• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DATA

A. Analisis Pemikiran al-Zarnuji tentang Guru dan murid 1.Etika Guru

2. Etika Murid

Menurut al-Zarnuji Dalam kitab Ta‟lim al-Muta‟allim, istilah murid disebut dengan thalibul ilmi. Dalam membahas tentang murid, menurut H. Busyairi Madjidi, Al-Zarnuji tidak banyak membahas murid sebagai individu baik fitrahnya maupun perkembangannya, tetapi ketika membicarakan partner dalam studi, al-Zarnuji menyinggung tentang fitrah dengan mengutip hadist Rasul SAW, bahwa:

192

Fatiyah Hasan Sulaiman, Sistem Pendidikan Versi al-Ghazali, Cet. I., (Bandung : AlMaarif, 1986), hlm. 84

Metode dalam Ta‟lim bukan hanya dinamakan dalam aktivitas ceramah, diskusi, resitasi dan semacamnya yang lebih mengedepankan pencapaian “kecerdasan intelektual” sebagaimana sering dipahami di zaman ini. Metode dimaknakan lebih jauh, yaitu pada cara pencapaian “kecerdasan emosional yang religius”, sehingga dapat memangun watak perspektif ini, maka akhlak baik yang dimiliki oleh subyek didik termasuk bagian dari wacana metode.

Etika Murid dalam kitab Ta‟lim Muta‟allim Dijelaskan dalam kitab Ta‟lim Muta‟allim bagi setiap pelajar sebaiknya mempunyai kewajiban yang harus dilakukan yaitu :

1. Setiap pelajar harus menata niat dalam menuntut ilmu, karena niat adalah pokok dari segala ibadah. Yaitu niat ikhlas mengharap ridha Allah.

2. Tidak mencari ilmu tjuan ntuk dunia

3. Memilih Guru yang lebih wara‟i dan lebih tua

4. Bermusyawarah dengan orang alimketika akan pergi menuntut ilmu atau dalam segala urusan

5. Harus sabar dalam setiap ujian

6. Menghormati ilmu dan guru dengan cara :

Tidak berjalan di depannya, tidak duduk ditempatnya, tidak memulai bicara padanya kecuali dengan ijinnya. Tidak berbicara sesuatu kecuali bila guru sedang capek atau bosan, harus menjaga waktu, jangan megetuk pintunya tapi menunggu sampai beliau keluar.tidak duduk didekat guru kecuali darurat. etika kepada gurunya dan kewajibanya sebagai murid. Karena begitu tinggi penghargaan itu sehingga menerapkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan Nabi. Agar

siswa bisa memuliakan gurunya. (Az Zarnuji: 91). Maka sebaiknya seorang murid diperlukan internalisasi sikap wara‟ dalam beretika terhadap guru, sikap ini akan menjadikan ilmu yang didapat mempunyai berdaya guna lebih banyak.

Adapun sikap murid terhadap guru antara lain adalah penghormatan dan pengahargaan kepada ilmu dan guru. Az Zarnuji tidak menjadikan keduanya analistik, sebagaimana ia juga tidak memisahkan antara intelektualitas pendidikan dan spiritualnya. Seorang murid tidak dibenarkan hanya menimba intelektualitas seseorang, tetapi hak yang melekat padanya ditelantarkan. Pendidikan mempunyai dasar “hak atas karya intelektual” yang pantas dihargai dengan sikap pemuliaan dan penghargaan material. Etika murid terhadap guru dalam perilaku taat pada perintah dan menjauhi larangan-Nya selama masih dalam koridor kepatuhan kepada Allah, bukan sebaliknya. Tampilan rinci lain lebih mengarah pada “budi pekerti” yang di masa sekarang perlu ditegakkan, tetapi berangsur luntur. “Barang siapa berkeinginan anaknya menjadi ilmuan, maka sebaiknya ia bersedia untuk merawat, memuliakan, memberi sesuatu dan mengagungkan ahli”. (Az Zarnuji, t.th: 17). Dalam kitab Ta‟lim Muta‟allim menjelaskan bahwa “keberhasilan seseorang tergantung dari penghormatannya, kegagalannya adalah karena meremehkannya”. Sesunguhnya bagi seorang murid yang baik, agar mendapatkan ilmu dari gurunya hendaknya mempunyai etika yang baik di setiap menerima, mendengarkan, mengerjakan apa yang disampaikan gurunya dan jangan sekali-kali sebaliknya (meremehkan guru). 62 Selanjutnya seorang pelajar juga harus bersikap rendah hati pada ilmu dan guru. Seorang murid juga harus mencari kerelaan guru, harus menjauhi hal-hal yang menyebabkan ia murka, mematuhi

perintahnya asal tidak bertentangan dengan agama. Dengan cara demikian ia akan tercapai cita-citanya. Ia juga harus menjaga keridhaan gurunya. Ia jangan menggunjing gurunya. Dan jika ia tidak sanggup mencegahnya, maka sebaiknya ia harus menjauhi orang tersebut. Selanjutnya seorang murid hendaknya tidak memasuki ruangan kecuali setelah mendapat izinnya. Seorang pelajar tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan mengambil manfaatnya, tanpa mau menghormati ilmu dan guru. Karena ada yang mengatakan bahwa orang-orang yang telah berhasil mereka ketika menuntut ilmu sangat menghoramati tiga hal tersebut. Dan orang-orang yang tidak berhasil dalam mnuntut ilmu, karena mereka tidak mau menghormati atau memuliakan ilmu dan gurunya. Karena ada yang mengatakan bahwa menghormati itu lebih baik daripada mentaati. (Az Zarnuji, t.th: 16). Az-Zarnuji mengatakan bila seorang murid lebih menghormati seorang guru itu menaikkan tingkat ketakwaan kepada Allah SWT sangat tinggi, ketinggian beretika terhadap guru, pada orang lain yang lebih tua, apalagi kepada Allah SWT dalam ketakwaannya semakin meningkat maka Allah akan mengangkat harkat dan martabatnya. Hubungan Murid dan Guru Az Zarnuji dalam kitabnya Ta‟lim Muta‟allim berpendapat tentang persoalan hubungan guru dan murid, menganggap guru sebagai elemen terpenting dalam pembelajaran. Karena guru harus dihormati dan diikuti tidak boleh dibantah atau disanggah sedikitpun. Menurut Az Zarnuji berpindah ilmu dengan berpindah guru atau tempat dapat mengakibatkan ketidak berkahan membuat waktu sia-sia dan dapat menyakiti hati seorang guru. Az Zarnuji menyebut hal ini sebagian bentuk dari ketidak pahaman dan ketidaksabaran serta memperturutkan hawa nafsu. Tentang hubungan guru

dan murid adalah bahwa guru memiliki kedudukan uang sedemikian rupa, sehingga murid harus menghormatinya dengan sedemikian rupa pula. Syaikh Sadiduddin Asy Syairozi, menceritakan nasehat dari gurunya “siapapun yang menghendaki anaknya menjadi seorang alim, maka hendaklah ia memelihara, menghormati, rendah hati dan memberikan sesuatu kepada ahli agama. Andaikata hukum anaknya yang alim pasti cucunya yang akan menjadi alim. Karena itulah, siapapun yang menyakiti hati gurunya maka ia tak akan mendapat kemudahan dalam berilmu dan hanya sedikit ilmunya yang berguna. Sesungguhnya guru dan dokter keduanya tidak akan menasehati kecuali bila dimuliakan. Maka rasakan penyakitmu jika pada dokter, dan terimalah kebodohanmu bila kamu membangkang pada guru. (Az Zarnuji, t.th: 18). 64 Pendidikan Islam mewajibkan kepada setiap guru untuk senantiasa mengingatkan bahwa kita tidaklah sekedar membutuhkan ilmu, tetapi senantiasa membutuhkan etika yang baik di kalangan pelajar dapat dilakukan dengan latihanlatihan berbuat baik, berkata benar, menepati janji, ikhlas dan jujur dalam bekerja dan menghargai waktu. (Daudy, 1986: 62).