• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Pra Estimas

4.2 Hasil Estimasi VECM

Dalam penelitian ini diketahui bahwa data tidak stasioner pada tingkat level dan memiliki hubungan kointegrasi, maka metode yang digunakan adalah VECM. Estimasi VECM menghasilkan informasi kecepatan penyesuaian (speed of adjustment) atas ketidakstabilan jangka panjang.

Berikut adalah hasil estimasi VECM: Tabel 4.7. Hasil Estimasi VECM

Variabel Koefisien T-Statistik

Jangka Pendek D(G(-1)) -0.024003 -0.11960 D(TR(-1)) 0.615376 1.78643 D(INV(-1)) -0.134906 -1.15844 D(ER(-1)) 0.232028 0.36084 D(NE(-1)) 0.499099 2.45276* D(INF(-1)) 0.016210 1.56646 D(GW(-1)) 0.131465 3.79761* CointEq1 0.021919 0.30064 CointEq2 0.106968 1.60282 CointEq3 0.196814 3.10773* Jangka Panjang ER(-1) -1.763985 -4.42568* NE(-1) -0.951694 -2.05715* INF(-1) 0.103044 5.24666* GW(-1) -0.350687 -5.89491*

Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan signifikan berdasarkan tabel T-statistik pada taraf nyata 5 persen. Sumber: data diolah

Tabel diatas merupakan rangkuman hasil VECM untuk melihat pengaruh dan signifikansi variabel dalam jangka pendek dan jangka panjang. Pada jangka pendek, penerimaan pajak, nilai tukar, ekspor bersih, inflasi dan pertumbuhan PDB berpengaruh positif namun tidak semuanya variabel tersebut sigifikan. Penerimaan pajak, nilai tukar, inflasi memiliki pengaruh positif, namun tidak signifikan. Sedangkan variabel ekspor bersih dan pertumbuhan PDB memiliki pengaruh positif dan signifikan.

Hasil estimasi VECM jangka pendek menunjukkan bahwa variabel ekspor bersih berpengaruh positif terhadap pengeluaran pemerintah dan signifikan pada taraf nyata 5 persen sebesar 0,499099. Artinya apabila terjadi kenaikan pada ekspor bersih sebesar satu persen maka akan menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 0,499099 persen. Beberapa teori ekonomi

menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dapat mempengaruhi tingkat output nasional. Pengeluaran pemerintah yang lebih tinggi akan meningkatkan output agregat. Peningkatan output agregat ini mengakibatkan penurunan impor dan mendorong peningkatan ekspor, sehingga pendapatan negara meningkat karena penerimaan negara dari ekspor mengalami peningkatan.

Variabel pertumbuhan PDB pada lag pertama signifikan dan berpengaruh positif terhadap pengeluaran pemerintah dalam jangka pendek sebesar 0,131465. Artinya apabila terjadi kenaikan pertumbuhan PDB sebesar satu persen maka akan menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 0,131465 persen. Hal ini sesuai dengan teori Wagner yang menyatakan bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat terutama apabila terjadi kegagalan pasar. Kegagalan bisa saja terjadi menimpa industri-industri tertentu dari negara tersebut. Kegagalan dari suatu industri dapat saja berpengaruh ke industri lain yang saling terkait. Disini diperlukan peran pemerintah untuk mengatur hubungan antara masyarakat, industri, hukum, pendidikan, dll.

Hasil dari penelitian ini juga sesuai dengan teori Peacock dan Wiseman. Dimana, inti dari teori ini adalah pertumbuhan PDB menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan normal, meningkatnya PDB menyebabkan penerimaan pemerintah semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.

Tabel 4.7 juga menunjukkan bahwa dalam jangka panjang terdapat empat variabel yang signifikan secara statistik pada taraf nyata lima persen terhadap variabel pengeluaran pemerintah. Variabel nilai tukar (ER), ekspor bersih (NE) dan pertumbuhan PDB (GW) berpengaruh negatif terhadap pengeluaran pemerintah. Sementara variabel inflasi memiliki pengaruh positif terhadap pengeluaran pemerintah.

Variabel nilai tukar (ER) berpengaruh negatif dan signifikan dalam jangka panjang. Variabel nilai tukar pada jangka panjang signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen sebesar 1,763985. Artinya apabila terjadi kenaikan nilai tukar

sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan pengeluaran pemerintah sebesar 1,763985 persen. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi yang menyatakan bahwa apabila terjadi apresiasi nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS akan berdampak pada penurunan jumlah Rupiah, karena terjadi penurunan pembiayaan barang dan jasa yang menggunakan valuta asing. Kondisi tersebut menyebabkan pengeluaran pemerintah mengalami penurunan.

Variabel inflasi (INF) berpengaruh positif dan signifikan dalam jangka panjang dengan koefisien 0,103044. Artinya apabila terjadi kenaikan inflasi sebesar 1 persen maka akan menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 0,103044 persen. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap inflasi. Kenaikan tingkat inflasi akan meyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah. Tingkat inflasi yang meningkat ditandai dengan kenaikan harga barang dan jasa serta faktor produksi. Oleh karena itu peningkatan tingkat inflasi akan mengakibatkan kenaikan pada pengeluaran total. Pengeluaran total dapat berasal dari pengeluaran konsumsi masyarakat, konsumsi pemerintah dan pengeluaran investasi sektor swasta.

Variabel pertumbuhan PDB (GW) berpengaruh negatif dan signifikan dalam jangka panjang dengan nilai koefisien sebesar 0,350687. Artinya dalam jangka panjang apabila terjadi kenaikan pertumbuhan PDB sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan pengeluaran pemerintah sebesar 0,350687 persen. Hasil ini adalah sesuai dengan penelitian Ramayadi (2003) yang menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi berhubungan negatif dan mempunyai hubungan dalam jangka panjang. Hipotesis ini juga sesuai dengan teori Keynesian yang menyatakan bahwa dalam jangka panjang pendapatan nasional memberikan pengaruh positif terhadap investasi. Peningkatan pendapatan nasional ataupun PDB menyebabkan kenaikan permintaan masyarakat. Untuk memenuhi peningkatan permintaan masyarakat tersebut maka jumlah produksi akan ditingkatkan, sehingga diperlukan investasi-investasi baru dan terjadi perluasan kesempatan kerja.

Berdasarkan teori Musgrave dan Rostow, perkembangan pengeluaran pemerintah sejalan dengan tahap perkembangan ekonomi dari suatu negara. Pada tahap awal perkembangan ekonomi diperlukan pengeluaran yang besar untuk

investasi pemerintah utamanya untuk menyediakan infrastruktur seperti sarana jalan, kesehatan, pendidikan, dll. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi investasi tetap diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi namun diharapkan investasi swasta sudah mulai berkembang, sehingga pengeluaran pemerintah terhadap investasi pemerintah berkurang. Pada tahap lanjut pembangunan ekonomi, pengeluaran pemerintah tetap diperlukan utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat misalnya peningkatan pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial dsb. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam jangka panjang peran investasi swasta akan semakin meningkat namun sebaliknya untuk investasi pemerintah akan semakin menurun sehingga mengakibatkan pengeluaran pemerintah mengalami penurunan, sementara PDB mengalami kenaikan atau dengan kata lain terjadi pertumbuhan ekonomi.

Dokumen terkait