• Tidak ada hasil yang ditemukan

REGULASI PRODUK HASIL REKAYASA GENETIKA

12.4. ETIKA DAN REGULASI PRODUK HASIL REKAYASA GENETIKA

6. Perlu adanya pangkalan data tentang organism transgenik yang digunakan sebagai sumber produksi pangan.

7. Perlu dibentuk jejaring badan pengawas antar Negara FAO untuk membahas dan memutuskan segala sesuatu yang berhubungan dengan keamanan produk hasil rekayasa genetika.

8. Negara berkembang harus dibantu dalam pendidikan dan latihan tentang keamanan pangan dan komponen pangan yang ditimbulkan oleh modifikasi genetik.

9. Perlu ditingatkan penelitian dan pengembangan metode untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap keamanan produk hasil rekayasa genetika.

12.4. ETIKA DAN REGULASI PRODUK HASIL REKAYASA GENETIKA

Teknologi rekayasa genetika merupakan capaian yang menakjupkan dalam bidang biologi molekular, apabila digunakan dengan baik dan tepat dapat memberikan banyak manfaat dalam meningkatkan taraf kehidupan umat manusia di dunia.

Kemampuan manusia untuk merekayasa mahkluk hidup dengan cara merubah sifat filogenik suatu organisme melalui rekayasa genetika tentu memerlukan rambu dan batasan agar tidak terjadi penyalahgunaan ataupun menimbulkan gangguan pada kesehatan manusia dan kelestarian ekosistem. Oleh sebab itu, penciptaan suatu organisme yang memiliki sifat-sifat baruini perlu diatur baik dari aspek etik profesi sebagai ilmuan maupun dari aspek regulasi dan perundangan.

Kode etik dan standar perilaku yang diaharapkan dapat diberlakukan bagi para pakar khususnya kelompok ilmuan rekayasa genetika antara lain:

1. Ilmuan yang berkecimpung dalam bidang rekayasa genetika, hendaknya menghormati standar kode etik tertinggi yang bersifat universal yang secara aktif dan proaktif melayani dan memperjuangkan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat secara luas. Penemuan dan pernyataan ilmiah untuk umum harus terpelihara ketepatannya jauh dari sensasi dan penyalahgunaan, tanpa membesar-besarkan kelebihannya ataupun menutupi kekurangan atau efek pegembangan suatu teknologi tersebut.

2. Berkewajiban memajukan, mengembangkan, memanfaatkan bidang keahliannya untuk didarmabaktikan bagi kepentingan kesejahteraan umat manusia, dan dapat memahami keterbatasan pengetahuan dan ilmunya, serta menghormati makna dari kebenaran ilmiah.

3. Harus senantiasa berusaha untuk memajukan profesinya dengan cara meningkatkan kemampuan dan kompetensinya sehingga selalu dapat mengikuti perkembangan mutahir dalam bidang ilmunya, dan dapat meningkatkan kemitraan serta jejaring ilmiah diantara sesama ilmuan lainnya.

4. Dituntut untuk memahami dan mengantisipasi dampak negatif dari pengembangan ilmu dan teknologi terhadap kesehatan dan lingkungan.

Regulasi dan perundangan tentang keamanan hayati produk hasil rekayasa genetika, antara lain Undang-Undang Nomor 21 tahun 2004, dan PP No. 21/2005, dibuat untuk menjadi dasar hukum dalam mewujudkan keamanan hayati, keamanan pangan dan kesehatan bagi masyarakat, serta pengelolaan sumber daya hayati, perlindungan konsumen dan kepastian berusaha, meggunakan pendekatan kehati-hatian dan prinsip kaidah metodologi ilmiah, asek agama, estetika dan sosial budaya.

Cakupan regulasi dan perundangan tentang keamanan hayati produk hasil rekayasa genetika, meliputi :

1. Jenis dan persyaratan produk hasil rekayasa genetika. 2. Penelitian dan pengembangan.

3. Regulasi dan cara pemasukan produk hasil rekayasa genetika dari luar negeri.

4. Pengkajian, pelepasan, dan peredaran serta pemanfaatan produk hasil rekayasa genetika.

5. Pengawasan dan pengendalian produk hasil rekayasa genetika. 6. Kelembagaan yang mengawasi produk hasil rekayasa genetika.

Penelitian dan Pengembangan

Setiap orang yang melakukan penelitian dan pengembangan produk hasil rekayasa genetika, wajib mencegah atau menanggulangi dampak negative yang ditimbulkan oleh kegiatan penelitiannya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Proses penelitian dan pengembangan produk hasil rekayasa genetika, harus dilakukan di laboratorium atau di lapangan uji yang terbatas. Produk hasil rekayasa genetika, sebelum diusulkan untuk dilepas atau diedarkan harus melalui uji efikasi dan memenuhi persyaratan kemanan hayati. Tata cara penelitian dan pengembangan produk hasil rekayasa genetika, dilaksanakan berdasarkan kaidah penelitian dan pengembangan yang berlaku di Indonesia serta diatur oleh kementrian yang terkait.

Pemasukan produk hasil rekayasa genetika dari luar negeri

Setiap orang atau badan usaha yang akan memasukkan produk hasil rekayasa genetika dari luar negeri untuk pertama kali, wajib mengajukan permohonan kepada kementrian yang berwenang. Permohonan untik memasukkan produk hasil rekayasa genetika, wajib dilengkapi dengan informasi tentang roduk meliputi (i). Dokumen yang menerangkan bahwa telah memenuhi persyaratan keamanan lingkungan, keamanan pangan, (ii). Surat keterangan yang menyatakan bahwa produk hasil rekayasa genetika tersebut telah diperdagangkan secara bebas di Negara asalnya, dan (iii). Dokumentasi pengkajian dan pengelolaan resiko dari institusi yang berwenang dimana pengkajian resiko tersebut pernah dilakukan.

Pengkajian, pelepasan dan peredaran serta pemanfaatan

Pengkajian terhadap produk hasil rekayasa genetika, wajib dilakukan sebelum pelepasan dan peredaran. Pengkajian dilaksanakan berdasarkan permohonan tertulis dari pemohon, dan lembaga

keanekaragaman hayati atau kementrian lingkungan hidup harus melaksanakan kajian menyeluruh terhadap produk hasil rekayasa genetika yang akan diedarkan tersebut. Sebelum diedarkan untuk pertama kali, pemohon wajib melakukan pengujian keamanan produk hasil rekayasa genetika, di laboratorium, di fasilitas pengujian atau di lapangan uji yang terbatas.

Produk hasil rekayasa genetika yang telah memperoleh rekomendasi keamanan hayati, maka kementrian yang berwenang memberikan izin pelepasan atau peredaran sesuai dengan perundangan yang berlaku. Produk hasil rekayasa genetika yang diedarkan dapat dmanfaatkan untuk kebutuhan berbagai bidang sesuai dengan peruntukannya. Pengaturan dan regulasi pemanfaatan organisme transgenik perlu dilakukan secara berhati-hati dan berdasarkan pada data ilmiah yang memadai, sehingga regulasi yang dibuat tidak hanya melindungi masyarakat dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh organisme transgenik akan tetapi juga memungkinkan bagi masyarakat dapat memanfaatkan produk transgenik secara maksimal.

Penelitian pengembangan dan pemanfaatn produk rekayasa genetika dalam bidang kefarmasian dan kedokteran sudah tentu harus mwngikuti kaidah dank kode etik penelitian dan uji klinik yang telah diatur oleh komisi etik uji klinik berlaku secara universal. Pengembangan suatu produk yanag akan digunakan sebagai pengobatan harus melalui tahapan tertentu yang dimulai uji praklinik meliputi uji bioaktifitas farmakologis pada binatang percobaan, uji toksisitas akut, sub akut, dan kronis, yang kemudian dilanjutkan dengan beberapa fase uji klinik pada manusia.

Tahapan uji klinik suatu obat termasuk senyawa hasil rekayasa genetika harus mengikuti fase-fase uji klinik yang dipersyaratkan. Uji klinik fase I, dilakukan untuk mengetahui keamanan obat jika digunakan pada manusia. Lama uji klinik fase I biasanya lebih dari satu tahun, dengan subjek sukarelawan sehat sebanyak 20-100 orang. Uji klinik fase II, dilakukan untuk mengetahui efikasi dari senyawa obat, dilakukan selama lebih dari 2 tahun pada 100-300 orang pasien. Sefangkan uji klinik fase III, dilakukan untuk mengetahui efikasi dan adanya efek samping dari obat, dilakukan selama 1-4 tahun setelah obat digunakan

oleh 1000-3000 orang pasien. Setelah uji klinik fase ke III, biasanya obat didaftarkan Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk mendapatkan persetujuan peredaran dan penggunaan obat. BPOM melakukan suatu tinjauan menyeluruh terhadap senyawa obat yang didaftarkan berdasarkan analisis data hasil uji laboratorium maupun hasil uji klinik yang telah dilakukan.

Umumnya waktu yang dibutuhkan mulai dari penemuan senyawa baru sampai mendapatkan persetujuan dan digunakan sebagai pengobatan memerlukan waktu sekitar 10 sampai 14 tahun.

Setelah mendapatkan persetujuan edar dari BPOM, produsen masih harus melakukan survailans untuk memantau secara berkesinambungan tentang kemungkinan adanya efek samping obat selama dipasarkan. Dalam pelaksanaan uji klinik produkhasil rekayasa genetika, kaidah-kaidah etik uji klinik harus dipatuhi. Para sukarelawan, baik sehat maupun sakit harus diinformasikan dengan melalui suatu formulir persetujuan (informed consent), bahwa para sukarelawan tersebut setuju untuk diikutsertakan dalam proses uji klinik produk hasil rekayasa genetika.

Menurut Permenkes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU nomor 29 tahun 2004 Pasal 45, informed consent adalah tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau terapi yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.

Dokumen terkait