• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terjadinya gangguan dan kematian pada komponen flora - fauna air di perairan Teluk Benoa meliputi : komunitas plankton, benthos dan nekton. Kegiatan-kegiatan pembangunan dievaluasi berpotensi menimbulkan dampak terhadap kehidupan komponen flora-fauna air laut berupa :

1. Dampak primer dan langsung (primary and derect impact) yaitu berkurang/hilangnya sebagian populasi dari komponen flora dan fauna air. Pada saat kegiatan konstruksi dann operasional pembangunan di kawasan tersebut, sejumlah tertentu flora dan fauna air baik di perairan laut maupun kawasan mangrove terganggu dan akan mati. Kepadatan populasi dari beberapa komunitas, khususnya komunitas dasar (benthos) akan berkurang terutama yang berada pada radius dampak.

2. Dampak tidak langsung adalah dampak skunder dari menurunnya kualitas air (meningkatnya kekeruhan, dan sedimen pada zone–zone tertentu) akan mengganggu respirasi, tingkah laku (migrasi/ruaya, pemijahan), dan dapat menyebabkan kematian anak-anakan (larva) dari bota air yang ada.

3. Mengacu pada kriteria dampak penting (Kep. Kepala Bapedal No.056 tahun 2006) dampak yang terjadi pada komponen flora dan fauna air sebagai berikut :

 Dampak pada komponen flora dan fauna air diperkirakan tidak banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari keberadaan biota air (sebagai nelayan), karena kegiatan pembangunan diperkirakan tidak mengganggu alur lalu lintas nelayan.

 Dampak yang terjadi diperkirakan tidak menyebar di kawasan perairan Teluk Benoa, menimbulkan kekeruhan dann gangguan biota air. Dibandingkan dengan luas perairan yang ada di wilayah studi, maka luas persebaran dampak sangat kecil < 1,10 %.

 Intensitas dampak juga tergolong sedang, hal ini didasarkan bahwa dampak yang terjadi tidak berpengaruh nyata pada kelimpahan, kekayaan jenis (species richness), dan keanekaragaman (species diversity) dari komponen flora dan fauna air yang ada, karena di ekosistem perairan di luar tapak proyek potensi flora dan fauna air masih cukup tinggi. Disamping itu hasil kajian komunitas plankton, benthos dan nekton (rona lingkungan awal) tidak ditemukan komponen flora dan fauna yang tergolong langka, dan atau dilindungi pemerintah (Peraturan Pemerintah Nomor 7 dan 8 tahun 1999), sehingga dari aspek legal/formal intensitas dampak tergolong nilai rendah.

 Walapun ekosistem perairan Teluk Benoa dan ekosistem hutan Mangrove merupakan daerah mencari makan (feeding ground) dan daerah asuhan (nursery ground) biota laut. Karena sangat kecilnya habitat yang yang terkena dampak, maka dampak yang terjadi

Kajian Biologi Laut di Kawasan Perairan Teluk Benoa 36

diperkirakan tidak menimbulkan dampak skunder dan tersier yang penting, bagi keberlanjutan sistem perikanan di wilayah sekitar proyek.

 Dampak yang terjadi pada komponen flora dan fauna air di wilayah dampak diperkirakan tidak mempengaruhi komponen lingkungan hidup lainnya.

 Dampak yang terjadi tidak komulatif dan bersifat berbalik, Hal ini didasarkan bahwa karena potensi flora dan fauna air cukup tinggi, kemampuan berbiaknya (fekunditas) cukup tinggi, pertumbuhannya cepat, dan daya dukung lingkungan (ekosistem perairan) masih baik (tidak tercemar), akan memberikan peluang untuk proses pemulihan/recovery bagi populasi yang hilang dapat cepat berbalik.

 Ditinjau secara agregat bahwa kondisi (status) komponen flora dan fauna air di wilayah studi dalam kondisi tanpa adanya proyek pembangunan dibandingkan dengan adanya proyek tidak berbeda secara nyata (significant). Dampak yang diperkirakan bersifat sementara dan tidak mempengaruhi profil, peta biologi air dan struktur komunitas di wilayah studi, Oleh karena itu dampak ini tergolong negatif penting (-P).

Kajian Biologi Laut di Kawasan Perairan Teluk Benoa 37

DAFTAR PUSATAKA

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali. 2009. Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Bali Tahun 2009. Denpasar.

Baker, I. and P. Kaeoniam. 1986. Manual of Coastal Development Planning and Management for Thailand. The Unesco MAP and COMAR Programmes. Bangkok-Jakarta.

Barnes, R.S.K. and Hughes. 1990. An Introduction to Marine Ecology. Blackwell Scientific Publisher. London.

Bengen, D.G. 2000. Tehnik Pengembilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Jakarta.

Cesar, H.S.J. 2000. Coral Reefs: Their Fuctions, Threats and Economic Value. In Cesar, H.S.J. (ed.). Collection Essays on The Economics of Coral Reef. CORDIO, Dept. of Biology and Environmental Sciences, Kalmar University Kalmar, Sweden.

Clark, J.R. 1992. Integrated Management of Coastal Zones. FAO. 167 pp.

Clark, J.R. 1995. Coastal Zone Management Handbook. Lewis Publishers. Boca Raton, New York, London, Tokyo.

Choat, J.H. 1991. The Biology of Herbivorous Fishes on Coral Reefs. In : Sale, P.T. (ed.). The Ecological of Fishes on Coral Reefs. Academic Press. New York.

Davis, R. 1990. Oceanography. W.C. Brown Publisher. Florida.

Ditlev, H. 1980. A Field-guide to the Reef-building Coral of the Indo-Pacific. Scandinavian Science Press Ltd. Klampenborg.

Effendi, F. 1997. Bahan Pecemar (Kimia ) dan Metoda Analisisnya pada Kawasan Pesisir dan Laut Secara Terpadu, Surabaya

English, S., C. Wilkinson and V. Baker. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Australian Institute of Marine Science. Townsvile.

Hutabarat, S. dan S.M. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Jones, O.A. and R. Endean. 1973. Biology and Geology of Coral Reefs. Vol I: Geology 1. Academic Press. New York.

Jones, O.A. and R. Endean. 1977. Biology and Geology of Coral Reefs. Vol IV: Geology 2. Academic Press. New York.

Kenchington, R.A. and B.E.T. Hudson. 1988. Coral Reef Management Handbook. Unesco Regional Office for Science and Technology for South-East Asia. Jakarta.

Kajian Biologi Laut di Kawasan Perairan Teluk Benoa 38

Lovelock, C. 1993. Field Guide to The Mangrove of Queensland. Australian Instutute of Marine Science. Townsville.

Menteri Lingkungan Hidup. 2001. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 tahun 2001, tentang Standar Baku Mutu Kerusakan Lingkungan Hidup. Jakarta.

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Pusat Pengelolaan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara, Kementerian Lingkungan Hidup. 2013. Profil Ekosistem Terumbu Karang Di Provinsi Bali. Denpasar.

Puslitbang Perikanan - Balitbang Pertanian Departement Pertanian. 1996. Peningkatan Visi Sumberdaya Manusia Penelitian Perikanan Menyongsong Globalisasi IPTEK. Prosiding Rapat Kerja Tenis Puslitbang Perikanan, Serpong 19-20 November 1996.

Salm, B.V. and J.R. Clark. 1989. Marine and Coastal Protected Areas. IUCN and Natural Resources Gland, Switzerland.

Sudiarta, I K. 2002. Status dan Profil Terumbu Karang di Wilayah Pesisir Bali. Lokakarya; Pembuatan Zonasi Wilayah Pesisir dan Lautan Bali Selatan. Bappedalda. Bali Denpasar Suharsono dan Sukarno. 1992. Coral Assemblages Around Pulau Genteng Besar. Seribu Island

Indonesia. Third ASEAN Science and Technoligy. Marine Science : Living Coastal resources.

Suharsono. 1998. Condition of Coraf Reef resources in Indonesia. Journal Pesisir & Lautan, Indonesian Journal of Coastal and Marine Resources (D.G. Veron, J.E.N. 1986. Coral of Australian and the Indo-Pacific. University of Hawaii Press. Honolulu.

Warner, G.F. 1984. Diving and Marine Biology, The Ecology of the Sublitroral. Cambridge University Press. Cambridge.

Westmacott, S., K. Teleki, S. Wells dan J. West. 2000. Pengelolaan Terumbu Karang yang Telah Memutih dan Rusak Kritis. IUCN, Gland, Swiss, dan Cambridge.

Dokumen terkait