedaan konsentrasi bahan aktif memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kelumpuhan lalat. Hasil uji lanjut Duncan menunjukan bahwa konsentrasi 2.5% dan 5% berpengaruh sama terhadap kelumpuhan lalat tapi pada konsentrasi 7.5% pengaruhnya berbeda dibandingkan dengan semua perlakuan konsentrasi. Uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 10.
Berdasarkan analisis statistik tersebut, racun kontak yang terkandung dalam bahan aktif minyak daun cengkih dan minyak serai wangi memiliki kinerja yang sama dalam melumpuhkan lalat. Efek dari racun kontak baru terlihat pada perlakuan konsentrasi 5%, sedangkan pada konsentrasi 2.5% tidak ada lalat yang jatuh. Lalat yang jatuh terus meningkat jumlahnya pada perlakuan 7.5%. Ini menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi, lalat yang jatuh semakin banyak.
Peningkatan konsentrasi menyebabkan kelumpuhan lalat juga meningkat. Ini disebabkan oleh paparan racun terhadap lalat semakin banyak. Lalat lumpuh karena dalam bahan aktif mengandung racun kontak. Menurut Harris (1987) sitronela bersifat racun dehidrasi (desiscant) saat kontak dengan serangga. Hart (1990) menyatakan bahwa eugenol merupakan senyawa fenol yang memiliki gugus alkohol sehingga dapat melemahkan dan mengganggu sistem saraf.
Fardaniyah (2007) telah melakukan penelitian tentang daya tolak minyak serai wangi terhadap lalat hijau. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa daya proteksi minyak serai wangi terhadap lalat yang hinggap semakin meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi, yaitu pada konsentrasi 0%, 2.5%, 5%, 10%, 20%, 40% memiliki daya proteksi 93.6%, 94.2%, 96.6%, 97%, 98.6%, dan 99.8%. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Fardaniyah (2007) tersebut. Minyak serai wangi dalam penelitian ini dikontakkan langsung (dipaksa kontak) dengan lalat, sedangkan penelitian Fardaniyah (2007) tidak. Namun demikian, data tersebut dapat dijadikan pendukung karena peningkatan konsentrasi menyebabkan lalat dapat mendeteksi adanya peningkatan bahaya racun pada bahan aktif, dan terjadi paparan racun yang lebih banyak pada kosentrasi bahan aktif yang lebih tinggi.