• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.2 Enam Prinsip Higiene Sanitasi pada Pedagang Bubur Ayam

Bahan makanan yang dijual mengalami perjalanan yang panjang melalui jaringan perdagangan pangan. Kita tidak mengetahui darimana sumber makanan tersebut berasal sehingga sumber makanan yang baik seringkali tidak mudah ditemukan dan mempengaruhi kualitasnya. Mutu dan keamanan pangan suatu produk pangan sangat tergantung pada mutu dan keamanan bahan mentahnya. Oleh karena itu, untuk

dapat menghasilkan produk pangan yang bermutu dan aman dikonsumsi, bahan mentah harus dipilih terlebih dahulu (BPOM, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan pada prinsip pemilihan bahan baku pada 7 pedagang bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012, maka diperoleh semua pedagang bubur ayam telah menggunakan beras yang baik yaitu beraroma segar dan tidak bau apek, beras berwarna jernih dan tidak kusam, tidak terdapat benda asing seperti batu, potongan kaca atau plastik pada beras, serta beras tidak mudah patah. Pedagang tersebut menggunakan jenis beras berkualitas tinggi seperti kristal wangi, ramos, dan jj kuku balam, sedangkan pedagang yang lainnya memakai jenis beras kuku balam berkualitas sedang. Selain itu, hampir semua pedagang bubur ayam memilih ayam hidup dimana ayam tersebut langsung dipotong di tempat penjualan ayam sehingga daging ayam yang dibeli terjamin kualitasnya seperti bagian dada daging ayam tampak montok berisi, jika ditekan akan kembali ke bentuk semula setelah dilepaskan, tidak ada bagian yang memar pada daging ayam, tidak berbau busuk serta daging ayam berwarna putih bersih (Djajadiningrat, 1989). Hampir semua pedagang bubur ayam berbelanja beras dan daging ayam setiap hari untuk diolah keesokan harinya.

Daging yang sehat adalah daging yang berasal dari hewan yang sehat dan disembelih di tempat pemotongan ayam yang resmi. Kualitas daging ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, jenis, makanan, keadaan ayam pada saat akan dipotong dan penanganan daging ayam setelah dipotong. Setelah ayam dipotong, penanganan perlu dilakukan sedini mungkin sebab akan mempengaruhi kualitas daging ayam itu sendiri dimana daging ayam mempunyai sifat mudah busuk. Tujuan dari

penanganan daging adalah untuk mencegah penurunan kualitas daging seperti perubahan fisik (warna dan bau), perubahan cita rasa yang jika dikonsumsi akan mengakibatkan gangguan kesehatan seperti keracunan makanan. Oleh sebab itu, sebaiknya memilih daging dimana ayam hidup langsung dipotong di tempat pemotongan ayam sehingga kualitas ayam tetap terjaga (Direktorat Jenderal Peternakan, 1998).

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, semua pedagang bubur ayam menggunakan bahan tambahan makanan dan bahan tambahan makanan yang digunakan tidak termasuk bahan tambahan makanan yang dilarang. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942 Tahun 2003 Tentang Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan, penggunaan bahan tambahan makanan dan bahan penolong yang digunakan dalam mengolah makanan jajanan harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Bahan tambahan makanan yang digunakan oleh pedagang bubur ayam termasuk pada golongan penyedap rasa yang alami dan pengawet alami. Yang termasuk bahan pengawet alami adalah kunyit, chitosan, karagenan, kalsium hidroksida (kapur sirih), air ki atau air abu merang, buah picung, bawang putih, garam dapur, jeruk nipis dan gula sedangkan yang termasuk penyedap rasa yang alami adalah garam dapur. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, bahan tambahan makanan alami yang digunakan adalah garam dapur dan jeruk nipis. Penggunaan bahan tambahan makanan tersebut tidak termasuk pada bahan tambahan makanan yang dilarang menurut Permenkes RI No.1168 Tahun 1999.

Untuk bahan tambahan makanan dalam kemasan seperti garam dapur, harus mempunyai label dan merk, terdaftar dan mempunyai nomor daftar, kemasan tidak rusak, dan belum kadaluarsa (Depkes RI, 2003). Semua pedagang bubur ayam sangat menyadari pentingnya persyaratan label bahan tambahan makanan yang dikemas dimana label harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Label yang tertera harus cukup untuk menampung semua keterangan yang diperlukan mengenai makanan yang bersangkutan dan label yang dipasang tidak boleh mudah lepas,luntur karena air dan pengaruh sinar matahari (BPOM, 2002).

Menurut Depkes RI (2004), tempat penjualan bahan baku makanan yang baik berasal dari pusat penjualan dengan sistem pengaturan suhu yang dikendalikan dengan baik (swalayan) dan tempat-tempat penjualan yang diawasi pemerintah daerah dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara, semua pedagang bubur ayam memperoleh bahan baku makanan dari pusat penjualan yang tidak diawasi pemerintah daerah dengan baik seperti pasar tradisional (Pasar Peringgan, Pasar Melati, Pasar Sei Kambing, dan Pasar Setia Budi) sehingga pedagang bubur ayam harus teliti memilih bahan baku bubur ayam yang aman dan berkualitas.

5.2.2 Penyimpanan Bahan Makanan

Berdasarkan hasil penelitian pada proses penyimpanan bahan baku makanan oleh 7 pedagang bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 yaitu hampir semua pedagang bubur ayam (71%) menyimpan bahan baku bubur ayam di tempat yang bersih, kedap air, dan tertutup. Rata-rata pedagang bubur ayam menyimpan beras di wadah penyimpanan khusus beras dimana beras yang disimpan tidak langsung bersentuhan dengan lantai dan dinding dan rata-rata pedagang menerapkan sistem FIFO

(First In First Out) pada beras. Menurut asumsi peneliti, tempat penyimpanan beras tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan karena memiliki wadah khusus penyimpanan beras dan terhindar dari kontaminasi secara fisik seperti kelembaban maupun pencemaran karena vektor/hewan pengganggu.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, semua pedagang bubur ayam merebus daging ayam terlebih dahulu pada sore hari sebelum disimpan di lemari pendingin untuk digoreng besok paginya. Proses perebusan bertujuan supaya bumbu- bumbu meresap ke dalam ayam dan digoreng besok pagi bertujuan supaya ayam yang digoreng benar-benar matang.

Berdasarkan hasil observasi sudah sesuai dengan Depkes RI (2003) yang menyatakan bahwa dalam penyimpanan bahan baku makanan harus memperhatikan hal- hal sebagai berikut:

a. Tempat penyimpanan bahan baku harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus, dan hewan lainnya maupun bahan berbahaya.

b. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip FIFO (First In First Out) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih dahulu, digunakan terlebih dahulu. c. Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan,

contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari pendingin dan bahan makanan kering disimpan di tempat yang kering dan tidak lembab.

5.2.3 Pengolahan Makanan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada 7 pedagang bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012, ditemukan 2 penjamah makanan yang menderita penyakit mudah menular seperti influenza dan diare tetapi mereka tidak ikut mengolah makanan. Jika penjamah tersebut sakit, maka yang mengolah makanan adalah karyawannya ataupun anggota keluarga yang lain. Walaupun mereka sakit, mereka tetap berjualan karena mereka memikirkan keuntungan yang hilang jika mereka tidak memproduksi bubur ayam dan mereka tetap menjaga kualitas makanan yang diolah.

Makanan dapat berperan sebagai media penularan penyakit. Penjamah makanan yang menderita penyakit menular seperti influenza dan diare dapat menularkan penyakit melalui saluran pernapasan sewaktu batuk atau bersin dan melalui saluran pencernaan. Biasanya kuman penyakit mencemari makanan karena terjadi kontak atau makanan disentuh oleh tangan penjamah makanan yang mengandung kuman penyakit sehingga menyebabkan food infection yaitu masuknya mikroorganisme dalam makanan dan berkembang biak di dalam makanan lalu makanan tersebut dimakan konsumen dimana mikroorganisme tersebut menyebabkan sakit (Purnawijayanti, 2001).

Selain itu, hampir semua pedagang bubur ayam tidak menggunakan celemek, tutup kepala, sarung tangan, dan penutup mulut. Peneliti mengamati hanya 2 pedagang (pedagang A dan C) yang memakai celemek saat megolah makanan dan hanya 1 pedagang (pedagang F) memakai penutup kepala. Pedagang tersebut memakai celemek bukan untuk mencegah kontaminasi, tetapi karena supaya baju mereka tidak menjadi kotor. Sedangkan 1 pedagang lainnya memakai tutup kepala berupa jilbab. Semua pedagang bubur ayam tidak ada yang menggunakan sarung tangan dan penutup mulut

saat mengolah makanan. Semua pedagang tidak menggunakan sarung tangan dan penutup mulut karena repot menggunakannya. Menurut Depkes RI (2004), penjamah makanan harus menggunakan celemek, tutup kepala, sarung tangan dan penutup mulut sebab hidung, mulut, telinga, isi perut serta kulit dapat merupakan sumber pencemaran.

Karyawan ataupun pedagang bubur ayam yang menangani langsung makanan dapat mencemari bahan pangan baik berupa cemaran fisik, kimia maupun biologis jika tidak memakai celemek, tutup kepala, sarung tangan, dan penutup mulut. Oleh karena itu, kebersihan diri penjamah makanan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan agar produk pangannya bermutu aman untuk dikonsumsi (BPOM, 2002). Sebelum mengolah makanan, beberapa penjamah makanan mencuci tangan terlebih dahulu tetapi tidak menggunakan sabun dan mereka mengolah makanan ketika mereka bangun tidur. Menurut Sianipar (2009), hal tersebut dapat menyebabkan perpindahan bakteri atau kuman penyakit ke dalam makanan yang akan diolah sehingga makanan tersebut menjadi tercemar.

Menurut Depkes RI (2004), perilaku penjamah makanan yang tidak higiene dapat menjadi sumber penularan penyakit terhadap makanan seperti perpindahan bakteri sehingga menyebabkan konsumen yang mengonsumsi makanan menjadi sakit. Untuk menghindarinya, maka seorang penjamah tidak boleh merokok, meggaruk anggota badan, tidak menggunakan perhiasan selama mengolah makanan, dan tidak mengobrol saat mengolah makanan.

Berdasarkan hasil observasi, terdapat 1 penjamah makanan (pedagang B) yang merokok, tetapi saat mengolah makanan, penjamah tidak merokok. Selain itu, tidak ada

karena penjamah tetap mempertahankan kualitas produk makanan yang dihasilkan. Terdapat 3 penjamah makanan yang mengobrol ketika mengolah makanan. Pedagang yang mengobrol biasanya membuat bubur ayam menggunakan dandang dengan waktu memasak 1 jam. Dalam proses ini, penjamah makanan mengaku bosan jika harus diam ketika memasak, jadi mereka mengobrol dengan anggota keluarga yang lain.

Lebih dari 80% penjamah makanan tidak menggunakan perhiasan seperti cincin waktu mengolah makanan. Hal tersebut bukan bertujuan mencegah terjadinya kontaminasi, melainkan karena mereka takut kehilangan cincin dan takut cincin menjadi kotor jika harus memasak menggunakan cincin besi. Cincin yang dipakai saat mengolah makanan dapat mengeluarkan zat racun dan berbahaya apabila terbuat dari bahan-bahan yang mudah berkarat seperti besi dan mudah meleleh seperti karet yang dapat menyebabkan kontaminasi terhadap makanan.

Semua penjamah makanan menutup hidungnya dan menjauh dari makanan ketika batuk atau bersin. hal tersebut baik dilakukan karena ketika kita batuk atau bersin, biasanya jika mengeluarkan bakteri ataupun sumber pencemar dari dalam tubuh sebagai penolakan terhadap zat asing yang masuk ke dalam tubuh. Sebanyak 3 penjamah makanan mencicipi makanan yang mereka masak karena takut kalau makanan yang mereka masak rasanya belum pas di lidah, sedangkan pedagang yang lain tidak mencicipi makanan yang mereka masak karena mereka sudah mengetahui takaran bahan tambahan makanan yang diberikan pada makanan yang dimasak.

Pengolahan makanan merupakan proses terpenting dalam higiene dan sanitasi makanan sehingga higiene perorangan sangat mempengaruhi kebersihan pangan.

Supaya tidak terkontaminasi maka perilaku higiene harus diterapkan pada penjamah makanan seperti memelihara kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian.

Berdasarkan hasil observasi, semua penjamah makanan hanya mencuci tangan ketika tangan mereka kotor saja hanya dengan air secukupnya tanpa menggunakan sabun sehingga dikhawatirkan bakteri atau kuman penyakit masih terdapat di tangan mereka dan ketika mereka mengolah makanan, makanan yang diolah bisa terkontaminasi. Rambut dan kuku penjamah makanan semuanya dalam keadaan baik yang terlihat dari kuku penjamah makanan pendek dan bersih dan beberapa penjamah makanan mandi terlebih dahulu sebelum mengolah makanan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada 7 pedagang bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012, hampir semua pedagang bubur ayam (71%) mencuci beras lebih dari 2 kali bahkan ada pedagang bubur yang mecuci beras sampai 5 kali. Alasan mereka mencuci beras lebih dari 2 kali adalah beras sekarang mengandung bahan berbahaya seperti Chlorine sehingga harus dicuci berulang kali supaya Chlorinenya berkurang. Hal tersebut tentu tidak memenuhi syarat pencucian beras yang baik.

Kandungan nutrisi beras yang tertinggi terdapat pada bagian kulit ari. Kulit ari beras mengandung 80% vitamin B1, 70% vitamin B3, 90% vitamin B6, 50% Mangan, 50% Posfor, 60% zat besi, 100% serat dan asam lemak essensial yang baik bagi tubuh manusia. Namun sayang, sebagian besar nutrisi pada kulit ari telah hilang selama proses penggilingan dan pencucian beras (Siti, 2011). Saat mencuci beras, biasanya air cucian pertama berwarna keruh. Warna keruh bekas cucian tersebut menunjukkan bahwa

pada bagian kulit ari masih terdapat sisa-sisa nutrisi yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Oleh sebab itu, jangan terlalu sering mencuci beras karena nutrisi dalam kulit ari bisa hilang jika beras dicuci lebih dari dua kali.

Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa pedagang menambahkan bahan tambahan makanan yang sebenarnya berfungsi sebagai penyedap rasa dan ada 1 pedagang yang menambahkan jeruk nipis sebagai pengawet bubur ayam. Penambahan garam bertujuan untuk supaya rasa bubur ayam ayam menjadi enak dan gurih dan penambahan jeruk nipis bertujuan membuat bubur ayam menjadi pulen, menarik, dan tidak mudah basi. Pedagang bubur ayam memakai pengawet yang alami yang sudah sesuai dengan Kepmenkes RI No. 722 Tahun 1988.

Dari segi ilmu kimia, komponen utama dari bahan pangan terdiri atas protein, karbohidrat, dan lemak. Kerusakan bahan pangan umumnya disebabkan oleh mikroorganisme melalui proses enzimatis dan oksidasi terutama bahan pangan yang mengandung protein dan lemak, sedangkan bahan pangan yang mengandung karbohidrat seperti beras biasanya mengalami proses dekomposisi. Untuk menghambat kerusakan pangan, beberapa pedagang menggunakan bahan pengawet yang terkadang tidak aman. Oleh sebab itu, alternatif yang disarankan adalah menggunakan bahan pengawet yang alami seperti jeruk nipis. Jeruk nipis mengandung asam sitrat dimana sifat asam dalam jeruk nipis berfungsi untuk mencegah pertumbuhan mikroba, sebagai buffer pada pH rendah sehingga mempermudah proses pengolahan dan asam bersifat sinergis terhadap antioksidan dalam mencegah ketengikan makanan (Yuliarti, 2007).

Berdasarkan penelitian Istifani, Anna, dan Hayat tentang efektivitas penggunaan sari buah jeruk nipis terhadap ketahanan nasi (2011), jeruk nipis efektif memutihkan

nasi karena asam sitrat dalam jeruk nipis memiliki kemampuan untuk memutihkan dan membuat nasi menjadi pulen dan empuk. Selain itu, jeruk nipis berfungsi untuk mengawetkan dengan meneliti nasi dengan parameter fisik berupa warna, rasa, dan bau. Dilihat dari parameter warna, bau, dan rasa, sebanyak 0,93% konsentrasi sari jeruk nipis yang ditambahkan pada beras yang akan dimasak dapat membuat nasi tetap berwarna putih dan tidak basi, dan rasanya tidak berubah sampai 2 hari.

Berdasarkan Tabel 4.9 diketahui bahwa kurang dari 50% tempat pengolahan makanan pedagang bubur ayam tidak memiliki ventilasi sehingga ruangan tampak gelap dan pengap dan cahaya dari lampu juga tidak terlalu terang dan tidak menyebar merata ke seluruh bagian dapur. Ventilasi diperlukan untuk memelihara kenyamanan dengan menurunkan panas dalam ruangan, mencegah kelembaban, serta membuang bau, asap, dan debu dalam ruangan (Depkes RI, 2011). Mayoritas pedagang bubur ayam belum memiliki ruangan pengolahan makanan dengan dinding dan lantai yang selalu bersih dan terpelihara. Berdasarkan observasi, tidak jarang peneliti menemukan ada bercak noda pada dinding tempat pengolahan makanan. Lantai dapurnya terlihat kotor berwarna hitam, lantainya licin dan 1 pedagang (pedagang A) lantai dapurnya masih terbuat dari tanah serta dinding dapurnya belum diplester. Lantai yang kotor dan masih terbuat dari tanah dapat menjadi sarang kuman penyakit, sedangkan lantai yang licin dapat menyebabkan penjamah makanan terpeleset jika tidak hati-hati berjalan. Dinding yang belum diplester juga dapat menyebabkan sarang kuman penyakit dan jika dinding yang belum diplester dibersihkan, maka tidak bias bersih secara optimal.

bebas vektor. Terbukti lebih dari 50% pedagang memiliki ruang pengolahan makanan yang tidak bebas vektor yang dapat dilihat dari dapurnya memakai asbes dimana asbesnya dapat menjadi sarang tikus. Selain itu dapur pedagang bubur ayam sangat sempit dan banyak barang-barang bertumpuk di dapur yang dapat menjadi sarang vektor. Kondisi dapur pedagang bubur ayam juga sangat dekat dengan selokan dan tempat sampah sehingga bisa mengundang tikus masuk ke dapur jika malam hari Asumsi peneliti bahwa perawatan ruangan pengolahan yang bersih dan terpelihara masih belum diterapkan oleh industri rumah tangga tersebut dan mungkin terkait dengan biaya pemeliharaan ruangan dan rumah.

Semua industri rumah tangga memiliki tempat mencuci tangan dan tempat mencuci peralatan dengan air bersih yang cukup (20-50L/hari). Sebagian besar pedagang bubur ayam memiliki wastafel dan tempat khusus untuk mencuci yang terpisah dari kamar mandi. Umumnya pedagang bubur ayam menggabungkan tempat mencuci peralatan dengan tempat mencuci tangan. Berdasarkan hasil observasi, peralatan yang akan digunakan untuk mengolah makanan biasanya dicuci terlebih dahulu dan setelah digunakan, peralatan tersebut dicuci kembali dengan menggunakan air yang mengalir dan sabun dan mayoritas pedagang bubur ayam mengeringkan peralatan yang sudah dicuci dengan terlebih dahulu meniriskannya di rak piring lalu setelah ditiriskan dilap dengan kain lap yang bersih lalu setelah itu disimpan di rak piring dimana kebanyakan rak piring yang digunakan adalah rak piring yang terbuka yang tidak bebas pencemaran.

Peralatan pengolahan pangan khususnya yang kontak dengan pangan dapat mencemari pangan jika kotor. Oleh karena itu, peralatan pengolahan pangan harus

dijaga selalu tetap bersih. Untuk menghindari pencemaran bahaya fisik, kimia maupun biologis dari peralatan kepada pangan, sebaiknya gunakan peralatan yang mudah dibersihkan. Peralatan yang terbuat dari baja tahan karat umumnya mudah dibersihkan. Karat dari pekaratan logam dapat menjadi bahaya kimia dan lapisan logam yang terkelupas dapat menjadi bahaya fisik jika masuk ke dalam pangan. Bersihkan segera peralatan yang digunakan. Pembersihan peralatan menggunakan sabun atau detergen (BPOM, 2002).

Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diperoleh semua pedagang bubur ayam memiliki tempat sampah yang terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah diangkut tetapi tidak tertutup. Sampah sisa kulit telur yang sudah dimasak, sampah dari bahan pelengkap makanan seperti daun bawang, plastik kerupuk dijadikan dalam satu tempat sampah dimana tempat sampahnya terbuka yang dapat mengundang lalat untuk hinggap di tempat sampah tersebut.

5.2.4 Penyimpanan Makanan Masak

Berdasarkan hasil observasi pada penyimpanan makanan masak pedagang bubur ayam seperti bubur ayam, ayam goreng, dan bahan pelengkap bubur ayam seperti kerupuk, cakwe, dan telur di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012, diketahui bahwa lebih dari 50% pedagang menyimpan bubur ayamnya di wadah khusus seperti rice cooker jika berjualan di depan rumah dan dandang jika berjualan jauh dari rumah dimana tempat penyimpanan bubur ayam tersebut dalam keadaan tertutup dan selalu dipanaskan dimana semua pedagang berjualan dari jam 7 pagi.

jam 5 pagi. Sedangkan bahan pelengkap seperti cakwe ditempatkan di dalam plastik dan kerupuk ditempatkan di dalam tupperware untuk menghindari kerupuk menjadi tidak renyah lagi.

Prinsip penyimpanan makanan masak bertujuan untuk mencegah pertumbuhan dan perkembangan bakteri pada makanan serta mencegah timbulnya sarang hama dalam makanan. Menurut Depkes RI (2003), syarat penyimpanan makanan jadi yaitu terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga, tikus, dan hewan lainnya dan makanan yang cepat basi/busuk disimpan dalam suhu panas (65ºC atau lebih).

5.2.5 Pengangkutan Makanan Masak

Prinsip pengangkutan makanan yang baik adalah tidak terjadinya pencemaran selama proses pengangkutan baik pencemaran fisik, mikroba, maupun kimia. Kemungkinan pengotoran makanan terjadi sepanjang pengangkutan yang dipengaruhi oleh alat pengangkut, teknik pengangkutan maupun tenaga pengangkut makanan (Depkes RI, 2004).

Berdasarkan hasil observasi yang telah peneliti lakukan, hanya 2 orang pedagang yang menggunakan alat pengangkut khusus seperti gerobak dan mobil untuk mengangkut makanan masak dimana tempat mereka berjualan berjarak sekitar 200 meter dari rumah, sedangkan pedagang yang lain tidak menggunakan alat angkut khusus melainkan mengangkat satu per satu makanan jadi dimana mereka berjualan di depan rumah mereka sendiri. Menurut asumsi peneliti jika berjualan jauh dari rumah harus menggunakan alat pengangkut khusus yang tertutup seperti mobil supaya terhindar dari pencemaran jalan raya dan pengendara harus mencari jalur terpendek untuk mencapai tempat berjualan. Sedangkan jika berjualan di depan rumah harus menggunakan baki

supaya pekerjaan memindahkan makanan masak ke tempat penjualan menjadi lebih cepat.

Dilihat dari observasi, lebih dari 50% pedagang bubur ayamnya mengangkut makanan masak ke tempat penjualan dalam keadaan tertutup dimana makanan tersebut memiliki wadah masing-masing sesuai jenis makanan masak. Hal ini sangat baik dilakukan karena bisa mengindari makanan dari sumber pencemaran lewat udara selama proses pengangkutan. Sedangkan dilihat dari tenaga pengangkut makanan, peneliti berasumsi jika pedagang mandi terlebih dahulu, maka setelah mandi memakai pakaian ganti yang bersih. Dan berdasarkan observasi, semua pedagang bubur ayam sebelum mengangkut makanan masak, mandi terlebih dahulu.

Dokumen terkait